Disusun Oleh :
A. Definisi
Menurut Nurhayati (2009), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu
‘a’ yang berarti “tidak ada” dan trepsis yang berarti “makanan atau nutrisi”.
Dalam istilah kedokteran, “atresia” berarti suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki nama lain yaitu “anus
imperforata”.
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum. (Purwanto,
2001)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2001)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak adanya lubang
atau saluran anus. (Donna L. Wong, 2003)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
(abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi
pada masa kehamilan.
B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
4. Berkaitan dengan sindrom down.
D. Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum
berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing
atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada
M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di
bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
Klasifikasi Atresia
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus
sehingga feses tidak dapat keluar.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
G. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya
fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika
urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla, 2009).
H. Pathways
Kelainan kogenital
Gangguan
Pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus
ATRESIA ANI
Mikroorganisme masuk
Reabsorbsi sisa Peningkatan Tekanan ke saluran kemih
metabolisme Intraabdominal
Dysuria
Keracunan Operasi Anoplasti
Resiko Infeksi
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Preventif
Pemeriksaan lubah anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan
sebagai diagnosis awal adanya atresia ani. Karena jika sampai tiga hari
diketahui bayi menderita atrsia ani jiwa bayi dapat terancam karena feses
tertimbun sehingga mendesak paru-paru dan organ lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Kelainan tipe I dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan apapun. Sementara
pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan karakter
uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil. Dilatasi
dikerjakan beberapa kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai
daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik tanpa atau dengan fistula,
adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus
slama 23 bulan. Pada tipe III, apabila jarak antara ujung rektum uang buntu
ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat
dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus.
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang
buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus
diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi
dalam keadaan sedikit ekstensi, kemudian dibuat foto pandangan
anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan
anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan
kejelasan keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan
kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat
fungsi organ intenal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Klien lemah
b. Tanda-Tanda Vital
No. Bayi Normal BBLR Pre mature
1. Lahir Cukup bulan Cukup bulan/ Kurang 37
kurang bulan minggu
2. Berat 2500 – 4000 Kurang dari 2500 Kurang dari
Badan gram gram 2500 gram
3. Panjang 48 – 52 cm Kurang dari 45 cm Kurang dari 45
badan cm
4. Lingkar 32 – 37 cm Kurang dari 33 Kurang dari 33
kepala
5. Lingkar 32 – 35 cm Kurang dari 30 Kurang dari 30
dada
6. Kulit Tebal tidak tipis transparan, tipis
transparan, rambut lanugo transparan,
rambut lanugo banyak terutama rambut lanugo
banyak pada dahi, pelipis, banyak
terutama pada telinga, dan terutama pada
dahi, pelipis, lengan.lemak dahi, pelipis,
telinga, dan kurang telinga, dan
lengan.lemak lengan.lemak
banyak kurang
7. Pernapasa 40 – 60 45-50kali/menit 45-
n kali/menit 50kali/menit
8. frekuensi 120-160 100-140/menit. 100-140/menit.
nadi /menit
9. Suhu 36,5 0C– 37 0C 36,5 0C– 37 0C dalam
incubator
(33oC-35oC)
10. Tekanan 60-80/40-50 Sering anemia Sering anemia
Darah mmHg.
