Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penanganan pengolahan limbah cair industri saat ini dapat dilakukan
dengan sistem aerob pada proses lumpur aktif konvensional. Proses ini termasuk proses
biologis yang menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik
yang terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif terdiri dari bak aerasi dan bak
sedimentasi. Sehingga kualitas effluent sangat tergantung pada kondisi bak sedimentasi
dan karakteristik lumpur yang mengendap dimana mikroorganisme lebih banyak berperan
didalamnya.
Proses lumpur aktif relatif sederhana namun memiliki banyak kekurangan,
diantaranya memerlukan waktu yang lama dan lahan yang luas untuk memisahkan
lumpur dan cairan didalam bak sedimentasi sekundernya serta pengoperasiannya dengan
kondisi sangat khusus terutama terhadap beban organik dan konsentrasi mikroorganisme
atau sering disebut dengan F/M ratio dan kebutuhan oksigen terlarut. Sebagai akibatnya
terjadi bulking sludge, berupa fenomena dari mikroorganisme yang sulit/lambat
mengendap dikarenakan F/M ratio yang tidak seimbang. Oleh karena itu di dalam
bioreaktor harus diawasi dengan ketat agar tidak terjadi kondisi tersebut.
Metoda ini banyak dipakai di pengolahan air limbah industri yang kandungan organik
dalam air limbahnya masih berada dalam rentang yang sesuai untuk diolah dengan
menggunakan metode ini.

1.2. Tujuan Percobaan

Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa mampu :


 menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan
konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama seminggu,
 menentukan kandungan Mixed Liquour Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif,
 menentukan komsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah
dalam lumpur aktif,
 menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
lumpur aktif terhadap kandungan bahan organik mula – mula.
BAB II

TINJAUAN PUSAKA

Pengolahan air limbah dengan metode pertumbuhan tersuspensi (suspended growth)


umumnya diaplikasikan sebagai Proses Lumpur Aktif. Istilah lumpur aktif ini identik dengan
mikroorganisme aktif, karena mikroorganisme yang dipergunakan dalam pengolahan air
limbah jumlahnya cukup besar (pekat) dan menyerupai lumpur, maka diberi istilah lumpur
aktif.
Model pengolahan air limbah dengan metode pertumbuhan tersuspensi yang dikenal
dengan lumpur aktif konvensional seperti berikut :

2.1. Langkah Operasional

Langkah operasional lumpur aktif sebagai berikut :

 Pembiakan mikroorganisme, pembiakan mikroorganisme dimaksudkan untuk


menumbuhkan mikroorganisme yang akan diaplikasikan pada pengolahan air
limbah. Pembiakan mikroorganisme dilakukan dengan memasukan
mikroorganisme kedalam tangki aerasi (aeration tank), mikroorganisme dicampur
dengan air dan injeksikan oksigen/udara kedalam tangki aerasi, disamping injeksi
udara pada pembiakan mikroorganisme perlu ditambahkan nutrient yang dapat
dibuat dengan mempergunakan campuran gula pasir dan pupuk NPK. Nutrient
harus mempunyai kandungan ion C, H, O, N dan S. Setelah terjadi pembiakan,
nutrient diganti dengan mempergunakan air limbah yang akan diolah, diberikan
sedikit demi sedikit hingga tangki aerasi penuh. Proses ini juga dikenal proses
aklimatisasi.
 Air limbah yang telah terkondisi sesuai lingkungan mikroorganisme (pH normal
dan temperatur lingkungan serta kandungan logam berat kecil) dipompa dialirkan
menuju tangki aerasi. Pada tangki aerasi akan terjadi perombakan bahan organic
oleh mikroorganisme, laju alir air limbah yang dipompa diatur sedemikian rupa
sesuai dengan waktu kontak (waktu tinggal) yang dibutuhkan.
 Air limbah yang tercampur dengan mikroorganisme pada tangki aerasi akan keluar
dari tangki aerasi menuju tangki clarifier. Pada tangki clarifier terjadi pemisahan
antara mikroorganisme dengan air limbah yang sudah dioleh, air limbah yang
sudah teroleh akan keluar (over flow) dari bagian atas clarifier, sedangkan
mikroorganisme keluar dari bagian bawah.
 Mikroorganisme yang keluar dari bagian bawah clarifier, sebagian besar dipompa
dan dialirkan kembali ke tangki aerasi untuk proses berikutnya, dan sebagian kecil
dibuang. Pembuangan mikroorganisme dimaksudkan untuk mengendalikan
jumlah (konsentrasi) mikroorganisme didalam tangki aerasi.
 Mikroorganisme yang terbuang dari clarifier perlu dilakukan pengelolaan lebih
lanjut sehingga tidak mencemari lingkungan. Proses yang umum dipergunakan
untuk pengelolaan mikroorganisme ini adalah Dewatering (pengurangan kadar
air) dan Pengeringan (Drying). Hasil pengolahan mikroorganimse berupa limbah
padat yang dikenal dengan “BIOSOLID”.

