Anda di halaman 1dari 23

AKUNTANSI KONTRAK JANGKA PANJANG KONSTRUKSI

Metode Akuntansi Kontrak Konstruksi


PSAK No 34 (revisi 2010): Kontrak Konstruksi, mengatur perlakuan akuntansi pendapatan dan biaya
yang berhubungan dengan kontrak konstruksi. Oleh karena sifat dari aktivitas yang dilakukan pada
kontrak konstruksi, tanggal saat aktivitas kontrak mulai dilakukan dan tanggal saat aktivitas tersebut
diselesaikan biasanya jatuh pada periode akuntansi yang berlainan. Oleh karena itu, masalah utama dalam
akuntansi kontrak konstruksi adalah alokasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak pada periode di mana
pekerjaan konstruksi tersebut dilaksanakan.
1. Pendapatan Kontrak
Pendapatan kontrak (contract revenue) terdiri dari:
a) nilai pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak; dan
b) penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran insentif:
i. sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan; dan
ii. dapat diukur secara andal.

Entitas mengukur pendapatan kontrak pada nilai wajar dari imbalan yang diterima atau akan diterima
(received or receivable). Pengukuran pendapatan kontrak dipengaruhi oleh beragam ketidakpastian yang
bergantung pada hasil dari peristiwa di masa depan. Estimasi sering kali perlu untuk direvisi sesuai
dengan realisasi dan hilangnya ketidakpastian. Oleh karena itu, jumlah pendapatan kontrak dapat
meningkat atau menurun dari satu periode ke periode berikutnya.
2. Biaya Kontrak
Biaya suatu kontrak (contract cost) konstruksi terdiri dari:
a) biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu;
b) biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat dialokasikan pada kontrak
tersebut; dan
c) biaya lain yang secara spesifik dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak.

Dengan demikian, biaya kontrak meliputi biaya-biaya yang dapat di distribusikan pada suatu kontrak
selama periode sejak tanggal kontrak itu diperoleh sampai dengan penyelesaian akhir kontrak. Akan
tetapi, biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kontrak dan terjadi untuk memperoleh
kontrak juga dimasukkan sebagai bagian bagian dari biaya kontrak jjika biaya -biaya ini dapat di
identifikasikan secara terpisah dan dapat diukur secara andal dan kemungkinan besar kontraktersebut
dapat diperoleh. Jika biaya-biaya yang terjadi untuk memperoleh kontrak diakui sebagai beban pada
periode terjadinya, maka biaya-biaya tersebut tidak dimasukkandalam biaya kontrak ketika kontrak
tersebut diperoleh pada periode berikut.

C. Pengakuan Pendapatan dan Beban Kontrak


Dalam menentukan pengakuan pendapatan dan biaya kontrak, pertanyaan kunci adalah apakah hasil
kontrak dapat diestimasi secara andal. (Lihat gambar di bawah)

1. Jika Hasil Kontrak Dapat Diestimasi Secara Andal


Jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya kontrak
yang berhubungan dengan kontrak konstruksi diakui masing-masing sebagai pendapatan dan beban
dengan memerhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal akhir periode pelaporan.
Hasil kontrak konstruksi hanya dapat diestimasi secara andal jika kemungkinan besar manfaat ekonomi
yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas. Namun, jika ketidakpastian timbul
mengenai kolektibilitas jumlah piutang yang telah diakui sebagai pendapatan kontrak dan telah diakui
dalam laba rugi, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah pemulihan dengan kemungkinan tidak akan
tertagih diakui sebagai beban dan bukan sebagai penyesuaian pendapatan kontrak. Pada umumnya entitas
dapat membuat estimasi yang andal sehubungan dengan hasil suatu kontrak setelah entitas tersebut
menyetujui kontrak yang mengatur hal-hal berikut ini:
a) hak legal masing-masing pihak yang dapat dipaksakan pemberlakuannya atas aset yang akan dibangun;
b) imbalan yang akan dipertukarkan; dan
c) cara dan persyaratan penyelesaian.
2. Metode Persentase Penyelesaian
Pengakuan pendapatan dan beban dengan memerhatikan tahap penyelesaian suatu kontrak sering disebut
sebagai metode persentase penyelesaian (percentage-of-completion method).
Menurut metode persentase penyelesaian:
a) Pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian
tersebut, sehingga pendapatan, beban, dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian
pekerjaan secara proporsional. Pendapatan kontrak dan biaya kontrak diakui sebagai pendapatan dan
beban dalam laporan laba rugi komprehensif pada periode akuntansi di mana pekerjaan
dilakukan. Namun, setiap ekspektasi selisih lebih total biaya kontrak terhadap total pendapatan kontrak
segera diakui sebagai beban. Metode ini memberikan informasi yang berguna mengenai cakupan
aktivitas kontrak dan kinerja selama suatu periode.
b) Suatu kontraktor mungkin mempunyai biaya kontrak yang berhubungan dengan aktivitas masa depan
(future activities) pada kontrak tersebut. Biaya kontrak tersebut diakui sebagai aset jika kemungkinan
besar biaya tersebut akan dipulihkan. Biaya tersebut mewakili jumlah yang dapat ditagih dari pelanggan
dan sering digolongkan sebagai “pekerjaan dalam proses” (“contract work in progress”).
c) Entitas mengakumulasi biaya konstruksi ditambah laba kotor yang dihasilkan sampai hari
ini (construction costs plus gross profit earned to date) dalam sebuah akun persediaan (Konstruksi
dalam Proses – Construction in Process – CIP) dan mengakumulasi termin atau pengajuan penagihan
atas kemajuan (progress billings) dalam akun persediaan (Termin atau Tagihan atas Kemajuan
Kontrak Konstruksi – Billings on Construction in Progress atau Progress Billing on
Construction Contract – PBoCC).
Biasanya, kontrak mensyaratkan termin yang dicapai oleh kontraktor dan pembayaran oleh pelanggan
atas termin atau tagihan tersebut. Pada umumnya, kontrak-kontrak ini mengharuskan adanya inspeksi
sebelum penyelesaian akhir dibuat. Tagihan-tagihan didebit ke Piutang Usaha (Account
Receivables) dan dikredit ke akun tangguhan (deferral), yang disebut Termin atau Tagihan atas
Kemajuan Kontrak Konstruksi, yang berfungsi sebagai lawan dari akun Persediaan yaitu Konstruksi
dalam Proses. Dengan demikian, tagihan dari kontrak mentransfer nilai aset dari persediaan ke piutang
usaha, tetapi karena sifat jangka panjang dari kontrak, maka biaya konstruksi terus dicerminkan dalam
akun piutang usaha.
d) Pengukuran Pendapatan – Menentukan Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian suatu kontrak dapat ditentukan dalam berbagai cara. Entitas menggunakan metode yang
mengukur secara andal pekerjaan yang dilakukan. Bergantung pada sifat kontrak, metode tersebut antara
lain meliputi:
1. Proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilaksanakan sampai dengan tanggal
perhitungan dibandingkan dengan estimasi total biaya kontrak (juga dikenal sebagai ukuran
input atau metode biaya ke biaya – cost-to-cost method). Dengan demikian, tahap penyelesaian
ditentukan dengan membandingkan antara biaya yang telah dikeluarkan sampai dengan tanggal ini dan
estimasi terakhir dari total biaya yang diestimasi untuk menyelesaikan proyek tersebut. Persentase dari
biaya yang terjadi terhadap total biaya yang diestimasi dikalikan dengan harga kontrak untuk menentukan
pendapatan yang akan diakui sampai tanggal tersebut dan sekaligus juga laba bersih yang diestimasi dari
proyek tersebut guna memeroleh laba sampai tanggal itu (Lihat ilustrasi ).
2. Survei atas pekerjaan yang telah dilaksanakan; dan
3. Penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak (juga disebut dengan ukuran
output atau metode kinerja satuan unit – unit-of-work-performed method). Termasuk dalam kategori
ini adalah metode yang didasarkan pada unit yang diproduksi, tahapan-tahapan kontrak yang dicapai, dan
nilai tambah. Misalnya, jika kontrak tersebut menggunakan unit output, seperti jumlah kilometer panjang
jalan, maka ukuran penyelesaiannya adalah rasio dari jumlah kilometer yang diselesaikan terhadap total
kilometer yang disebutkan dalam kontrak.
[Catatan: Pembayaran berkala (progress payments) dan uang muka yang diterima dari para pelanggan
(advances received from customers) sering kali tidak mencerminkan tahap penyelesaian].
Jika tahap penyelesaian ditentukan dengan memerhatikan biaya kontrak yang terjadi pada saat ini,
maka hanya biaya kontrak yang mencerminkan pekerjaan yang dilaksanakan dimasukkan dalam
biaya. Biaya-biaya yang tidak termasuk misalnya:
1) biaya kontrak yang berhubungan dengan aktivitas masa depan kontrak, seperti biaya bahan yang telah
dikirim ke lokasi atau dimaksudkan untuk penggunaan dalam suatu kontrak tetapi belum dipasang,
digunakan atau diaplikasikan selama pelaksanaan kontrak, kecuali bahan-bahan tersebut telah dibuat
secara khusus untuk keperluan kontrak tersebut; dan
2) pembayaran yang dibayarkan ke subkontraktor sebagai uang muka atas pekerjaan yang dilaksanakan
dalam subkontrak tersebut.
Ilustrasi. Berikut ini diilustrasikan metode penentuan tahap penyelesaian suatu kontrak dan waktu
pengakuan pendapatan dan beban kontrak.
Suatu kontraktor konstruksi mempunyai kontrak harga tetap sebesar Rp9.000 untuk mendirikan sebuah
jembatan. Jumlah pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak adalah Rp9.000. Biaya kontrak
menurut estimasi kontraktor semula adalah Rp8.000. Akan memakan waktu 3 tahun untuk mendirikan
jembatan tersebut. Pada akhir tahun 1, estimasi biaya kontrak meningkat menjadi Rp8.050. Dalam tahun
2, pelanggannya menyetujui suatu variasi (penyimpangan) yang menghasilkan peningkatan dalam
pendapatan kontrak sebesar Rp200 dan biaya kontrak tambahan yang diestimasi sebesar Rp150. Pada
akhir tahun 2, biaya yang terjadi meliputi Rp100 untuk bahan standar yang disimpan pada lokasi
untuk digunakan dalam tahun 3 untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Kontraktor tersebut menentukan tahap penyelesaian kontrak dengan perhitungan proporsi
biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan dilakukan sampai dengan saat ini dibandingkan dengan
estimasi total biaya kontrak yang terakhir (metode biaya ke biaya). Ikhtisar data keuangan selama
periode konstruksi sebagai berikut:
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3
(Rp) (Rp) (Rp)
Jumlah semula pendapatan yang disetujui dalam kontrak 9.000 9.000 9.000
Penyimpangan --- 200 200
Total pendapatan kontrak 9.000 9.200 9.200
Biaya kontrak yang terjadi saat ini (1) 2.093 6.168 8.200
Biaya kontrak untuk menyelesaikan (2) 5.957 2.032 ---
Total estimasi biaya kontrak (3) = (1) + (2) 8.050 8.200 8.200
Estimasi laba 950 1.000 1.000
Tahap penyelesaian (4) = (1) : (3) 26% 74% * 100%
* Tahap penyelesaian untuk tahun 2 (74%) atau [Rp6.168 – Rp100)/Rp8.200] ditentukan
dengan mengeluarkan Rp100 juta bahan material yang disimpan pada lokasi untuk penggunaan dalam
tahun 3 dari biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilakukan sampai dengan saat ini.
Jumlah pendapatan, beban, dan laba yang diakui dalam laporan laba rugi komprehensif untuk tiap tahun 1,
2, dan 3 dihitung sebagai beriku
Diakui pada Diakui pada
Saat ini tahun tahun
sebelumnya sekarang
Tahun 1
Pendapatan (Rp9.000 x 26%) Rp2.340 Rp 0 Rp2.340
Beban (Rp8.050 x 26%) 2.093 2.093
Laba Rp 247 Rp 0 Rp 247
Tahun 2
Pendapatan (Rp9.200 x 74%) Rp6.808 Rp2.340 Rp4.468
Beban (Rp8.200 x 74%) 6.068 2.093 3.975
Laba Rp 740 Rp 247 Rp 493
Tahun 3
Pendapatan (Rp9.200 x 100%) Rp9.200 Rp6.808 Rp2.392
Beban (Rp8.200 x 100%) 8.200 6.068 2.132
Laba Rp1.000 Rp 740 Rp 260

