Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pielonefritis kronik merupakan salah satu penyebab utama
gagal ginjal kronik. Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada
pielonefritis kronik disebabkan oleh refluks urine terinfeksi ke
dalam ureter yang kemudian masuk kedalam parenkim ginjal
(refluks intrarenal). Pielonefritis kronik karena refluks vesikoureter
merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal dan jaringan
intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. (Adhiatma dkk , 2014).
Insidens pielonefritis paling banyak dijumpai pada kehamilan
lanjut, umumnya pada akhir trimester kedua atau awal trimester
ketiga. Pielonefritis dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
maternal maupun fetal. Millar dan Cox menyatakan bahwa adanya
bakteriuria dalam kondisi kehamilan di mana timbul perubahan
fisiologis. Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis kronik lebih
sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak
laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya
berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya
bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-
10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang
usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien
adalah perempuan. Penyebabnya bakteri, kehamilan, Refluks yang
mana merupakan arus balik air berkemih dari kandung kamih yang
kembali ke ureter dan Keadaan – keadaan yang menyebabkan
menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai
menggigil, gejala saluran cerna seperti mual, muntah, diare.
Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat ditemukan
nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang.
Nefritis bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis,

1
yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu dikenal
sebagai nefropenia lobar (Pardede dkk, 2011).
Studi refluks bimbingan dengan jelas menunjukkan bahwa
manajemen medis dan bedah sama efektifnya dalam mencegah
kerusakan ginjal dari VUR. Hampir semua anak harus menerima
persindangan manajemen medis. Meskipun kebanyakan anak
dengan pielonefritis kronis karena VUR mungkikn mengalami
resipien spontan, kira – kira 2% masih dapat berlanjut sampai
gagal ginjal dan 5 – 6 % dapat mengalami komplikasi jangka
panjang, termasuk hipertensi

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimna definisi dari pielonferitis?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi pielonferitis?
1.2.3 Apa saja etilogi pielonefritis?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis dari pielonefritis?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dan pathway pielonefritis?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan pielonefritis ?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan diagnostic pielonefritis ?
1.2.8 Apa saja komplikasi pielonefritis?

1.3 Tujuan
Ada beberapa tujuan dalam menyusun makalah ini antara lain :
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari pielonferitis.
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi dari pielonferitis.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja etilogi pielonefritis.
1.3.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari pielonefritis.
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dari pielonefritis.
1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari pielonefritis.
1.3.7 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pielonefritis.
1.3.8 Untuk mengetahui apa saja komplikasi pielonefritis.

BAB II

PIELONEFRITIS KRONIK

2.1 DEFINISI

2
Pielonefritis kronik merupakan salah satu penyebab utama
gagal ginjal kronik. Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada
pielonefritis kronik disebabkan oleh refluks urine terinfeksi ke
dalam ureter yang kemudian masuk kedalam parenkim ginjal
(refluks intrarenal). Pielonefritis kronik karena refluks vesikoureter
merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal dan jaringan
intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. (Adhiatma dkk , 2014).
Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara
permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut
dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang
kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif,
berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan
kegagalanginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang
berlangsung beberapa tahunatau setelah infeksi yang gawat.
Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil (Wilianti dkk, 2008).
Pielonefritis kronik. Istilah ini sebaiknya dipakai untuk
kepentingan histopatologik kelainan ginjal dengan ditemukannya
proses peradangan kronis pada interstisium ginjal dan secara
radiologik ditemukan gambaran parut ginjal yang khas pada kalises
yang tumpul. Lebih dikenal dengan istilah nefropati refluks,
meskipun tidak selalu ditemukan refluks pada saat parut ginjal
terdeteksi (Pardede dkk, 2011).

