Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak lahir
hingga 8 tahun. Batasan usia 0-8 tahun merupakan batasan usia yang
mengacu pada konsep DAP (Developmentally Aprropriate Practices) yaitu
acuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diterbitkan oleh asaosiasi
PAUD di Amerika. Dalam DAP sudah dikembangkan kurikulum, kegiatan
pembelajaran, dan assessment atau penilaian yang disesuaikan dengan
perkembangan anak berdasarkan usia dan kebutuhan individunya. Berdasar
pada karakteristik usia tersebut, anak usia dini dibagi menjadi:
1) usia 0-1 tahun merupakan masa bayi,
2) Usia 1-3 tahun merupakan masa Toddler (BATITA),
3) Usia 6 tahun merupakan masa prasekolah,
4) usia 6-8 tahun merupakan masa SD kelas awal.
Anak usia dini memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik. Secara fisik pertumbuhan anak usia dini sangat pesat. Tinggi
badan dan berat badan anak bertambah cukup pesat, dibanding dengan
pertumbuhan pada usia di atasnya. Begitu pula pertumbuhan otak anak, otak
sebagai pusat koordinasi berbagai kemampuan manusia tumpuh sangat pesat
pada anak usia dini. Pada usia 4 tahun pertumbuhan otak anak sudah
mendekati 80 % sempurna. Pemberian stimulasi pendidikan pada saat
pertumbuhan fisik anak yang pesat dan otak sedang tumbuh dan mengalami
kelenturan atau pada usia kematangannya akan mendapat hasil yang
maksimal dibandingkan pada usia sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian
sebagai pendidik perlu memahami kapan munculnya masa peka atau usia
kematangan anak tersebut.
Di samping pertumbuhan, perkembangan anak usia dinipun muncul
dengan pesat. Berbagai macam aspek yang berkembang sering
dikelompokkan sebagai perkembangan fisik (motorik halus dan kasar),
inteligensi (daya pikir dan daya cipta), bahasa (kosa kata, komuikasi), social-
emosional (sikap, kebiasaan, perilaku, moral). Pada usia dini perkembangan
masing-masing aspek memiliki karakteistik khusus yang berbeda pada usia-
usia tertentu. Pemberian stimulasi yang sesuai dengan karakteristik
perkembangan anak akan menjadikan berbagai aspek perkembangan anak
berkembang maksimal.
Dalam penyelenggaraan pendidikan berbagai metode dapat dilakukan
misalnya belajar melalui bermain. Dengan bermain, anak dapat
mengembangkan berbagai aspek dalam pertumbuhan dan perkembangan
tersebut. Pesatnya anak dalam mempelajari segala hal dapat dimanfaatkan
pendidik dengan sebuah permainan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakekat bermain bagi anak?
2. Bagaimana perkembangan fase bermain pada anak?
3. Bagaimana karakteristik bermain pada anak?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui:
1. Hakikat bermain bagi anak.
2. Perkembangan fase bermain pada anak.
3. Karakteristik bermain pada anak.
BAB II
KARAKTERISTIK BERMAIN

A. HAKEKAT BERMAIN BAGI ANAK


1. Pengertian Bermain
Bermain adalah kegiatan yanga anak-anak lakukan sepanjang hari
karena bagi anak bermain adalah hidupdan hidup adalah bermain
(Mayesty, 1990: 196-197). Anak usia dini tidak membedakan antara
bermain belajar dan bekerja. Anak-anak umum nya menikmati permainan
dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki
kesempatan untuk bermaian.
Piaget dalam Mayesti (1990: 42) mengatakan bahwa bermain adalah
sesuatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan akan
menimbulkan kesenangan, kepuasan bagi diri sendiri, sedangkan Parten
dalam Dockett dan Fleer (2000: 14) memandang bahwa bermain adalah
sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui bermain dapat memberi
kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasai dan belajar secara me nyenangkan (Yuliani Nurani
Sujiono, 2009: 144-145).
