Anda di halaman 1dari 25

IMAN KEPADA ALLAH

MAKALAH ILMU TAUHID

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Dalam Mengikuti Mata Kuliah Ilmu Tauhid

Dosen Pengampu : Mimin Mintarsih, M.Ag

Oleh :

Kelompok 4

1. Azhar Muhammad ( 1157050022 )


2. Rifky Febriana ( 1157050143 )
3. Amrun Tajdid( 1167050024 )
4. Istawa Limma Yuha( 1167050086 )
5. Raka Iqbal Syamsuddin (1167050128)

TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2017
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Makalah keimanan kepada Allah SWT
ini tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum wr wb

Bandung, November 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I, Pendahuluan ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan Makalah ............................................................................... 2
BAB II, Pembahasan ............................................................................................ 3
A. Pengertian Iman Kepada Allah ...................................................... 3
B. Bukti Wujud Allah ........................................................................ 4
C. Menatap Wajah Allah .................................................................... 12
BAB III, Penutup ................................................................................................. 21
A. Kesimpulan ...................................................................................... 21
Daftar Pustaka .................................................................................................. xxii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Adanya alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan segala

kelebihan dan kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa Dia?

Sudah tentu “Sang Pencipta” Dialah Allah SWT. Untuk mengakui

kebenaran dan keberadaan Allah SWT dibutuhkan dalam hati, mengakui

dan membenarkan tentang adanya Allah SWT.

Allah SWT adalah Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan

segala isinya, Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah SWT

hanya satu, tidak dua, tidak tiga, dan tidak pula lebih. Zat Allah SWT tidak

sama atau serupa dengan zat selainnya. Allah SWT Esa dalam sifat-Nya,

maksudnya sifat Allah SWT walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki oleh

Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT yang memiliki atau

menandingi sifat-sifat Allah SWT. Allah SWT Esa dalam perbuatan-Nya,

maksudnya perbuatan-perbuatan Allah tidak terhingga banyaknya, tetapi

hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT

yang dapat menandingi, apalagi melebihi perbuatan-Nya

B. Rumusan Masalah

1. Apa arti / pengertian Iman kepada Allah SWT?

2. Bagaimana bukti wujud Allah SWT?

3. Apa itu menatap wajah Allah?

1
C. Tujuan Makalah

1. Dapat mengetahui dan memahami arti Iman kepada Allah dan

menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.

2. Dapat memahami dan mengetahui bukti wujud Allah SWT.

3. Dapat memahami definisi menatap wajah Allah SWT.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Kepada Allah SWT

Arti iman kepada Allah adalah membenarkan tentang adanya Allah

SWT dengan keyakinan dan pengetahuan bahwa sesungguhnya Allah SWT

wajib ada-Nya dengan dzat nya. Dia Maha Esa, yang menguasai langit dan

bumi beserta isinya, Yang Maha Kuasa, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri,

Yang Kekal. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui atas segala sesuatu dan

Maha Kuasa. Allah melakukan apa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha

Bijaksana terhadap apa yang DIA kehendaki. Tidak ada sesuatu apapun

yang menyerupai DIA. Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, Maha

Suci dan Maha Tinggi (Mulya) Allah dari sesuatu yang menyerupai dan

menandingi, dan Maha Suci Allah dari teman dan pembantu (mitra dan

asisten). Allah tiak membatasi waktu, tidak ada yang menyibukan atau

merepotkan Allah, dan Allah tidak terbatasi dengan arah, Allah Maha Kaya,

artinya dengan mutlak Allah tidak butuh terhadap segala sesuatu.1

Akan tetapi segala sesuatu selain Allah sangat butuh kepada-Nya. DIA

(Allah) yang telah menciptakan perbuatan-perbuatan mereka, baik dan

buruknya, manfaat dan madharatnya, DIA (Allah) yang memberi hidayah

kepada orang yang DIA kehendaki, dan menyesatkan kepada orang yang

DIA kehendaki, dan DIA (Allah) yang mengampuni kepada orang yang

1
(Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-alawi, 2007 : 137-
138).

3
DIA kehendaki, dan menyiksa kepada orang yang DIA kehendaki. Allah,

tidak layak dipertanyakan atas apa yang DIA lakukan dan makhluk lah

(manusia dan jin) yang pantas ditanya atas apa yang mereka lakukan.

Artinya manusia harus mempertanggungjawabkan atas segala

perbuatannya. Dan tidak wajib atas Allah kepada seseorang atas segala

sesuatu, artinya Allah tidak terbebani atas segala kepentingan makhluknya.

Karena DIA Maha Menguasai terhadap segala –Nya dan DIA lah yang

mengendalikan segala-Nya, maka tidak ada seorangpun yang bersekutu

dengan DIA (Allah) didalam kerajaan-Nya. Dan tidak ada hak bagi

seorangpun atas sesuatu yang ada di sisi Allah.

Allah berjanji kepada orang-orang yang berbuat kebaikan dengan

pahala (Surga) semata-mata karena rahmat-Nya. Dan Allah mengancam

kepada orang-orang yang berbuat keburukan dengan siksaan (Neraka)

semata-mata karena keadilan-Nya.2

B. Bukti Wujud Allah

ْ ‫ق ِبا ْ ِإل‬
ِ َ‫طال‬
‫ق‬ ِ ‫ ُمخَا ِلف ِل ْلخ َْل‬# ‫فَاللُ َم ْو ُج ْود قَ ِديْم َباقِ ْي‬
“Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak

ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”

Syarh (Penjelasan):

Dzat disana bukanlah dzat dalam lisan orang indonesia yang mempunyai

arti materi datu benda, akan tetapi Dzat disana adalah Dzat dalam lisan

2
Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-alawi, 2007 : 138).

4
orang arab yang mempunyai arti “Dirinya sendiri”, “Haqiqat-nya” karena

Allah ada tanpa membutuhkan bentuk, tempat dan tidak membutuhkan

makhluqnya, karena semuanya adalah ciptaanya dan Allah berdiri sendiri

tanpa ada yang menciptakan dan tidak membutuhkan pertolongan

makhluqnya. Sifat wajib Allah SWT yang dua puluh tersebut yang pertama

adalah sifat Nafsiyah Wujud

Sifat Wujud pengertiannya tetapnya sesuatu dan pasti adanya, sifat

wujud ini wajib bagi Allah SWT. Dzatnya bukan Illat (Pengaruh Luar)

maksudnya bahwa selain Allah (Makhluk) tidak dapat mempengaruhi

adanya Allah. Adapun sifat wujud tanpa Dzat itu terjadi seperti keberadaan

kita yaitu melalui perbuatan Allah Ta’ala. Adapun bukti adanya Allah yaitu

adanya makhluk ini, jika Allah SWT tidak ada, maka tidak akan ada satu

makhlukpun. Allah Ta’ala berfirman,

َّ ‫ِإنَّنِي أَنَا للاُ لَ ِإلَهَ ِإلَّ أَنَا فَا ْعبُدْنِي َوأَقِ ِم ال‬
‫صالَة َ ِل ِذ ْك ِري‬

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka

sembahlah Aku”. (QS. Thaha : 14) dan firman Allah Ta’ala,


َ َ َ ۡ َ َٰ َ َٰ َ َّ ُ َّ َ َ َ َّ ُ َ ٓ ْ ُ َّ َ َ َ ۡ َ َ َ
َ‫ق َ َوأ َج ٖل‬ َ ۡ ‫ۡرض َ َو َماَبَ ۡي َن ُه َما َٓإ ي ََّّل ََبٱ‬
َ‫ۡل ي‬ َ ‫ۡل‬ ‫ٱ‬َ
‫و‬ َ َ
‫ت‬‫ي‬ ‫و‬‫م‬ ‫لس‬ ‫ٱ‬َ َ
‫ّلل‬‫ٱ‬َ ‫ق‬‫ل‬‫اَخ‬‫َم‬ ‫م‬‫ه‬
ۗ‫ي‬ ‫س‬
‫ي‬ ‫نف‬ ‫َِف َأ‬
‫أ َو َلم َيتفكروا ي‬
‫ي‬

َ َ َ َ ‫اسَبل َيقآي‬
َ٨َ‫َرب ي يه ۡمَلكَٰفي ُرون‬ َّ َ ‫َّ َ ى‬ ‫ُّ َ ى‬
ِٕ ‫مسّمَِۗإَونَكثيرياَمينَٱنل ي َ ي‬

