Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Oleh :
NINDHIA DHIKA NEVADA
NIM. E0006188
Oleh :
NINDHIA DHIKA NEVADA
NIM. E0006188
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 21 April 2010
DEWAN PENGUJI
Mengetahui
Dekan,
Kata kunci: perlindungan hukum, konsumen muslim, sertifikasi halal, labelisasi halal.
ABSTRACT
This study aimed to determine whether muslim consumers have gotten legal
protection of seafood dishes in Surakarta’s restaurants and whether there was
harmonization of legislation concerning the protection of muslim consumers. Before
answering this problem, we need to know that the majority of consumers in Indonesia are
muslims, for it is necessary to guarantee food product halal lawful and good (thoyyib).
Necessary role of government in order to issue regulations regarding labeling
halal and halal certification to ensure food halalness for muslim consumers. Listing of
halal certification is voluntary and not compulsory, it is necessary for awarness from the
perpetrators attempt to immediately record at home eating halal certification and
consumer awareness of muslims about labeling halal and halal certification. Given the
certification of halal and halal labeling is intended to protect muslim consumers from
food products that are not halal.
This study aims to identify muslim consumers already receive legal protection of
seafood dishes in a restaurant to know in Surakarta’s restaurants and harmonization of
existing legislation concerning the protection of muslim consumers. The benefit of this
research is to provide a description and to provide information regarding laws and
regulations related to legal protection for Muslim consumers.
Types of research that writer is the normative nature of legal research
prescriptive. Type of data in the form of primary and secondary data, with data sources of
primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials. Data
analysis techniques used by the writer is a method of interpretation and silogosme.
The result showed that the rules underlying the legal protection for muslim
consumers of seafood dishes in a restaurant the city of Surakarta, among others, from the
National Law is Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
dan Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.
Keywords: legal protection, consumers are muslim, halal certification, halal labeling.
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..….... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………...... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………………….....iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………….…… iv
ABSTRAK………………………………………………………….…………….. v
vi
ABSTRACT………………………………………………………..…………..………
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………....……... 1
B. Perumusan Masalah…………………………………….………..5
6
C. Tujuan Penelitian…………………………………..…...…….……
D. Manfaat Penelitian……………………………………...………. 6
E. Metode Penelitian…………………………………..………….. 7
F. Sistematika Penulisan Hukum…………………….…….………..11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………….………….…………… 70
B. Saran…………………………………….…………………….. 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
Pada prinsipnya, hubungan hukum antara pelaku dan konsumen adalah hubungan
hukum keperdataan. Hal ini berarti setiap perselisihan mengenai pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku usaha atas pelaksanaan Undang-Undang tentang
Perlindungan Konsumen yang menyebabkan kerugian bagi konsumen adalah
harus diselesaikan secara perdata. Selain mempunyai sanksi perdata, dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdapat saksi pidana bagi pelaku
usaha. Hal ini dipertegas dalam pasal 45 ayat (3) yang menyatakan bahwa
penyelesaian sengekata diluar dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Aturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan pelaku usaha yang
melanggar ketentuan dapat ditemukan dalam Bab XIII Undang-Undang tentang
Perlindungan Konsumen, yang dimulai dari pasal 60 sampai dengan pasal 63.
Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari sanksi administratif, sanksi pidana
pidana pokok dan sanksi pidana tambahan (jurnal-elqisth.blogspot.com/…/
perlindungan hukum bagi konsumen produk_2430.html diakses pada tanggal 20
November 2009).
”Although, it is well known that consumer groups from different cultures and
religious backgrounds are likely to have different customer satisfaction
expectations, the attributes associated with customer segments (Muslim, non-
Muslim)” (Eurasian Journal of Business and Economics, 2009: 150).
Usaha untuk melindungi umat Islam, yaitu bagi konsumen muslim di dalam
mematuhi syariat Islam, yang telah menjadi bagian hidup dan kehidupan itu haruslah
memperoleh jaminan perlindungan hukum. Syariat Islam mengatur kehidupan manusia
terwujudnya kepentingan hidup yang membawa kebaikan. Islam memandang makanan
sebagai faktor yang amat penting dalam kehidupan manusia, disamping ibadah-ibadah
yang lain. Makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani
dan rohani manusia. Di dalam ajaran Islam banyak peraturan yang berkaitan dengan
makanan, mulai dari mengatur makanan yang halal dan haram, etika makan, sampai
mengatur idealisme kuantitas makanan didalam perut. Salah satu peraturan yang
terpenting ialah larangan mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram.