3. Jika Hasil Kontrak Konstruksi Tidak Dapat Diestimasi Secara Andal


Jika hasil kontrak konstruksi tidak dapat diestimasi secara andal:
a) pendapatan diakui hanya sebesar biaya yang telah terjadi sepanjang biaya tersebut diperkirakan dapat
dipulihkan; dan
b) biaya kontrak diakui sebagai beban pada periode terjadinya.
Metode ini dikenal sebagai Metode Pemulihan Biaya atau Metode Laba Nol (Cost-
Recovery Method or Zero-Profit Method) atau Metode Kontrak Selesai (Completed-Contract
Method). Walaupun selama tahap awal suatu kontrak sering terjadi hasil kontrak tidak dapat diestimasi
secara andal, dimungkinkan entitas akan memulihkan biaya kontrak yang terjadi. Oleh karena itu,
pendapatan kontrak diakui hanya sepanjang biaya yang terjadi diharapkan dapat dipulihkan.
Disebabkan hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal, maka tidak ada laba yang diakui.
Tetapi, walaupun hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal, dimungkinkan total biaya kontrak
melebihi total pendapatan kontrak. Dalam hal ini, setiap selisih lebih total biaya kontrak terhadap total
pendapatan kontrak diakui segera sebagai beban. Biaya kontrak yang tidak mungkin dipulihkan diakui
segera sebagai beban. Contoh keadaan yang menunjukkan pemulihan biaya kontrak yang terjadi tidak
mungkin dilakukan dan yang berakibat biaya kontrak diakui segera sebagai beban termasuk biaya dari:
a) kontrak yang tidak sepenuhnya dapat dipaksakan, karena keabsahannya masih diragukan;
b) kontrak yang penyelesaiannya bergantung pada hasil proses pengadilan atau legislasi yang tertunda;
c) kontrak yang berhubungan dengan properti yang mungkin akan dimusnahkan atau diambilalih;
d) kontrak yang mana pelanggan tidak dapat memenuhi kewajibannya; atau
e) kontrak yang mana kontraktor tidak dapat menyelesaikan kontrak atau memenuhi kewajiban sesuai
kontrak.
Jika ketidakpastian yang menghalangi hasil kontrak dapat diestimasi secara andal tidak ada lagi, maka
pendapatan dan beban yang berhubungan dengan kontrak konstruksi tersebut diakui masing-masing
sebagai pendapatan dan beban dengan memerhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal
akhir periode pelaporan (sesuai dengan metode persentase penyelesaian).
Jadi, dengan menurut metode pemulihan biaya:
a) Pendapatan diakui sesuai dengan jumlah biayanya. Dengan demikian, tidak terdapat laba kotor yang
akan diakui dalam laporan laba rugi komprehensif hingga kontrak selesai. Jika ada kemungkinan bahwa
harga perolehan kontrak akan melebihi jumlah pendapatan kontrak dalam kontrak konstruksi, maka
taksiran rugi pada kontrak konstruksi segera diakui sebagai beban.
b) Entitas mengakumulasi biaya konstruksi dalam akun persediaan (Konstruksi dalam Proses
– Construction in Process) dan mengakumulasikan termin pembayaran dalam akun kontra persediaan
(Tagihan atas Kemajuan Kontrak Konstruksi – Progress Billings on Construction Contract).
Entitas harus menggunakan metode pemulihan biaya jika salah satu kondisi-kondisi berikut dipenuhi:
1) Jika entitas tidak dapat memenuhi kondisi-kondisi dengan menggunakan metode persentase
penyelesaian, atau
2) Jika terdapat inherent hazards dalam kontrak di luar risiko bisnis yang normal dan berulang-ulang
terjadinya.
Sebagai perbandingan, baik dalam metode persentase penyelesaian maupun metode pemulihan
biaya, semua biaya konstruksi yang dapat dialokasikan dari kontrak dibebankan ke akun persediaan.
Perbedaan pencatatan antara kedua metode berhubungan dengan waktu pengakuan pendapatan dan beban,
yaitu waktu ketika estimasi laba yang diperoleh diakui beserta dengan dampaknya dalam laporan laba
rugi komprehensif dan laporan posisi keuangan. Selama periode konstruksi, laba tahunan yang dilaporkan
oleh kedua metode akuntansi akan berbeda. Akan tetapi, setelah kontrak selesai, laba gabungan dari total
periode konstruksi akan sama dalam kedua metode akuntansi. Laporan posisi keuangan di akhir periode
konstruksi dan penagihan juga akan identik.
4. Contoh Komprehensif
Untuk mengilustrasikan akuntansi kontrak konstruksi , asumsikan bahwa PT Pembangunan Jaya memiliki
kontrak yang dimulai pada bulan Juli 2011, untuk membangun sebuah jembatan
senilai Rp4.500.000 yang diharapkan selesai pada bulan Oktober 2013, dengan estimasi biaya
sebesar Rp4.000.000. Data berikut ini berkaitan dengan periode konstruksi tersebut (perhatikan
bahwa pada akhir tahun 2012 estimasi total biaya telah meningkat dari Rp4.000.000 menjadi
Rp4.050.000)
.
2011 2012 2013
Biaya sampai dengan saat ini Rp1.000.000 Rp2.916.000 Rp4.050.000
Estimasi biaya untuk menyelesaikan 3.000.000 1.134.000 --
Termin selama tahun berjalan 900.000 2.400.000 1.200.000
Kas yang tertagih selama tahun berjalan 750.000 1.750.000 2.000.000
Dengan menggunakan (1) metode persentase penyelesaian dan (2) metode pemulihan biaya:
a) Hitunglah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diakui untuk setiap.
b) Buatlah jurnal untuk setiap tahun.
c) Buat laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif.