Emmy Budiati (2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak,
karena melalui bermain anak akan merasa senang, dan bermain adalah
suatu kebutuhan yang sudah ada dalam diri anak. Dalam redaksi yang lain
dijelaskan bahwa bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk
bekerja kesenangannya dan merupakan metode bagaimana mereka
mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makanan, cinta kasih (Soetjiningsih, 1995).
Tentang bermain, Hurlock (1999) menyatakan setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan
hasil akhir. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai
keterampialan dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa ataupun terpaksa
ketika kegiatan bermain.
Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan
ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan
selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal
yang diungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak juga memiliki
sejumlah kecerdasan yang berwujud keterampilan dan kemampuan.
Frobel menganggap jika bermain sebagai kegiatan yang mempunyai
nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk meningkatkan
ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi
sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah
bekerja dan dihinggapi rasa jenuh (Iva Noorlaila, 2010: 35-37).
Jadi, jika sejak awal perkembangannya anak dikondisikan pada
bidang yang diminatinya, maka anak akan semakin meningkat
pengetahuannya akan bidang yang ditekuni kelak. Sedangkan Frobel
berdasarkan pengalamannya sebagai pengajar, lebih menekankan
pentingnya bermain dalam belajar, dia menyadari bahwa kegiatan bermain
maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik
perhatian kepada anak dan mampu untuk mengembangkan pengetahuan
mereka.
2. Prinsip dan Tujuan Bermain
Pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara
perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini. Artinya bahwa
tumbuh kembang anak akan optimal melalui bermain yang kreatif,
interaktif dan terintregrasi dengan lingkungan bermain anak.
Elkonin dalam Catron dan Allen (1999: 163) salah seorang murid
dari Vygodsky menggambarkan empat prinsip bermain yaitu:
a) Dalm bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa
yang sedang terjadi dalam rangka mengetahui tujuan yang kompleks
b) Kemampuan untuk menempatkan perspektif orang lain melalui
aturan-aturan dan menegosiasikan aturan bermain.
c) Anak menggunakan suatu replika untuk menggantikan produk
nyata lalu mereka menggantikan suatu produk yang berbeda,
kemampuan menggunakan simbol termasuk ke dalam perkembangan
berfikir abstrak dan imajinatif.
d) Kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu
mengikuti aturan permainan yang telah di tentukan bersama teman lain
nya.
Untuk mendukung hal tersebut seorang anak mampu melakukan
pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang
bisa di sebut dengan bermain sosiodrama, bermain pura-pura atau bermain
drama.
Beberapa tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai berikut:
 Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggungjawab dalam
kehidupan sehari- hari.
 Melatih sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman,
menujukkan kepedulian.
 Menanamkan budipekerti yang baik.
 Melatih anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa
ingin tahu yang besar.
 Melatih anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan
ciptaan tuhan.
 Melatih anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar
seperti salah, benar, jujur, adil dan fair.
3. Fungsi dan Manfaat Bermain
Pada awal abad yang lalu, Sigmund Freud sudah mengemukakan
bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya dorongan-dorongan
instingtual anak dalm meringankan snak pada beban mental. Kegiatan
bermain merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan untuk
mengulan ulang pelaksanan dorongan-dorongan itu dan juga reaksi-reaksi
mental yang mendasarinya.
Wolfgang dan wolfgang (1999: 32-37) berpendapat bahwa terdapat
sejumlah nilai- nilai dalam bermain (the value of play) yaitu bermain dapat
mengembangkan keterampilan sosial, emosional, kognitif. Dalam
pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak dalam
perkembangan anak, sehingga dapat diidentifikasikan bahwa fungsi
bermain antara lain:
a) Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran.
b) Berfungsi untuk mengasah panca indra.
c) Berfungsi sebagai media terapi.
d) Berfungsi untuk memacu kreatifitas.
e) Berfungsi untuk melatih intelektual.
f) Berfungsi utuk menemukan sesuatu yang baru.
g) Berfungsi untuk melatih empati Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 45-
47).
