Anda di halaman 1dari 8

Definisi, Klasifikasi, dan Tipe Demam

DEFINISI
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal
Physiology mendefinisikan demam/ febris sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti,
yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan
organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang
patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan
demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah
peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai
oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh
1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai
respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set
point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas
danmemproduksipanas.1,2

Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah
dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00
– 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga
dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas
fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk
suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat
pengukuran (Tabel 1).3,4

Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda


Tempat Rentang; rerata Demam
Jenis termometer
pengukuran suhu normal (oC) (oC)

Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4


Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6
Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38
Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

Suhu rektal normal 0,27o – 0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila
kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.5 Untuk kepentingan klinis praktis,
pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila
37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah
pada demam yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).5

POLA DEMAM
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat
antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di
tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak
patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang
berguna (Tabel 2.).1
Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit


Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat
suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons
terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8

Demam Kontinyu
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)


Demam Remiten

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu
(Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi.
Gambar 2. Demam remiten
Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam Septik/ Hektik


Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.

Demam Quotidian Ganda


Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).
Gambar 4. Demam quotidian
Undulant Fever
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari untuk infeksi
saluran nafas atas.

Demam Rekuren
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ
multipel.

Demam Bifasik
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern,atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African
hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing Fever dan Demam Periodik


 Demam Periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa
bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan
bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4)
(Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

 Relapsing Fever
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan
oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF)
atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)


Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang
hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC
pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan
perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer
reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan
antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan
oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini
lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala
bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus
moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan
petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan
penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari
episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril
dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan
destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.2 Untuk
kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan
dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga kelompok
utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang
digunakan.1
Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Lama demam
Klasifikasi Penyebab tersering
pada umumnya

Demam dengan localizing


Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
signs
Demam tanpa localizing Infeksi virus, infeksi saluran
<1minggu
signs kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
Fever of unknown origin >1 minggu
arthritis

Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan


Istilah Definisi
Demam Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat
dengan localization didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang
jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi
dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik
dengan sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi
buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat
mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis,
infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran
kemih, pneumonia
Bakteremia dan Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah,
septikemia dibuktikan dengan biakan darah yang positif,
septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke
jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ

Demam dengan Localizing Signs


Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada
kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara
spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan
sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs


Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis
atas herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Demam Tanpa Localizing Signs


Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing
signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama
beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah
menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.menunjukan penyebab
paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut,
berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering
dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.6

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs


Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis
Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis
Sebagian besar virus Tampak baik, CRP normal, leukosit
(HH-6) normal
Infeksi saluran kemih Dipstik urine
Malaria Di daerah malaria
PUO (persistent Juvenile idiopathic Pre-articular, ruam,
pyrexia of arthritis splenomegali,antinuclear
unknown factor tinggi, CRP tinggi
origin) atau
FUO
Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan
dengan waktu vaksinasi
Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis
eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)


Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu
dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3
minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.1

Daftar Pustaka
1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.
2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting.
Moffet’s Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York:
Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-6.
4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.
5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical
methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3.
:Butterworths;1990.h.990-3.
6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44
8. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting.
Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-
Raven;1997.h.215-36

Anda mungkin juga menyukai