Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya
obat lain (precipitant drug), makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat
menghasilkan efek yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek
yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs) yang
lazimnya menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas karena meningkatnya
kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma
yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal. Sejumlah besar obat baru yang
dilepas di pasaran setiap tahunnya menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat
akan semakin sering terjadi. Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi
obat dengan obat lain (antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada
pasien rawat-inap dan 9,2% sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan,
walaupun kadang-kadang evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi
secara teoretik selain interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan
terdokumentasi.
Di Indonesia, data mengenai insiden interaksi obat masih belum
terdokumentasi antara lain juga karena belum banyak studi epidemiologi dilakukan di
Indonesia untuk hal tersebut. Sebagian besar informasi diperoleh dari laporan-laporan
kasus terpisah, uji-uji klinik, dan/atau studi-studi farmakokinetik pada subyek sehat
dan usia muda yang tidak sedang menggunakan obat-obat lainnya, sehingga untuk
menetapkan risiko efek samping akibat suatu interaksi obat pada seorang pasien
tertentu seringkali tidak dapat secara langsung. Profil keamanan suatu obat seringkali
baru didapatkan setelah obat tersebut sudah digunakan cukup lama dan secara luas di
masyarakat, termasuk oleh populasi pasien yang sebelumnya tidak terwakili dalam uji
klinik obat tersebut. Konsekuensinya, diperlukan beberapa bulan atau bahkan tahun
sebelum diperoleh data yang memadai tentang masalah efek samping akibat interaksi
obat.

1
1.2 Perumusan masalah
a. Bagaimana interaksi obat di luar tubuh ?
b. Bagaimana mekanisme kerja interaksi obat ?
c. Apa saja contoh interaksi obat di luar tubuh ?
d. Bagaimana tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik ?

1.3 Tujuan penulisan


a. Untuk mengetahui interaksi obat di luar tubuh ?
b. Untuk memahami mekanisme kerja interaksi obat ?
c. Untuk mengetahui contoh interaksi obat di luar tubuh ?
d. Untuk mengetahui dan memahami tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik ?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu
obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau
kurang Aktif.
Interaksi obat merupakan kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek
baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara
satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan
makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan
kandungan infus
Kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, sehingga
interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada
juga interaksi yang sengaja dibuat, misal pemberian probenesid dan penisilin sebelum
penisilin dibuat dalam jumlah besar.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan
dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan
Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-
sifat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis
reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.
Obat dapat berinteraksi karena pengobatan dengan beberapa obat sekaligus
(polifarmasi), makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain.
Pada interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu:
a. Obat Presipitan yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi efek obat
lain. Ciri - ciri dari obat presipitan adalah sebagai berikut:
 Obat - obat dengan ikatan protein yang kuat sehingga akan menggusur
obat dengan ikatan protein yang lemah. Dengan demikian obat-obat yang
tergusur kadarnya akan bebas dalam darah dan meningkat sehingga
menimbulkan efek toksik.

3
 Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(Inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati.
 Obat-obat yang dapat mempengaruhi atau merubah fungsi ginjal sehinga
eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi.

b. Obat Objek merupakan obat yang hasil atau efeknya dipengaruhi atau diubah
oleh obat lain. Cirinya adalah :
 Mempunyai kurva dose response yang curam
 Obat-obat dengan rasio toksis yang rendah

Insiden interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
dokumentasinya masih sangat kurang, sering kali lolos dari pengamatan karena
kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat, sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas sering kali
dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi
berupa penurunan efektifitas sering kali diduga akibat bertambahnya keparahan
penyakit. Selain itu terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk
diingat dan kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual
(populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit
parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu), penyakit tertentu
(terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor-faktor lain (dosis
besar, obat ditelan bersama-sama pemberian kronik)

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat


a. Faktor penderita:
1) Umur (yang paling peka adalah bayi, balita dan orang lanjut usia)
2) Sifat keturunan
3) Penyakit yang sedang diderita
4) Fungsi hati dan ginjal
b. Faktor obat:
1) Jumlah obat yang digunakan
2) Jangka waktu pengobatan
3) Jarak waktu penggunaan dua obat

4
4) Urutan pemberian ohat
5) Bentuk sediaan obat

2.3 Mekanisme terjadinya interaksi-obat


Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni interaksi secara
farmasetik (inkompatibilitas); interaksi secara farmakokinetik dan interaksi secara
farmakodinamik.
a. Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat
langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi,
perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan
obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbcnisilin dengan gentamisin
terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi;
amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.

b. Interaksi farmakokinetik
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma
obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak
dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih
dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia,
yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda..
Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidakdimiliki oleh H2-
bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh
antihistamin non-sedatif lainnya.
c. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma
ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya
dapat diekstrapolakan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik
5
dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui
mekanisme kerja obat.

