Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batik merupakan kain khas Indonesia khususnya Jawa yang merupakan warisan budaya
bangsa. Yogyakarta dikenal sebagai jantung budaya batik di Pulau Jawa, karena produksi
batiknya yang sangat banyak serta beragam. Berbagai jenis batik dapat ditemukan dengan
mudah di sepanjang jalan Malioboro, Pasar Beringharjo, dan berbagai galeri batik di seluruh
kota Yogyakarta. Pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) pada 2 Oktober 2009 terhadap batik sebagai warisan budaya dunia ternyata
berpengaruh signifikan terhadap permintaan dan penjualan batik di Indonesia. Pada Desember
2009, tercatat sebanyak 272 pengrajin batik dengan beragam produk di Kota Yogyakarta. Di
Yogyakarta sendiri terdapat berbagai kampung batik, seperti kampung Ngasem, Prawirotaman,
dan Kulon Progo. Kulon Progo merupakan salah satu sentra batik di Yogyakarta. Kulon Progo
memiliki 77 unit usaha/UKM Batik yang menyerap 252 orang tenaga kerja. Selama 1 tahun
dapat menghasilkan 42.480 potong, nilai produksinya Rp 3.984.633.000,- dengan bahan baku
dan bahan penolong Rp 2.005.374.000. Dengan banyaknya produksi kerajinan batik di Kulon
Progo maka tak bisa dipungkiri jumlah limbah kain batik yang dihasilkan sangat banyak serta
belum dimanfaatkan dengan optimal (republika.com).

Seiring dengan perkembangan zaman, inkulturasi budaya barat terhadap kebudayaan


Indonesia semakin cepat. Hal ini berdampak pada rendahnya minat dan wawasan masyarakat
Indonesia terhadap kebudayaan sendiri seperti batik. Wawasan generasi muda dan anak anak
Indonesia terhadap batik sebagai warisan budaya leluhur semakin rendah. Selain itu,
perkembangan zaman dan teknologi mempengaruhi budaya dan kebiasaan anak Indonesia.
Anak-anak lebih tertarik bermain games online, dan menonton televisi daripada bermain
bersama teman. Minat anak terhadap mengaji berkurang akibat perkembangan zaman. Media-
media pendukung yang digunakan dalam mengaji kurang menarik minat anak-anak.

Berdasarkan paparan di atas, penulis menggagas sebuah rintisan usaha bernama


FABASIE. FABASIE merupakan kerajinan perlengkapan sekolah seperti tas dan kotak pensil
yang memiliki corak simbol simbol elektro bertujuan sebagai inovasi batik modern agar para
remaja sekarang bangga akan menggunakan batik FABASIE tersebut.
Tas dan kotak pensil di desain semenarik mungkin sebagai inovasi terbaru.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang muncul dapat
dirumuskan:
1. Bagaiamana mengawali kegiatan wirausaha FABASIE ?
2. Bagaimana mengembangkan usaha FABASIE ini sehingga dikenal oleh masyarakat
?
3. Bagimana cara mempromosikan dan memasarkan FABASIE ?
1.3 Tujuan
Tujuan di kembangkannya usaha FABASIE ini yaitu :
1. Mampu mengembangkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa melalui FABASIE
2. Mampu meninggkatkan nilai guna batik yang di jadikan FABASIE

1.4 Luaran yang Diharapkan


Dengan adanya pengembangan FABASIE diharapkan mengembangkan usaha
FABASIE yang lazimnya dibuat pakaian menjadi sebuah FABASIE yang memiliki nilai
jual dan sekaligus melestarikan budaya batik.

1.5 Manfaat
Beberapa hal yang harus di lakukan terkait dengan pengembangan kreasi batik
FABASIE :
a. Merangsang kreativitas dan daya inovasi mahasiswa untuk menghasilkan kegiatan
yang bermanfaat melalui FABASIE
b. Membuka wawasan dan meningkatkan ketrampilan dalam berwirausaha sehingga
mampu menghadapi persaingan bebas pasar.
c. Mengembangkan sentra – sentra produksi sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan baru bagi masyarakat

Anda mungkin juga menyukai