“Tidaklah mereka memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak

menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan

dengan kebenaran dan waktu yang ditetapkan. Dan sesungguhnya

5
kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan

Tuhannya”. (QS. Ar Rum :8)3

Seseorang muslim yang beriman kepada Allah adalah yang

membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Agung Tuhan maha Pencipta

langit dan bumi. Dia mengetahui alam ghaib dan alam nyata, maha

Pengatur, Raja segala sesuatu. Tiada Tuhan melainkan Dia. Dialah Yang

Maha Agung, yang memiliki sifat-sifat maha sempurna. Untuk pertama

kalinya kita mendapat petunjuk dari petunjuk-Nya. (Allah berfirman :

Kalaulah bukan karena petunjuk Allah, tidaklah kita mendapat petunjuk).

Kemudian petunjuk untuk beriman itu kita peroleh berdasarkan dalil naqli

dan aqli.

Dalil naqli

1. Di dalam Al-quran Allah memberitakan keberadaan, pengaturan, nama,

dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman :


ۡ ۡ َ َ َٰ َ َ ۡ َّ ُ َّ َ َّ َ َۡ َّ ‫ّلل َٱ ََّّليي َ َخلَ َق َٱ‬
َّ ُ َّ
َ ‫ى َلَع َٱل َع ۡر ي‬
َ‫ش َ ُيغ يِش‬ َ ‫لس َم َٰ َوَٰتيَ َ ََوٱۡل‬
َ ‫ۡرض َ يِف َسيتةيَأيا ٖم َثم َٱستو‬ َُ ‫ن َ َر َّبك ُم َٱ‬
َ ‫إي‬

َ ۡ ُ ۡ َۡ َُ َ َ َ ُ ُّ‫س َ ََوٱ ۡل َق َم ََر َ ََوٱنل‬


َ َّ َ ُ ََ ‫ج‬ َّ َ ‫َّ ۡ َ َّ َ َ َ ۡ ُ ُ ُ َ ى‬
َ‫ق َ ََوٱۡل ۡم َُر‬
َ ‫ت َبيأ ۡمريَه ي َۦٓ َأَّل ََل َٱۡلل‬
ِۢ َٰ ‫وم َمسخر‬ َ َ ‫اَوٱلش ۡم‬
َ ‫ار َيطلب َهۥ َحث ييث‬
َ ‫ل َٱنله‬
َ ‫ٱَّل‬

َ َۡ َّ َ َ َ
َ٥٤َ‫ي‬ َُ ‫ار َكَٱ‬
ََ ‫ّللَ َر ُّبَٱلعَٰل يم‬ ‫تب‬

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit

dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia

3
http://www.pilarislam.com/2015/12/sifat-allah-bukti-sifat-wujud-allah.html (diakses pada
17 Oktober 2017)

6
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan

diciptakan-Nya pula matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-

masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah ! Menciptakan dan

memerintahkan itu hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah Tuhan semesta

alam.” (QS. Al-A’raaf : 54).

Firman-Nya menyeru nabi-Nya, Musa a.s., sewaktu ia sampai ke

tempat api. Musa diseru dari lembah sebelah kanan, tempat yang

diberkahi sebatang pohon kayu.

َ َ ٓ ٰٓ َ ُ َٰ َ َ َ َ َّ َ َ َ َٰ َ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ َۡ ۡ َ
َٰ َ ‫فَلَ َّمَا َٓأتَى َٰ َهاَنُود َيي َم‬
َ‫ينَش يط ِٕي َٱل َواديَ َٱۡل ۡي َم ي‬
‫ن َ يِف َٱۡلقعةي َٱلمبرك َةي َمين َٱلشجرَة يَأنَيموَس َإ ي ي‬
َ‫ّن َأنا‬

َ َۡ َّ
ََ ‫ّللَ َر ُّبَٱلعَٰل يم‬
َ٣٠َ‫ي‬ َُ ‫ٱ‬

“Wahai, Musa. Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.”

(QS. Al-Qashash : 30).

2. Berita dari sekitar 124.000 nabi dan rasul yang menyebutkan adanya

Tuhan Allah SWT., tentang rububiyyah terhadap alam semesta,

penciptaan-Nya, pengembangan, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya.

Tidak seorang nabi atau rasul pun kecuali hanyalah Allah telah

berbicara kepadanya atau mengutus hanya seorang utusan atau Allah

telah memasukkan ke dalam hatinya sesuatu yang meyakinkannya

bahwa itu kalam Allah dan wahyu-Nya yang diberikan kepadanya.

Pemberitaan sejumlah makhluk dan manusia pilihan ini memustahilakn

akal manusia untuk membohongkannya atau menyebabkan orang

7
sebanyak ini sepakat untuk berdusta. Begitu juga pemberitaan sesuatu

yang belum diketahui mereka, tidak diselidiki oleh mereka

kebenarannya, dan yang belum pasti kepada mereka, padahal mereka

itu manusia-manusia pilihan, manusi terbaik. Mereka itu manusia-

manusia yang mempunyai alasan rasional yang lebih kuat, dan mereka

itu manusia-manusia yang terpercaya dalam pembicaraannya.

3. Berimannya berjuta-juta manusia kepada adanya Allah SWT.,

penyembahan serta ketaatan mereka kepada-Nya, padahal pada saat itu

berlaku adat kebiasaan manusia bahwa membenarkan satu atau dua

orang lebih patut daripada mebenarkan suatu kelompok atau umat

manusia atau suatu julah besar manusia yang tidak dapat dihitung,

berdasarkan kesaksian rasio dan fitrah terhadapap kebenaran mengenai

apa yang diberitakan kepada mereka, dan mengenai apa yang mereka

mendekatkan diri kepada-Nya.

4. Berita dari berjuta-juta ulama tentang Allah, sifat-sifat, nama-nama,

dan pengaturan-Nya terhadap segala sesuatu, kemampuan-Nya

terhadap segala sesuatu, kemampuan-Nya terhadap segala sesuatu,

kerana itulah mereka menyembah dan menaati, mencitai-Nya, serta

menentang keras demi diri-Nya.

Dalil aqli

1. Wujud macam-macam alam, juga makhluk, menjadi bukti adanya

pencipta karena selain diri-Nya (Allah), tidak ada yang mengaku telah

menciptakan ini semua. Akal manusia mustahil akan mengatakan

8
adanya sesuatu itu tak ada yang mengadakan. Bahkan mustahil pula

adanya sesuatu yang jelasitu tanpa ada yang mengadakan. Demikian

pula, seperti halnya makanan, tak mungkin ada tanpa ada yang

memasaknya, dan tak mungkin ada hamparan tanah di planet bumi ini

tanpa ada yang menciptakannya. Jadi, bagaimana mungkin alam

semesta seperti langit, planet, matahari, bintang-bintang, bulan, padahal

semuanya berbeda serta jarak masing-maasing berjauhan, dan berputar.

Planet bumi dan apa-apa yang ada seperti manusia, jin, dan binatang-

binatang yang beraneka macam jenisnya itu berbeda pengetahuan dan

pemahamannya, keistimewaan dan ilmunya, juga barang-barang yang

bermanfaat yang ada padanya. Tak mungkin semua ini ada tanpa

adanya Pencipta. Demikian pula hal nya dengan sungai yang airnya

mengalir, uapnya mengepul, tumbuh-tumbuhan yang tumpul dan buah-

buahan yang beraneka rasa dan warna serta ciri-ciri khusus dan

manfaatnya.

2. Adanya firman Allah yang sampai kepada kita, yang kita renung-

renungkan dan kita pahami makna-maknanya merupakan bukti akan

adanya Pencipta semua itu, yaitu Allah SWT. Mustahil ada kalau tanpa

Mutakallim, dan mustahil ada ucapan tetapi tidak ada yang

mengucapkannya.