2.4 Sasaran interaksi


1) Interaksi Obat-obat
Tipe interaksi obat dengan obat merupakan interaksi yang paling penting
dibandingkan dengan ketiga interaksi lainnya.
Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep atau obat bebas harus diteliti
terhadap terjadinya interaksi obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat
membahayakan pasien
2) Interaksi Obat – Makanan
Tipe interaksi ini kemungkinan besar dapat mengubah parameter
farmakokinetik dari obat terutama pada proses absorpsi dan eliminasi, ataupun
efikasi dari obat.
Contoh: MAO inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin (keju, daging,
anggur merah) akan menyebabkan krisis hipertensif karena tiramin memacu
pelepasan norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang tidak normal,
makanan berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin.
3) Interaksi Obat – Penyakit
Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit sebagai
kontraindikasi relatif terhadap pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan
resiko, pengobatan penyakit tertentu kurang secara jelas mempertimbangkan
manfaat terhadap pasiennya (Shimp dan Mason, 1993). Pada tipe interaksi ini, ada
obat-obat yang dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang diderita oleh
pasien. Misalnya pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil ataupun
ibu yang sedang menyusui. Contohnya pada wanita hamil terutama pada trimester
pertama jangan diberikan obat golongan benzodiazepin dan barbiturat karena akan
menyebabkan teratogenik yang berupa phocomelia Juga pada pemberian NSAID
pada Px riwayat tukak lambung.
4) Interaksi Obat – Hasil Lab
Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat mengubah akurasi diagnostik
tes sehingga dapat terjadi positif palsu atau negatif palsu. Hal ini dapat terjadi
karena interferensi kimiawi. Misalnya pada pemakaian laksativ golongan
antraquinon dapat menyebabkan tes urin pada uribilinogen tidak akurat atau
6
dengan perubahan zat yang dapat diukur contohnya perubahan tes tiroid yang
disesuaikan dengan terapi estrogen.

2.5 Strategi Penatalaksanaan Interaksi Obat

1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi  Jika resiko terjadinya


interaksi obat lebih besar dari manfaatnya, makaharus dipertimbangkan untuk
memakai obat pengganti.

2. Penyesuaian dosis  Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau menurunkan


efek obat, maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat
untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian
dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang
menyebabkan interaksi.

3. Memantau pasien  Keputusan dari memantau atau tidak memantau tergantung


dari berbagai faktor, seperti karakteristik pasien, penyakit lain yang diderita
pasien, waktu mulai menggunakan obat yang menyebabkan interaksi, dan waktu
timbulnya reaksi interaksi obat.

4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya dengan modifikasi  Jika


kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal,
atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Interaksi obat di luar tubuh ( jurnal )


Interaksi yang terjadi diluar tubuh ( sebelum obat di berikan) antara obat yang
tidak bisa di campur disebut inkompatibel atau intraksi farmasetis. Pencampuran obat
demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi,
yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan
lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi
obat.
Hal yang paling penting untuk diketahui oleh dokter maupun apoteker sebagai
tenaga kesehatan adalah interaksi obat diluar tubuh yaitu interaksi antara obat suntik
dengan cairan infus, dimana banyak sekali obat-obat suntik yang inkompatibilitas
dengan cairan infus. Selain itu interaksi obat dapat terjadi pada saat formulasi atau
disiapkan sebelum digunakan oleh pasien.

Prinsip interaksi obat diluar tubuh manusia adalah interaksi langsung secara
fisik dan atau kimiawi, yang mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan,
perubahan warna, dll, atau mungkin juga tidak terlihat dari hasil interaksi yang terjadi.
Pada jurnal yang berjudul Stabilitas Resep Racikan Yang Berpotensi
Mengalami Inkompatibilitas Farmasetika Yang Disimpan Pada Wadah Tertutup Baik
menguji 3 resep yaitu R1 ( Demacolin, Vit.B comp ), R2 ( Decolsin, PCT, DMP,
Mucohexin ) dan R3 ( Meixam, Salbutamol, Kenacort, Tremenza ) untuk melihat
terjadinya perubahan fisika dan kimia pada obat racikan tersebut. Sehingga
didapatkan hasil 100 % mengalami perubahan fisik serbuk menjadi basah selama
pengujian yaitu 7 hari sedangkan perubahan kimia yang ditandai perubahan warna
tidak terjadi pada ketiga obat racikan tersebut.
Upaya-upaya yang dilakukan agar resep racikan tersebut tidak mengalami
inkompatibilitas adalah :
1. Bahan obat yang bersifat higroskopis ditambahkan terakhir.
2. Peracikan dilakukan pada ruangan yang dilengkapi dengan pendingin ruangan.
3. Resep racikan disimpan pada wadah tertutup baik.