Beberapa manfaat yang bisa diperoleh seorang anak melalui
bermainantara lain (Zaviera, 2008):
o Aspek fisik, dengan mendapat kesempatan untuk melakukan
kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan
membuat tubuh anak menjadi sehat.
o Aspek perkembangan motor kasar dan halus, hal ini untuk
meningkatkan ketrampilan anak.
o Aspek sosial, anak belajar berpisah dengan ibu dan pengasuh.
Anak belajar menjalin hubungan dengan teman sebaya, belajar
berbagi hak, mempertahankan hubungan, perkembangan bahasa, dan
bermain peran sosial.
o Aspek bahasa, anak akan memperoleh kesempatan yang luas untuk
berani bicara. Hal ini penting bagi kemampuan anak dalam
berkomunikasi dan memperluas pergaulannya.
o Aspek emosi dan kepribadian. Melalui bermain, anak dapat
melepaskan ketegangan yang dialaminya. Dengan bermain
berkelompok, anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya
tentang kelebihan yang dimiliki sehingga dapat membantu
perbentukan konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri
dan harga diri.
o Aspek kognisi. Pengetahuan yang didapat akan bertambah luas dan
daya nalar juga bertambah luas, dengan mempunyai kreativitas,
kemampuan berbahasa, dan peningkatan daya ingat anak.
o Aspek ketajaman panca indra. Dengan bermain, anak dapat lebih
peka pada hal-hal yang berlangsung dilingkungan sekitarnya.
o Aspek perkembangan kreativitas. kegiatan ini menyangkut
kemampuan melihat sebanyak mungkin alternatif jawaban.
Kemampuan divergen ini yang mendasari kemampuan kreativitas
seseorang.
o Terapi. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengubah emosi
negative menjadi positif dan lebih menyenangkan.
B. PERKEMBANGAN FASE BERMAIN
Beberapa hal untuk mengetahui tentang proses perkembangan anak
adalah proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung secara
teratur, saling terkait dan berkesinambungan. Secara umum karakteristik
perkembangan anak adalah pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara
bersamaan dan berkorelasi. Sebagai contoh: pertumbuhan anak serat syaraf
otak dan akan disertai oleh perubahan fungsi dari suatu perkembangan
intelegensianya. Pembangunan ini memiliki pola yang teratur dan urutan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan menentukan
tahap berikutnya dari pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh:
sebelum anak bisa berjalan, ia harus mampu bangun pertama. (Iva Noorlaila,
2010: 42)
Dalam bermaian, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan
dan orang yang ada di sekitarnya. Dari interaksi dengan lingkungan dan orang
di sekitarnya maka kemampuan untuk ber sosialisasi anak pun akan semakin
bertambah dan berkembang.pada usia 2 hingaga 5 tahun, anak memiliki
perkembangan bermain dengan teman bermainnya.
Berikut ini ada enam tahapan perkembangan bermaian pada anak
menurut Parten dan Rogersdalam Dockettdan Fleer (1992: 62):
1) Unoccupied atau tidak menetap
Anak hanya melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi anak tidak
ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan
berjalan jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.
2) Unlooker atau penonton
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak
sudah memolai untuk mendekaat dan bertanya pada teman yang sedanh
bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain setelah
mengamati anak mampu mengubah caranya untuk bermaian.
3) Solitary independent play atau bermain sendiri
Tahap ini anak sudah mulai untuk bermain akan tetapi seorang anak
bermain sendiri dengan mainannya, terkadang anak berbicara dengan
temannya yang sedang bermain, tetapi tidak terlibat dengan permainan
anak lain.
4) Parallel activiti atau kegiatan pararel
Anak sudah molai bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi
interaksi dengan anak yang lainnya dan anak cenderung menggunakan alat
yang ada di sekelilingnya. Pada tahap ini, anak juga tidak mempengaruhi
dalam bermain dengan permainannya anak masih senang memanipulasi
benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini, biasanya anak
memainkan alat permainan yang sama dengan anak yang lainnya. Apa
yang dilakukan anak yang satu tidak mempengaruhi anak yang lainnya.