1) Metode Persentase Penyelesaian


Persentase penyelesaian dihitung sebagai berikut:
2011 2012 2013
Harga kontrak Rp4.500.000 Rp4.500.000 Rp4.500.000
Dikurangi estimasi biaya:
Biaya sampai dengan tanggal ini (1) Rp1.000.000 Rp2.916.000 Rp4.050.000
Estimasi biaya untuk menyelesaikan (2) 3.000.000 1.134.000
Total estimasi biaya (3) = (1) + (2) Rp4.000.000 Rp4.050.000 0
Total estimasi laba kotor Rp 500.000 Rp 450.000 Rp4.050.000
Persentase penyelesaian sampai dengan Rp 450.000
tanggal tersebut (4) = (1) : (3) 40% 72%
100%

a) Penghitungan jumlah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diperoleh setiap tahun adalah sebagai
berikut:

Diakui pada Diakui pada


Saat ini tahun tahun sekarang
sebelumnya
Tahun 2011
Pendapatan (Rp4.500.000 x 40%) Rp1.125.000 Rp 0 Rp1.125.000
Beban 1.000.000 1.000.000
Laba kotor Rp 125.000 Rp 0 Rp 125.000
Tahun 2012
Pendapatan (Rp4.500.000 x 72%) Rp3.240.000 Rp1.125.000 Rp2.115.000
Beban 2.916.000 1.000.000 1.916.000
Laba kotor Rp 324.000 Rp 125.000 Rp 199.000
Tahun 2013
Pendapatan (Rp4.500.000x 100%) Rp4.500.000 Rp3.240.000 Rp1.260.000
Beban 4.050.000 2.916.000 1.134.000
Laba kotor Rp 450.000 Rp 324.000 Rp 126.000

b) Jurnal setiap tahun: mencatat (1) biaya yang terjadi atau biaya konstruksi, (2) tagihan atau termin, (3)
penerimaan kas dari tagihan, (4) pengakuan pendapatan dan laba kotor, dan (5) penyelesaian proyek atau
kontrak, untuk tiga tahun periode kontrak adalah sebagai berikut:

2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
Untuk mencatat biaya
konstruksi
Konstruksi dalam Proses 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Bahan, Kas, Utang, dan
Lainnya 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Untuk mencatat termin
Piutang Usaha 900.000 2.400.000 1.200.000
Tagihan atas Kemajuan
Kontrak Konstruksi 900.000 2.400.000 1.200.00
Untuk mencatat hasil
penagihan
Kas 750.000 1.750.000 2.000.000
Piutang Usaha 750.000 1.750.000 2.000.000

Untuk mencatat
pendapatan, beban, dan
laba kotor
Beban Konstruksi 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Konstruksi dalam Proses 125.000 199.000 126.000
Pendapatan dari Kontrak 1.125.000 2.115.000 1.260.000
Konstruksi Jangka
Panjang
Untuk mencatat
penyelesaian proyek
Tagihan atas Kemajuan
Kontrak Konstruksi 4.500.000
Konstruksi dalam Proses 4.500.000

c) Penyajian laporan keuangan

2011 2012 2013


Laporan laba rugi komprehensif
Pendapatan dari kontrak jangka panjang Rp1.125.000 Rp2.115.000 Rp1.260.000
Beban konstruksi 1.000.000 1. 916.000 1.134.000
Laba Kotor Rp 125.000 Rp 199.000 Rp 126.000

Laporan posisi keuangan


Aset lancar:
Piutang usaha Rp 150.000 Rp 800.000 Rp 0
Persediaan
Konstruksi dalam Proses Rp1.125.000 0
Kurang: Termin 900.000
Biaya dan Laba yang diakui melebihi
Termin (Tagihan Bruto) Rp 225.000
Liabilitas Lancar
Termin Rp3.000.000 Rp 0
Kurang: Konstruksi dalam Proses 3.240.000 0
Termin melebihi Biaya dan Laba yang
diakui (Utang Bruto) Rp 60.000

Catatan: Biasanya bila piutang dari suatu penjualan dicatat, maka akun persediaan dikurangi. Akan
tetapi, menurut metode persentase penyelesaian baik piutang maupun persediaan terus tercatat.
Pengurangan saldo akun Termin atau Tagihan atas Kemajuan Kontrak Konstruksi akan mencegah
persediaan dihitung dua kali (perhitungan ganda).
Jika “Konstruksi dalam Proses” [Biaya yang terjadi ditambah Laba yang diakui dikurangi Kerugian
yang diakui”] melebihi “Termin”,selisihnya dilaporkan sebagai Aset Lancar (Tagihan Bruto dari
Pelanggan), dengan judul “Biaya dan Pengakuan Laba Melebihi Termin.” (“Costs and Recognized Profit
in Excess of Billings.”atau (“Tagihan Bruto dari Pelanggan.”)
Jika “Termin” melebihi “Konstruksi dalam Proses” [“Biaya yang terjadi ditambah Laba yang diakui
dikurangi Kerugian yang diakui”] selisihnya dilaporkan sebagai Liabilitas Lancar (Utang bruto kepada
Pelanggan), dengan judul “Termin Melebihi Biaya dan Pengakuan Laba.” (“Billings in Excess of Costs
and Recognized Profit.” atau (“Utang Bruto kepada Pelanggan.”)
Hal ini mungkin terjadi bahwa entitas sering kali mempunyai lebih dari satu proyek pada suatu waktu.
Apabila entitas mempunyai sejumlah proyek, serta biaya dan laba yang diakui dikurangi kerugian yang
diakui melebihi termin atas beberapa kontrak serta hasil termin melebihi biaya dan laba yang diakui
dikurangi kerugian yang diakui pada kontrak lainnya, maka kontrak tersebut harus dipisahkan (project-
by-project).
Sisi aset hanya akan mencakup “kontrak-kontrak dengan biaya dan laba yang diakui dikurangi
kerugian yang diakui melebihi termin.”
Sementara, sisi liabilitas hanya mencakup “kontrak-kontrak dengan termin yang melebihi biaya dan
laba yang diakui dikurangi kerugian yang diakui.”