2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens pielonefritis paling banyak dijumpai pada
kehamilan lanjut, umumnya pada akhir trimester kedua atau awal
trimester ketiga. Pielonefritis dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun fetal. Millar dan Cox menyatakan
bahwa adanya bakteriuria dalam kondisi kehamilan di mana timbul
perubahan fisiologis, memudahkan terjadinya pielonefritis pada ibu
hamil. Kondisi ini disebabkan terjadinya obstruksi ureter secara

3
relatif karena pembesaran dari uterus yang menyebabkan tekanan
pada ureter serta adanya hormon progesterone yang menyebabkan
relaksasi otot polos ureter dan kandung kemih. Bendungan di
ureter dan kandung kemih disertai adanya glukosuria dan
aminoasiduria yang diinduksi oleh kehamilan merupakan medium
yang baik untuk perkembangbiakan kuman (Bukitwetan dkk,
2004).
Selanjutnya, pielonefritis merupakan factor risiko yang
tinggi untuk terjadinya kelainan yang berhubungan dengan
kehamilan seperti misalnya kelahiran prematur dan bayi lahir
dengan berat badan rendah. Juga dilaporkan bahwa ibu hamil
dengan pielonefritis menunjukkan angka kematian bayi yang lebih
tinggi (2,4 - 4 kali). Kelahiran bayi dengan berat badan rendah
yang merupakan salah satu akibat dari pyelonefritis pada
kehamilan. Diduga disebabkan oleh karena kelahiran yang belum
cukup bulan dan juga karena retardasi pertumbuhan janin. Pada ibu
hamil yang menunjukkan gejala infeksi saluran kemih, komplikasi
berupa prematuritas dapat dijumpai pada 20-50% kehamilan
(Bukitwetan dkk, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis kronik lebih
sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak
laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya
berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya
bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-
10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang
usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien
adalah perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan
dan laki-laki adalah 2 : 1.

2.3 ETIOLOGI

a. Bacteria

4
Escherichis colli Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan
normal ditemukan diusus besar) merupakan penyebab infeksi yang
sering ditemukan pada pielonefritis akut tanpa komplikasi. pada
infeksi saluran kemih waktu hamil, sering ditemukan E. coli sebagai
penyebab utamanya. Maka pemeriksaan bakteriologis untuk
mendeteksi adanya bakteriuria pada kehamilan perlu dilakukan dalam
upaya preventif (Bukitwetan dkk, 2004). Bakteri lain yang dapat
menyebabkan pielonefritis kronik adalah Klebsiella golongan
Streptokokus.
b. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasma
efektif ke ginjal dan saluran kencing. Kecepatan filtrasi glomerulus
dan fungsi tubuler meningkat 30 – 50 %. Dibawah keadaan yang
normal peningkatan kegiatan penyaringan darah bagi ibu dan janin
yang tumbuh tidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra.
Keduanya menjadi dilatasi karena peristaltik uretra menurun. Sebagai
akibat, gerakan urin kekandung kemih lebih lambat. Stasis urin ini
meningkatkan kemungkinan pielonefritis. Estrogen dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada kadung
kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter dalam
kehamilan mungkin disebabkan oleh progesteron, obstipasi atau
tekanan uterus yang membesar pada ureter.Pada saluran kemih yang
sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih
yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di
tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik
pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat)
atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
c. Refluks yang mana merupakan arus balik air berkemih dari kandung
kamih yang kembali ke ureter.
d. Keadaan – keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan
tubuh untuk melawan infeksi.

2.4 MANIFESTASI KLINIK

5
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai
menggigil, gejala saluran cerna seperti mual, muntah, diare.
Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat ditemukan
nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang.
Nefritis bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis,
yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu dikenal
sebagai nefropenia lobar (Pardede dkk, 2011).
Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya
bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan
demam sama sekali. Pielonefritis kronik hanya terjadi pada
penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan
saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik ke kandung
kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis
Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal
perlahan-lahan menjadi rusak. Pielonefritis kronik pada akhirnya
dapat merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala
pielonefritis kronik:
a. Tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
b. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya
tidak mempunyai gejala yang spesifik.
c. Adanya keletihan.
d. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
e. Adanya poliuria, haus yang berlebihan
f. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami
gagal ginjal.

