Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH UJIAN NEUROLOGI

“CVA INFARK TROMBOTIK”

Oleh:
NIKE ADE THERINDA
NPM : 16710402

Pembimbing:
dr. Syamsu Rahmadi, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK RSUD SIDOARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2019
DEFINISI CVA TROMBOTIK

1. DEFINISI
a. Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologi
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian (WHO, 2012).
b. Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya
aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak
berkurang (Smltzer & Bare, 2015).
c. Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran
darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.Stroke
thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau
pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat
yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi
arteri carotis interna. (Fransisca, 2011; Price & Wilson,2010).

2. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi (Ngoerah,
1991). Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi
menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons
dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 2012: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2010).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan


tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid
dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh sumbatan karena
bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak dan
karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang
berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri
intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan infeksi
merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda (Mansjoer, 2011). Stroke iskemik dibagi
menjadi :
a) Berdasarkan manifestasi klinis
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b) Berdasarkan Kausal:
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain
itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi
karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

3. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk
pada 48 jam setetah thrombosis. 40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat
anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan
intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal
sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:

1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
danterjadi perdarahan.
2) Arteritis ( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas / hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain). Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama
stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang
terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak
dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian
yang sempit. Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi,
penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-
tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai
darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah
ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar durameter
(hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang
subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak (hemoragi
intraserebral) (Smeltzer, 2015).

4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu penyakit (Fletcher
dkk, 2012). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang tidak dapat
diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2016). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai
berikut (Sacco dkk, 2016).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang
65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di
atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena
stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi
serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi
terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena
penyakit itu lebih besar.
Keturunan, Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
dalam keluarga diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola hidup
keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh
darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling
berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:


Faktor Risiko Keterangan
Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki
faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan
orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90% penderita stroke
ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke. Secara
medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong dalam penyakit
hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko
stroke menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang
berusia lanjut, faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadap risiko stroke. Pada seorang yang tidak menderita
hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai
risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka
kematian akibat stroke sebesar 40%.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari keberadaan
penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli
dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi →
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi
atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan
stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale,
defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke,
meskipun risiko untuk stroke secara umum dan tidak untuk stroke
khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin. Tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap.
Penghentian merokok mengurangi risiko.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika
viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum,
seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur.
Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan
dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat
terjadi.
Peningkatan tingkat Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
fibrinogen dan trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
kelainan sistem seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S
pembekuan dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik atau
hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus
dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria → Dapat mengakibatkan
trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke
obat termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus
bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah
penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke
kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi
faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki
di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun
dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun .
Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena stimulasi
estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab
autoimun.
Diet Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan
alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan
darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass
indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke.
Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas
rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak
berikutnya.
Penyakit pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia atau Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.
Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial
dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor
risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau
hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
5. PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit kardiovaskular-
embolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit
yang meningkatkan resiko infark serebral, diabetes mellitus, kontrasepsi oral (khususnya
dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat
(khususnya kokain), dan konsumsi alcohol. (Arif muttaqin, 2014)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penyebab
infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, sehingga terjadi thrombosis
serebral, thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya
(Arif Muttaqin,2014).
Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang mungkin terjadi karena
hipertensi, arterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dengan
dilanjutkan kelemahan pada dinding pembuluh darah karena kerusaakan congenital atau terjadi
karena penambahan usia. Pelebaran Aneurisma dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah di otak yang mengakibatkan terjadinya perdarahan intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Akibat pecahnya pembuluh
darah menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak (Arif Muttaqin,2014 ;
bruner & suddarth, 2012).
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi, infark miocard,
katup jatung rusak, fibriasi atrium menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara sehingga terjadinya emboli serebral, biasanya embolus
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral
(Bruner & suddarth, 2012).
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak akan menyebabkan
insufisiensi darah ke otak sehingga akan terjadi keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung
dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat kurang
dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan deficit permanen.
Sedangkan iskemik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak sehingga terdinya perubahan perfusi jaringan serebral.
Gangguan predaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme pada sel-sel
neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan
metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat dari arteri-arteri yang menuju
otak sehingga bisa terjadi kerusan sel neuron. Selain kerusakan pada neuron terjadi kerusakan
pada pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
metabolism serebral (Fransisca B. Batticaca, 2011; Bruner & Suddarth, 2012).
Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis yang sering terjadi yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, hemiparesis atau hemiplegi, kesadaran menurun, kelumpuhan
wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, kelemahan,
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik), perubahan
mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, koma), afasia (bicara tidak lancar),
kesulitan memahami ucapan, disartria (bicara cadel atau pelo), gangguan penglihatan, vertigo,
pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit bernafas, adanya ronchi, dan batuk, pasien
juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya dan terjadi peningkatan suhu tubuh. Komplikasi
yang terjadi akibat dari CVA yaitu hipoksia serebral dan Embolisme serebral
(FransiscaB.Batticaca, 2011;Bruner & Suddarth, 2012;Arif Muttaqin,2014)

6. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya (Arif Muttaqin,2014).
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6) Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Gangguan status mental
10) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12) Baju periksa
13) Sarung tangan

b. Pemeriksaan Saraf Kranial


1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan
seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk
lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa
ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart
untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan
mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah
luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut.
Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat
kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk
melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan
pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu
lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien
mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla, mandibula
dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya bila
merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga
area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area
wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan
sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks
menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa otot
maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien
melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung
lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa
kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan
coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan
dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test
dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak,
kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh,
minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat
mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring menggunakan
aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi
gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien
berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara
bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke kanan
dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian
tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua
telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya
ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan
kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain
c. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis
dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan
berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan
pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a) Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap
gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak
tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
b) Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c) Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan
tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan
diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0
– 5)
1: tidak ada kontraksi sama sekali.
2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

d. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih
bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala
paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati
rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-
perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot,
twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan
sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2) Kapas untuk rasa raba.
3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4) Garpu tala, untuk rasa getar.
5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c) Pen / pensil, untuk graphesthesia.

e. Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks
hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m.
biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada
lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan
dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-otot bahu
atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar
fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.
Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput otak


(misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan
tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig (+) bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan
dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup
kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.

5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi
factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk metabolism sel
otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan
pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk
metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke
hemoragik
8. PENATALAKSANAAN STROKE
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
- Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya:
pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan Utama Adalah Memperbaiki Aliran Darah Serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien tia.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

9. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut:
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
a. Tekanan darah sistemik meninggi
b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c. Oedema paru
d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2. Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor, deformitas,
infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C. Suzanne, 2015, Buku Ajar Medikal Bedah, Jakarta, EGC.


Depkes RI. 2016, Gangguan Sistem Persarafan (neurologi), Jakarta, Diknakes.
Mansjoer, M.E. 2011, Fakultas Kedokteran Sistem Persarafan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Suddarth & Brunner C.M.,Gallo B.M. 2012, Kedokteran Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Fransisca S.A., Wilson L.M. 2011, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II,
Jakarta, EGC.
Bustami, L.A. 2016, Penatalaksanaan dan Komplikasi Kedokteran (neurologic). Hal:55-73 Edisi II,
Volume II, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai