Pola Pembiayaan Usaha Kecil (Ppuk) : Direktorat Kredit, BPR Dan UMKM
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (Ppuk) : Direktorat Kredit, BPR Dan UMKM
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
DAFTAR ISI
Wilayah survey untuk usaha pendederan ikan gurami adalah salah satu
daerah sentra ikan guramie di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Banyumas.
Sedangkan wilayah survey untuk pembesaran ikan adalah Kabupaten Bogor.
Oleh sebab itu informasi teknis pendederan dan pembesaran ikan gurami
terutama menggunakan informasi yang diperoleh dari kondisi pengusaha dan
lembaga lain di kedua wilayah tersebut.
a. Profil Usaha
b. Pola Pembiayaan
Merujuk pada perkembangan perbankan syariah, maka pada buku ini salah
satu produk syariah yang digunakan untuk pembiayaan budidaya
pendederan dan pembesaran ikan gurami adalah murabahah (jual beli).
1. Produksi
Benih ikan gurami diproduksi oleh Balai Benih atau petani pembenih.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Budidaya Indonesia tahun 2000, jumlah
produksi benih ikan gurami tercatat sebesar 280.079.000 ekor. Adapun
wilayah yang paling banyak menghasilkan benih ikan gurami adalah di Pulau
Jawa dengan proporsi produksi mencapai 72% dari produksi nasional.
Adapun provinsi yang menghasilkan benih yang terbesar berdasarkan data
tersebut adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 104.904.000 ekor.
Tabel 3.1.
Produksi Benih Ikan Gurami per Pulau (dalam ribuan ekor)
2. Permintaan
Tidak diperoleh data mengenai jumlah permintaan benih ikan gurami. Namun
berdasarkan data yang ada diketahui jumlah benih ikan gurami yang ditebar
pada tahun 2000 sebesar 749,9 juta.
Tahun 2000
Provinsi
1999 2000
Sumatera 44.003 45.495
Jawa 843.412 747.604
- DKI Jakarta - 147
- Jawa Barat 301.783 122.235
- Jawa Tengah 523.264 67.667
- D.I Yogyakarta 1.524 1.645
- Jawa Timur 16.841 554.912
Bali dan Nusa Tenggara 6.270 1.801
Kalimantan 114 -
Sulawesi - -
Maluku dan Irian Jaya - -
Total 893.799 794.900
Tahun
No Provinsi
1998 1999 2000
1 NAD 24 10 19
2 Sumatera Utara 96 288 282
3 Sumatera Barat 1.164 864 1.067
4 Riau 117 773 1.122
5 Jambi 60 80 77
6 Sumatera Selatan 7 16 24
7 Bengkulu 11 40 46
8 Lampung 38 199 132
9 D.K.I Jakarta 223 214 252
10 Jawa Barat 2.019 1.979 2.317
11 Jawa Tengah 2.962 2.588 4.594
12 D. I Yogyakarta 110 163 476
13 Jawa Timur 1.888 1.822 2.616
14 Bali 84 80 100
15 Nusa Tenggara Barat 183 197 209
16 Nusa Tenggara Timur - - -
17 Kalimantan Barat 16 11 5
18 Kalimantan Tengah - - -
19 Kalimantan Selatan - - -
20 Kalimantan Timur - - 1
21 Sulawesi Utara - - -
22 Sulawesi Tengah - - -
23 Sulawesi Selatan - 3 -
24 Sulawesi Tenggara 2 - -
25 Maluku - - -
26 Irian Jaya - - -
Total 9.004 9.327 13.339
Nilai produksi ikan gurami pada tahun 2000 secara nasional juga meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari Rp 96,77 milyar menjadi Rp 175,1
milyar. Nilai produksi ikan gurami untuk masing-masing provinsi dapat dilihat
pada Tabel 3.4.