2) Metode Pemulihan Biaya


a) Penghitungan jumlah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diperoleh setiap tahun adalah sebagai
berikut:
Diakui pada Diakui pada
Saat ini tahun tahun sekarang
sebelumnya
Tahun 2011
Pendapatan (biaya yang terjadi) Rp1.000.000 Rp 0 Rp1.000.000
Beban 1.000.000 1.000.000
Laba kotor Rp 0 Rp 0 Rp 0
Tahun 2012
Pendapatan (biaya yang terjadi) Rp2.916.000 Rp1.000.000 Rp1.916.000
Beban 2.916.000 1.000.000 1.916.000
Laba kotor Rp 324.000 Rp 0 Rp 0
Tahun 2013
Pendapatan (biaya yang terjadi) Rp4.500.000 Rp2.916.000 Rp1.584.000
Beban 4.050.000 2.916.000 1.134.000
Laba kotor Rp 450.000 Rp 0 Rp 450.000

b) Jurnal untuk mencatat biaya konstruksi, termin, dan hasil tagihan dari pelanggan akan sama dengan
metode persentase penyelesaian di atas. Perbedaan yang signifikan adalah bahwa entitas tidak akan
membuat jurnal untuk mengakui laba kotor pada tahun 2011 dan 2012.
2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
Untuk mencatat
biaya konstruksi
Konstruksi dalam 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Proses
Bahan, Kas, Utang, dan 1.000.000 1.916.000 1.134.000
lainnya
Untuk mencatat
termin 900.000 2.400.000 1.200.000
Piutang Usaha
Tagihan atas Kemajuan 900.000 2.400.000 1.200.00
Kontrak Konstruksi
Untuk mencatat hasil
penagihan
Kas 750.000 1.750.000 2.000.000
Piutang Usaha 750.000 1.750.000 2.000.000
Untuk mencatat
pendapatan, biaya,
dan laba kotor
Beban Konstruksi 1.000.000 1.916.000
Pendapatan dari 1.000.000 1.916.000
Kontrak Konstruksi
Jangka Panjang

Konstruksi dalam
Proses 450.000
Beban Konstruksi 1.134.000
Pendapatan dari
Kontrak Konstruksi 1.584.000
Jangka Panjang
Untuk mencatat
penyelesaian proyek
Tagihan atas Kemajuan
Kontrak Konstruksi 4.500.000
Konstruksi dalam 4.500.000
Proses

c) Penyajian laporan keuangan
2011 2012 2013
Laporan laba rugi komprehensif
Pendapatan dari kontrak jangka Rp1.000.000 Rp1.916.000 Rp1.584.000
panjang 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Biaya konstruksi Rp 0 Rp 0 Rp 450.000
Laba Kotor
Laporan posisi keuangan
Aset lancar
Piutang usaha Rp 150.000 Rp 800.000
Persediaan
Konstruksi dalam Proses Rp1.000.000
Kurang: Termin 900.000
Biaya melebihi Termin (Tagihan Rp 100.000
bruto)
Liabilitas Lancar Rp3.300.000
Termin 2.916.000
Kurang: Konstruksi dalam Proses Rp 384.000
Termin melebihi Biaya dan (Utang
bruto)
D. Revisi Estimasi
Dalam beberapa kasus, peningkatan dalam total biaya yang diestimasikan dapat menghasilkan pengakuan
kerugian. Dua jenis kerugian dapat timbul pada kontrak jangka panjang:
a) Kerugian pada periode berjalan atas kontrak yang menguntungkan (current loss on otherwise overall
profitable contract)
Kondisi ini timbul apabila, selama konstruksi, terdapat kenaikan yang signifikan dalam estimasi total
biaya kontrak tetapi kenaikan tersebut tidak menghilangkan semua laba kontrak. Hanya dalam metode
persentase penyelesaian, kenaikan estimasi biaya itu membutuhkan penyesuaian periode berjalan sebesar
kelebihan laba kotor yang diakui atas proyek itu selama periode sebelumnya. Penyesuaian ini dicatat
sebagai kerugian periode berjalan karena merupakan perubahan estimasi akuntansi.[1]
b) Kerugian atas kontrak yang tidak menguntungkan (loss on an overall unprofitable contract)
Estimasi biaya pada akhir periode berjalan mungkin menunjukkan bahwa kerugian akan terjadi
ketika seluruh kontrak berakhir. Ketika suatu kerugian atas kontrak diantisipasi, standar akuntansi
keuangan mengharuskan pelaporan kerugian tersebut secara keseluruhan di periode saat kerugian tersebut
pertama kali diantisipasi. Baik dalam metode persentase penyelesaian maupun metode pemulihan biaya,
keseluruhan taksiran rugi kontrak harus diakui dalam periode berjalan.
Dalam PSAK No 34 (revisi 2010), menyebutkan jika kemungkinan besar terjadi bahwa total biaya
kontrak akan melebihi total pendapatan kontrak, maka taksiran rugi segera diakui sebagai beban.
Jumlah kerugian tersebut ditentukan tanpa memerhatikan:
a) apakah pekerjaan kontrak telah dilaksanakan atau belum;
b) tahap penyelesaian aktivitas kontrak; atau
c) jumlah ekspektasi laba yang akan diperoleh pada kontrak lain yang tidak diperlakukan sebagai satu
proyek tunggal konstruksi.

1. Kerugian Periode Berjalan


Untuk mengilustrasikan kerugian pada periode berjalan atas kontrak yang diharapkan akan
menguntungkan pada saat penyelesaiannya, kita akan melanjutkan contoh sebelumnya. Asumsikan bahwa
pada tanggal 31 Desember 2012, PT Pembangunan Jaya mengestimasi biaya untuk menyelesaikan
kontrak pembuatan jembatan sebesar Rp1.468.962 dan bukannya Rp1.134.000, serta jumlah ini adalah
biaya aktual yang terjadi di tahun 2012. Dengan mengasumsikan semua data lainnya sama seperti
sebelumnya, PT Pembangunan Jaya akan menghitung persentase penyelesaian dan mengakui kerugian
seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
2011 2012 2013
Harga kontrak Rp4.500.000 Rp4.500.000 Rp4.500.000
Dikurangi estimasi biaya:
Biaya sampai tanggal ini (1) Rp1.000.000 Rp2.916.000 Rp4.384.962
Estimasi biaya untuk menyelesaikan (2) 3.000.000 1.468.962 0
Total estimasi biaya (3) = (1) + (2) Rp4.000.000 Rp4.384.962 Rp4.384.962
Total estimasi laba kotor Rp 500.000 Rp 115.038 Rp 115.038
Persentase penyelesaian sampai tanggal tersebut
(4) = (1) : (3) 40% 66 % 100%
Kondisi ini mengakibatkan pengurangan persentase penyelesaian di akhir tahun 2012 dari 72% menjadi
66 % karena adanya kenaikan estimasi biaya masa depan untuk menyelesaikan kontrak tersebut.
Diakui pada Diakui pada
Saat ini tahun sebelumnya tahun
sekarang
Tahun 2011
Pendapatan (Rp4.500.000 x 40%) Rp1.125.000 Rp 0 Rp1.125.000
Beban 1.000.000 1.000.000
Laba kotor (Rp500.000 x 40%) Rp 125.000 Rp 0 Rp 125.000
Tahun 2012
Pendapatan (Rp4.500.000 x 66 %) Rp2.992.500 Rp1.125.000 Rp1.867.500
Beban 2.916.000 1.000.000 1.916.000
Laba (rugi) kotor (Rp450.000 x Rp 76.500 Rp 125.000 (Rp 48.500)
66 %)
Tahun 2013
Pendapatan (Rp4.500.000 x 100%) Rp4.500.000 Rp2.992.500 Rp1.410.500
Beban 4.384.962 2.916.000 1.468.962
Laba (Rp115.038 x 100%) Rp 115.038 Rp 76.500 Rp 38.538
Kerugian tahun 2012 sebesar Rp48.500 itu merupakan penyesuaian kumulatif untuk “kelebihan” laba
kotor yang diakui atas kontrak tahun 2011. Periode sebelumnya tidak dinyatakan kembali (not restated),
tetapi salah saji dalam periode terdahulu itu diserap seluruhnya dalam periode berjalan.
PT Pembangunan Jaya akan mencatat kerugian pada tahun 2012 sebagai berikut:
Untuk mencatat kerugian tahun 2012
Beban Konstruksi 1.916.000
Kontruksi dalam Proses 48.500
Pendapatan dari Kontrak Konstruksi Jangka Panjang 1.867.500
Kerugian sebesar Rp48.500 akan dilaporkan dalam laporan laba rugi komprehensif tahun 2012 sebagai
selisih antara pendapatan yang dilaporkan sebesar Rp1.867.500 dan biaya sebesar
Rp1.916.000. Menurut metode pemulihan biaya, tidak ada kerugian yang diakui selama tahun 2012.
Mengapa tidak? Karena kontrak itu tetap diharapkan menghasilkan keuntungan yang akan diakui pada
tahun penyelesaiannya.
2. Kerugian atas Kontrak yang Tidak Menguntungkan
Dalam mengilustrasikan akuntansi untuk keseluruhan kerugian atas kontrak jangka panjang, asumsikan
bahwa pada tanggal 31 Desember 2012, PT Pembangunan Jaya mengestimasi biaya kontrak pembuatan
jembatan adalah Rp1.640.250 dan bukan Rp1.134.000. Asumsikan juga bahwa biaya aktual sama
dengan biaya yang diperkirakan di tahun 2013. Revisi estimasi yang berkaitan dengan kontrak jembatan
ini tampak sebagai berikut:
2011 2012
Estimasi awal Estimasi setelah Revisi
Harga kontrak Rp4.500.000 Rp4.500.000
Estimasi total biaya 4.000.000 4.556.250*
Estimasi laba kotor Rp 500.000
Estimasi kerugian Rp (56.250)
* (Rp2.916.000 + Rp1.640.250)
Berikut penghitungan persentase penyelesaian dengan perubahan estimasi biaya untuk menyelesaikan dan
pendapatan yang diakui pada tahun 2012.
2011 2012 2013
Harga kontrak Rp4.500.000 Rp4.500.000 Rp4.500.000
Dikurangi estimasi biaya:
Biaya sampai dengan tanggal ini (1) Rp1.000.000 Rp2.916.000 Rp4.556.250
Estimasi biaya untuk menyelesaikan (2) 3.000.000 1.640.250 0
Total estimasi biaya (3) = (1) + (2) Rp4.000.000 Rp4.556.250 Rp4.556.250
Total estimasi laba kotor Rp 500.000 Rp 56.250 Rp 56.250
Persentase penyelesaian sampai tanggal tersebut
(4) = (1) : (3) 40% 64% 100%