Oleh karena itu, kalau Allah menjadi bukti terhadap wujud-Nya lebih-

lebih kalam Allah ini merupakan syariat yang paling benar sejauh yang

diketahui oleh manusia. Hukum-hukum-Nya merupakan hukum-

9
hukum yang terbaik bagi manusia, sebagaimana pula bahwa Firman

Allah itu mengandung teori-teori ilmiah yang paling benar, meliputi

hal-hal yang ghaib, juga peristiwa-peristiwa sejarah. Semua itu adalah

hal yang memang benar bagi siapa saja yang mau membenarkan, dan

hukum syariat, dan faedahnya tidak terbatas untuk sepanjang masa

walaupun dengan perbedaaan waktu dan tempat, dan tidak ada teori

ilmiah apapun hal menolak hal itu, dan tidak ada satu berita ghaib pun

yang meleset dari yang diberiatakan didalamnya, sama sekali tidak

mengurangi arti faedah hukum-Nya walaupun masa telah berlalu sekian

lama. Demikian pula sejarawan tidak akan bisa menolak dan

mendustakan berbagai kisah yang disebutkan didalamnya atau

memeperkuat pendustaan atau penolakan peristiwa-peristiawa sejarah

yang diisyaratkan dan dijelaskan oleh-Nya.

Terhadap kalam Allah yang bijak seperti ini mustahil akal mengatakan

bahwa ia adalah ciptaan seorang manusia karena kalam itu betul-betul

berada diatas kemampuan dan pengetahuan manusia. Adalah salah bila

kalam itu kalam manusia. Dialah kalam Pencipta Manusia, yang

menjadi bukti terhadap adanya Allah, kemampuan, serta

kebijaksanaan-Nya.

3. Adanya system yang sangat akurat didalam hukum alam semesta dalam

penciptaan, pembentukan, peredaran, dan pertumbuhan wujud hidup

dialam ini, sesungguhnya semuanya tunduk kepada tananan hukum

alam ini, terikat olehnya, dan sama sekali tidak ada yang bisa keluar

10
dari tananan tersebut. Seorang suami, misalnya, menyemburkan

spermanya kedalam Rahim istrinya sehingga terjadi pembuahan yang

menakjubkan, yang tidak dibantu oleh seorang manusia pun. Hanya

Allah lah yang dapat memasukan benih janin itu sampai keluar menjadi

bayi. Ini dalam hal penciptaan awal, demikian pula dalam

menumbuhkan dan mendewasakannya, mulai dari bayi dan anak kecil

sampai menjadi pemuda, orang dewasa, dan kakek-kakek.

Ini hukum umum yang terjadi pada manusia, binatang, dan tumbuh-

tumbuhan. Hal yang sama juga terjadi pada planet-planet angkasa dan

bintang-bintang dilangit. Semuanya tunduk, patuh, saling berkaitan,

dan tidak ada hukum yang keluar daripadanya. Jika penyimpangan

terjadi dari hukumnya, maka hal itu pertanda telah matinya planet

tersebut.

Berdasarkan dalil aqli yang rasional dan dalil naqli yang dapat

didengar, manusiapun meyakini Allah dan pengurusan-Nya terhadap

segala sesuatu, ketuhanan-Nya (bagi orang-orang yang terdahulu dan

orang-orang yang datang kemudian). Atas dasar inilah maka kehidupan

Muslim, dalam segala aspeknya, sangat bergantung pada keimanan

terhadap Allah SWT.4

4
(Abu Bakar Jabir El-Jazair, 1990 : 1).

11
C. Menatap Wajah Allah

Kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, “Ini merupakan puncak kerinduan

pecinta surga dan bahan kompetisi mereka. Dan untuk hal ini seharusnya

orang-orang bekerja keras untuk mendapatkannya.”

Nabi Musa pernah meminta hal ini. Dijawab oleh Allah SWT seperti yang

tertera di ayat 143 surat Al-A’raf.

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang

telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,

berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku

agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-

kali tidak sanggup melihat-Ku. Tapi lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di

tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala

Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu

hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar

kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau

dan aku orang yang pertama-tama beriman.”

Ada tujuh pelajaran dari ayat di atas:

1. Tidak boleh menuduh kepada Nabi Musa bahwa ia meminta sesuatu

yang tidak diperkenankan oleh Allah swt.

2. Allah tidak memungkiri permintaan Nabi Musa.

3. Allah menjawab dengan kalimat, “Kamu tidak akan sanggup melihat-

Ku.” Bukan mengatakan, “Aku tidak bisa dilihat.”

