Stress Pasca Traumatik
Stress Pasca Traumatik
Kasus
Tn. A usia 30 tahun seorang karyawan bank, pendidikan terakhir D3 dan belum menikah. Datang
dengan keluhan mengalami mimpi-mimpi buruk tentang kecelakaan bis yang dialaminya. Tn. A
mengaku mulai mengalami hal seperti ini sejak dua bulan yang lalu. Hampir setiap malam selalu
mengalami mimpi tentang peristiwa kecelakaan yang dialaminya. Selain itu Tn. A juga selalu
terbayang tentang peristiwa kecelakaan bis yang dialami, mudah terkejut dan menghindari
berpergian dengan bis. Gejala dimulai sejak 5 hari setelah pasien mengalami kecelakaan bis,
dimana bis yang ditumpangi pasien menabrak seorang pengendara motor dan psien melihat
sendiri kepala pengendara motor tersebut pecah dengan isi kepala terburai dan seketika itu juga
meninggal di tempat. Sejak saat itu pasien selalu terbayang akan peristiwa kecelakaan tersebut.
Pasien mengaku mudah terkejut jika mendengar suara keras, klakson mobil, pintu terbanting.
Jika ada teman-teman dan keluarga yang menemani maka gejala akan berkurang. Pasien
mengaku menghindari berpergian dengan bis, meminta selalu ada yang menemani, berusaha
menghindari lokasi kecelakaan atau percakapan tentang peristiwa kecelakaan. Pasien mengaku
tidak mengkonsumsi obat-obatan saat ini. Pasien juga mengaku tidak merokok, minum alkohol
dan tidak memiliki riwayat alergi obat.
Identifikasi :
Anamnesis
• Tn. A mengalami kecelakaan bis, dimana bis yang ditumpanginya menabrak seorang
pengendara motor dan pasien melihat sendiri kepala pengendara motor tersebut pecah
dengan isi kepala terburai dan seketika itu juga meninggal di tempat.
Analisis : dalam Buku PPDGJ-III, peristiwa yang dialami Tn. A termasuk dalam
gangguan stress pasca-trauma. Gejala ini diawali dengan keadaan timbul sebagai respon
yang berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap kejadian atau situasi yang dialami pasien
yang dapat menimbulkan stress, yang bersifat kastratofik dan menakutkan, yang
cenderung menyebabkan distres pada hampir setiap orang (misal: musibah, kecelakaan
berat, menyaksikan kematian yang mengerikan, kejahatan-kejahatan lain).
• Mudah terkejut jika mendengar suara keras, klakson mobil, pintu terbanting.
Menghindari berpergian dengan bis, meminta selalu ada yang menemani, berusaha
menghindari lokasi kecelakaan atau percakapan tentang peristiwa kecelakaan.
Analisis : gejala yang dialami Tn.A, sesuai dengan diagnosis PPDGJ-III, yaitu pasien
ketakutan dan menghindari dari hal-hal yang berkaitan dengan trauma yang dialami.
Meskipun jarang, kadang-kadang terjadi reaksi yang dramatik, mendadak ketakutan,
panik, agresif, yang dicetuskan oleh stimulus yang mendadak mengingatkannya kembali
pada trauma yang dialaminya serta reaksi asli terhadap trauma itu.
• Penampilan umum : Pasien, laki-laki, memakai pakaian cukup rapih, raut wajah terlihat
cemas dan tegang.
Analisis : pasien berjenis kelamin lak-laki berpenampilan rapih sesuai dengan yang
seharusnya. Raut wajah cemas dan tegang dapat dikarenakan anamnesis yang dilakukan
karena dokter meminta pasien menceritakan pengalaman menyeramkan yang dialaminya.
Analisis : pasien berperilaku normoaktif dimana dorongan yang wajar untuk bergerak
dan relevan dengan lingkungan. Sesekali meremas tangan dan mudah terkejut dapat
dikarenakan ketegangan yang dialami pasien selama proses anamnesis.
Analisis : sikap kooperatif pasien adalah bentuk kerja sama antara pasien dalam
menjawab pertanyaan dokter.
Analisis : mood adalah emosi yang meresap dan terus-menerus mewarnai persepsi pasien
akan lingkungan. Mood pasien adalah disforik yang artinya keadaan tidak senang/gelisah
atau ketidakpuasaan yang mendalam dimana menggambarkan PTSD yang dialami oleh
pasien. Sedangkan untuk afek ialah ekspresi yang keluar dari pasien mengenai emosi
yang dirasakan. Pada pasien ditemukan afek appropriat yaitu ekspresi yang dikeluarkan
sesuai dengan emosi pasien.
• Pembicaraan dan bentuk pikiran: Arus biasa, nada suara biasa, produktivitas biasa, isi
relevan, Reality Testing Ability baik
Analisis : dalam proses anamnesis, pasien memiliki arus bicara yang biasa dalam arti
tidak bicara cepat atau lambat dengan nada suara yang biasa. Produktivitas ialah bentuk
pikiran pasien dimana disini ditemukan normal. Tidak adanya ide yang meluap-luap,
melompat-lompat, atau kekurangan ide. Isi relevan artinya jawaban pasien langsung
mengarah ke tujuan pertanyaan.
• Isi pikiran: preokupasi tentang peristiwa kecelakaan bus yang menimpa dirinya
Analisis : pikiran yang terpaku pada satu ide saja, biasanya berhubungan dengan keadaan
yang bernada emosional dimana dalam kasus ini pikiran pasien terpaku pada musibah
kecelakaan yang dialaminya.
• Orientasi: baik
Analisis : orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan orang baik artinya pasien dapat
mengenali baik lingkungan sekitarnya.
Analisis : daya ingat jangka panjang dan jangka pendek pasien baik. Pasien dapat
mengingat hal-hal yang baru saja dilakukan. Pasien juga dapat menceritakan kejadian
kecelakaan yang sudah terjadi dua bulan yang lalu.
Analisis : konsentrasi dan perhatian terganggu dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh
mood yang dialami pasien. Pasien merasa tegang dan cemas untuk mengingat dan
menceritakan kembali kecelakaan tersebut.
• Visuospasial: baik
Analisis : penilaian ini berguna untuk menilai kesadaran pasien mengenai perilaku yang
sesuai dengan sosial dan suatu pengukuran tentang kemungkinan pasien membahayakan
diri sendiri atau orang lain. Pengendalian impuls pasien baik dalam arti tidak agresif yang
ingin membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Analisis : Tilikan derajat 6 artinya menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai
motivasi untuk mencapai perbaikan.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa semua dalam batal normal. Artinya tidak
mempengaruhi fungsi tubuh pasien.
Diagnosis
Tatalaksana