Diakui pada Diakui pada


Saat ini tahun sebelumnya tahun sekarang
Tahun 2011
Pendapatan (Rp4.500.000 x 40%) Rp1.125.000 Rp 0 Rp1.125.000
Beban 1.000.000 1.000.000
Laba kotor (Rp500.000 x 40%) Rp 125.000 Rp 0 Rp 125.000
Tahun 2012
Pendapatan (Rp4.500.000 x 64%) Rp2.880.000 Rp1.125.000 Rp1.755.000
Biaya (pendapatan yang diakui
plus estimasi kerugian) 2.936.250 1.000.000 1.936.000
Laba (rugi) kotor Rp (56.250) Rp 125.000 Rp (181.250)
Tahun 2013
Pendapatan (Rp4.500.000 x Rp4.500.000 Rp2.880.000 Rp1.620.000
100%) 4.556.250 2.936.250 1.620.000
Beban
Laba (rugi) kotor Rp (56.250) Rp (56.250) Rp 0
Menurut metode persentase penyelesaian, laba kotor sebesar Rp125.000 diakui pada tahun 2011.
Jumlah ini harus dihapuskan karena tidak lagi diperkirakan akan direalisasi. Selain itu, total estimasi
kerugian sebesar Rp56.250 juga harus diakui pada tahun 2012 karena kerugian harus diakui segera setelah
dapat diestimasi. Karenanya, total kerugian sebesar Rp181.250 (Rp125.000 + Rp56.250) harus diakui
pada tahun 2012.
Untuk menghitung biaya konstruksi yang dibebankan pada tahun 2012, PT Pembangunan Jaya
menambahkan total kerugian yang diakui pada tahun 2012 (Rp125.000 + Rp56.250) ke pendapatan yang
diakui pada tahun 2012, dengan penghitungan sebagai berikut:
Pendapatan yang diakui pada tahun 2012 Rp1.755.000
Total kerugian yang diakui pada tahun 2012 Rp 56.250
Pembalikan laba kotor tahun 2011 125.000
Estimasi total kerugian atas kontrak 181.250
Biaya konstruksi yang dibebankan pada tahun 2012 Rp1.936.250
PT Pembangunan Jaya akan mencatat pendapatan, beban, dan kerugian kontrak jangka panjang pada
tahun 2012 sebagai berikut:
Beban Konstruksi 1.936.250
Kontruksi dalam Proses (Rugi) 181.250
Pendapatan dari Kontrak Konstruksi Jangka Panjang 1.755.000
Pada akhir tahun 2012, Kontruksi dalam Proses mempunyai saldo sebesar Rp2.859.750, seperti
ditunjukkan di bawah ini.

Konstruksi dalam Proses


2011 Biaya konstruksi 1.000.000
2011 Laba kotor yang diakui 125.000
2012 Biaya konstruksi 1.916.000 2012 Kerugian yang diakui 181.250
Saldo 2.859.750
Menurut metode pemulihan biaya, kerugian kontrak sebesar Rp56.250 juga diakui pada tahun ketika
kerugian itu pertama kali terjadi dengan jurnal berikut pada tahun 2012:
Beban Konstruksi 1.916.0000
Pendapatan dari Kontrak Konstruksi Jangka Panjang 1.916.0000
Kerugian dari Kontrak Konstruksi Jangka Panjang 56.250
Konstruksi dalam Proses 56.250
Pada akhir tahun 2012, Kontruksi dalam Proses, dengan metode pemulihan biaya, juga mempunyai saldo
sebesar Rp2.859.750, seperti ditunjukkan di bawah ini.
Konstruksi dalam Proses
2011 Biaya konstruksi 1.000.000
2012 Biaya konstruksi 1.916.000 2012 Kerugian yang diakui 56.250
Saldo 2.859.750
LEASING

PENGERTIAN DAN JENIS LEASING

Samudra (2008) mengungkapkan di dalam penelitiannya bahwa leasing pertama kali muncul dan
berkembang sebagai alat pembelanjaan atau pembiayaan perusahaan pada tahun 1949 dengan
dikeluarkannya Accounting Reaserch Bulletin No.38 tentang Disclosure of Long Term Lease on Financial
Statement of Lessees. Namun, kesepakatan mengenai akuntansinya dapat tercapai pada tahun 1964, 1966,
1972, 1974, dan 1976 dengan terbitnya Accounting Principles Board Opinion (APB) No.5, APB No.27 dan
APB No.31, dan Financial Accounting Standard No.13 yang memiliki tujuan untuk menggambarkan
keadaan yang sebenarnya mengenai ekonomi dari sewa guna usaha, dengan syarat bahwa sewa guna usaha
dalam jangka panjang dianggap sebagai tindakan pengadaan modal oleh penyewa dan sebagai penjualan
oleh yang menyewakan. Pernyataan akuntansi yang membahas mengenai sewa guna usaha ini kemudian
diamandemen dengan FASB No.17 tahun 1977, FASB No. 23 tahun 1978 dan FASB No.26 tahun 1979,
No. 27 dan No. 28 tahun 1979.

Terdapat beberapa defenisi mengenai leasing yang di jelaskan oleh beberapa pakar dan lembaga,
yaitu sebagai berikut: Baridwan (1982) menjelaskan bahwa:

“Leasing adalah suatu perjanjian yang memberikan hak untuk menggunakan harta, pabrik atau alat-alat
(tanah atau aktiva yang didepresiasi atau kedua-duanya) yang umumnya mempunyai jangka waktu
tertentu. “ Pihak-pihak yang langsung terlibat dalam perjanjian ini adalah: (1) Lessor: si pemilik aktiva
yang bersangkutan atau menyewakan aktiva (2) Lessee: yang memanfaatkan leasing yang bersangkutan
atau yang menyewakan aktiva.

Kemudian, Financial Accounting Standar Board (FASB) No. 13 mendefinisikan leasing sebagai
berikut:

”An agreement coonveying the right to use property, plant or equipment (land and/or depreciable assets)
usulally for a stated period of time”

Kieso, Weygandt dan Warfield (2002) pula mendefinisikan leasing sebagai berikut:

Perjanjian kontraktual antara lessor dengan seorang lessee yang memberi hak kepada lessee untuk
menggunakan properti tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu dengan membayar
sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan yang dilakukan secara periodik.

Tidak hanya itu, Ikatan Akuntansi Indonesia (2009) menambahkan mengenai


definisileasing sebagai berikut:

Leasing adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk mengunakan suatu
aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalanya, lessee melakukan pembayaran atau
serangkaian pembayaran kepada lessor.
AKUNTANSI UNTUK LESSEE
Jika lessee mengkapitalisasi lease, maka lessee akan mencatat aktiva dan kewajiban yang umumnya sama
dengan nilai sekarang pembayaran sewa. Lessor, yang sudah memindahkan secara substansial seluruh
manfaat dan resiko kepemilikan, mengakui penjualan dengan mengeluarkan aktiva dari neraca dan
menggantikannya dengan piutang.