8
Menjadi basahnya serbuk kemungkinan disebabkan oleh adanya obat tertentu
yang bersifat higroskopis atau lembab , misalnya bentuk garam ( HCl, HBr, maleat
dan sebagainya ) dan dalam bentuk kapsul yang kemudian dikeluarkan isinya untuk
dicampurkan dengan bahan obat lain sehingga membuat serbuk menjadi
basah.Sebagai contoh : Mucohexin yang mengandung Bromheksin HCl. Tremenza
yang mengandung bahan aktif Triprolidine HCl dan Pseudoefedrin HCl. Sehingga
meskipun disimpan pada wadah tertutup rapat masih bisa mengalami penurunan
stabilitas, hanya saja dengan disimpan pada wadah tertutup rapat dapat memperlambat
terjadinya proses tersebut dalam hal ini menjadi basahnya serbuk.

3.2 Mekanisme Kerja Interaksi Obat


Interaksi yang terjadi karena adanya perubahan atau reaksi kimia dan fisika
antara 2 obat atau lebih yang dapat dikenal/dilihat yang berlangsung diluar tubuh dan
mengakibatkan aktivitas farmakologik obat tersebut hilang/berubah.
Macam macam inkompatibilitas :
a. Inkompatibilitas terapeutik.
Inkompatibilitas golongan ini mempunyai arti bahwa bila obat yang satu
dicampur/ dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami perubahan-
perubahan sedemikian rupa hingga sifat kerjanya dalam tubuh (in vivo) berlainan
daripada yang diharapkan. Hasil kerjanya kadang-kadang menguntungkan, namun
dalam banyak hal justru merugikan dan malah dapat berakibat fatal. Sebagai
contoh : Absorpsi dari tetrasiklin akan terhambat bila diberikan bersama-sama
dengan suatu antasida (yang mengandung kalsium, aluminium, magnesium atau
bismuth). Fenobarbital dengan MAO--inhibitors menimbulkan efek potensiasi dari
barbituratnya. Kombinasi dari quinine dengan asetosal dapat menimbulkan
chinotoxine yang tidak dapat bekerja lagi terhadap malaria. Mencampur hipnotik
dan sedatif dengan kafein hanya dalam perbandingan yang tertentu saja
rasionilpun harus diperhatikan bahwa mengkombinasikan berbagai antibiotik
tanpa indikasi bakteriologis yang layak sebaiknya tidak dianjurkan.
b. Inkompatibilitas fisika.
Yang dimaksudkan disini adalah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan
yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa terjadi perubahan-
perubahan kimia. Contoh :

9
1) Meleleh atau menjadi basahnya campuran serbuk.
2) Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila disatukan tidak dapat
bercampur secara homogen.
3) Penggaraman (salting out).
4) Adsorpsi obat yang satu terhadap obat yang lain.

c. Inkompatibilitas kimia.
Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang
disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi. Termasuk di sini adalah :

1) Reaksi-reaksi di mana terjadi senyawa baru yang mengendap.


2) Reaksi antara obat yang bereaksi asam dan basa.
3) Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi maupun hidrolisa.
4) Perubahan-perubahan warna, Terbentuknya gas dll

10
3.3 Contoh Interaksi Obat Diluar Tubuh

No. Obat Obat Object Mekanisme Efek Solusi


Precipitant (A) (B) kerja

1. Penicilin Larutan Terbentukn Penici obat tidak


RL ya senyawa llin dicampur
(Ringer kompleks tidak bersamaan atau
Laktat) dan aktif diganti dengan
endapan (endap antibiotik lain
an) dengan satu
golongan yang
sama agar tidak
berinteraksi
dengan larutan
RL.

2. Karbenisilin Gentami menghamb Genta Tidak dicampur


sin at kerja misin secara
gentamisin tidak bersamaan
aktif,
kabeni
silin
rusak

3. Isoniazid Rifampi Digerus Rifam Pemberian


(INH) sin bersamaan, pisin obatnya dipisah,
menurunka menga tidak digerus
n aktifitas lami bersama.
rifampisin penur
karena sifat unan
rifampisin aktifit
yang as
higroskopis
.