Tahun
No Provinsi
1999 2000
1 NAD 38.100 22.220
2 Sumatera Utara 3.004.875 2.440.750
3 Sumatera Barat 8.549.222 10.129.533
4 Riau 3.019.800 5.648.100
5 Jambi 1.163.400 1.002.400
6 Sumatera Selatan 76.781 211.600
7 Bengkulu 260.717 312.860
8 Lampung 1.392.300 986.250
9 D.K.I Jakarta 2.537.355 3.022.847
10 Jawa Barat 23.156.500 41.149.155
11 Jawa Tengah 5.805.251 64.216.169
12 D. I Yogyakarta 1.762.650 6.499.560
13 Jawa Timur 39.160.578 33.762.143
14 Bali 826.037 1.251.485
15 Nusa Tenggara Barat 5.788.000 4.364.000
Nusa Tenggara
16 Timur - -
17 Kalimantan Barat 223.100 73.200
18 Kalimantan Tengah - -
19 Kalimantan Selatan - -
20 Kalimantan Timur - 2.720
21 Sulawesi Utara - -
22 Sulawesi Tengah - -
23 Sulawesi Selatan 8.700 -
24 Sulawesi Tenggara - -
25 Maluku - -
26 Irian Jaya - -
Total 96.773.366 175.094.992
Sama halnya dengan benih ikan gurami, tidak ditemukan data mengenai
jumlah permintaan terhadap ikan gurami konsumsi. Namun bagi
pembudidaya ikan di Banyumas, permintaan ikan gurami konsumsi dikatakan
Dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, ikan gurami dapat dianggap
memiliki keunggulan baik dari segi harga maupun permintaan konsumen
sehingga dari segi persaingan dirasakan tidak ada masalah. Sementara itu
permintaan yang cukup besar belum dapat dipenuhi dari produksi ikan
gurami yang ada. Hal ini disebabkan oleh belum intensifnya teknologi
budidaya ikan gurami. Dengan demikian, walaupun hanya untuk memenuhi
kebutuhan pasar domestik, peluang pasar masih terbuka.
d. Jalur Pemasaran
Terdapat berbagai pihak yang terlibat dalam pemasaran ikan gurami mulai
dari pembudidaya gurami (baik pembenih maupun pembesar), pengepul,
banda, pedagang besar, pengecer dan konsumen. Pengepul adalah pedagang
yang mengumpulkan atau membeli ikan gurami dari petani sedang bandar
adalah pedagang pengumpul dengan modal dan skala usaha lebih besar dari
pada pengepul. Selain dapat membeli gurami langsung dari petani, bandar
juga dapat mengumpulkan gurami dari pengepul. Pedagang besar juga
merupakan pedagang pengumpul, namun bergerak di sektor bisnis yang
lebih luas, berbadan hukum dan telah terorganisir seperti pasar swalayan,
supermarket dan supermarket grosir. Pengecer adalah pedagang lapak,
pemilik kios, tukang sayur, hotel, restoran, katering, supermarket dan
supermarket grosir. Konsumen adalah konsumen akhir yang membeli gurami
untuk dikonsumsi dan tidak dijual lagi (Tim Lentera, Cermat dan Tepat
Memasarkan Gurami, 2003).
Pemasaran benih ikan dan ikan gurami konsumsi dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung. Pada jalur pemasaran benih, pemasaran
secara langsung dilakukan oleh petani pembenih kepada petani pembesar
ikan, sedangkan pada jalur pemasaran ikan gurami konsumsi dilakukan oleh
petani pembesar kepada konsumen akhir (misalnya konsumen rumah tangga
di pasar). Pemasaran tidak langsung dilakukan melalui lembaga perantara
(pengepul, bandar, pedagang besar dan pengecer). Pola distribusi secara
tidak langsung bervariasi dapat menggunakan satu sampai empat lembaga
perantara. Sehingga, karena pada setiap cabang pemasaran pelaku
mengambil keuntungan, maka dengan semakin panjangnya jalur distribusi
pemasaran mengakibatkan harga ikan gurami yang diterima konsumen akhir
menjadi semakin tinggi.
1. Pemasaran benih
f. Kendala Pemasaran
Secara umum, pola budidaya perikanan air tawar yang dilakukan masyarakat
di Indonesia, dapat digolongkan atas 3 pola, yaitu :
Strain gurami yang dikenal masyarakat cukup banyak dan bervariasi dimana
antar strain dibedakan berdasarkan kemampuannya dalam memproduksi
telur, kecepatan tumbuh dan bobot maksimal yang bisa di capai setelah
dewasa. Namun demikian belum ada penetapan strain gurami yang standar
dari instansi yang berwenang. Beberapa yang dikenal dalam masyarakat
adalah gurami blue safir, paris, baster dan batu.
Ikan gurami merupakan ikan yang relatif lambat pertumbuhannya dan baru
mencapai kematangan telur sekitar umur 2 tahun. Ciri-ciri yang
membedakan antara ikan gurami betina dan jantan adalah sebagai berikut :
Betina Jantan
Dahi dempak (papak) Dahi menonjol
Dasar sirip dada gelap kehitaman Dasar sirip dada terang keputihan
Dagu keputihan sedikit coklat Dagu kuning
Jika diletakkan pada tempat yang Jika diletakkan pada tempat datar
datar ekor bergerak-gerak ekor akan naik
Bentuk bibir tipis Bentuk bibir tebal
Untuk menjamin kualitas ikan konsumsi yang baik, perlu penyediaan induk
unggul karena dari induk unggul akan menghasilkan benih unggul pula.
Induk unggul dan benih dapat diperoleh dari BBI atau dari Unit Pembenihan
Rakyat (UPR). Di Banyumas, induk unggul oleh BBI setempat digolongkan ke
dalam empat kriteria induk yaitu unggulan 1, unggulan 2, unggulan 3 dan
unggulan 4 yang dibedakan berdasarkan pada frekuensi memijah dan
banyaknya telur yang dihasilkan. Penyediaan induk unggul oleh BBI dapat
menjamin kualitas induk yang dipelihara oleh pembudidaya yang selanjutnya
mempengaruhi produksi telur dan benih ikan. Untuk memperbaiki mutu
induk yang dihasilkan dilakukan perbaikan genetik induk dengan cara
perkawinan silang (cross breeding) untuk menjamin pertumbuhan dan daya
tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan tidak diperkenankan perkawinan
satu turunan (in breeding). Memilih induk yang baik dilakukan dengan
memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut :
Tabel 4.2.
Ciri induk gurami betina dan jantan yang baik
Betina Jantan
Warna badan terang Warna badan gelap
Perut membulat Perut dekat anus lancip
Susunan sisik teratur Susunan sisik teratur
Badan relatif panjang Gerakannya lincah
Umur mulai dipijahkan 2 tahun Umur mulai dipijahkan 2 tahun
b. Syarat Usaha
Untuk mendapatkan kualitas ikan gurami yang optimal, maka berikut ini
adalah persyaratan minimal yang harus dipenuhi
c. Tahapan Budidaya
e. Teknis Budidaya
a. Pembuatan kolam
(2). Pembenihan
a. Tahan pemijahan
Induk betina
- Bagian perut belakang sirip dada kelihatan menggembung
- Sisik -sisik agak terbuka
Induk jantan
- Kedua belah rusuknya bagian perut membentuk sudut tumpul
- Tingkahnya sangat agresif
Induk jantan akan membuat sarang setelah 15-30 hari dilepaskan dalam
kolam pemijahan. Oleh karena itu dipersiapkan perlengkapan kolam
pemijahan terdiri dari sosog, anjang-anjang dan bahan sarang. Sosog
sebagai tempat sarang terbuat dari bambu yang dipasang di bawah
permukaan air. Anjang-anjang adalah tempat meletakkan bahan sarang yang
terbuat dari bambu dengan lubang anyaman 10x10 cm di pasang di atas
permukaan air. Bahan sarang berupa ijuk halus, serabut kelapa atau serat
karung. Satu ekor jantan dapat membuat 2 buah sarang. Pembuatan sarang
berlangsung selama 1 minggu.
b. Penetasan telur
(3). Pendederan
a. Penebaran benih
Sebelum benih ukuran 0,5 sampai 25 gram ditebar terlebih dahulu dilakukan
pemilihan benih yang berkualitas baik untuk menjamin kualitas produksi ikan
yang dipelihara. Dalam pemilihan benih tebaran yang perlu diperhatikan
antara lain :
Tabel 4.3. Padat tebar benih, tinggi air dan jenis pakan
Padat
Tahap Tinggi Air Jenis pakan
Tebar/M2
Pakan alami (zooplanton), tubifex,
D1 30-40 cm 40-60 ekor
tepung ikan atau pelet halus
D2 40-50 cm 30-40 ekor Tepung ikan, bungkil atau pelet
remah
D3 50-60 cm 20-30 ekor Pelet remah/pelet kecil
D4 60-80 cm 20 ekor Pelet atau daun-daunan (sente,
talas, kajar)
b. Pemberian pakan
Adapun jenis pakan ikan gurami terdiri dari pakan alami (organik) berupa
daun-daunan maupun pakan buatan (anorganik), berupa pelet. Pakan alami
yang digunakan antara lain daun sente (Alocasia macrorrhiza (L), Schott),
pepaya (Carica papaya Linn), keladi (Colocasia esculenta Schott), ketela
pohon (Manihot utililissima Bohl), genjer (Limnocharis flava (L) Buch ),
Kimpul (Xanthosoma violaceum Schott), Kangkung (Ipomea reptans Poin),
Ubi jalar (Ipomea batatas Lamk), ketimun (Cucumis sativus L), labu
(Curcubita moshata Duch en Poir), dadap (Erythrina sp).
Kadar Protein
Jenis Bahan Makan
(dlm%-an bobot)
Tepung ikan 60
Tepung daging/ayam 80
Tepung udang 46
Tepung darah 85
Tepung kedele 36
Tepung gandrung 9
Dedak halus 15
Kacang hijau 23
Bungkil biji kapuk 27
Komposisi makanan yang ideal bagi pertumbuhan ikan adalah makanan yang
berkadar protein 40%. Namun untuk efisiensi biaya, persentase pemberian
makanan buatan ini hendaknya disesuaikan dengan persediaan makanan
yang telah ada dalam kolam. Bila masih cukup banyak, cukup diberikan
makanan buatan dengan kadar protein 20-30% saja.
(60/10x33)+(80/100x2)+(15/100x65) = 31,1 %
Selain pakan buatan buatan pabrik berupa pelet, pembudidaya dapat pula
membuat sendiri pakan ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri akan
menurunkan biaya produksi karena lebih murah. Adapun bahan-bahan yang
biasanya digunakan untuk pakan benih ikan adalah dedak, ikan asin, bungkil
dan minyak ikan.
Jenis pakan ikan gurami dapat dilihat pada Tabel 4.3. Untuk benih yang
masih kecil diberi pakan yang berukuran kecil berupa zooplankton, tubilex dll
dimana seiring dengan semakin besarnya ikan makan dapat mnggunakan
pakan dengan ukuran yang lebih besar dan pakan berupa daun-daunan. Pada
usaha budidaya yang hanya menggunakan pakan daun-daunan (teknologi
Kebutuhan pakan berupa pelet per hari adalah 3% dari berat ikan namun jika
pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10% dari
berat ikan. Untuk penggunaan pakan secara kombinasi diberikan pelet
sebanyak 1,5% per hari dari berat ikan dan hijauan sebanyak 5% per hari
dari berat ikan. Pemberian pakan secara teratur dalam jumlah yang tepat
dapat menghasilkan pertumbuhan ikan gurami yang optimal. Konversi pakan
untuk pemeliharaan dalam kolam adalan 1,5-2%, artinya untuk
menghasilkan 1 kg daging ikan memerlukan pakan sebanyak 1,5 kg sampai
dengan 2 kg. Untuk memberikan pakan yang tepat sesuai kebutuhan
dilakukan sampling berat ikan.
c. Pemanenan
(4). Pembesaran
Ikan yang dipelihara dapat berukuran berat 200-250 gram/ekor dan ditebar
dengan kepadatan benih ± 1 -2 kg/m2. Pakan yang diberikan terdiri dari
pelet dengan jumlah pemberian sebanyak 1,5 - 2% pada pagi dan sore hari
serta daun-daunan sebanyak 5% diberikan pada sore hari. Dalam waktu 4
bulan ikan akan mencapai ukuran konsumsi dengan berat 500-700
gram/ekor.
Pemanenan dilakukan sama seperti pada tahap pendederan, hanya saja pada
tahap pembesaran pemanenen sebaiknya tanpa menggunakan alat tangkap.
Hama yang biasanya menganggu ikan gurami adalah ikan liar pemangsa
seperti gabus (Ophiocephalus striatur BI), belut (Monopterus albus Zueiw),
lele (Clarias batrachus L) dan lain-lain. Musuh lainnya adalah biawak
(Varanus salvator Dour), kura-kura (Tryonix cartilagineus Bodd), katak
(Rana spec), ular dan bermacam-macam jenis burung. Beberapa jenis ikan
peliharaan seperti tawes, mujair dan sepat dapat menjadi pesaing dalam
perolehan makanan. Oleh karena itu sebaiknya benih gurami tidak dicampur
pemeliharaannya dengan jenis ikan yang lain. Untuk menghindari gurami
dari ikan-ikan pemangsa, pada pipa pemasukan air dipasangi serumbung
atau saringan ikan agar hama tidak masuk dalam kolam.