2.5 PATOFISOLOGI
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran
kandung kemih dan uretra. Flora fekal normal seperti Eschericia
coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang
menyebabkan pielonefritis akut. E coli menyebabkan sekitar 85%
infeksi. Organisme juga dapat sampai ke ginjal melalui aliran darah
atau aliran getah bening, tetapi cara ini jarang sekali terjadi.
Obstruksi aliran dan refluks vesikoureter dapat menjadi

6
predisposisi dalam perkembangan infeksi saluran kemih. Obstruksi
saluran kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan
dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal tersebut dapat mengakibatkan
atrofi pada parenkim ginjal, di samping itu dibawah kandung
kemih sering disertai refluks vasikoureter dan infeksi ginjal. Aliran
balik (refluks) dari kemih yang terinfeksi memasuki parenkim
ginjal mengakibatkan terjadinya jaringan parut ginjal.
Infeksi bakteri saluran kemih bagian bawah kearah ginjal,
hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Abses dapat dijumpai
pada kapsul ginjal pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya,
atrofi dan kerusakan tubulus serta glomelurus terjadi. Kerusakan
ginjal akan menyebabkan merengangnya kapsil ginjal (dipersarafi
medulla spinalis segmen thorakal 11 sampai Lumbal 2) yang
menimbulkan rasa nyeri disekitar bagian pinggang atau flank pain.
Demam terjadi diawali oleh adanya infeksi atau invasi
mikroorganisme (misalnya bakteri atau virus) ke dalam tubuh
hingga ke sitema peredaran darah. Keberadaan mikroorganisme
dalam tubuh memacu aktivitas makrofag yang merupakan usaha
pertahanan tubuh terhadap masuknya benda asing. Makrofag
kemudian menghasilkan suatu zat kimia, pyrogen endogen, yang
nantinya akan melepaskan prostaglandin di hypothalamus.
Peningkatan jumlah prostaglandin ini mengubah set point suhu
normal tubuh yang diatur oleh hypothalamus sebagai
thermoregulator menjadi lebih tinggi daripada normal.

2.6 PATHWAY

Penyebab Adanya Refluks Kehamilan Penurunan


(Bakteri E.Coli) obstruksi vesikoureter imunitas

Masuk keuretra Terjadi Membawa urin Penekanan Tubuh


inflamasi dan bakteri dari pada vesika rentan
kandung kemih dan saluran terinfeksi
Terjadi inflamasi kembali ke ginjal kemih
Kuman
menempel Bakteri
dan berkembang
berkolonisasi biak
7
Bakteri resisten

Penyebaran
secara assenden Kuman menetap
didinding
saluran kemih

PIELONEFRITIS

Aktifitas Menekan saraf Reaksi Gangguan


makrofag vagus inflamasi fungsi ginjal

Makrofag Mual, muntah Iritasi Hematuria,


menghasilkan saluran disuria, piuria
pyrogen kemih
endogen Nafsu makan
turun MK:
Ginjal Gangguan
Melepaskan membesar eliminasi
prostaglandin MK:
di hypotalamus ketidakseimban
gan nutrisi MK : nyeri
kurang dari akut
Peningkatan kebutuhan
jumlah
prostagladin
MK:
u kekurangan
Demam
volume cairan

MK : Hipertemi

2.7 PENATALAKSANAAN
Berbagai penelitian untuk membandingkan pemberian
antibiotik parenteral dengan antibiotik per oral telah dilakukan.
Melakukan penelitian multisenter, uji klinik tersamar (randomized
clinical trial) :
1. Pada anak dengan ISK dan demam, yang diterapi dengan sefiksim oral,
dapat direkomendasikan sebagai terapi yang aman dan efektif pada
anak yang menderita ISK dengan demam (Pardede dkk, 2011).

8
2. Pielonefritis Kronik Agens antimikrobial pilihan didasarkan pada
identifikasi patogen melalui kultururin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakanuntuk menekan
pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika
medikasi potensial toksik. Pengobatan pielonefritis :
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun
gram negatif. Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet
2x sehari atau ampisilin 500 mg 4xsehari selama 5 hari. Setelah
diberikan terapi antibiotik 4 6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin
ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
Secara umum disepakati bahwa bakteriuria asimtomatik tidak
memerlukan terapi antibiotik, malah pemberian antibiotik dapat
menambah risiko komplikasi antara lain meningkatkan rekurensi
pada 80% kasus. Kuman komensal dan virulensi rendah pada
saluran kemih dapat menghambat invasi kuman patogen, dengan
demikian kuman komensal tersebut dianggap berfungsi sebagai
profilaksis biologik terhadap kolonisasi kuman pathogen (Pardede
dkk, 2011).
b. Pada penyumbatan kelainan struktural atau batu,mungkin perlu
dilakukan pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau
refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut atau dilakukan pembedahan.
d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk
membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk
wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
e. Jika tidak merespon terhadap antibiotic, lakukan pemeriksaan
radiologi.
f. Jika ginjal sudah mengalami kerusakan ginjal yang parah
kolaborasi tindakan dialysis.