4. Larutan Amfoter Membentuk Amfot Amfoterisin


garam isin senyawa erisin tidak dicampur
fisiologis/ kompleks akan bersamaan
larutan sehingga menge dengan cairan
Ringer terjadi ndap infus, bisa
proses dalam dilakukan
11
pengendapa laruta penyutikan
n n terpisah dengan
garam menggunakan
fisiolo alat tertentu.
gis/lar
utan
Ringer

5. Larutan Fenitoin Terjadinya Fenito Fenitoin tidak


dextrose 5 interaksi in dicampur
% antara akan bersamaan
fenitoin menge dengan cairan
dengan ndap infus, bisa
larutan dalam dilakukan
dextrose 5 laruta penyuntikan
% jika n terpisah dengan
diberikan dextro menggunakan
secara se 5% alat tertentu.
bersamaan

6. Cairan infus Diazepa Terjadinya Diaze Diazepam


m interaksi pam diberikan secara
antara akan terpisah dengan
diazepam menge cairan infus,
dengan ndap bisa dilakukan
cairan infus dalam penyutikan
jika cairan terpisah dengan
diberikan infus menggunakan
secara alat tertentu
bersamaan atau diganti
dengan obat
yang lain tetapi
satu golongan.

7. Aspirin Natrium Dalam Aspiri Pemakaian


bikarbon udara n wadah ampul
at terdapat Terhid yang berwarna
H2O rolisis gelap
kemungkin
an
terjadinya
hidrolisis

12
8. Oksitetra Diphenh Terjadinya Oksite Oksitetrasiklin-
idramin interaksi trasikl HCl tidak
siklin- HCl antara in- dicampur
oksitetrasik HCl bersama cairan
lin-HCl akan diphenhidramin
dengan menge
diphenhidra ndap
min jika dalam
diberikan laruta
secara n
bersamaan diphen
hidra
min

9. Infus Phenitoi Terjadinya Phenit Phenitoin-Na


n-Na interaksi oin- tidak dicampur
antara Na bersama cairan
phenitoin- akan infus
Na dengan menge
infus jika ndap
diberikan dalam
secara laruta
bersamaan n infus

10. MgSO4 Oksitertr Terjadi Terbe Oksitertrasiklin-


asiklin- interaksi ntuk HCl tidak di
HCl antara ikatan campur bersama
oksitetrasik kompl MgSO4
lin-HCl ek tak
dengan larut
MgSO4 Oksite
trasikl
in-Ca

13
3.4 Tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik

a. Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa
tidak ada interaksi antar masing-masing obat
b. Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama
lewat infus
c. Selalu memperhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer
leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara
pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksi infus dan
lain-lain)
d. Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain,
diperhatikan bahwa perubahan warna, kekeruhan, dari larutan
e. Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja
f. Botol infus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, oabt-obatan yang
sudah dimasukan, termasuk dosis dan waktunya.
g. Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan 2 jalur infus, kecuali kalau
yakin tidak ada interaksi.
h. Mengetahui sifat masing-masing obat sehingga dapat memilih obat yang tidak
berinteraksi saat proses pembuatan atau pencampuran obat.
i. Pemilihan wadahpun harus diperhatikan sehingga tidak terjadi interaksi yang tidak
diinginkan.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu
obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau
kurang Aktif. Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni interaksi
secara farmasetik (inkompatibilitas); interaksi secara farmakokinetik dan interaksi
secara farmakodinamik.

Interaksi langsung secara fisik dan atau kimiawi dapat terjadi di luar tubuh
manusia, yang mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, dll,
atau mungkin juga tidak terlihat dari hasil interaksi yang terjadi.

4.2 Saran
Dalam pemberian suatu sediaan khusunya sediaan iv kebanyakan interaksi
obat memiliki efek yang tak dikehendaki sehingga faktor farmasetiknya pun harus
diperhatikan sehingga tidak terjadi efek yang dapat merugikan pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

2010,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26532/4/Chapter%20II.pdf diakses
des 2017

http://www.medsafe.govt.nz/profs/datasheet/p/penicillinginj.pdf diakses des 2017

http://www.drugs.com/alpha/p1.html diakses des 2017

http://medicafarma.com/2010/11/interaksi-obat.html diakses des 2017

http://www.medsafe.govt.nz/ diakses des 2017

Kurniawan, B.R., 2013, Stabilitas Resep Racikan Yang Berpotensi Mengalami


Inkompatibilitas Farmasetika Yang Disimpan Pada Wadah Tertutup Baik, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa, Universitas Surabaya, Vol. 2, No. 2.

16

Anda mungkin juga menyukai