2.2. Faktor – faktor yang Harus Diperhatikan dalam Aplikasi Lumpur Aktif

Berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam aplikasi lumpur aktif dalam
pengolahan air limbah diantaranya :

 Kualitas air limbah yang akan dioleh meliputi : derajat keasaman (pH),
temperatur, konsentrasi bahan organic yang dinyatakan dalam besaran
chemical oxygen demand (COD) dan biological oxygen demand (BOD), dan
konsentrasi logam berat.
 Laju alir air limbah, laju alir air limbah berpengaruh terhadap waktu tinggal
(waktu proses) didalam tangki aerasi, semakin besar laju alir, waktu tinggal
semakin kecil dan ini akan berdampak pada hasil pengolahan air limbah
 Konsentrasi mikroorganisme didalam tangki aerasi, konsentrasi
mikroorganisme berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah, jika
konsentrasi mikroorganisme terlalu kecil maka hasil pengolahan tidak
maksimal, dan jika terlalu besar mikroorganisme bekerja tidak maksimal dan
hasil pengolahan juga tidak maksimal. Pada umum dipergunakan
perbandingan antara jumlah makanan (F) sebagai nutrient terhadap jumlah
mikroorganisme yaitu (F/M) ratio yang besarnya berkisar 0,8 – 1,0. Artinya
jika COD air limbah sebesar 5000 mg/L, maka konsentrasi mikroorganisme
dalam tangki aerasi kurang lebih 5000 mg/L
 Injeksi udara, besarnya udara yang diinjeksikan berpengaruh terhadap
kelarutan oksigen dalam tangki aerasi, kelarutan oksigen berpengaruh
terhadap hasil pengolahan air limbah. Jika oksigen terlarut sangat kecil, maka
hasil pengolahan tidak maksimal. Kelarutan oksigen dalam air limbah
diharapkan maksimal sehingga hasil pengolahan air limbah maksimal.
Berdasarkan data kelarutan oksigen yang baik sekitar 2 mg/L.
 Distribusi Udara, Injeksi udara kedalam air limbah dimaksudkan untuk
membantu kebutuhan oksigen mikroorganisme dan proses oksidasi. Distribusi
udara yang tidak merata dapat mempengaruhi hasil pengolahan air limbah,
diharapkan udara terdistribusi secara merata agar hasil pengolahan air limbah
maksimal. Kekurangan oksigen berdampak pada kehidupan mikroorganisme,
warna mikroorganime menjadi pucat dan sulit untuk mengendap dan dapat
mengganggu proses pengendapan pada clarifier.
 Laju alir (recycle) mikroorganisme, besarnya laju alir recycle
mikroorganimse berpengaruh terhadap waktu tinggal dan konsentrasi
mikroorganisme pada tangki aerasi. Laju alir recycle harus dilakukan
pengendalian agar konsentrasi mikroorganisme pada tangki aerasi tidak
berlebih maupun berkurang dan waktu tinggal terpenuhi sehingga hasil
pengolahan air limbah maksimal.

2.3. Perkembangan Model Lumpur Aktif Konvensional


Pengembangan model lumpur aktif konvensional dimaksudkan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pengolahan air limbah. Berbagai model yang dikembangkan
dalam pengolahan air limbah dengan lumpur aktif pertumbuhan tersuspensi diantaranya:

 Model Kontak-Stabilisasi (Contact-Stabilization)


Model ini merupakan pengolahan air limbah secara biologi AEROB.
Pengembangan model kontak-stabilisasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pengolahan air limbah secara biologi aerob, yaitu waktu proses
pengolahan yang lebih pendek dan hasil pengolahan air limbahnya yang maksimal.
Model Kontak-Stabilisasi seperti gambar berikut :

Model yang dikembangkan yaitu menambah sebuah tangki yang dimaksudkan


untuk “mengistirahatkan sementara” mikroorganisme sebelum dipergunakan dalam
proses berikutnya yaitu pada tangki kontak. Seperti diketahui pada system
konvensional mikroorganisme dari tangki clarifier langsung dimasukan kedalam
tangki proses, sedangkan pada model kontak-stabilisasi, mikroorganisme ditampung
terlebih dahulu dalam sesuatu tangki (tangki aerasi) selanjutnya dialirkan ke tangki
proses utama yaitu tangki kontak (contact tank).

Pada model kontak dan stabilisasi (aerasi) ini kedua tangki baik tangki aerasi
maupun tangki kontak diinjeksikan udara, diharapkan dengan penambahan tangki
penampungan sementara mikroorganisme (tangki stabilisasi/aerasi) dapat
memperpendek waktu proses dan meningkatkan hasil pengolahan air limbah

 Model Kolam Oksidasi (oxidation Ditch)


Pengembangan model lain untuk pengolahan air limbah secara biologi
AEROB dengan lumpur aktif pertumbuhan tersuspensi adalah kolam oksidasi
(oxidation ditch). Pada model ini tangki proses dibuat berkelok-kelok, dan proses
aerasi tidak dilakukan injeksi oksigen/udara secara langsung melainkan
mempergunakan “ROTOR” sejenis baling-baling. Rotor ini berputar dan pada saat
berputar air limbah akan berkontak dengan udara. Air limbah dipompa dialirkan
kedalam kolam oksidasi, pada kolam oksidasi air limbah bercampur dengan
mikroorganimse berputar, panjang lintasan putaran tergantung pada waktu kontak
yang dibutuhkan.
Model kolam oksidasi (oxidation ditch) seperti pada gambar berikut :

