Anda di halaman 1dari 7

Kasus bangsal bedah

Nama : Tn. JU
Jenis kelamin : pria
Usia :-
Tinggi badan : NA
Berat badan : NA
Tanggal review : 25 Januari 2013
Tanggal MRS : 22 Januari 2013
Keluhan : - Pasien datang dengan keluhan tidak bisa BAB, prostat
membesar
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat pengobatan :-
Riwayat alergi : NA
Riwayat keluarga : NA
Riwayat sosial : (-)
Diagnosis : Hiperplasia of prostat, BPH Grade I + ICHS + Retensi urin

Objektif :
Parameter 22 23 24
Tekanan 110/70 130/90 120/70
darah
(mmHg)
Nadi 90 80 88
(kali/menit)
Laju 20 18 18
pernafasan
(kali/menit)
Suhu (°C) 37 36 35

1
Laboratory test
Parameter Nilai normal 15 23
WBC 4-10x103/UL 6
Ly 1,4-3,0 x 103/UL 1,1
MO 0,1-0,7x103/UL 0,5
GR 2,8-5,8x103/UL 4,4
Ly % 20-40 % 17,7
MO % 2-8 % 8
GR % 50-70 % 74,3
RBC 4,3-6,0 x106/UL 3,95
HGB 11,5-16 g/dL 11,9
HCT 35-45% 31,5
MCV 82-92 fl 79,7
MCH 27-31 pg 30,1
MCHC 32,2-37 g/dL 37,7
RDW 11,5-14,5 % 13,3
PLT 150-400x103/UL 186
PCT 5.000-10.000 % 0,126
MPV 9,00-17,00 fl 68
PDW 11,5-14,5 fl 8,6
Natrium 135-145 130,7 143,8
Kalium 3,5-5,0 3,92 4,15
Klorida 95-108 102,3 112,6
SGOT 0-37 U/L 19
SGPT 0-40 U/L 18
Glucose 76-110 98
Kreatinin 0,5-1,5 1,06
BUN 10-24 12,8

Further Information Required Tujuan

2
Terapi yang diberikan :
No Nama Obat Rute Dosis 22/1 23/1 24/1 25/1
1. Ceftriaxone iv 2x1 gram √ √ √
2. Kalnex 3x500 mg √ √ √
3. Ketorolac 3x30 mg √ √
4. Ranitidin 2x1 amp √
5. Hytrin 0-0-2 √ √
6. Antrain √

SOAP 1

A. Problem Medik 1  BPH Grade I


1. Subjektif
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa BAB, prostat membesar
2. Objektif
 Tanda-tanda vital
Parameter Nilai normal 15 23
WBC 4-10x103/UL 6
Ly 1,4-3,0 x 103/UL 1,1
MO 0,1-0,7x103/UL 0,5
GR 2,8-5,8x103/UL 4,4
Ly % 20-40 % 17,7
MO % 2-8 % 8
GR % 50-70 % 74,3
RBC 4,3-6,0 x106/UL 3,95
HGB 11,5-16 g/dL 11,9
HCT 35-45% 31,5
MCV 82-92 fl 79,7
MCH 27-31 pg 30,1
MCHC 32,2-37 g/dL 37,7
RDW 11,5-14,5 % 13,3
PLT 150-400x103/UL 186
PCT 5.000-10.000 % 0,126
MPV 9,00-17,00 fl 68

3
PDW 11,5-14,5 fl 8,6
Natrium 135-145 130,7 143,8
Kalium 3,5-5,0 3,92 4,15
Klorida 95-108 102,3 112,6
SGOT 0-37 U/L 19
SGPT 0-40 U/L 18
Glucose 76-110 98
Kreatinin 0,5-1,5 1,06
BUN 10-24 12,8

3. Assesment
Pasien ini diterapi dengan:
 Kalnex 3x500 mg
 Ketorolac 3x30 mg
 Hytrin (terasozin) 0-0-2
 Antrain

Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah


histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1

Berdasarkan rekamedis pasien, selain pembedahan pasien juga mendapatkan terapi


medikamentosa. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi volume
prostat sebagai kom-ponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah.1,2
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin

4
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan tamsulosin
2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
3. Fitofarmaka
Dalam hal ini terapi yang diberikan kepada pasien Tn. JK adalah terazosin ( Hytrin®),
yang merupakan golongan obat antagonis adrenergik α1 yang selektif mempunyai durasi obat
yang panjang (long acting) sehingga pemberiaanya cukup sekali sehari dan hal ini sudah
sesuai dengan aturan pakai yang diberikan dokter. Berdasarkan hasil penelitian dibandingkan
dengan plasebo, antagonis adrenergik-α terbukti dapat memperbaiki gejala BPH, menurunkan
keluhan BPH yang mengganggu, meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan meningkatkan
pancaran urine. Rata-rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi hingga
30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum
terapi. Hal yang perlu dimonitoring dalam pemveriaan obat ini adalah dizziness yang terjadi
3,4
sebanyak 5-20% pasien. Salah satu gejala BPH adalah nyeri, dimana pada pasien ini
nyerinya diatasi dengan pemberian asam traneksamat (Kalnex®) dan Metamizole Na 500 mg
(antrain®).1