Mengkonsumsi yang haram, atau yang belum diketahui kehalalannya akan berakibat
serius, baik didunia maupun diakhirat kelak. Sebagaimana hadits Nabi yang artinya
”Setiap daging tumbuh yang diperoleh dari kejahatan (jalan haram), maka neraka lebih
layak baginya)” (HR. Imam Ahmad).
Jika diteliti secara seksama, lebih dari tiga puluh ayat Al-Qur'an menyebutkan
“perintah” pentingnya umat Islam menjaga dan memperhatikan makanannya. Selain ayat
Al-Qur'an, tentang perintah ini juga didukung oleh hadits-hadits shahih, baik yang
menyangkut substansi (dzat) produk maupun cara memperolehnya. Maka umat Islam
harus memperhatikan dan belajar bagaimana caranya agar pelaku usaha (produsen)
makanan tidak mengelabui terhadap pembelianya dengan system auditing makanan yang
dijual.
Semangat yang bisa diambil dari hadits tersebut adalah bagaimana antara pelaku
usaha makanan dan konsumennya harus saling memberikan perlindungan terhadap
makanan yang akan dikonsumsi, lebih-lebih masalah ini menjadi persoalan yang sangat
penting ditengah pesatnya teknologi pangan, yaitu pelaku usaha makanan tidak
transparan dengan konsumen muslim yang senantiasa dituntut oleh ajaran agamanya agar
selalu memperhatikan makanannya.
Pada dasarnya konsumen muslim sendiri kurang begitu mengamati atau
mengetahui bahwa masakan yang mereka konsumsi tersebut halal atau tidak. Ini
merupakan suatu bentuk dari kesadaran konsumen muslim untuk mengkonsumsi
makanan bersertifikat halal masih rendah. Bahkan, rumah makan yang hanya memasang
logo halal tanpa dilengkapi dengan sertifikat halal pun menjadi tempat santapan wanita
berjilbab.
Seperti kasus mengenai masakan seafood di Batam, di mana rumah makan
tersebut di miliki oleh orang Chinese. Pada mulanya, Yayasan Lembaga Konsumen
Muslim (YLKM) Batam dan pengurus Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
mengantar pembicara dari Jakarta menemani makan malam. Masakan yang terkenal di
Batam adalah seafood. Kemudian mereka mengantar tamu tersebut untuk makan di
rumah makan Lingga yang menyediakan berbagai macam jenis masakan seafood.
Namun, YLKM Batam agak terlambat menyusul karena harus mencari tempat parkir
terlebih dahulu. Saat memasuki rumah makan, terpampang label halal, tapi bukan berasal
dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LP-POM MUI). YLKM lalu menanyakan apakah rumah makan yang dimiliki oleh orang
Chinese tersebut memiliki sertifikat halal. Ternyata rumah makan tersebut belum
memiliki sertifikat halal.
Di tempat lain, ada juga restoran seafood yang juga menjual menu babi. Misalnya
saja yang terdapat pada restoran ”Seafood 274” di Pesanggrahan, Jakarta Barat.
Rumah makan milik BI (nama lengkap ada pada redaksi) ini tidak hanya menjual
hewan laut, tetapi juga kodok, babi dan daging lainnya. Arak merah atau ang ciu
pun ikut tampil dalam beberapa menu yang dijualnya (Jurnal Halal LP-POM
MUI).
Bagi konsumen muslim sering mempertanyakan tentang bagaimana mereka
mengetahui makanan seafood yang di makan tersebut halal atau tidak. Persoalan inilah
yang ingin penulis teliti dalam penulisan ini, khususnya bagi konsumen muslim apakah
sudah mendapatkan perlindungan hukum terhadap masakan seafood, khususnya di
rumah makan kota Surakarta dan apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-
undangan mengenai perlindungan konsumen muslim.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang telah penulis kemukakan pada latar
belakang di atas, maka penulis merasa tertarik dan perlu untuk mengkaji lebih dalam
tentang perlindungan hukum bagi konsumen muslim, khususnya terhadap masakan
seafood di rumah makan kota Surakarta yang masalah kehalalan masakan seafood
tersebut sedang menjadi pertanyaan dan bahan perbincangan bagi konsumen muslim.