(2). Penyakit
Penyakit non parasiter adalah penyakit yang timbul bukan karena serangan
parasit, tapi biasanya bersumber dari faktor lingkungan fisika dan kimia air
dan makanan. Penyakit ini bisa berupa pencemaran air karena adanya gas
beracun seperti asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan
atau kelainan tubuh karena keturanan. Untuk mengetahui gangguan yang
dialami oleh ikan yang dipelihara dapat diketahui dari pengamatan terhadap
ikan. Bila ada gas beracun dalam air, ikan biasanya lebih suka berenang
pada permukaan air untuk mencari udara segar.
Salah satu parasit yang sering menyerang ikan gurami adalah Argulus
indicus yang tergolong Crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai
ektoparasit, berbentuk oval atau membundar dan berwarna kuning bening.
Parasit ini menempel pada sisik atau sirip dan dapat menimbulkan lubang
kecil yang akhirnya akan menimbulkan infeksi. Selanjutnya infeksi ini dapat
menyebabkan patah sirip atau cacar. Parasit lainnya adalah bakteri
Aeromonas hdyrophyla, Pseudomonas, dan cacing Thematoda yang berasal
dari siput-siput kecil.
Salah satu permasalah yang dihadapi pada budidaya ikan gurami adalah
adanya cita rasa lumpur pada daging ikan gurami yang berasal dari bau yang
ditimbulkan oleh lingkungan terutama pada budidaya intensif di kolam
dengan sistem air tergenang. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar, Departemen Kelautan dan Perikanan, bau lumpur
secara umum dan khusus pada ikan gurami dapat dihilangkan dengan
perlakuan berupa pemberokkan ikan gurami pada air yang bersalinitas 8
atau 12 ppt selama 7 hari. Pemberokan ikan gurami ini mengakibatkan
perubahan waktu kulit yang semula sangat mengkilat menjadi kusam, dan
tesktur semula lembek (banyak mengandung air dan mudah pemisahaan)
menjadi kenyal (struktur daging kompak, kering dan tidak mudah terjadi
pemisahan). Setelah pemberokan selama 7 hari ternyata menyebabkan
daging ikan terasa sangat gurih.
Praktik yang dilakukan oleh petani di daerah Beji Banyumas ikan dari Beji
yang bercita-rasa rasa lumpur dikarantina dalam kolam khusus dan hanya di
beri pakan berupa daun sente selama kurang lebih 7 hari. Setelah itu cita
rasa lumpur yang biasanya telah hilang. Hal ini kemungkinan dikarenakan
kualitas air di daerah tersebut yang relatif jernih dan tidak banyak
mengandung lumpur.
b. Pola Usaha
Produk yang dipilih untuk usaha budidaya ikan gurami adalah benih (dari
pendederan) dan gurami konsumsi (dari pembesaran). Pada proses produksi,
Sedangkan untuk pasar gurami baik berupa benih maupun gurami konsumsi,
umumnya pengusaha sudah mempunyai pelanggan yang pasti (captive
market). Dengan demikian, berdasarkan pasarnya, usaha budidaya gurami
ini tingkat resiko relatif kecil. Sejauh ini pun jumlah produksi yang dihasilkan
belum dapat mencukupi kebutuhan permintaan yang ada. Oleh sebab itu,
budidaya ikan gurami memiliki propek untuk dikembangkan.
2. Pola Pembiayaan
Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap
usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara
pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga
memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan
akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi
dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu, misalnya
untuk pengadaan kolam atau pembelian benih dan pakan saja.
Pengadaan kolam,pakan dan benih dalam hal ini diasumsikan sudah tersedia
dan telah dimiliki oleh pihak LKS/perbankan syariah. Untuk mengadakan
barang dan bahan ini pihak LKS/perbankan syariah dapat menggunakan
pihak lain dengan akad yang terpisah dari akad murabahah ini.
