Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERAN PERAWAT JIWA DAN KOLABORASI INTERDISIPLIN DALAM


KESEHATAN DAN KEPERAWATAN JIWA

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Rofiqotus Sa’adah
2. Akidah ahlak
3. Amaliatul fitri
4. Ayu lestari
5. Rieke dyah ayu
6. Dedy saputra

1
PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi
Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul”PERAN PERAWAT JIWA
DAN KOLABORASI INTERDISIPLIN DALAM KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
JIWA’’ dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. H. Nur hamim, M.Kep.,S.Kep.Ns sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong.
3. Shinta wahyusari S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan.
4. Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep Sebagai Wali Kelas Prodi S1 Keperawatan.
5. Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep Sebagai Wali Kelas Prodi S1 Keperawatan.

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum sempurna.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para
audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

2
Genggong , 25 September 2019

DAFTAR ISI
Cover..........................................................................................................................i
Kata Pengantar ..........................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................
1.4 Manfaat ..........................................................................................................

3
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
2.1 Pengertian Perawat Jiwa ................................................................................
2.2 Peran perawat jiwa .........................................................................................
2.3 Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa ........

2.4 Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif..............


2.5 Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa........
2.6 Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa
2.7 Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa........................................................
2.8 Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa..........................................................
2.9 Komponen Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa..........................................
2.10 Pemberian obat pada pasien gangguan psikologi (Jiwa...............................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ....................................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama
dinegara-negara maju, meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai

4
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat
menimbulkan ketidakmampuan individu dalam perilaku yang dapat menghambat
pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawary,2009).
Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan jiwa menyeluruh, bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta
mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa diterjemahkan sebagai
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang
optimal dari seseorang, perkembangan tersebut berjalan selaras dengan keadaan orang
lain (Febriani,2008).
Hipitan hidu yang semakin berat dialami hampir oleh semua kalangan masyarakat
sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan jiwa (Intan,2010).
Pelayanan kesehatan jiwa yang komperehensif yaitu pelayanan yang difokuskan
pada pelayanan kesehatan jiwa primer, sekunder dan tersier. Dan pelayanan kesehatan
jiwa yang holistik yaitu pelayanan yang difokuskan pada aspek bio-psiko-sosio-kultural
dan spiritual dengan perawatan mandiri individu dan keluarga.
Pelayanan kesehatan berperan penting untuk menjalankan konsep kesehatan jwa
masyarakat yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien
dalam memelihara kesehatan jiwanya.
Menurut keputusan menteri kesehatan republik indonesia
No.220/MenKes/SK/111/1992 tentang pedoman umum tim pembina, pengarah,
pelaksanaan, kesehatan jiwa masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat (comunity mental
health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan dimasyarakat.
Kesehatan jiwa masyarakat ini di titik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa
melakukan supaya kuratif dan rehabilitatif.
Selama ini ada kesalahan dalam menerapkan pelayanan kesehatan jiwa, diama
pelayanan kesehatan jiwa hanya bebasis dirumah sakit, sehingga orang yang datang
mengalami gangguan jiwa berat, setelah sembuh mereka pulang dan akan datang algi
jiaka terserang lagi. WHO menyarankan agar penanganan kesehatan jiwa lebih
ditekankan atau berbasis pada masyarakat (comunity based) sehingga masyarakat
diharapkan mampu menangani kasus gangguan jiwa yang ringan, dan hanya yang berat
yang dilayani oleh rumah sakit jiwa (Moersalin,2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari perawat jiwa ?
2. Bagaimana peran dari perawat jiwa ?
3. Apa dan bagaimana dengan kolaborasi interdisiplin pada kesehatan dan
keperawatan jiwa ?