Ayat jurnal khusus bagi lessor dan lessee, dengan asumsi peralatan dilease dan dikapitalisasi, adalah:
Lessee
Peralatan yang dilease xxx
Kewajiban lease xxx
Lessor
Piutang lease (bersih) xxx
Peralatan xxx
Karena sudah mengkapitalisasi aktiva, lessee akan mencatat penyusutan/depresiasi. Lessor dan lessee akan
memperlakukan pembayaran lease sebagai pembayaran pokok dan bunga. Jika kontrak lease tidak
dikapitalisasi, tidak ada aktiva yang dicatat oleh lessee dan tidak ada aktiva yang dikeluarkan dari
pembukuan lessor. Pada saat pembayaran lease dilakukan, lessee mencatat biaya sewa dan lessor mengakui
pendapatan sewa.
Untuk lease yang dicatat sebagai lease modal (capital lease), lease harus dianggap tidak dapat dibatalkan,
dan memenuhi 1 atau lebih dari 4 kriteria berikut ini:
Kriteria kapitalisasi (lessee)
Lease mentransfer kepemilikan properti kepada lessee
Lease memiliki opsi untuk membeli dengan harga khusus (bargain purchase option)
Jangka waktu lease sama dengan atau lebih 75% dari estimasi umur ekonomis aktiva yang dilease
Nilai sekarang dari pembayaran lease minimum (tidak termasuk biaya executory) sama dengan atau
melebihi 90% dari nilai wajar aktiva yang dilease
Lease yang tidak memenuhi salah satu kriteria diatas diklasifikasikan sebagai lease operasional (operating
lease).

Aktiva dan Kewajiban yang Diperlakukan secara Berbeda


Dalam transaksi lease modal, lessee menggunakan lease sebagai sumber pembiayaan. Lessor membiayai
transaksi (menyediakan modal investasi) melalui aktiva yang dilease, dan lessee melakukan pembayaran
sewa, yang sebenarnya merupakan pembayaran cicilan. Oleh karena itu, selama umur properti yang dilease,
pembayaran sewa kepada lessor mencakup pembayaran pokok ditambah bunga.
Pencatatan Aktiva dan Kewajiban
Dalam metode lease modal, lessee memperlakukan transaksi lease seolah-olah aktiva telah dibeli dalam
transaksi pembiayaan dimana aktiva diperoleh dan kewajiban diakui. Oleh karena, itu lessee mencatat lease
modal sebagai aktiva dan kewajiban pada nilai terendah antara (1) nilai sekarang dari pembayaran lease
minimum (tidak termasuk biaya executory) atau (2) nilai pasar wajar aktiva yang dilease pada awal lease.
Dasar pemikiran untuk pendekatan ini adalah bahwa aktiva yang dilease tidak boleh dicatat lebih tinggi
dari nilai pasar wajarnya.
Periode Penyusutan
Salah satu aspek yang menyulitkan akuntansi untuk penyusutan aktiva yang dilease yang dikapitalisasi
berhubungan dengan periode penyusutan. jika perjanjian lease mengalihkan kepemilikan aktiva kepada
lessee (kriteria 1) atau mencakup opsi pembelian dengan harga khusus (kriteria 2) – aktiva yang dilease
disusutkan dalam cara yang konsisten dengan kebijakan penyusutan normal lessee atas aktiva yang
dimilikinya, dengan menggunakan umur ekonomis aktiva. Sebaliknya, jika lease tidak mengalihkan
kepemilikan atau tidak mencakup opsi pembelian dengan harga khusus, maka aktiva disusutkan selama
masa lease.

Metode Bunga Efektif


Selama jangka waktu lease, metode bunga efektif digunakan untuk mengalokasikan setiap pembayaran
lease antara pokok dan bunga. Metode ini menghasilkan beban bunga periodik yang sama dengan
persentase konstan dari nilai tercatat kewajiban lease.
Tingkat diskonto yang digunakan oleh lessee untuk menentukan nilai sekarang dari pembayaran lease
minimum harus digunakan oleh lessee ketika mengaplikasikan metode bunga efektif pada lease modal.

Konsep Penyusutan
Walaupun jumlah yang awalnya dikapitalisasi sebagai aktiva dan dicatat sebagai kewajiban telah dihitung
pada nilai sekarang yang sama, namun penyusutan aktiva dan pengurangan kewajiban adalah dua proses
akuntansi yang independen selama jangka waktu lease. Lessee harus menyusutkan aktiva yang dilease
dengan menggunakan metode penyusutan konvensional, garis lurus, jumlah angka tahun, saldo menurun,
unit produksi dan lainnya.
Metode Lease Modal (Lessee)
Lessor Company dan Lesse Company menandatangani perjanjian lease tertanggal 1 Januari 2002 dimana
Lessor Company meleasekan peralatan kepada Lessee Company mulai tanggal 1 Januari 2002. Jangka
waktu dan provisi dari perjanjian lease tersebut dan data terkait lainnya adalah:
1. Jangka waktu lease adalah 5 tahun, dan perjanjian lease tidak dapat dibatalkan, yang mengharuskan
pembayaran sewa yang sama sebesar Rp.25.981,62 pada awal setiap tahun (dasar anuitas jatuh tempo).
2. Peralatan tersebut memiliki nilai wajar pada awal lease sebesar Rp.100.000 dengan estimasi umur
ekonomis 5 tahun tanpa nilai residu.
3. Lessee Company membayar seluruh biaya executory secara langsung kepada pihak ketiga kecuali untuk
pajak properti sebesar Rp.2.000 per tahun, yang dimasukkan dalam pembayaran tahunan kepada lessor.
4. Lease ini tidak mencakup opsi pembaharuan, dan peralatan kembali menjadi milik lessor Company pada
akhir masa lease.
5. Suku bunga pinjaman incremental Lesse Company adalah 11% per tahun.
6. Lessee Company menyusutkan peralatan atas dasar garis lurus
7. Lessor Company menetapkan sewa tahunan untuk memperoleh tingkat pengembalian atas investasi
sebesar 10% per tahun; hal ini diberitahu kepada Lessee Company.
Lease ini memenuhi kriteria untuk diklasifikasikan sebagai lease modal, dengan alasan sebagai berikut:
- Jangka waktu lease selama 5 tahun yang sama dengan estimasi umur ekonomis peralatan selama 5 tahun,
memenuhi pengujian 75%,
- Nilai sekarang dari pembayaran lease minimum (Rp.100.000 sesuai perhitungan dibawah) melebihi
90% dari nilai wajar properti (Rp.100.000)
Pembayaran lease minimum adalah Rp.119.908,1 (Rp.23.981,62 x 5), dan jumlah yang dikapitalisasi
sebagai aktiva yang dilease dihitung sebagai nilai sekarang dari pembayaran lease minimum (tidak
termasuk biaya executory – pajak properti sebesar Rp.2.000) sebagai berikut:

Jumlah yang dikapitalisasi = (Rp.25.981,62 – Rp.2.000) x nilai sekarang anuitas


Jatuh tempo sebesar 1
Selama 5 periode pada
10%
= Rp.23.981,62 x 4,16987
= Rp.100.000
Suku bunga implisit lessor sebesar 10% yang digunakan, bukan suku bunga pinjaman incremental lessee
sebesar 11% karena (1) nilainya lebih rendah dan (2) lessee mengetahui suku bunga ini.
Jurnal yang harus dibuat Lessee untuk mencatat transaksi diatas adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 1 Januari 2002 mencatat transaksi leasing sebagai aktiva tetap dan kewajiban sebesar nilai
tunai dari seluruh pembayaran lease.
Peralatan – lease modal Rp.100.000
Hutang – lease modal Rp.100.000

Setiap pembayaran lease sebesar Rp.25.981,62 terdiri dari tiga unsur. (1) pengurangan kewajiban lease, (2)
biaya pendanaan (biaya bunga) dan (3) biaya executory (pajak properti). Total biaya pendanaan (biaya
bunga) selama jangka waktu lease adalah Rp.19.908,10 yaitu merupakan selisih antara nilai sekarang
pembayaran lease (Rp.100.000) dan kas aktual yang dikeluarkan, dikurangi biaya
executory (Rp.119.908,10). Oleh karena itu, biaya bunga tahunan, dengan menggunakan metode bunga
efektif disajikan sebagai berikut:

LESSEE COMPANY
Skedul Amortisasi Lease
(Dasar anuitas jatuh tempo)
Tanggal Pembayaran Biaya Bunga (10%) Pengurangan Kewajiban
Lease Eksekutori atas kewajiban kewajiban lease (e)
Tahunan (a) (b) yang belum lease (d)
dibayar (c)
1/1/02 Rp.
100.000,00
1/1/02 25.981,62 2.000 0 23.981,62 76.018,38
1/1/03 25.981,62 2.000 7.601,84 16.379,78 59.638,60
1/1/04 25.981,62 2.000 5.963,86 18.017,76 41.620,84
1/1/05 25.981,62 2.000 4.162,08 19.819,54 21.801,30
1/1/06 25.981,62 2.000 2.180,32* 21.801,30 0
Total Rp. Rp. Rp. 19.908,10 Rp. -
129.908,10 10.000,- 100.000,-

* Dibulatkan
Pada tanggal 1 Januari 2002, jurnal untuk mencatat pembayaran lease tahun pertama adalah sebagai berikut:
Hutang – lease modal Rp.23.981,62
Biaya pajak properti Rp. 2.000
Kas Rp.25.981,62
Pada tanggal 31 Desember 2002, penyusutan/depresiasi atas peralatan yang dilease selama 5 tahun jangka
waktu lease (menggunakan metode garis lurus) dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:
Biaya Depresiasi peralatan – lease modal Rp.20.000
Akumulasi Depresiasi Rp.20.000
(Rp.100.000 ÷ 5 tahun)

Ayat jurnal berikut mencatat pembayaran lease tahun kedua dan Penyusutan/depresiasi:
1 Januari 2003
Hutang – lease modal Rp.16.379,78
Biaya Pajak Properti Rp. 2.000
Biaya bunga Rp. 7.601,84
Kas Rp.25.981,62

31 Desember 2003
Biaya Depresiasi peralatan – lease modal Rp.20.000
Akumulasi Depresiasi Rp.20.000

Ayat jurnal hingga tahun 2006 akan mengikuti pola diatas. Biaya executory yang dikeluarkan oleh Lessee
Company akan dicatat dengan pola yang sama seperti digunakan untuk mencatat setiap biaya operasi
lainnya yang terjadi atas aktiva yang dimiliki oleh Lessee Company.
Pada saat berakhirnya masa lease, jumlah yang dikapitalisasi sebagai peralatan yang dilease telah
seluruhnya diamortisasi dan kewajiban lease telah seluruhnya dilunasi. Jika tidak dibeli, peralatan tersebut
akan dikembalikan ke lessor, serta peralatan yang dilease dan akun akumulasi penyusutan terkait akan
dihapus dari pembukuan.
Jika peralatan dibeli pada akhir masa lease dengan harga Rp.5.000 dan estimasi umur peralatan diubah dari
5 menjadi 7 tahun, maka ayat jurnal yang harus dibuat:

Peralatan (Rp.100.000 + Rp.5.000) Rp.105.000


Akumulasi depresiasi peralatan – lease modal Rp.100.000
Peralatan – lease modal Rp.100.000
Akumulasi depresiasi – peralatan Rp.100.000
Kas Rp. 5.000

Metode Lease Operasi (Lessee)


Dalam metode operasi, beban sewa (dan kewajiban yang berhubungan) harus diakrualkan dari hari ke hari
ke lessee ketika properti digunakan. Lessee membebankan sewa ke periode-periode yang memperoleh
manfaat dari penggunaan aktiva dan mengabaikan , dalam akuntansi, setiap komitmen untuk melakukan
pembayaran dimasa depan.
Sebagai contoh, misalkan bahwa lease modal yang dicontohkan sebelumnya tidak memenuhi kriteria
sebagai lease modal dan diperlakukan sebagai lease operasi. Beban tahun pertama ke operasi adalah
Rp.25.981,62 yaitu jumlah pembayaran sewa.

Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran ini pada tanggal 1 Januari 2002 adalah:
Beban sewa Rp.25.981,62
Kas Rp.25.981,62
Aktiva yang disewa maupun setiap kewajiban jangka panjang untuk pembayaran sewa di masa depan tidak
dilaporkan dalam neraca. Beban sewa akan dilaporkan pada laporan laba rugi

AKUNTANSI OLEH LESSOR


Keunggulan leasing bagi lessor adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Bunga.
Leasing adalah salah satu bentuk pembiayaan, oleh karena itu, lembaga keuangan dan perusahaan leasing
menganggap leasing sangat menarik karena menyediakan marjin bunga yang kompetitif.
2. Insentif Pajak.
Dalam banyak kasus, perusahaan yang melease tidak dapat menggunakan manfaat pajak, tetapi leasing
memberikan mereka peluang untuk mengalihkan manfaat pajak semacam itu kepada pihak lain (lessor)
berupa pengembalian atas tarif sewa yang lebih rendah dari aktiva yang dilease.
3. Nilai Residu yang Tinggi.
Keunggulan lain bagi lessor adalah pengembalian properti pada akhir masa lease. Nilai residu dapat
menghasilkan laba yang sangat besar.

Ekonomi Leasing
Lessor menentukan jumlah sewa, berdasarkan tingkat pengembalian – suku bunga implisit – yang
dibutuhkan untuk menjustifikasi leasing aktiva. Faktor-faktor penting yang dipertimbangkan dalam
menentukan tingkat pengembalian adalah posisi kredit lessee, lamanya lease, dan status nilai residu
(dijamin vs tidak dijamin).

Klasifikasi Lease oleh Lessor


Dari sudut pandang lessor, semua lease dapat diklasifikasikan untuk tujuan akuntansi sebagaiberikut:
a. Lease operasi
b. Lease pembiayaan langsung
c. Lease jenis penjualan
Jika pada tanggal perjanjian lease (awal) lessor adalah pihak yang memenuhi satu atau lebih kriteria
Kelompok I berikut ini (1,2,3, dan 4) dan kriteria Kelompok II (1 dan 2), maka lessor harus
mengklasifikasikan dan memperhitungkan perjanjian ini sebagai lease pembiayaan langsung atau lease
penjualan.
Kriteria Kapitalisasi (Lessor)
Kelompok I
1. Lease mengalihkan kepemilikan properti kepada lessee
2. Lease mencakup opsi pembelian dengan harga khusus
3. Jangka waktu lease sama dengan 75% atau lebih dari estimasi umurekonomis properti yang di lease
4. Nilai sekarang dari pembarayan lease minimun (kecuali biaya executory)sama dengan atau melebihi 90%
dari nilai wajar properti yang di lease.
Kelompok II
1. Tagihan pembayaran yang diperoleh dari lessee dapat diprediksi secara layak.
2. Tidak ada ketidakpastian yang penting seputar jumlah biaya yang tidakdapat dibayarkan kembali
meskipun telah dikeluarkan oleh lessor menurut lease (pelaksanaan lessor secara substansial telah selesai
atau biayamasa depan diprediksi secara layak
Perbedaan antara lease pembiayaan langsung dan lease jenis penjualan bagi lessor adalah adanya atau tidak
adanya laba (atau kerugian) produsen atau penyalur. Lease jenis penjualan melibatkan laba produsen atau
penyalur, sedangkan lease pembiayaan langsung tidak memiliki unsur tersebut.Laba (atau rugi) lessor
adalah perbedaan antara antara nilai wajar properti yang dilease pada awal lease dengan biaya atau jumlah
tercatat (nilai buku lessor).
Semua lease yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai lease pembiayaan langsung atau jenis penjualan,
diklasifikasikan dan diperlakukan oleh lessor sebagai lease operasi.