3. Produk Murabahah
1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus
diberitahukan,
2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan
tidak berubah selama periode akad,
3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank
/Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan,
4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya,
5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk
membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah
barang secara prinsip menjadi milik bank,
6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau
dengan cicilan,
7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun)
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh
nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang
muka maka berlaku ketentuan:
o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar
uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka
tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka
Untuk keperluan analisis aspek keuangan perlu ditetapkan asumsi dan jadwal
kegiatan dari masing-masing pola tersebut. Asumsi meliputi jangka panjang
(periode) , proyek , luas kolam/tanah, parameter teknis budidaya seperti
padat penebaran, jumlah benih yang ditebar, tingkat kehidupan, ukuran ikan
yang ditebar dan tingkat produksi, tenaga kerja dan parameter sarana
produksi perikanan serta harga-harga masukan dan keluaran. Jadwal
kegiatan meliputi pengaturan waktu tebar dan panen selama jangka waktu
proyek. Asumsi dan jadwal kegiatan yang ditetapkan merupakan dasar
dalam perhitungan kebutuhan fisik dan biaya untuk investasi, biaya
operasional dan produksi ikan.
1. Asumsi
Pada tabel 5.1. disajikan asumsi dan parameter untuk pola 1, sedangkan
tabel 5.2. untuk pola 2
Tabel 5.1.
Asumsi untuk Pola 1
Tabel 5.2.
Asumsi untuk Pola 2
2. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan pola-1 dan pola-2 disusun setiap tahun dalam 1 tahun
selama 4 tahun jangka waktu (periode) proyek, sebagaimana yang
dijelaskan dibawah ini. Dalam Tabel 5.3. disajikan jadwal kegiatan pola 1
yaitu tahap D2 dan D3
Dengan demikian maka total luas kolam pada pola-1 adalah 1.880 m2,
sedangkan total luas tanah (termasuk pematang dan tempat untuk kegiatan
lainnya) adalah 2.350 m2. Dalam Tabel 5.4. disajikan luas kolam dan lama
pemeliharaan kegiatan pada pola 1.
Tabel 5.4.
Luas Kolam dan Lama Pemeliharaan Pola-1
Lama
Kolam Luas Kolam Produk
Pemeliharaan
1. D 2 600.m2 30 hari Benih 5 gr
2
2. D3 Tahap 1 640 m 60 hari Benih 20-25 gr
Tahap 2 640 m2 60 hari Benih 20-25 gr
2
Sub jumlah 1280 m 60 hari
Total 1880 m2 90 hari
Sumber : Lampiran 2.b
Dalam Tabel 5.5 disajikan jadwal kegiatan pola-2 yaitu, pembesaran gurami.
Luas tanah yang diperlukan dalam pola ini adalah 6.000 m 2 terdiri dari kolam
5.000 m2 dan pematang serta tempat untuk fasilitas lainnya 1.000 m2.
Pematang ditanami dengan tanaman sente yang daunnya untuk pakan
hijauan.
Tabel 5.5.
Jadwal Kegiatan Pola-2
Semester I Semester II
Thn Uraian Bulan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Tebar 1101 1102 1103 1104 1105 1207 1208 1209 1210 1211
Panen 1101 1102 1103 1104 1105 1207
2 Tebar 2101 2102 2103 2104 2105 2207 2208 2209 2210 2211
Panen 1208 1209 1210 1211 2101 2102 2103 2104 2105 2207
3 Tebar 3101 3102 3103 3104 3105 3207 3208 3209 3210 3211
Panen 2208 2209 2210 2211 3101 3102 3103 3104 3105 3207
4 Tebar 4101 4102 4103 4104 4105 4207 4208 4209 4210 4211
Panen 3208 3209 3210 3211 4101 4102 4103 4104 4105 4207
Sumber : Lampiran 3.b
Keterangan : Angka-angka dalam baris tebar dan panen, misalnya 1101
Jadwal tebar setiap semester diatur secara bertahap tiap bulan selama 5
bulan masing-masing seluas 1.000 m2. Oleh karena lama pemeliharaan
adalah 5 bulan, maka panen gurami pertama baru, berlangsung pada bulan
ke enam semester pertama tahun 1 proyek, seluas 1.000 m2. Pada semester
ke dua dan tahun berikutnya panen gurami sudah dapat berlangsung 5 kali
setiap semester atau 5x1.000 m2 = 5.000 m2.