12
4. Allah Mahakuasa untuk menjadikan gunung itu tetap kokoh di

tempatnya, dan ini bukan hal mustahil bagi Allah, itu merupakan hal

yang mungkin. Hanya saja dalam hal ini Allah juga mempersyaratkan

adanya proses ru’yah (melihat). Jadi, seandainya hal itu merupakan

sesuatu yang mustahil, sudah tentu Allah tidak akan mempersyaratkan

hal itu.

5. Kalimat “tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,

dijadikannya gunung itu hancur luruh” adalah bukti bahwa bolehnya

melihat Allah swt. Jika boleh bagi-Nya menampakkan diri kepada

gunung, bagaimana terhalang untuk menampakan diri kepada para nabi,

rasul, dan wali-Nya di kampung akhirat?

6. Di ayat itu Allah swt. memberitahu kepada Nabi Musa bahwa gunung

saja tidak mampu melihat-Nya di dunia, apalagi manusia yang lebih

lemah dari gunung.

7. Allah swt. telah berbicara dengan Nabi Musa. Nabi Musa juga telah

mendengar perkataan Allah swt. tanpa perantara. Maka, melihat-Nya

sudah pasti sangat bisa.5

Firman Allah Ta’ala,

َ َ َٰ َ َ ‫ُو ُجوهََيَ ۡو َمئ ٖذَنَّ ي‬


َ َ٢٣َ‫َرب ي َهاَناظ َيرة‬ ‫ََإيَل‬٢٢ٌَ‫اِضة‬ ‫ي‬

5
https://www.dakwatuna.com/2007/02/02/89/menatap-wajah-allah-
swt/#ixzz4xYN7zKJK (diakses pada 30 Oktober 2017)

13
“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah).

Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS al-Qiyaamah:22-23) .

Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan

melihat wajah Allah Ta’ala dengan mata mereka di akhirat nanti, karena

dalam ayat ini Allah Ta’ala menggandengakan kata “melihat” dengan kata

depan “ilaa” yang ini berarti bahwa penglihatan tersebut berasal dari

wajah-wajah mereka, artinya mereka melihat wajah Allah Ta’ala dengan

indera penglihatan mereka.

Bahkan firman Allah Ta’ala ini menunjukkan bahwa wajah-wajah

mereka yang indah dan berseri-seri karena kenikmatan di surga yang mereka

rasakan, menjadi semakin indah dengan mereka melihat wajah

Allah Ta’ala. Dan waktu mereka melihat wajah Allah Ta’ala adalah sesuai

dengan tingkatan surga yang mereka tempati, ada yang melihat-Nya setiap

hari di waktu pagi dan petang, dan ada yang melihat-Nya hanya satu kali

dalam setiap pekan.

Firman Allah Ta’ala,

‫اب ْال َجنَّ ِة‬ ْ َ ‫سنُوا ْال ُح ْسنَى َو ِزيَادَة ٌ َوال يَ ْره َُق ُو ُجو َه ُه ْم قَت ٌَر َوال ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أ‬
ُ ‫ص َح‬ َ ْ‫{ ِللَّذِينَ أَح‬

} َ‫ُه ْم فِي َها خَا ِلدُون‬

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga)

dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak

ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni

surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yunus:26).

14
Arti “tambahan” dalam ayat ini ditafsirkan langsung oleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih, yaitu

kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa

sallam adalah orang yang paling memahami makna firman Allah Ta’ala.

Dalam hadits yang shahih dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin

Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga,

Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga)

menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka

mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah

kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan

menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah

Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan

penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih

mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut di atas.

Bahkan dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam menyatakan bahwa kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala adalah

kenikmatan yang paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan-

kenikmatan di surga lainnya.

Imam Ibnu Katsir berkata, ”(Kenikmatan) yang paling agung dan

tinggi (yang melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang

wajah Allah yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling agung

15
(melebihi) semua (kenikmatan) yang Allah berikan kepada para penghuni

surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-

mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat

Allah”.

Lebih lanjut imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam kitab beliau

“Ighaatsatul lahafaan” menjelaskan bahwa kenikmatan tertinggi di akhirat

ini (melihat wajah Allah Ta’ala) adalah balasan yang Allah Ta’ala berikan

kepada orang yang merasakan kenikmatan tertinggi di dunia, yaitu

kesempurnaan dan kemanisan iman, kecintaan yang sempurna dan

kerinduan untuk bertemu dengan-Nya, serta perasaan tenang dan bahagia

ketika mendekatkan diri dan berzikir kepada-Nya. Beliau menjelaskan hal

ini berdasarkan lafazh do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam

sebuah hadits yang shahih,

َ‫ش ْوقَ ِإلَى ِلقَائِك‬ َ َّ‫أَسْأَلُكَ لَذَّة َ الن‬


َّ ‫ظ ِر ِإلَى َوجْ ِهكَ َوال‬

[As-aluka ladzdzatan nazhor ila wajhik, wasy-syauqo ilaa liqo’ik] “Aku

meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu (di

akhirat nanti) dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu

dengan-Mu (sewaktu di dunia).

Firman Allah Ta’ala,

َ ‫اَو َ ََل ۡي َن‬


َ َ٣٥َ‫اَم يزيد‬ َ ‫ييه‬ َ ُ ٓ َ َ َّ ُ َ
َ ‫ونَف‬ ‫َلهمَماَيشاء‬

16
“Mereka di dalamnya (surga) memperoleh apa yang mereka kehendaki;

dan pada sisi Kami (ada) tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala)” (QS

Qaaf:35).

Firman Allah Ta’ala,

َ ُ ُ ۡ َ َّ َ ۡ َ ۡ َّ َ ۡ ُ َّ ٓ َّ َ
َ١٥َ‫وبون‬‫لَكَإينهمَعنَرب ي يهمَيومئ ي ٖذَلمحج‬
َ

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) pada hari

kiamat benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka” (QS al-

Muthaffifin:15).

Imam asy-Syafi’i ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata,

“Ketika Allah menghalangi orang-orang kafir (dari melihat-Nya) karena

Dia murka (kepada mereka), maka ini menunjukkan bahwa orang-orang

yang dicintai-Nya akan melihat-Nya karena Dia ridha (kepada mereka)”.

Demikian pula dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam yang menetapkan masalah ini sangat banyak bahkan

mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalur sehingga tidak

bisa ditolak).

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Keyakinan bahwa) orang-orang yang

beriman akan melihat (wajah) Allah Ta’ala di akhirat nanti telah ditetapkan

dalam hadits-hadits yang shahih, dari (banyak) jalur periwayatan yang

(mencapai derajat) mutawatir, menurut para imam ahli hadits, sehingga

mustahil untuk ditolak dan diingkari”.

17
Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Jarir bin

Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian

(Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti) sebagaimana kalian melihat bulan

purnama (dengan jelas), dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam

waktu melihat-Nya…”6

Namun, bukan sebuah perkara mudah untuk bisa mendapatkan

kenikmatan ini. Melainkan dengan usaha berupa amal saleh saat menjalani

kehidupan di dunia. Berikut ini tiga amalan yang bisa dilakukan manusia

agar kelak di akhirat dapat melihat wajah Allah SWT.

1. Iman dan Ihsan (Merasa Selalu Diawasi oleh Allah)

Iman dan ihsan menjadi pintu untuk bisa melihat wajah Allah SWT.

Dengan Iman dan ihsan seorang mukmin akan senantiasa merasa

diawasi oleh Allah SWT dalam setiap ibadahnya. Seakan-akan dia

melihat-Nya dengan hatinya di saat beribadah kepada-Nya. Maka

ganjarannya adalah dengan melihat wajah Allah dengan mata kepala

di akhirat.

Penghulu Ulama` Madzhab Hanabilah, Al-Hafiz Ibn Rajab al-Hanbali

Rahimahullahu Ta’ala berkata, bahwa “Firman Allah Subhanahu wa

Ta’ala dalam QS Yunus : 26 yang artinya:

6
: https://muslim.or.id/2343-memandang-wajah-allah-kenikmatan-tertinggi-di-
akhirat.html (diakses pada 2 November 2017)

18
“Bagi orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan

tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS Yunus [10]: 26)

Telah sahih dalam Ṣaḥīḥ Muslim dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam menafsirkan ziyādah (tambahan) dalam ayat ini dengan

melihat wajah Allah di Surga.