1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Guidelines BPH. Available in :


www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. diakses tanggal : 20 feb 2013
2. Lepor H dan Lowe FC. Evaluation and nonsurgical management of benign prostatic
hyperplasia. Dalam: Campbell’s urology, edisi ke 7. editor: Walsh PC, Retik AB,
Vaughan ED, dan Wein AJ. Philadelphia: WB Saunders Co., 1337-1378, 2002
3. AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of benign
prostatic hyperplasia (2003). Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. J
Urol 170: 530- 547, 2003
4. DeMey C. α1 blocker therapy for lower urinary tract symptoms sugestive of benign
prostatic obstruction: what are the relevant differences in randomized controlled trials.
Eur Urol 38 (Supll): 25-39, 2000

5
SOAP 2

B. Problem Medik 2 Stress Ulcer


1. Subjektif : -
2. Objektif : -
3. Assesment
Ranitidin 2x1 amp
Pada pembedahan, pasien memiliki risiko stres ulcer. Oleh karena itu, perlu diberikan
profilaksis untuk stres ulcer. Obat-obat yang digunakan untuk stres ulcer antara lain golongan
antasida, H2 Receptor Antagonist, Gastric Motility Stimulant, atau Proton Pump Inhibitor.
Pada kasus pembedahan, obat yang digunakan adalah H2 Receptor Antagonist, karena dapat
menghambat histamin berikatan dengan reseptor H2 sehingga dapat mengurangi sekresi asam
lambung.

C. Problem Medik 3 Pembedahan BPH


1. Subjektif : -
2. Objektif : -
3. Assesment
Ceftriaxone 2x1

Sebelum dilakukan tindakan operasi BPH, pasien diberikan antibiotik profilaksis.


Penggunaan antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan risiko reaksi alergi dan toksik,
munculnya bakteri resistan, interaksi obat, superinfeksi dan biaya. Pada umumnya, antibiotik
profilaksis dianjurkan hanya untuk tindakan dengan kejadian infeksi yang tinggi dan tindakan
dengan konsekuensi infeksinya sangat serius.
Berikut adalah pedoman pemberian antibiotik profilaksis pada pembedahan secara umum,
yaitu :
1. Mempunyai risiko untuk infeksi apabila tidak mempunyai agen profilaktik.
2. Harus ada pengetahuan mengenai kemungkinan flora yang berhubungan dengan luka
operasi.
3. Antibiotik profilaksis harus dapat memotong aktifitas patogen terhadap luka yang
terkontaminasi atau pada lapangan operasi.

6
4. Bila menggunakan lebih dari satu antibiotik, maka antibiotik terpilih harus
berdasarkan mikroorgnisme terbanyak.
5. Antibiotik profilaksis diberikan dalam dosis yang menunjukkan konsentrasi efektif
sebelum kontaminasi bakteri intraoperatif. Pemberian yang dianjurkan adalah 30-45
menit sebelum insisi kulit (biasanya bersamaan dengan induksi anestesia).
6. Berikan sesuai dengan dosis efektif. Untuk sefalosporin pada pasien dengan BB >70
kg, dosis sebaiknya dua kali lipat (contoh, 70 kg: cefazolin 1 g IV, >70kg: cefazolin 2
g IV).
7. Pelaksanaan pembedahan sampai tiga jam atau kurang, cukup diberikan dosis tunggal.
Apabila pembedahan lebih dari tiga jam, maka memerlukan dosis efektif tambahan.
8. Vancomycin dapat diberikan untuk pasien dengan alergi penisilin/sefalosporin.

Dosis tunggal IV antibiotik yang diberikan dalam 30 menit atau kurang sebelum insisi
kulit akan memberikan konsentrasi dalam jaringan yang memadai sepanjang pembedahan.
(Apabila vankomisin digunakan, sekurang-kurangnya dibutuhkan satu jam). Jika waktu
pembedahan diperpanjang (lebih dari 4 jam), antibiotik dengan half-life pendek, seperti
sefoksitin, diberika satu atau lebih dosis tambahan yang selama tindakan tersebut. 1,2

Pada kasus ini antibiotik profilaksis yang digunakana adalah ceftriaxone dengan dosis 2 x
1gram, namun berdasarkan literature seharusnya antibiotik ceftriaxone digunakan sebanyak 1
gram dan diberikan 30 menit sampai 2 jam sebelum tindakan operasi dan hanya diberikan
selama 24 jam pertama. Sehingga terdapat DRP dalam pemberian obat ini, hal ini didukung
oleh tidak adanya tanda tanda infeksi pada hari ketiga setelah pembedahan (baik gejala klinis
demam maupun peningkatan leukosit). DRP dalam kasus ini adalah penggunaan antibiotic
profilaksis yang terlalu lama dan tidak bermanfaat.

Pustaka
1. The Sanford Guide to Antimicrobial Therapy 2005, 35th edition
2. NewYork-Presbyterian Hospital. Surgical prophylaxis: antibiotic recommendations
for adult patients. 2011
3. DIH

Anda mungkin juga menyukai