Untuk itu penulis mengangkatnya dalam suatu penelitian hukum yang berjudul:
“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN MUSLIM TERHADAP
MASAKAN SEAFOOD DI RUMAH MAKAN KOTA SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah
Secara teoritis perundang-undangan mengenai perlindungan hokum bagi
konsumen muslim terhadap masakan seafood, apabila terdapat harmonisasi peraturan
perundang-undangan mengenai kewajiban pelaku usaha mencantumkan label halal dan
saksinya. Berdasarkan asumsi teoritis tersebut maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Apakah konsumen muslim sudah mendapatkan perlindungan hukum terkait label
halal terhadap masakan seafood di rumah makan kota Surakarta?
2. Apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai kewajiban
pelaku usaha mencantumkan label halal dan sanksinya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk memecahkan masalah agar suatu penelitian dalam
menyajikan data akurat dan dapat memberi manfaat. Berdasarkan hal tersebut maka
penulisan hukum ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui konsumen muslim sudah mendapatkan perlindungan hukum
terhadap masakan seafood di rumah makan kota Surakarta,
b. Untuk mengetahui sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan
mengenai perlindungan konsumen muslim.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk meningkatkan kualitas pengetahuan penulis tentang jaminan kenyamanan
dan keamanan konsumen muslim, dalam memperoleh produk yang jelas
kehalalannya, yang menjadi kewajiban pelaku usaha,
b. Untuk menambah wawasan dan memperluas pemahaman akan arti pentingnya
Ilmu Hukum dalam teori dan praktik,
c. Untuk memperoleh data-data yang akan penulis pergunakan sebagai bahan utama
penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar
kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini mempunyai manfaat bukan hanya bagi penulis
saja, namun diharapkan juga berguna bagi pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya
yang berkaitan dengan Hukum Perlindungan Konsumen yaitu menyangkut
perlindungan hukum bagi konsumen muslim terhadap masakan seafood di rumah
makan kota Surakarta,
b. Memberikan informasi bagaimana peraturan perundang-undangan mengenai
konsumen muslim, khususnya terhadap masakan seafood di rumah makan kota
Surakarta,
c. Hasil dari penelitian ini dapat di pakai sebagai acuan terhadap penelitian-
penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk
mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang di peroleh,
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi
pihak yang berkepentingan.
E. Metode Penelitian
”Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu
menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi
merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan” (Soerjono Soekanto, 2007: 7).
Dengan kata lain pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan
sistematik secara rutut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan
untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran maupun ketidakbenaran dari
suatu gejala hipotesa. Dengan demikian metode penelitian merupakan unsur yang sangat
penting dalam kegiatan penelitian agar data yang diperoleh benar-benar akurat dan teruji
keilmiahannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan
tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungannya dengan masalah yang terjadi.
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Teori Efektivitas Peraturan Perundang-undangan
Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu
masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat, dan memaksa.
Hukum diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang menetapkan sesuatu diatas
sesuatu yang lain, yakni menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain, yakni
menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus dikerjakan, dan terlarang untuk
dikerjakan. Hukum diartikan sebagai ketentuan suatu perbuatan yang terlarang
berikut berbagai akibat (sanksi) hukum didalamnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektivan hukum atau penegakan hukum
(law enforcement), yaitu:
a. Perangkat hukum atau aturan itu sendiri (Undang-Undang/Peraturan-peraturan)
Syarat-syarat agar suatu aturan hukum berlaku efektif:
1) Undang-Undang dirancang dengan baik, kaidahnya jelas, mudah dipahani dan
penuh kepastian
2) Undang-Undang sebaiknya bersifat melarang (prohibitur) dan bukan
mengharuskan atau membolehkan (mandatur)
3) Sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan.