11. reflek Kuat , reflek masih lemah, reflek masih lemah,
tonus otot menghisap menghisap dan reflek
dan menelan menelan serta menghisap dan
serta reflek reflek batuk belum menelan serta
batuk sudah sempurna reflek batuk
sempurna belum
sempurna
12. Ekstremita paha abduksi, paha abduksi, sendi paha abduksi,
s sendi lutut/kaki fleksi- sendi
lutut/kaki lurus, tumit lutut/kaki
fleksi-lurus, mengkilap telapak fleksi-lurus
tumit kaki halus
mengkilap
telapak kaki
halus
13. Kepala Mampu tegak Belum mampu Belum mampu
tegak tegak
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan mencerna makanan (mual, muntah)
2. Gangguan eliminasi urin b.d. obstruksi anatomik (atresia ani),
dysuria
3. Ganguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit, vistel
retrovaginal, dysuria, trauma jaringan post operasi
4. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
5. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
6. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal
7. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak
adekuat
C. Intervensi
No. Diagnosa Intervensi
Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan 1. Memonitor mual
dari kebutuhan tubuh b.d. tindakan dan muntah, berat
ketidakmampuan mencerna
makanan (mual, muntah) keperawatan selama badan, nafsu
Batasan karakteristik : 1x24 jam makan
Berat badan 20% atau lebih di 2. Kaji kemampuan
diharapkan
bawah rentang berat badan klien untuk
kebutuhan nutrisi
ideal. mendapatkan
Bising usus hiperaktif klien terpenuhi
Diare nutrisi yang
dengan kriteria
Ketidakmampuan memakan dibutuhkan
hasil:
makanan 3. Memonitor status
Kram abdomen 1. Mampu
gizi
Nyeri abdomen mengidentifikasi Kolaborasi dengan
Kurang minat pada makanan
Membran mukosa pucat kan kebutuhan dokter
Penurunan berat badan nutrisi
dengan asupan makan 2. Adanya
adekuat peningkatan
Sariawan rongga mulut berat badan
Tonus otot menurun
Kelemahan otot pengunyah sesuai dengan
Kelemahan otot untuk tujuan
menelan 3. Berat badan
Kurang informasi ideal sesuai
(Nanda 2015/177)
dengan tinggi
badan
4. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan
nutrisi
5. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
6. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti
2. Gangguan eliminasi urin b.d. Setelah dilakukan 1. Memantau
obstruksi anatomik (atresia ani), asuhan keperawatan tanda-tanda vital
dysuria selama 1x24 jam dan tingkat
Batasan karaktristik : diharapkan distensi kandung
Anyang-anyangan
Disuria gangguan elimnasi kemih dengan
Inkotinensia urine dapat teratasi palpasi dan
inkontinensia urin
nokturia kriteria hasil: perkusi
retensi urin 2. Periksa dan
1. Kandung
sering berkemih timbang popok
kemih pasien
Faktor yang berhubungan : klien
kosong secara
Obstruksi anatomic 3. Melakukan
Penyebab multiple penuh (4)
penilaian pada
Gangguan sensori motoric 2. Intake cairan
Infeksi saluran kemih fungsi kognitif
dalam rentang
(NANDA 2015/ 199) normal (4)
3. Bebas dari
ISK (4)
3. Ganguan rasa nyaman b.d gejala Setelah dilakukan 1. Gunakan
terkait penyakit, vistel asuhan keperawatan pendekatan yang
retrovaginal, dysuria, trauma
jaringan post operasi 1x24 jam menenangkan
2. Nyatakan
diharapkan rasa
Merasa kurang senang, lega, dan dengan jelas
sempurna dalam dimensi fisik, cemas orangtua
harapan terhadap
psikospiritual, lingkungan dan dapat hilang atau
sosial pelaku pasien
berkurang.
Batasan karakteristik : 3. Jelaskan
Ansietas Kriteria Hasil:
semua prosedur
Menangis 1. Ansietas
Gangguan pola tidur dan apa yanf
Takut berkurang
dirasakan selama
Ketidakmampuan untuk 2. Status
rileks prosedur
Merintih lingkungan yang 4. Pahami
Melaporkan merasa dingin nyaman prespektif pasien
dan panas
3. Mengontrol terhadap situasi
Gelisah dan berkeluh kesah
Iritabilitas nyeri stres
Faktor yang berhubungan : 5. Dorong
4. Kualitas
Gejala terkait penyakit keluarga untuk
Kurang privasi tidur dan
Kurna gkontrok situasional menemani anak.
istirahat yang
Stimulasi lingkungan yang 6. Berikan obat
mengganggu adekuat
untuk
Efek samping terkait terapi 5. Status mengurangi
(mis, medikasi, radiasi) kenyamanan kecemasan
yang meningkat