 Kolam Besar Aerasi (Aerated lagoons)


Pengolahan air limbah secara biologi AEROB dengan model Aerated lagoons
(basins) membutuhkan luas lahan yang cukup besar, hal ini dilakukan mengingat
jumlah air limbah yang akan dilakukan pengolahansangat besar. Pada model ini
dapat terjadi 2 (dua) proses yaitu AEROB dan FAKULTATIF. Proses aerob terjadi
pada permukaan air limbah yang teraduk dengan motor dan berkontak dengan udara
sekitar, jika kedalaman kolam tidak terlalu dalam maka akan terjadi proses
pengolahan secara AEROB tetapi jika kolam yang dipergunakan mempunyai
kedalaman yang cukup dalam maka proses pengolahan berlangsung secara
FAKULTATIF. Proses yang terjadi dalam kolam aerasi ini hampir sama dengan
model oxidation ditch.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Alat yang diperlukan :

 2 buah labu erlenmeyer 250 mL


 2 buah corong gelas
 2 buah cawan porselin
 1 buah desikator
 1 buah neraca analitis
 1 buah oven
 1 buah furnace
 1 buah Hach COD digester
 2 buah tabung Hach
 1 buah Buret lengkap dengan klem dan statif

3.1.2. Bahan

Bahan yang diperlukan :

 Glukosa
 KNO3
 KH2PO4
 HgSO4
 H2SO4
 K2Cr2O7
 FAS
 Indikator ferroin
 Kertas saring
3.2. Diagram Alir Percobaan

3.2.1. Penentuan COD sampel

2,5 mL sampel

3,5 mL pereaksi K2Cr2O7 1,5 mL perekasi


H2SO4 pekat

Tabung
Hach

Hach COD Panaskan t=2jam


Digester T=150oC

Keluarkan tabung Dinginkan pada


dari digester udara terbuka

Tabung telah
2-3 tetes feroin
dingin

Titrasi dengan Hingga warna


FAS 0,1N hijau berubah
menjadi cokelat
3.2.2. Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid ( MLVSS)

Cawan Kertas
pijar saring

Panaskan
T=600oC furnace selama oven T=105oC
1jam

Desikator (untuk
menurunkan suhu)

Catat berat cawan


Timbang pijar a gram dan
kertas saring b gram

40 mL sampel
air limbah

saring

filtrat Kertas saring+endapan

Letakkan di cawan pijar

T=105oC
oven
T=1jam
Catat sebagai
c gram Timbang

T=600oC
Furnace
T=1jam
Catat sebagai
d gram Timbang
BAB IV

HASIL PERCOBAAN

 Dissolved Oxigen
sebelum penambahan nutrisi = mgO2/L

setelah penambahan nutrisi = mgO2/L

 pH
sebelum penambahan nutrisi =

setelah penambahan nutrisi =

 Penentuan kandungan MLVSS


sebelum penambahan nutrisi

No Massa Satuan (gram)

1 Cawan pijar setelah dipanaskan (a)

2 Kertas saring setelah dipanaskan (b)

3 Cawan pijar berisi endapan setelah di oven (c)

4 Cawan pijar berisi endapan setelah di furnace (d)

setelah penambahan nutrisi

No Massa Satuan (gram)

1 Cawan pijar setelah dipanaskan (a)

2 Kertas saring setelah dipanaskan (b)

3 Cawan pijar berisi endapan setelah di oven (c)

4 Cawan pijar berisi endapan setelah di furnace (d)

 Penentuan kandungan COD

Titrasi 1 Titrasi 2
Volume FAS
No Sampel lumpur aktif Volume FAS Volume FAS
(mL)
(mL) (mL)

1 Blanko (aquadest)
Sampel sebelum penambahan
2
nutrisi

Sampel setelah penambahan


3
nutrisi

 Penentuan effisiensi pengolahan

COD awal mgO2/L


COD akhir mgO2/L
effisiensi %
DAFTAR PUSTAKA

Budiastuti, Herawati. Jobsheet Praktikum Pengolahan Limbah Industri Modul Lumpur Aktif
Konvensional. Bandung : Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.

Herlambang, Arie. 2009. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif.
Dalam : http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html

Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Aerob. Jurusan Teknik Kimia
Universitas Pembangunan Nasional
LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

LUMPUR AKTIF KONVENSIONAL


Nama Praktikan :

1. Ilman Nulhakim (101411038)


2. Ira Permatasari (101411039)
3. Khairunnisaa N H (101411040)
4. Latif Fauzi (101411041)
5. Mochamad Rizki P (101411042)

Kelas : 3B

Dosen Pembimbing :
Ir. Endang Kusumawati, MT.

Hari, Tanggal Praktikum :


Senin, 12 September 2012

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BANDUNG

2012

Anda mungkin juga menyukai