4) Beratnya sanksi tidak boleh berlebihan (sebanding dengan pelanggarannya)
5) Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat
6) Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral
7) Pelaksana hukum menjalankan tugasnya dengan baik, menyebarluaskan
Undang-Undang, penafsiran seragam dan konsisten
b. Penegak hukum (pembentuk hukum maupun penerap hukum)
One of the most important concepts in Islam is the concept of halal, which
means “permissible”. Halal covers the aspects of slaughtering, storage,
display, preparation, hygiene and sanitation. It covers food as well as non-
food category of products. Given the speed of trade globalization, the
advancement is science and technologi, and the on-going initiatives to
simplify manufacturing processes, it is essential that the halal concept be fully
understood by marketers (Halal certification: an internasional maketing issues
and challenges, http://www.ctw-congress.de/ifsam/download/track_13/pap00
226.pdf diakses tanggal 18 Maret 2010).
Masalah perlindungan konsumen tidak lepas dari hal-hal yang terkait dengan
konsumen. Yang berkaitan dengan perlindungan konsumen baik secara langsung
maupun tidak langsung adalah kaitan antara konsumen, produsen atau pelaku usaha,
dan barang. Begitu pula hal-hal lain yang berhubungan dengan perlindungan
konsumen, antara lain mengenai asas dan tujuan perlindungan konsumen, dasar
hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen, posisi konsumen dan
produsen, hak dan kewajiban pelaku usaha.
Definisi dan ketentuan dari perlindungan konsumen, konsumen, produsen,
pelaku usaha dan barang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah:
a. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen,
b. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan,
c. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi,
d. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
Perlu di kemukakan di sini istilah-istilah yang saling terkait yang terdapat di
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini penting untuk menghindari
kerancuan pemakaian istilah yang mengaburkannya dari maksud yang sesungguhnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, YLKI melakukan kegiatan (C. Tantri D dan
Sulastri, 1995: 9-15) sebagai berikut:
a. Bidang pendidikan,
b. Bidang penelitian,
c. Bidang penerbitan, warta konsumen dan perpustakaan,
d. Bidang pengaduan,
e. Bidang umum dan keuangan.
Sebagai salah satu LPKSM, YLKI masih terus berkembang hingga kini dan
tetap menjadi pelopor gerakan perlindungan konsumen. Pihak konsumen yang
menginginkan adanya perlindungan hukum terhadap hak-haknya sebagai konsumen
bisa meminta bantuan YLKI untuk melakukan upaya pendampingan dan pembelaan
hukum.
Sejak dekade 1980-an ada gerakan untuk mewujudkan sebuah Undang-
Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) hal tersebut dilakukan selama bertahun-
tahun. Pada masa Orde baru, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak
mewujudkannya karena terbukti pengesahan Rencana Undang-Undang tentang
Perlindungan Konsumen (RUUPK) selalu ditunda. Kemudian pada Era Reformasi
yaitu pada masa pemerintahan B. J. Habibie, akhirnya terwujud UUPK. Dengan
adanya UUPK, jaminan atas perlindungan hak-hak konsumen di Indonesia
diharapkan bisa terpenuhi dengan baik. Masalah perlindungan konsumen kemudian
ditempatkan ke dalam koridor suatu sistem hukum perlindungan konsumen, yang
merupakan bagian dari sistem hukum nasional.
Teori:
Implementasi 1. Fuller
2. J.B.J.M. ten Berger
3. Hans Kelsen
Peraturan :
1. Kompilasi Hukum Islam,
2. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana,
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Penerapan
tentang Perlindungan
Konsumen,
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1996 tentang Pangan,
Rumusan Masalah : 5. Undang-Undang Nomor 36
1. Perlindungan hukum terkait Tahun 2009 tentang Kesehatan,
label halal terhadap 6. Peraturan Pemerintah Nomor 69
masakan seafood di rumah Tahun 1999 tentang Label dan
makan kota Surakarta Iklan Pangan,
2. Harmonisasi peraturan 7. Keputusan Menteri Agama
perundang-undangan (Kepmen) Nomor 518 Tahun
mengenai kewajiban pelaku 2001 tentang Pedoman dan Tata
usaha mencantumkan label Cara Pemeriksaan dan Penetapan
halal dan sanksi Pangan Halal.