Metode Pembiayaan Langsung (Lessor)


Lease yang pada hakekatnya adalah pembiayaan atas pembelian aktiva oleh lessee mengharuskan lessor
mengganti aktiva yang dilease dengan piutang pembayaran lease. Informasi yang dibutuhkan untuk
mencatat lease pembiayaan langsung adalah:
1. Investasi Kotor (Piutang Pembayaran Lease)
Pembayaran lease minimum ditambah nilai residu yang tidak dijamin.
2. Pendapatan Bunga Diterima di Muka
Perbedaan antara investasi kotor (piutang pembayaran lease) dan nilai pasar wajar aktiva.
3. Investasi Bersih
Investasi kotor (piutang pembayaran lease) dikurangi pendapatan bunga diterima di muka.
Penghitungan Investasi kotor sering membingungkan karena ketidakpastian mengenai bagaimana
memperhitungkan nilai residu. Perlu diingat bahwa pembayaran lease minimum mencakup:
Pembiayaan lease (tidak termasuk biayaexecutory)
Opsi pembelian dengan harga khusus ( jikaada )
Nilai residu yang dijamin ( jika ada )
Denda atau penalti atas kegagalan ( jika ada )
Pendapatan Bunga diterima di muka diamortisasi ke pendapatan bunga sepanjang jangka waktu lease
dengan menerapkan metode bunga efektif. Jadi, tingkat pengembalian yang konstan dihasilkan atas
investasi bersih dalam lease.
CONTOH SOAL:
Dengan menggunakan contoh soal sebelumnya, berikut ini adalah informasi yang relevan bagi Lessor
Company dalam akuntansi untuk transaksi lease:
1. Jangka waktu lease 5 tahun yang dimulai tanggal 1 januari 2002,tidak dapat dibatalkan, dan membutuhkan
pembayaran sewa yang sama sebesar Rp.25.981,62 pada awal setiap tahun, pembayaran termasuk biaya
executory Rp. 2.000 (pajak properti)
2. Peralatan memiliki nilai buku Rp.100.000 bagi Lessor Company, nilai wajar awal lease sebesar
Rp.100.000, estimasi umur ekonomis 5 tahun, dan tidak ada nilai residu
3. Tidak ada biaya langsung awal yang dikeluarkan untuk negoisasidan menutup transaksi lease
4. Lease tidak memiliki opsi untuk memperbaharui kontrak danperalatan dikembalikan kepada Lessor
Company pada akhir masa lease
5. tagihan dapat dijamin dan tidak ada biaya tambahan (dengan pengecualian pajak properti yang ditagih
dari lessee) yang harus dikeluarkan oleh lessor
6. Lessor Company menentukan pembayaran lease tahunan untuk menjamin tingkatpengembalian 10%
(suku bunga implisit).
Dari informasi diatas, perhitungan penentuan sewa oleh lessor adalah:
Nilai pasar wajar peralatan yang dilease Rp.100.000
Dikurangi: Nilai sekarang dari nilai residu 0
Jumlah yang akan dipulihkan oleh lessor melalui pembayaran lease Rp.100.000
Lima pembayaran lease awal tahun untuk menghasilkan
Pengembalian 10%
(Rp.100.000 ÷ 4,16986a) Rp.23.981,62

aPV dari anuitas jatuh tempo sebesar 1 selama 5 tahun pada 10%

Lease tersebut memenuhi kriteria klasifikasi sebagai lease pembiayaan langsung, karena:
- Jangka waktu lease melebihi 75% estimasi umur ekonomis peralatan
- Nilai sekarang dari pembayaran lease minimum melebihi 90% nilai wajar peralatan
- Tagihanpembayaran dipastikan secara layak
- tidak ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh lessor Company
Lease ini tidak termasuk lease jenis penjualan karena tidak ada selisih antara nilai wajar peralatan
(Rp.100.000) dengan biaya yang dikeluarkan oleh lessor (Rp.100.000)

Piutang pembayaran lease (investasi kotor) dihitung sbg berikut:


Piutang pembayaran lease = pembayaran lease minimum dikurangi biaya executory yang
dibayar oleh lessor ditambah nilai residu yang tidak dijamin
= [(Rp.25.981,62 – Rp.2.000) x 5] + Rp.0
= Rp.119.908,10

Pendapatan bunga diterima dimuka dihitung sebagai berikut:


Pendapatan bunga diterima dimuka = Piutang pembayaran lease dikurangi nilai pasar wajar
aktiva
= Rp.119.908,10 – Rp.100.000
= Rp.19.908,10

Investasi bersih dihitung sebagai berikut:


Investasi bersih = Investasi kotor dikurangi pendapatan bunga diterima dimuka
= Rp.119.908,10 – Rp.19.908,10
= Rp.100.000

Lease aktiva, piutang, dan pendapatan bunga diterima dimuka dicatat per 1 Januari 2002 (awal lease)
sebagai berikut:
Piutang pembayaran lease Rp.119.908,10
Peralatan Rp.100.000
Pendapatan diterima dimuka – lease Rp. 19.908,10
Seperti halnya perlakuan lessee terhadap bunga, lessor juga menerapkan metode bunga efektif dan
mengakui pendapatan bunga atas saldo investasi bersih. Ditunjukkan dalam tabel berikut:
LESSOR COMPANY
Skedul Amortisasi Lease
(Dasar anuitas jatuh tempo)
Tanggal Pembayaran Biaya Bunga (10%) Pemulihan Investasi
Lease Tahunan Eksekutori atas investasi investasi Bersih (e)
(a) (b) bersih (c) bersih (d)
1/1/02 Rp.
100.000,00
1/1/02 25.981,62 2.000 0 23.981,62 76.018,38
1/1/03 25.981,62 2.000 7.601,84 16.379,78 59.638,60
1/1/04 25.981,62 2.000 5.963,86 18.017,76 41.620,84
1/1/05 25.981,62 2.000 4.162,08 19.819,54 21.801,30
1/1/06 25.981,62 2.000 2.180,32* 21.801,30 0,00
Total Rp. Rp. Rp. 19.908,10 Rp. -
129.908,10 10.000,- 100.000,-

Pada tanggal 1 Januari 2002, jurnal untuk mencatat penerimaan pembayaran lease tahun I adalah sebagai
berikut:
Kas Rp.25.981,62
Piutang Pembayaran Lease Rp.23.981,62
Hutang Pajak Properti Rp. 2.000

Pada tanggal 31 Desember 2002, pendapatan bunga yang diperoleh selama tahun I diakui dengan ayat
jurnal berikut:
Pendapatan Bunga Diterima di Muka – Lease Rp.7.601,84
Pendapatan Bunga – Lease Rp.7.601,84

Ayat jurnal berikut mencatat penerimaan pembayaran lease tahun II dan pengakuan pendapatan bunga:
1 Januari 2003
Kas Rp.25.981,62
Piutang Pembayaran Lease Rp.23.981,62
Hutang Pajak Properti Rp. 2.000

31 Desember 2003
Pendapatan Bunga Diterima di Muka – Lease Rp.5.963,86
Pendapatan Bunga – Lease Rp.5.963,86

Ayat jurnal yang dibuat sampai tahun 2006 akan mengikuti pola yang sama kecuali tidak ada ayat jurnal
yang dicatat untuk pendapatan bunga pada tahun 2006 (tahun terakhir). Karena piutang akan ditagih
seluruhnya pada 1 Januari 2006, maka tidak ada saldo (investasi) yang beredar pada tahun 2006 dimana
Lessor Company akan menanggung setiap bunga. Pada saat lease berakhir, piutang kotor dan pendapatan
diterima di muka akan dihapus seluruhnya. Lessor Company tidak mencatat penyusutan.
Jika pada saat lease berakhir, peralatan dijual kepada Lessee Company seharga Rp.5.000, maka Lessor
Company akan mengakui disposisi peralatan sebagai berikut:
Kas Rp.5.000
Keuntungan penjualan peralatan yang dilease Rp.5.000

Metode Operasi (Lessor)


Menurut metode operasi, setiap penerimaan sewa oleh lessor dicatat sebagai pendapatan sewa. Aktiva yang
di lease disusutkan dalam cara yang biasa, dimana biaya depresiasi periode berjalan ditandingkan dengan
pendapatan sewa.
Ayat jurnal untuk mencatat penerimaan sewa adalah sebagai berikut:
Kas Rp.25.981,62
Pendapatan Sewa Rp.25.981,62
Ayat jurnal untuk mencatat depresiasi (penyusutan) dengan asumsi metode garis lurus digunakan, biaya
perolehan Rp.100.000 dan umur manfaat 5 tahun:
Biaya Depresiasi – Peralatan yang Dilease Rp.20.000
Akumulasi Depresiasi Rp.20.000

Jika Pajak Properti, asuransi, pemeliharaan, dan biaya operasi lainnya selama setahun adalah kewajiban
lessor, maka biaya-biaya ini dicatat sebagai biaya yang dapat dibebankan ke pendapatan sewa kotor.

Anda mungkin juga menyukai