5) Associative play atau bermain dengan teman
Pada tahap terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar
menukar mainan antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara
bermain anak sudah saling mengingatkan. Meskipun anak dalam satu
kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang
mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi
dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun bangunan
bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat
sewaktu-waktu meninggalkan bangunan tersebuat dengan semaunya tidak
terikat untuk merusak nya kembali.
6) Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama
dalam bermain
Saat anak bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing
menjalannkan sesuai dengan job yang sudah mereka dapat yang saling
mempengaruhi satu sama yang lain. Anak bekerja sama dengan anak yang
lain nya untuk membangun sesuatu terjadi persaingan memmbentuk
permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh anak yang memimpin
permainan.
Dari keenam tahap diatas tampak bahwa dalam suatu permaian akan
timbul rasa ingin tahu rasa ingin berinteraksi dan rasa untuk bersosialisasi
dengan anak yang lainnya. Bermain juga mengalami perkembangan
kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yaitu sesuai dengan usia
antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+. (Yuliani Nurani
Sujiono, 2009: 146)
C. KARAKTERISTIK BERMAIN
Bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan sekaligus
memiliki unsur pendidikan bagi anak. Sejalan dengan definisi sederhana ini,
bermain memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
1) Motivasional. Bermain dilakukan atas motivasi intrinsik dari
seorang anak atau berdasarkan keinginan sendiri serta untuk kepentingan
sendiri.
2) Emosional. Bermain adalah kegiatan yang melibatkan emosi-emosi
positif pada diri seorang anak. Hal ini tercermin seperti ketika meluncur
dari tempat yang tinggi secara berulang-ulan tanpa rasa takut.
3) Fleksibilitas. Kegiatan bermain biasanya ditandai dengan
mudahnya melakukan permainan yang berbeda-beda atau beralih dari satu
permainan ke permainan dengan menyenangkan.
4) Enjoyable. Aktivitas bermain lebih mengutamakan proses bermain,
tanpa memperhatikan hasil akhir dari bermain. Anak bermain dengan tanpa
harus memperhatikan prestasi apa yang akan didapat apabila ia dapat
melakukan hal tersebut. Mereka cenderung terpusat pada proses bermain,
seperti anak bisa memasang gambar sesuai dengan bentuknya.
5) Terbuka. Anak bebas memilih permainan atas kehendaknya tanpa
ada yang menyuruh atau memaksa. Ketika seorang anak menyusun balok
akan disebut bermain seandainya aktivitas tersebut atas kehendak sendiri
tanpa ada yang menyuruh atau memaksa.
6) Imajinatif. Bermain mempunyai daya imajinasi yang tinggi.
Seorang anak yang mempunyai daya imajinasi tinggi akan memungkinkan
anak bereksperimen pada hal-hal yang baru. Biasanya realitas internal
lebih diutamakan dari pada realitas eksternal, karena anak akan
memberikan makna baru terhadap obyek yang dimainkan, dan
mengabaikan keadaan obyek yang sesungguhnya. Misalnya anak yang
pura-pura membakar sate tapi yang sebenarnya hanya mengipasi kepingan
gambar yang berbentuk ayam, sapi, kuda, bebek, atau menganggap guling
sebagai seekor kuda.
7) Bebas. Bermain bebas dari aturan-aturan yang ditetapkan dari luar
dan hanya menuntut keterlibatan aktif dari sang anak.
8) Dimensional. Bermain mempunyai batasan tertentu. Tanpa
mengabaikan kebebasan dalam bermain, bermain memiliki dimensi
sebagai barometer sejauh mana aktivitas yang dilakukan anak bisa
dikategorikan ke dalam aktivitas bermain atau bukan aktivitas bermain.
Seandainya aktivitas tersebut dianggap bukan aktivitas bermain lagi,
biasanya anak tidak lagi bisa menikmati aktivitas yang dilakukannya.
Bermain harus dilakukan berdasarkan keinginan sendiri tanpa ada
paksaan dari orang lain, sehingga anak akan bermain tanpa ada rasa takut
untuk melakukan aktivitas bermain apapun dan melakukan aktivitas-aktivitas
bermain yang berbeda-beda setiap saat dan berganti-ganti secara fleksible.