5
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari perawat jiwa
2. Mengetahui peran dari perawat jiwa
3. Menjelaskan tentang pengertian dan bagaimana peran perawat dengan kolaborasi
interdisiplin pada kesehatan dan keperawatan jiwa

1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami tentang peran perawat dan pelayanan kolaborasi interdisiplin
dalam kesehatan dan keperawatan jiwa. Sebagai bahan bacaan maupun referensi
khuusnya tentang pelayanan dan kolaborasi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perawat Jiwa


Konsep perawat jiwa meliputi definisi perawat kesehatan jiwa, peran perawat jiwa,
Fungsi perawat Jiwa.
1. Definisi perawat kesehatan jiwa
Keperawatan jiwa merupakan merupakan sebagian dari penerapan ilmu tentang
perilaku manusia, psikososial, bio-psik dan teori-teori kepribadian, dimana
penggunaan diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai alat atau instrumen yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010).

2. Peran Dari Perawat Jiwa


Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik
(Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi
diantaranya adalah yang pertama yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan, yaitu
perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu,
keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan
konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta
gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga

7
dan komunitas. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif
melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan
keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.
Peran perawat yang kedua yaitu sebagai pelaksana pendidikan keperawatan yaitu
perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan
komunitas agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan
anggota masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat
bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa. Peran yang ketiga yaitu sebagai
pengelola keperawatan adalah perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan
bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan
perannya ini perawat diminta menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan,
menggunakan berbagai strategi perubahan yang diperlukan, berperan serta dalam
aktifitas pengelolaan kasus dan mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas
keperawatan.
Peran perawat yang kekempat yaitu sebagai pelaksana penelitian yaitu perawat
mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan menggunakan hasil
penelitian serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa.

3. Fungsi Perawat
Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan
asuhan keperawatan secara tidak langsung (Erlinafsiah, 2010). Fungsi tersebut dapat
dicapai melalui aktifitas perawat jiwa, yaitu: pertama, memberikan lingkungan
terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
perasaan aman, nyaman baik fisik, mental,dan sosial sehingga dapat membantu
penyembuhan pasien. Kedua, bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now”
yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak ditunda sehingga tidak terjadi
penumpukkan masalah. Ketiga, sebagai model peran yaitu perawat dalam
memberikan bantuan kepada pasien menggunakan diri sendiri sebagai alat melalui
contoh perilaku yang ditampilkan oleh perawat.
Fungsi perawat yang keempat yaitu memperhatikan aspek fisik dari masalah
kesehatan klien merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu
memasukkan pengkajian biologis secra menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa untuk
mengidentifikasi adanya penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan
cara yang tepat. Kelima, memberikan pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada
pasien, kleuarga dan komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan
jiwa, ciri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri- ciri gangguan jiwa, fungsi dan

8
tugas keluarga, dan upaya perawatan pasien ganggua jiwa. Keenam, sebagai perantara
sosial yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga dan
masyarakat dalam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.
Fungsi yang ketujuh adalah kolaborasi dengan tim lain adalah perawat membantu
pasien mengadakan kolaborasi dengan petugas kesehatan lain yaitu dokter jiwa,
perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas), pekerja sosial, psikolog, dll.
Kedelapan, memimpin dan membantu tenaga perawatan adalah pelaksanaan
pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada manajemen keperawatan
kesehatan jiwa. Kesembilan, menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan
kesehatan mental. Hal ini penting diketahui oleh perawat bahwa sumber-sumber yang
ada dimasyarakat perlu diidentifikasi untuk digunakan sebagai faktor pendukung
dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada dimasyarakat.