Penerapan
1. Perlindungan bagi
Konsumen Muslim
2. Harmonisasi
peraturan
Kesimpulan
2. Keterangan :
Mayoritas penduduk di negara Indonesia adalah umat muslim, banyak hal
yang berkaitan dengan masalah di bidang pemenuhan kebutuhan pangan. Bagi
konsumen muslim, pangan tidaklah cukup memenuhi kriteria aman, bermutu, dan
bergizi saja, tetapi makanan juga harus memenuhi kriteria halal. Oleh karena hal
tersebut, maka masyarakat konsumen muslim harus mendapatkan perlindungan atas
kualitas keamanan, mutu dan bergizi dari pelaku usaha.
Dalam hal tersebut, peraturan perundang-undangan yang dipandang sebagai
acuan dalam melindungi konsumen muslim di negara Indonesia yaitu:
a. Kompilasi Hukum Islam,
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
f. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
g. Keputusan Menteri Agama (Kepmen) Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman
dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.
Peraturan perundang-undangan di atas diharapkan implementasinya dapat
melindungi konsumen muslim di negara Indonesia, karena perlindungan konsumen
muslim adalah hak warga negara yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara
untuk melindungi warga negaranya khususnya atas produk yang halal dan baik.
Perintah Allah untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (Thoyyib).
Sementara upaya perlindungan konsumen muslim dari kemungkinan beredarnya
masakan yang haram belum tercakup dalam sistem perundang-undangan.
Masalah mengenai masakan yang berasal dari laut, yaitu masakan seafood.
Apakah masakan tersebut di masak secara halal atau tidak dan baik untuk
dikonsumsi, serta apakah proses memasaknya tidak dicampuri atau menggunakan
bahan yang dilarang syari’ah seperti arak China (ang ciu) yang dikategorikan sebagai
khamer. Masakan seafood itu tetap saja mengundang kecurigaan, karena proses
pengolahannya masih berpeluang menggunakan minyak babi atau bahan haram
lainnya, karena dengan minyak babi tersebut masakan yang di buat oleh pelaku usaha,
khususnya orang China pemilik rumah makan akan cenderung memakai bahan
tambahan minyak babi tersebut untuk memperlezat masakannya sehingga digemari
banyak konsumen.
Oleh karena hal tersebut, sangat diperlukan perlindungan hukum bagi
konsumen muslim terhadap masakan seafood khususnya di rumah makan kota
Surakarta yang hendak diteliti oleh peneliti. Sehingga konsumen muslim
mendapatkan perlindungan hukum dalam mengkonsumsi suatu masakan serta
mengharapkan kesadaran dan sikap suka rela dari pelaku usaha untuk mendaftarkan
sertifikasi halal dari LP-POM MUI dan labelisasi halal dari Departemen Kesehatan
agar konsumen muslim mengetahui bahwa rumah makan tersebut layak di konsumsi
bagi konsumen muslim atau tidak.
Untuk itu, haruslah ada harmonisasi antara peraturan perundang-undangan
mengenai undang-undang perlindungan konsumen dengan Hukum Islam untuk
melindungi konsumen muslim agar dapat menjamin kehalalan dan Thoyyib suatu
masakan, yaitu masakan seafood. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk
mengetahui dan memahami apakah konsumen muslim sudah mendapatkan
perlindungan terhadap masakan seafood di rumah makan kota Surakarta dan apakah
sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan
konsumen muslim. Kemudian baru dapat diambil kesimpulan mengenai penerapan
perundang-undangan dengan peristiwa hukum yang ada dikaitkan dengan fakta
hukum yang ada di tengah masyarakat.
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Evaluasi
Fatwa Ulama
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, atas
data dari 7 (tujuh) rumah makan seafood di kota Surakarta dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perlindungan Hukum Terkait Label Halal bagi Konsumen Muslim terhadap Masakan
Seafood di Rumah Makan Kota Surakarta
a. Peraturan hukum mengenai perlindungan konsumen muslim atas pangan
(kehalalan) untuk labelisasi halal sudah ada, baik peraturan dalam bentuk undang-
undang (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) maupun peraturan pelaksanaan
(Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan
Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal).
b. Implementasi peraturan jaminan halal atas makanan seafood di rumah makan kota
Surakarta khususnya maupun di rumah makan lain pada umumnya masih
memerlukan tindak lanjut peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis agar bisa
diterapkan.
2. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan mengenai Kewajiban Pelaku Usaha
Mencantumkan Label Halal dan Sanksi
a. Harmonisasi dari peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaku usaha
tentang kewajiban pencantuman label halal khususnya produk pangan termasuk
rumah makan seafood cukup baik namun pelaksanaannya belum berjalan secara
penuh.
b. Sanksi-sanksi yang merupakan daya paksa untuk pelaku usaha wajib
mencantumkan label halal belum menjadi kekuatan yang memaksa karena
implementasi peraturan belum berjalan dengan baik.
B. Saran
1. Pemerintah mengupayakan adanya payung hukum yang tegas untuk melindungi
konsumen muslim secara spesifik mengenai jaminan pangan halal disertai sanksi
yang berat bagi pelanggarnya,
2. Pemerintah segera menindak lanjuti Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk
Halal, karena draf undang-undang tersebut sudah masuk dan disahkan oleh parlemen
menjadi rancangan,
3. Pemerintah harus lebih aktif lagi dalam menegaskan mengenai perlindungan bagi
konsumen muslim agar mendapatkan produk makanan dengan jaminan halal. Dan
perlu meningkatkan kesadaran pelaku usaha, mengingat pencatatan sertifikasi halal
yang sifatnya sukarela,
4. Pemerintah sebaiknya mengadakan pengawasan yang lebih intensif terhadap produk
masakan yang di olah dari suatu rumah makan dan mengadakan sosialisasi yang lebih
jelas mengenai sertifikasi halal dan labelisasi halal kepada setiap pemilik rumah
makan,
5. Pelaku usaha segera mengurus pencatatan label halal untuk memberikan jaminan
halal bagi konsumen muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Ghofur Anshori. 2002. “Perlindungan Hukum bagi Konsumen Muslim terhadap
Peredaran Makanan Haram”. Jurnal Mimbar Hukum. Vol. II, No. 40. Yogyakarta:
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Abdul Kadir. 2009. “Perlindungan Hukum bagi Konsumen Produk Makanan Menurut
Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999”. Jurnal El-Qisth. Di
akses tanggal 20 November 2010.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Rajawali Press.
Aries Kurniawan. 2008. Tak Jelas, Kehalalan Resto Lingga. Di akses tanggal 20
November 2010.
Bambang Sunggono. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press.
C. Tantri D dan Dulastri. 1995. Gerakan Organisasi Konsumen: Seri Panduan
Konsumen. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foudation.
Gunawan Widjaya, Ahmad Yani. 2001. Hukum tentang Perundangan Konsumen.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
_______. 2003. Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Happy Susanto. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visi Media.
Heri Tjandrasari. 2003. “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Upaya
Perlindungan Hukum bagi Konsumen”. Jurnal Teropong Hukum Ilmiah. Vol. II,
No. 8. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:
Mandar Maju.
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. 2009. Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.
Jurnal Halal LP-POM MUI.
Mohammad Ziaul Hoq. 2009. “The Role of Customer Satisfaction to Enhance Customer
Loyalty”. Eurasian Journal of Business and Economics. Vol. 2 (4), No. 150.
N. H. T. Siahaan. Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk. Jakarta: Panta Rei.
Peter Mahmud Masduki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sabian Utsman. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sahidan Shafie. 2009. “Halal Certification: an International Marketing Issues and
Challenges”. Faculty Journal of Business and Accountancy. Vol. 13,
No. 1.
Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Grasindo.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
_______. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: Rajawali Press.
www.id.wikipedia.org. Perlindungan Hukum bagi Konsumen. Di akses tanggal 20
November 2009.
Yulkarnain Harahap. 2003. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Muslim Terhadap
Peredaran Makanan Haram Di Indonesia”. Jurnal Mimbar Hukum. Vol I, No. 46.
Yoyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Yusuf Shofie. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia
_______. 2009. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.