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan Laboraturium
1. Urinalisis

9
a) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting
adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih.
b) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai
keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.
b. Bakteriologis menurut Boekitwetan, 2000 :
1. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102
-103 organisme koliform / mL urin plus piuria. Pemeriksaan
mikroskopis langsung dilakukan terhadap sediaan hapus yang
dibuat dari sampel urine yang tidak disentri fugasi, dipulas dengan
pewarnaan Gram dan dihitung jumlah kuman yang tampak per
lapangan pandangan besar (LPB) serta dicatat ada atau tidaknya
lekosit. Pewarnaan Gram adalah metode pemeriksaan penyaring
yang cepat dan sering dilakukan dengan hasil sensitivitas 90% dan
sepesifisitas 88%. Bilamana pada pemeriksaan mikroskopik urine
dari subyek wanita didapatkan banyak sel epitel skuamosa dengan
flora normal vagina maka sampel urine tersebut menggambarkan
adanya kontaminasi.
2. Biakan bakteri : cara konvensional untuk hitung koloni dilakukan
secara kuantitatif Untuk biakan ini, 0,00l ml urin yang tidak di
sentrifugasi diambil dengan memakai sengkelit baku (1 / 1000)
atau dengan cara pengenceran urin terlebih dahulu dengan buffered
water. Urine pada lempeng disebar merata dengan spatel gelas dan
lempeng agar itu kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama
18-20 jam. Biakan kuman dapat juga dilakukan dengan cara Filter
Paper Dilution system. Caranya dengan menggunakan 3 lapis filter
yang dibawahnya adalah agar untuk pembiakan kuman. Cara ini
dapat untuk mendeteksi kuman Gram positif dan Gram negatif
dengan hasil yang memuaskan. Untuk kuman Gram negatif
hasilnya dibandingkan dengan kultur konvensional, ternyata
sensitivitasnya 98,2 % dan spesifisitasnya 87,4%. Sedangkan untuk

10
kuman Gram positif, sensitivitasnya 91,2% dan spesifisitasnya
99,2%.
3. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna
pada uji carik.
4. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik.
5. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter
urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam
kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. Koloni-
koloni yang tumbuh dihitung dan dicatat. Identifikasi koloni-koloni
kuman dilakukan menurut metode baku yang berlaku. Interpretasi
hitung koloni bakteri, jika pada lempeng agar darah didapatkan
jumlah koloni bakteri < 10, kemungkinan besar ini karena suatu
kontaminasi dan identifikasi bakteri tidak dilakukan. Hitung koloni
kuman yang menghasilkan jumlah kuman pada lempeng agar >
100 dianggap bermakna sebagai bakteriuria dan organisme yang
tumbuh akan diidentifikasi (Boekitwetan, 2000).
c. Pemeriksaan foto radiologi
1. Creatinin
Pemeriksaan ini di khususkan untuk memeriksa pielonefritis kronik
karena pada pasien ini GFR mengalami penurunan akibat infeksi.
Kadar kreatinin meningkat pada pasien dengan pielonefritis.
Pemeriksaannya sebagai berikut :
1. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari
abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau
abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.
2. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur
urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
kambuhnya infeksi yang resisten.
3. USG dan radiologi , bisa membantu untuk menemukan adanya
batu ginjal, kelainan structural atau penyebab penyumbatan air
kemih.

2.9 KOMPLIKASI
a. Pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronis dengan organism
pemisah urea, mengakibatkan pembentukan batu).