2.2 Peran Perawat Jiwa


A. Peran perawat kesehatan jiwa dalam pelaksanaan program :
Peran kesehatan jiwa memiliki peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
perawatan secara langsung. Peran yang pertama adalah memberikan tindakan
keperawatan pada keluarga dan penderita. Perawat kesehatan jiwa menyatakan pernah
memberikan tindakan keperawatan kepada keluarga dan penderita. Namun tindakan
keperawatan yang diberikan tidak setiap hari atau bersifat situasional tergantung pada
keluhan penderita pada saat dikunjungi. Contoh tindakan keperawatan yang dilakukan
perawat adalah mengajak keluarga untuk memandikan penderita, mengajarkan penderita
cara menangani halusinasi, mengarahkan keluarga agar tidak membiarkan penderita
sendirian, memberikan penderita kesibukan serta memberikan arahan kepada keluarga
untuk memberikan obat secara teratur kepada penderita.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung, peran perawat yang lain
adalah dengan melanjutkan terapi untuk penderita. Selain memberikan tindakan
keperawatan, perawat membantu terapi atau pengobatan lanjutan bagi penderita. Terapi
yang diberikan kepada penderita bedasarkan rujukan balik dari rumah sakit jiwa serta
menganjurkan keluarga untuk membawa penderita kepuskesmas untuk mendapatkan
injeksi obat jiwa sekali sebulan.
B. Peran perawat sebagai koordinator kegiatan
Sebagai koordinator kegiatan, perawat berperan dalam memetakan kasus pasung.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa perawat kesehatan jiwa melakukan
koordinasi dengan kader kesehatan untuk menemukan kasus baru dan kemudian
melakukan pemetaan lokasi penderita pasung.
Perawat berperan dalam ikut serta dalam pemberdayaan mantan penderita
gangguan jiwa. Selain melepaskan dan merawat penderita, kegiatan perawat kesehtan

9
jiwa yang lain adalah bersama-sama tim RSJ profinsi NTB. Dinas kesehatan kota
mataram, serta instusi pendidikanDinas kesehatan Kota Mataram, serta institusi
pendidikan yang berada di Kota Mataram melakukan pemberdayaan terhadap mantan
penderita. Langkah awal dari kegiatan pemberdayaan ini adalah membentuk kelompok
swabantu. Kegiatan yang sudah dilakukan adalah membuat telur asin, menanam cabai
serta melakukan sosialisasi dengan masyarakat.
C. Peran perawat sebagai pendidik.
Sebagai pendidik, peran perawat yang pertama adalah dengan memberikan
pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga. Berdasarkan hasil FGD, perawat kesehatan
jiwa memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga seperti menyarankan
keluarga agar memperlakukan penderita dengan baik, mengarahkan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan dasar penderita, misalnya mandi, makan, mengajak penderita untuk
berkomunikasi, mengajak penderita bersosialisasi ke lingkungan sekitar penderita,
mengajak penderita untuk berkomunikasi, atau memberikan kesibukan pada penderita.
Selain itu, perawat menyarankan kepada keluarga agar memanfaatkan puskesmas sebagai
tempat untuk rawat jalan, serta memfasilitasi penderita untuk memiliki kartu BPJS guna
mendapatkan pengobatan dan melakukan kontrol setelah keluar dari rumah sakit.
Sebagai pendidik, perawat juga berperan dalam memberikan penyuluhan kepada
masyarakat. Hasil FGD menunjukkan bahwa pada setiap jadwal posyandu, perawat selalu
menyelipkan penyuluhan tentang urgensi kesehatan jiwa kepada masyarakat serta
melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar menggunakan fasilitas layanan kesehatan
seperti puskesmas sebagai layanan kesehatan untuk gangguan jiwa. Peran perawat yang
lain adalah memberikan bimbingan praktik kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil
wawancara dengan perawat, selain memberi pendidikan kepada keluarga, perawat juga
memberikan bimbingan praktik kepada mahasiswa seperti mengajak mahasiswa untuk
memberikan layanan keperawatan kepada keluarga dan penderita.

D. Perawat jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa


Peran dalam prevensi primer, peran dalam prevensi sekunder dan peran dalam
prevensi tersier, yaitu :
a. Peran perawat dalam prevensi primer
 Memberikan penyuluhan tentang prinsip-prinsip sehat jiwa
 Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat kemiskinan,
& pendidikan
 Memberikanpendidikankesehatan
 Melakukan rujukan yang sesuai dengan sebelum gangguan jiwa terjadi
 Membantu klien di RSU untuk menghindari masalah psikiatri dimasa
mendatang