“Wajah–wajah orang-orang yang beriman pada hari itu berseri–seri

kepada Rabbnya mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)

2. Menjaga Salat Subuh dan Ashar

Amalan selanjutnya yang dapat membuat manusia dapat

melihat wajah Allah di akhirat adalah menjaga salat Subuh dan

Ashar. Salat merupakan ibadah wajib yang paling mulia dan bisa

mengantarkan seorang hamba untuk meraih kenikmatan melihat

Allah.

Dari Jarir Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Ketika kami duduk-duduk

bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba beliau melihat

ke arah bulan di malam purnama seraya berkata, ’Sesungguhnya

kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan

ini. Kalian tidak samar dalam melihatnya. Jika kalian mampu untuk

tidak meninggalkan salat sebelum terbitnya matahari (Subuh) dan

salat sebelum terbenamnya matahari (Asar), maka lakukanlah.” (HR

al-Bukhari: 7434, Muslim: 1432)

Nabi Muhammad menjelaskan secara jelas bahwa ada hubungan erat

antara menjaga salat dan rukyah (melihat Allah). Nabi dalam hadist

19
ini menjelaskan bahwa melihat wajah Allah SWT bukan sekedar

angan-angan, melainkan sebuah kepastian yang hanya akan

didapatkan kesungguhan dalam beramal dan menjalankan ibadah.

Rasulullah SAW juga mengajarkan kita agar memperhatikan dan

menjaga dua salat yang agung yaitu salat Fajar (Subuh) dan salat

Asar yang memiliki banyak keutamaan dan berat bagi orang

munafik.

3. Doa

Berdoa merupakan ibadah yang mulia dan menunjukan bagaimana

kesungguhan Hamba dalam meminta kepada Rabb-nya. Ternyata

Rasulullah SAW juga telah mengajarkan kepada umatnya sebuah

doa yang agar bisa “ melihat Allah”

di kahirat nanti.

“Aku meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang

wajah-Mu (di akhirat nanti) dan aku meminta kepada-Mu kerinduan

untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia) tanpa ada mara

bahaya dan fitnah yang menyesatkan.” Diriwayatkan oleh al-Nasa’i:

1305, al-Bazzar: 1393, Ibn Hibban: 1971 dan dinilai sahih oleh al-

Albani dalam Ṣaḥīḥ al-Jāmi‘ 1301. Baginda Rasulullah

memunajatkan doa ini dalam ibadah yang paling utama yaitu salat. 7

7
http://www.infoyunik.com/2015/12/tiga-amalan-agar-dapat-melihat-wajah.html (diakses
pada 2 November 2017

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Iman kepada Allah adalah membenarkan tentang adanya Allah SWT

dengan keyakinan dan pengetahuan bahwa sesungguhnya Allah SWT

wajib ada-Nya dengan dzat nya.

2. Sifat Wujud pengertiannya tetapnya sesuatu dan pasti adanya, Allah

SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada

permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak.

3. Tiga amalan yang bisa dilakukan manusia agar kelak di akhirat

dapat melihat wajah Allah SWT.

a. Iman dan Ihsan (Merasa Selalu Diawasi oleh Allah)

Iman dan ihsan menjadi pintu untuk bisa melihat wajah

Allah SWT.

b. Menjaga Salat Subuh dan Ashar.

c. Do’a.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-Alawi. 2007. Syarah Hadits
Jibril atau Hidayah At-Tholibin Fii Bayani Muhimati. Yaman.
El-Jazair, Abu Bakar Jabir. 1990. Pola Hidup Muslim atau Minhajul Muslim.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
https://www.dakwatuna.com/2007/02/02/89/menatap-wajah-allah-
swt/#ixzz4xYN7zKJK
http://www.infoyunik.com/2015/12/tiga-amalan-agar-dapat-melihat-wajah.html
https://muslim.or.id/2343-memandang-wajah-allah-kenikmatan-tertinggi-di-
akhirat.html

xxii

Anda mungkin juga menyukai