1. Biaya investasi
Pada pola-1 (Tabel 5.5) biaya investasi meliputi biaya perizinan, sewa tanah,
konstruksi kolam dan bangunan (rumah jaga/gudang), peralatan perikanan
dan peralatan lainnya. Jumlah seluruh biaya investasi pada awal proyek
adalah Rp. 7.335.000. Biaya konstruksi kolam meliputi pembuatan bak
kontrol dan konstruksi pendederan. Selama periode proyek ada investasi
ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah, peralatan perikanan dan
peralatan lainnya. Dari total biaya investasi 75% atau Rp 5.535.000
merupakan biaya investasi konstruksi seluruh kolam.
Tabel 5.6.
Biaya Investasi Pola 1 (Pendederan Gurami)
Jumlah Biaya Penyusutan
No Komponen Biaya
(Rp) (Rp)
1 Perizinan 175.000 35.000
2 Sewa tanah 705.000 705.000
3 Konstruksi kolam 5.535.000 553.500
4 Bangunan 250.000 50.000
5 Alat Tangkap 420.000 255.000
6 Perelatan lain 270.000 75.000
Total biaya investasi 7.355.000 1.673.500
Penyusutan investasi per
semester 836.750
Sumber : Lampiran 2.c.
Pada pola-2 (Tabel 5.7), biaya investasi meliputi perizinan, sewa tanah,
konstruksi kolam termasuk bak kontrol, bangunan (rumah jaga/gudang),
peralatan perikanan dan peralatan lainnya. Jumlah biaya investasi pada awal
proyek sebesar Rp 13.983.500 dimana 66% diantaranya atau Rp 8.950.000
adalah biaya konstruksi kolam. Selama jangka waktu proyek terdapat re-
Tabel 5.7.
Biaya Investasi Pola-2 (Pembesaran Gurami)
2. Biaya Operasional
Biaya operasional dalam pola-1 dan pola-2 meliputi dua komponen utama
yaitu biaya saprokan (sarana produksi perikanan) dan biaya manajemen
pemeliharaan. Biaya saprokan terdiri dari biaya pemupukan, pembelian benih
dan pakan. Dalam pola-1, biaya obat-obatan yang digunakan hanya daun
lambesan yang sudah termasuk dalam biaya pemupukan, sedangkan dalam
pola 2, ada biaya obat-obatan dan vitamin. Dalam pola-1, biaya pakan terdiri
dari biaya pakan pabrik dan pakan hijauan (daun sente). Komponen biaya
tenaga kerja terdiri dari gaji manajer (dalam keluarga) dan upah tenaga luar
keluarga. Tabel 5.8 menyajikan biaya operasional pola-1 dan pola-2.
Tabel 5.8.
Biaya Operasional Pola 1 dan Pola 2 Budidaya Gurami
Dari tabel diatas, total biaya operasional adalah sebesar Rp. 50.943.600 dan
pembesaran adalah Rp 112.392.500. Porsi biaya operasional yang terbesar
pada pendederan adalah biaya benih yaitu 71%, sedangkan biaya pakan
hanya 13% dari total biaya operasional. Porsi biaya operasional terbesar
pada pembesaran adalah biaya pakan (buatan pabrik dan hijauan) yaitu
54%.
Dalam Lending Model ini diasumsikan bahwa baik dana investasi maupun
modal kerja bersumber dari pembiayaan lembaga keuangan syariah dan
dana sendiri. Berdasarkan asumsi tersebut komposisi pembiayaan untuk
investasi dan modal kerja adalah seperti pada Tabel 5.9.
Berdasarkan proyeksi produksi dan biaya proyek, pada tahun 0 dan semester
pertama tahun pertama, pendapatan bersih dari kedua pola ini mengalami
defisit (negatif), namun pada semester selanjutnya pendapatan bersih selalu
surplus (positif).