10
 Bersama-sama keluarga memberi dukungan pada anggota keluarga &
meningkatkan fungsi kelompok
 Aktif dalam kegiatan masyarakat & politik yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa
b. Peran dalam prevensi sekunder
 Melakukan skrining & pelayanan evaluasi kesehatan jiwa
 Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan
 Memberikan konsultasi
 Melaksanakan intervensi krisis
 Memberikan psikoterapi individu, keluarga, dan kelompok pada berbagai
tingkat usia
 Memberikan intervensi pada komunitas & organisasi yang telah
teridentifikasi masalah yang dialaminyananganan dirumah
 Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di RSU
 Menciptakan lingkungan yang terapeutik
 Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan
 Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri
c. Peran perawat prevensi tersier
 Melaksanakan latihan vokasional & rehabilitasi
 Mengorganisasi “after care” untuk klien yang telah pulang dari fasilitas
kesehatan jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas
 Memberikan pilihan “partial hospitalization” (perawatan rawat siang) pada
klien

2.3 Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan
lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai hubungan yang
jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan
kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi
adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada
pasien sakit jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai
antar sesama anggota tim.
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.

11
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai
pusat anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan nalar
dan pikiran yang rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota
tim. Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang telah
ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran
perawat dibutuhkan sebagai pusat anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering
berkomunikasi dan kontak langsung dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping
pasien selam 24 jam sehingga perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan
banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek
profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana
membuat referal pemberian pengobatan.

2.4 Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak
dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi interdisiplin yang
efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan
kordinasi seperti skema di bawah ini:
a. Kerjasama
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
b. Ketegasan
Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsensus untuk dicapai.
c. Tanggung jawab
Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus
dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
d. Komunikasi
Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi
penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan untuk membuat
keputusan klinis.
e. Pemberian pertolongan

12
Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan tindakan
pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah disepakati.
f. Kewenangan
Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
g. Kordinasi
Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien sakit jiwa,
mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
h. Tujuan umum
Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki tujuan
untuk kesehatan pasien sakit jiwa.
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
1. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
2. Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
3. Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
4. Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam
tim.

2.5 Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa


Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah
dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa antara lain :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional untuk pasien sakit jiwa
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
f. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.

2.6 Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa


Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada banyak
hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
a. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
b. Struktur organisasi yang konvensional
c. Konflik peran dan tujuan

13
d. Kompetisi interpersonal
e. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendir

2.7 Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa


Pelayanan kesehatan jiwa adalah pelayanan yang berkesinambungan yaitu pelayanan
yang :
a. Sepanjang hidup
b. Sepanjang rentang sehat – sakit
c. Pada setiap konteks keberadaan (dirumah, disekolah, di tempat kerja, di rumah sakit atau
dimana saja).

2.8 Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa


Menurut Ommeren tahun 2005 jenjang kesehatan antara lain :
a. Perawatan mandiri individu dan keluarga
b. Dukungan dari sektor formal dan informal diluar sektor kesehatan
c. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
d. Pelayanan kesehatan jiwa di RSU atau RSUD
e. Pelayanan kesehatan jiwa di RSJ
2.9 Komponen Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa
a. Perawatan mandiri individu dan keluarga
Kebutuhan pelayanan jiwa terbesar adalah kebutuhan kesehatan jiwa yang dipenuhi oleh
masing-masing individu dan keluarga. Mayarakat baik individu maupun keluarga
diharapkan dapat secara mandiri memelihara kesehatan jiwanya. Pada tingkat ini sangat
mungkin untuk memperdayakan keluarga dengan melibatkan mereka dalam memelihara
kesehatan anggota keluarganya.
b. Dukungan masyarakat formal dan informal diluar sektor kesehatan
Apabila masalah kesehatan jiwa yang dialami individu tidak mampu diatasi secara
mandiri ditingkat individu dan keluarga maka upaya solusi tingkat berikutnya adalah
leader formal dan informal yang ada di masyarakat mereka menjadi tempat rujukan.
Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal diluar tatanan pelayanan kesehatan
merupakan target pelyanan kesehatan jiwa, kelompok yang dimaksud adalah TOMA
( tokoh agama, tokoh wanita, kepala desa/lurah, RT/RW )
c. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
Puskesmas memiliki kesehatan jiwa untuk rawat jalan dan kunjungan ke masyarakat
sesuai wilayah kerja masyarakat. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih CMHN atau perawat plus CMHN dan
dokter yang telah dilatih kesehatan jiwa ( dokter plus kesehatan jiwa ) yang bekerja
secara team yang disebut team kesehatan jiwa puskesmas.