11
b. Komplikasi pielonefritis pada kehamilan terutama disebabkan
endotoksin yang menyebabkan kerusakan jaringan. Seringkali secara
bersamaan terjadi kerusakan pada beberapa organ. Sejumlah 10 % - 15
% pielonefritis pada kehamilan dengan bakteriemia, manifestasi ke
septic shock. Kehamilan dengan sepsis dan demam tinggi
menyebabkan cardiac output turun (Boekitwetan, 2000).

2.10 PROGNOSIS
Studi refluks bimbingan dengan jelas menunjukkan bahwa
manajemen medis dan bedah sama efektifnya dalam mencegah
kerusakan ginjal dari VUR. Hampir semua anak harus menerima
persindangan manajemen medis. Meskipun kebanyakan anak
dengan pielonefritis kronis karena VUR mungkikn mengalami
resipien spontan, kira – kira 2% masih dapat berlanjut sampai
gagal ginjal dan 5 – 6 % dapat mengalami komplikasi jangka
panjang, termasuk hipertensi. Jalannya pielonefritis kronis sangat
bervariasi, namun penyakit ini biasanya berkembang sangat
lambat. Sebagian besar pasien memiliki fungis ginjal yang cukup
untuk ≥ 20 tahun setelah onset. Sering eksaserbasi pielonefritis
akut, meksi terkontrol, biasanya memburuk lebig lanjut struktur
dan fungsi ginjal. Obstruksi berlanjut menjadi predisposisi atau
mengabadikan pielonefritis dan meningkatkan tekanan intrapelvic,
yang merusak ginjal secara langsung.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pielonefritis kronik merupakan salah satu penyebab utama
gagal ginjal kronik. Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada
pielonefritis kronik disebabkan oleh refluks urine terinfeksi ke
dalam ureter yang kemudian masuk kedalam parenkim ginjal
(refluks intrarenal). Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan
ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan
timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure
(gagal ginjal) yang kronis. , pielonefritis merupakan factor risiko
yang tinggi untuk terjadinya kelainan yang berhubungan dengan
kehamilan seperti misalnya kelahiran prematur dan bayi lahir
dengan berat badan rendah. Juga dilaporkan bahwa ibu hamil
dengan pielonefritis menunjukkan angka kematian bayi yang lebih
tinggi (2,4 - 4 kali).
Penyebab dari pilonefritis kronis yaitu :
a. Bacteria
b. Kehamilan
c. Refluks yang mana merupakan arus balik air berkemih dari kandung
kamih yang kembali ke ureter.
d. Keadaan – keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan
tubuh untuk melawan infeksi.

Berikut tanda dan gejala pielonefritis kronik :

a. Tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.

13
b. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya
tidak mempunyai gejala yang spesifik.
c. Adanya keletihan.
d. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
e. Adanya poliuria, haus yang berlebihan.
f. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami
gagal ginjal.

Pemeriksaan diagnostic terdiri dari tiga pemeriksaan yaitu:

1. Pemeriksaan laboraturium : urinalis untuk mengetahui leukosuria/


piuria dan hematuria.
2. Bakteriologis : miskrokopis, biakan bakteri, tes kimiawi, kultur unrine,
hitung koloni.
3. Pemeriksaan foto radiologi : creatinin

Komplikasi dari pielonefritis salah satunya pembentukan batu ginjal


(akibat infeksi kronis dengan organism pemisah urea, mengakibatkan
pembentukan batu).

14
DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma, A. T., Wahab, Z., & Widyantara, I. F. (2014). Analisis faktor - faktor
yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis
di RSUD tugurejo semarang , 1-10.

Boekitwetan, P. (2000). J Kedokter Trisakti. Komplikasi bakteriuria pada


kehamilan , 19, 89 - 95.

Bukitwetan, P., & dkk. (2004). J Kedokter Trisakti. Prevalensi bakteriuria


asimtomatik pada ibu hamil , 23, 127 - 133.

wilianti, n. p., & widjojo, p. (2008). Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada


Pasien Infeksi Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr. Kariadi Se
.

https://www.scribd.com/doc/131550624/Makalah-Askep-Pielonefritis
(tanggal 2 november 2017 pukul 14.27)

15

Anda mungkin juga menyukai