Anda di halaman 1dari 3

PEREMPUAN & KEBIJAKAN

(Solidaritas Perempuan dan Rifka Anisa)

Kekerasan terhadap perempuan seperti jamur di waktu hujan yang terus tumbuh dengan bentuk
dan menyasar seluruh aspek kehidupan. baik secara ekonomi, sosial,budaya dan politik menjadi
ladang paling subur, relasi kuasa memberikan imbas terjadinya ketimpangan baik di ruang publik
maupun privat perempuan, diantaranya pada kebijakan kepemilikan tanah, perdagangan
perempuan, pelecehan seksual, buruh migran, fundamentalis agama dll.

Berdasarkan hasil observasi kelompok 1 di Solidaritas Perempuan dan LSM Rifka Anissa, di temui
pola penyebaran yang menjadi fokus advokasi. City of the tolerance menjadi jargon yang hendak
diwujudkan sebagai bentuk perlawanan terhadap berbagai diskriminasi serta ketimpangan. Pada
pendekatan dan strategi dari keduanya terdapat perbedaan mencolok, dibuktikan dengan sistem
advokasi. Misalnya pada Solidaritas Perempuan, sistem advokasi yang dilakukan lebih berfokus pada
pendampingan yang secara terus menerus digaungkan dengan menyasar pada perwujudan agraris
yang berkeadilan gender serta mengadvokasi terwujudnya keberagaman dan mengawal agar semua
masyarakat dapat memenuhi hak-haknya yang kini sedang ramai di persekusi dan pelarangan
pendirian tempat beribadah.
Sedangkan LSM Rifka Anissa, lebih berfokus pada corak perjuangan pendampingan korban
kekerasan seksual dengan konseling, hukum serta perlindungan korban atau penyintas. Namun
ketika ditanyai terkait tantangan yang dihadapi jawaban yang diterima dari LSM Rifka Anissa
menyatakan tidak ditemukan kesulitan-kesulitan berarti. Berbeda dengan Solidaritas Perempuan,
kasus buruh migran, perampasan lahan yang berakibat pada pemiskinan perempuan dimana
presentasi 50% penduduk Jogjakarta adalah petani yang didominasi oleh perempuan. Ditambah
dengan otonomi khusus yang mengistimewakan Jogjakarta, dimana struktur kekuasaan berpusat
dan ditentukan oleh kesultanan, yang menyebabkan kurangnya akses bagi mereka untuk
memperjuangkan kepentingan perempuan.
Solidaritas Perempuan lahir di zaman rezim orde baru tepatnya 1990, kasus Badega adalah cikal
bakal solidaritas Perempuan di Jogja terbentuk. Kasus terakhir yang di advokasi terkait agrarian
adalah kasus pembebasan lahan Kulon Progo, sebab menurut mereka Negara sduah turut
mengambil ruang hidup petani. Dilakukan pula pendampingan terhadap masyarakat agar sadar dan
memperjuangkan tanahnya sendiri, termasuk hak kepemilikan tanah bagi perempuan. Disamping
itu ada pula masalah keberagaman yang dianggap urgen untuk diadvokasi yaitu terancamnya
keberagaman di jogja, ditandai dengan persekusi dan pelarangan pendirian rumah ibadah yang
dilakukan oleh kelompok fundamentalis agama contohnya di kabupaten Bantul. Mengajak seluruh
anak muda agar turut mengambil peran dalam menjaga keberagaman serta menjadi duta-duta
toleransi dengan memberikan workshop anak muda keberagaman.
Sikap Individualistis anak muda dengan berkurangnya sensifitas kepedulian terhadap lingkungan
adalah suatu persoalan yang dianggap paling berpengaruh, berbagai kemajuan teknologi dan
digitalisasi aspek kehidupan membuat anak muda luput merawat keberagaman.

Kemudian pada LSM Rifka Anissa, fokus advokasi yang dilakukan lebih banyak mendampingi kasus
kekerasan seksual diantaranya proses pendampingan korban, konseling dan pemulihan sebagai
upaya perlawanan terhadap kekerasan dan mengawal agar korban kembali pulih. Berbagai ancaman
sering diterima dari pelaku, bahkan dalam kondisi darurat LSM ini selalu sigap mengadvokasi.
Contonya kekerasan terhadap istri dan kekerasan dalam pacaran, baik secara fisik, psikis, ekonomi,
seksual dll.
Secara keseluruhan kerja-kerja yang dilakukan oleh mereka adalah bentuk perlawanan terhadap
kekerasan, kita pun sebagai suatu Gerakan yang dikepalai Yesus Kristus seharusnya meneladani
kerja-kerja pembebasan. Yesus tidak mempertanyakan latar belakang bahkan seorang pelacur pun
turut menjadi cara Yesus menentang suatu tatanan hirarki yang menindas. Dalam medan layan
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) begitu banyak panggilan yang senantiasa menjadi
salib, sebagai rekan sekerja Allah sudah menjadi tanggungan yang wajib bagi GMKI untuk
menghadirkan kerajaan Allah bagi seluru semesta termasuk perempuan dan kaum papa.

Setelah observasi, ada selalu hikmat yang kita petik sebagai buah dari proses panjang pertumbuhan
perjuangan melawan kekerasan. Diantara; agar kita lebih aktif dan peka dalam menangkap,
menangani isu yang berkembang dan berpotensi menghancurkan reputasi perempuan. Selanjutnya
kita di tuntut untuk merancang suatu instrument atau strategi di wilayah/cabang sebagai jawaban
untuk masalah kekerasan dengan cara membentuk wadah pengaduan seperti rumah
pendampingan atau advokasi. Selanjutnya perjuangan dalam melawan kekerasan terhadap
perempuan akan lebih mudah apabila kita bergandeng tangan dan secara kolektif baik masyarakat
maupun pemerintah atau institusi terkait turut serta medirikan bendera perlawanan. Sebab
peradaban suatu bangsa tergantung pada kondisi perempuan, sebab perempuan adalah ibu
peradaban bangsa.
Adapun tantangan yang kami temui dalam kelompok “PEREMPUAN DAN KEBIJAKAN” proses
advokasi yang dilakukan oleh Solidaritas Perempuan dan RIFKA ANNISA kurang fokus pada Regulasi
dan Kebijakan, kedua lembaga tersebut lebih pada Pendampingan Mental korban dan kemandirian
pribadi seperti pengembalian mental dan trauma dan kemandirian pangan.

Akhirnya, Ut Omnes Unum Sint atau biarlah semua menjadi satu adanya adalah amsal pergerakan
kita, namun bagaimana semua menjadi satu adanya jika perempuan masih menjadi kelas nomor
dua? Kita sebagai perempuan harus sadar bahwa kita semua punya peluang yang sama
mendapatkan kekerasan, membekali diri dengan ilmu pengetahuan adalah salah satu cara melawan.
Belajarlah, beranilah sebab orang-orang berani akan menguasai sepertiga bumi.
Tinggilah ilmu kita, tinggilah iman kita tinggilah pengabdian kita.
Hidup Perempuan ! shalom.

Anda mungkin juga menyukai