14
d. Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat kabupaten/kota
Tim kesehatan yang terdiri dari psikiater, psikolog klinik, perawat jiwa CMHN dan
psikolog (yang telah mendapat pelatihan jiwa)
e. Pelayanan kesehatan jiwa di RSU
Diharapkan tingkat kabupaten atau kota menyediakan pelayanan rawat jalan dan rawat
inap bagi pasien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai kemampuan
f. Pelayanan RSJ
RSJ merupakan pelayanan spesialis jiwa yang difokuskn pada pasien gangguan jiwa
yang tidak berhasil dirawat dikeluarga/puskesmas/RSU. Sistem rujukan dari RSU dan
rujukan kembali dari masyarakat yaitu puskesmasharus jelas agar kesinambungan
pelayanan dikeluarga dapat berjalan. Pasien yang telah selesai dirawat di RSJ dirujuk
kembali kepuskesmas. Penanggungjawaban pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
(puskesmas) bertanggungjawab terhadap lanjutan asuhan dikeluarga.

2.10 Pemberian obat pada pasien gangguan psikologi (Jiwa)


Diberikan terapi kombinasi psikofarmaka. Pemberian obat yang dikombinasikan
ini bertujuan untuk mengurangi risiko efek samping obat yang dapat merugikan pasien
skizofrenia (Scottish Intercollegiate Pedomans Network [SIGN], 2013). Hal ini didukung
juga oleh penelitian yang dilakukan Yulianty, Cahaya, dan Srikartika (2017) yang
menunjukkan data bahwa mayoritas pasien skizofrenia mendapatkan terapi kombinasi
antispikotik.
Antipsikotik merupakan pengobatan yang utama diberikan dalam menurunkan
gejala psikotik pada skizofrenia (Videbeck, 2011). Dalam penelitian ini, pengobatan
dengan menggunakan atipikal antipsikotik paling banyak diberikan kepada responden
dibandingkan tipikal antipsikotik, khususnya Risperidon dan clozapin(clozaril).
Risperidon memiliki efek yang lebih baik dalam mengobati skizofrenia dibandingkan
dengan tipikal antipsikotik dan atipikal antipsikotik l
Atipikal antipsikotik lainnya yang mayoritas diberikan adalah Clozapin (clozaril).
Clozapin harus diberikan pada pasien skizofrenia yang mengalami resisten terhadap
pengobatan (SIGN, 2013). Selain itu, clozapin memiliki aksi yang cepat dan efektif
diberikan pada pasien skizofrenia dengan gejala yang tidak terkontrol dan terkontrol
(Shadrina, 2017). Clozapin harus diberikan ketika dua antipsikotik tidak mampu berespon
dalam menangani gejala psikotik (SIGN). Dengan kata lain, ketika pasien skizofrenia
yang diberikan obat antispikotik lain yang bukan clozapin, baik tipikal maupun atipikal
antipsikotik, tidak mampu mengatasi gejala – gejala skizofrenia, maka Clozapin harus
diberikan pada pasien tersebut. ainnya (Salwan, Woldu, Rosen, & Katz, 2013).
Risperindon dapat ditoleransi pada dosis rendah untuk mengatasi gejala skizofrenia
secara efektif (Andri, 2009). Risperidon harus diberikan pada pasien skizofrenia yang

15
mempertahankan menjalani pengobatan dalam jangka waktu lama dengan kombinasi
klorpromazin dan/atau tipikal antipsikotik lainnya (SIGN, 2013).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka keluarga,
perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-
masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan
dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kolaborasi yang efektif
antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan keperawatan jiwa
yang berkualitas.
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah dalam
keperawatan jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi
ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi yg konvensional,
konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan kekuasaan, dan individu itu
sendiri
3.2 Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang kami uraikan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, arif DKK. 2016. Peran Dan Motivasi Perawat Kesehatan Jiwa Dalam Program : Study
Kasus di Mataram. Vol.32 No.8 Hal. 287- 294
Dalami E, 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat dalam Praktik Kepeawatan Jiwa.Jakarta: Trans Info Media
Febriani, 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Hawari, 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992

17

Anda mungkin juga menyukai