Karakteristik bermain anak akan menentukan perkembangan anak di masa
datang.
Dalam bermain, anak-anak harus mempunyai batasan dengan tidak
mengabaikan kebebasan pada anak untuk bermain. Bermain bukan bekerja
tapi bermain adalah berpura-pura. Bermain juga bukan suatu kegiatan yang
sungguh-sungguh, dan juga bukan melakukan kegiatan yang produktif.
Namun demikian dalam bermain, anak-anak akan mengalami atau melakukan
hal-hal yang produktif. Mereka juga dapat membentuk dunianya sendiri
sehingga seringkali dianggap nyata. Itulah ajaibnya dunia anak-anak.
Sejalan dengan pendapat di atas, Dockett dan Fleer (2000) menyatakan
bahwa suatu ativitas dikatakan bermain jika ia memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a) Simbolik, bermain pada dasarnya adalah aktivitas yang dilakukan
anak untuk mengemukakan berbagai ide dan gagasannya ke dalam bentuk-
bentuk simbolik yang mewakili berbagai benda, orang atau pun aktivitas
yang diketahuinya. Karateristik ini terlihat ketika anak memainkan balok
yang diibaratkan sebagai kereta api, anak berperan sebagai seorang ibu
yang sedang memasak, bahkan sebagai ibu dari boneka yang dinggap
sebagai anaknya.
b) Bermakna, bermain pada hakikatnya adalah kegiatan memainkan
berbagai pengalaman, keterampilan, dan pemahaman yang dapat
dilakukannya sejalan dengan apa yang telah diketahui anak.
c) Aktif, kegiatan bermain adalah kegiatan aktif yang dilakukan anak
dengan melibatkan berbagai jenis aktivitas baik fisik, psikis, maupun
imajinasinya.
d) Menyenangkan, bermain adalah segala sesuatu yang dilakukan
yang dapat memberikan rasa senang, kegembiraan, dan keceriaan pada
anak.
e) Motivasional, bermain adalah segala jenis kegiatan yang dilakukan
atas dasar dorongan dari dalam diri anak sehingga anak melakukannya
dengan penuh semangat.
f) Beraturan, segala bentuk permainan memiliki aturan-aturan, baik
dalam hal waktu, lingkungan, maupun peralatannya. Hal inilah yang
menyebabkan anak dapat melakukan berbagai jenis permainan jika
waktunya ada, lingkungannya mendukung, dan peralatannya tersedia.
g) Berepisode, layaknya sebuah cerita bermain pun memiliki tahapan
yakni tahapan awal, tengah, dan akhir dalam satu tema tertentu yang
dipilih anak. Jika sebuah permainan telah memasuki tahap akhir, biasanya
anak akan memainkan permainan baru.
Seluruh karakteristik tersebut berhubungan dengan bermain, walaupun
dalam kenyataannya tidak semua karakteristik berada pada satu permainan
yang sama. Namun demikian, perlu dicatat bahwa seluruh karakteristik
tersebut bukanlah seperangkat aksi yang dapat membuat sesuatu dikatakan
bermain. Bruner menyatakan bahwa karakteristik utama dari bermain
bukanlah terletak pada isinya melainkan pada jenisnya. Bermain adalah
sebuah pendekatan untuk beraksi, bukan bentuk sebuah aktivitas.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. B., 1999. Perkembangan Anak Jilid 2 (Edisi 6). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Iva Noorlaila, 2010. Panduan Lengkap Mengajar Paud. Yogyakarta: Pinus Book
Publisher.
Mayke S. Tedjasaputra, 2001. Bermain, Mianan dan Permaianan. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasrana indobesia.
Munandar. S.C.U., 1995 Perkembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta kejasama dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Santrock, Jhon W, 2011. Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Humanika.
Sumintarsih, 2008. Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta: Penerbit Kepel
Press.
Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
PT. Indeks.

Anda mungkin juga menyukai