Untuk keperluan analisis arus kas maka pada akhir proyek, selain
pendapatan dari produk gurami, diperhitungkan pula nilai sisa proyek, yaitu :
a. Untuk pola 1, terdiri dari nilai sisa investasi yang diasumsikan 25%
dari total investasi dan nilai dari benih yang belum dipanen berumur 1
bulan pada tahun ke 4 sebanyak 15.360 ekor dengan harga jual Rp
700 per ekor dan benih berumur 2 bulan sebanyak 15.360 ekor
dengan harga jual Rp 400 per ekor
b. Untuk pola 2, terdiri dari nilas sisa investasi yang diasumsikan 25%
dari total nilai investasi dan nilai gurami umur 1 s/d 4 bulan yang
belum dipanen sebanyak 10.558 kg dengan harga jual rata-rata Rp
6.750 per kg
Analisis Titik Pulang Pokok atau Break Even Point dari usaha pola-1 dan pola-
2 dengan mempertimbangkan besarnya biaya tetap, biaya variabel dan
tingkat harga jual ikan maka usaha budidaya gurami pun menguntungkan.
Ini dapat dilihat dari rata-rata BEP baik untuk pola-1 (pendederan) dan pola-
2 (pembesaran) berdasarkan nilai penjualan dan jumlah produksi dari kedua
pola ini masih lebih rendah dari proyeksi produksi dan pendapatan dari hasil
penjualan setiap tahun. Artinya kedua proyek ini dapat memperoleh
keuntungan setiap tahun. Demikian pula BEP yang dihitung berdasarkan
biaya produksi tampak bahwa BEP tersebut masih dibawah harga jual (pola-1
sebesar Rp 750 per ekor dan pola-2 sebesar Rp 13.500 per kg), sehingga
proyek menguntungkan.
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran,
yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk
diperoleh dari penjualan gurami (benih atau konsumsi). Untuk arus keluar
meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran
pembiayaan dan pajak penghasilan.
Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum
digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR
(Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay
Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan
usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang
untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut
hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran
i. Perolehan Margin
Untuk tingkat margin pada contoh pembiayaan baik untuk pola-1 dan pola-2,
ditetapkan sebesar 10% per tahun baik untuk pembiayaan investasi maupun
modal kerja. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama
waktu pembiayaan yang disepakati.
Aspek ekonomi dan sosial dari usaha budidaya ikan gurami meliputi
pengaruh usaha terhadap pendapatan regional dan nasional, penambahan
lapangan kerja, dan pendapatan pemerintah melalui pajak.
Pada daerah sentra ikan gurami, usaha ini menjadi usaha yang berbasis
sumber daya lokal karena umumnya teknis budidaya telah dikuasai oleh
masyarakat setempat karena usaha ini telah berlangsung secara turun
temurun dan teknologi budidaya tidak terlalu rumit. Penguasaan teknis dan
teknologi budidaya ikan gurami oleh masyarakat juga dapat diperoleh dari
dinas setempat. Dengan tingkat teknologi budidaya yang relatif tidak terlalu
Secara umum terdapat 2 klasifikasi tenaga kerja yaitu, tenaga kerja kasar
untuk pembuatan kolam dan pemeliharaan kolam dengan upah harian bruto
berkisar Rp 20.000 dan tenaga kerja yang terlatih untuk melakukan panen
benih ikan dan ikan konsumsi dengan upah harian Rp 25.000. Kebutuhan
tenaga kerja seluruhnya dipenuhi oleh penduduk lokal. Jumlah dan jenis
tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung pada jumlah kolam namun
umumnya tidak terlalu banyak karena biasanya dikerjakan sendiri oleh
pembudidaya dan kebanyakan hanya menggunakan tenaga harian sebagai
tenaga tambahan. Peran usaha budidaya ikan gurami dalam menyumbang
kepada pendapatan daerah adalah melalui retribusi dan pajak penghasilan.
b. Dampak Lingkungan
Selama ini, budidaya ikan gurami tidak mendapat protes dari masyarakat
berkaitan dengan pengaruh lingkungan yang ditimbulkannya. Penggunaan
pelet dan pupuk buatan dalam frekuensi yang terus menerus memang dapat
meningkatkan kadar amoniak yang dapat menimbulkan kematian ikan. Hal
ini dapat diatasi dengan mengeringkan dan membersihkan kolam secara
reguler (misalnya setiap 6 bulan ) sehingga peningkatan kadar amoniak
dapat di cegah. Namun demikian untuk mengetahui dampak terhadap
lingkungan misalnya sungai atau sawah di sekitar lokasi kolam perlu
dilakukan penelitian khusus. Sedangkan penggunaan pakan daun-daunan
pada kolam pemeliharaan tidak menghasilkan limbah karena daun habis di
makan ikan.