Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
“ Difteri dan dampaknya terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia (KDM)”

Fasilitator :
Disusun oleh :
Siti Hardiyanti 4B 1130016002
Syaiful Ridzal 4B 11300160

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat mengerjakan tugas dari mata kuliah “Keperawatan
Anak ” tentang Difteri dan dampaknya terhadap Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia (KDM). Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik, meskipun kami juga menyadari segala
kekurangan yang ada di dalam makalah ini.
Tugas ini kami susun berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami
peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana
dan mudah di mengerti. Selain kami memperoleh sumber dari beberapa buku
pilihan Pada kesempatan ini, perkenankan kami mengucapkan terima kasih
kepada: Ibu Wesiana Herishanty, S.Kep., Ns. M. Kep selaku dosen pembimbing
yang sudah membantu dalam proses perkuliahan. Dan juga teman-teman
kelompok yang telah membantu dan memberikan dukungan untuk penyelesaian
makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang positif dan membangun dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan tugas makalah-makalah
kami berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Amin.

Surabaya, 11 Februari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI ................................................................................
2.1 Pengertian Difteri ...........................................................................................
2.2 Anatomi ...........................................................................................................
2.3 Fisiologi ..........................................................................................................
2.4 Patofisiologi ....................................................................................................
2.5 Etiologi ............................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis ...........................................................................................
2.7 Pemeriksaan Lab .............................................................................................
2.8 Penatalaksanaan (Preventif, kuratif dan rehabilitatif) .....................................
2.9 Asuhan Keperawatan ......................................................................................
BAB 3 PENUTUP................................................................................................
5.1 Kesimpulan .....................................................................................................
5.2 Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Latar Belakang
Difteri merupakan penyakit infeksi akut dengan gambaran klinis berupa
inflamasi sekitar fokal infeksi dan gambaran sistemik yang dihubungkan
dengan penyebaran dan efek toksin difteri. Penyakit ini biasanya menyerang
saluran pernafasan atas, namun beberapa kasus juga ditemukan dikulit dan
organ lian. Difteri mudah menular melalui udara dengan masa inkubasi antara
1-10 hari dan biasanya menyerang anak-anak, meskipun dapat terjadi pada
orang dewasa. Kematian kasus akibat difteri sekitar 3-10 % dari seluruh
kasus, bahkan pada kasus yang sangat berat bisa mencapai 100%. Kematian
umumnya terjadi karena gangguan pernapsan dan kardiovaskuler.
Data surveilans difteri tahun 2014 dari Direktorat Jendral pencegahan dan
pengendalian penyakit dan penyehatan Lingkungan Indonesia menepati
urutan ke 2 dari 5 Negara di Dunia yang memiliki kasus terbesar difteri pada
tahun 2009 (189 kasus), 2010 (432 kasus), 2011 (806 kasus), 2012 (1192
kasus) dan 2013 (775 kasus). Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa
kasus difteri menyebar hampir keseluruh provinsi di Indonesia dengan kasus
terbanyak dilaporkan di Jawa Timur, Kalimantan Barat, Banten dan Sumatera
Barat.
1.5 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Difteri?
2. Bagaimana Anatomi Difteri?
3. Bagaimana Fisiologi Difteri?
4. Bagaimana Patofisiologi Difteri?
5. Bagaimana Etiologi Difteri?
6. Bagaimana Manifestasi Klinis Difteri?
7. Bagaimana Pemeriksaan Lab Difteri?
8. Bagaimana Penatalaksanaan (Preventif, kuratif dan rehabilitatif)
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan?

1.6 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Difteri
2. Mengetahui Anatomi Difteri
3. Mengetahui Fisiologi Difteri
4. Mengetahui Patofisiologi Difteri
5. Mengetahui Etiologi Difteri
6. Mengetahui Manifestasi Klinis Difteri
7. Mengetahui Pemeriksaan Lab Difteri
8. Mengetahui Penatalaksanaan (Preventif, kuratif dan rehabilitatif)
9. Mengetahui Asuhan Keperawatan?
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Difteri
Difteri merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang pada saluran
napas bagian atas yang disebabkan oleh kuman corynebacterium diphtheriae yang
bersifat gram positif, polimorf, dan tidak membentuk spora. Penyakit ini mudah
menyerang anak-anak melalui udara atau pada alat yang terkontaminasi.

Jenis penyakit difteri ini ada dua yaitu difteri faring-tonsil dan difteri
laring-trakea. Perbedaan hanya kalau difteri laring-trakea gejala lebih berat
daripada difteri faring-tonsil. Jika difteri faring dan tonsil memiliki gejala demam
tidak tinggi, adanya nyeri telan, adanya pseudomembran yang diawali bercak
putih keabuan dan akan meluas ke faring dan laring, napas berbau, adanya
pembengkakan pada kelenjar sehingga leher terdapat bullneck. Dan bila sampai
terjadi sesak napas hebat, stridor inspirator, sianosis adanya retraksi otot
suprasternal akan mengarah ke difteri laring dan trakea.

2.2 Anatomi
1. Faring (tekak) : Pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang
mulut (orofaring) dan dibelakang laring (faring-laringeal).(Nurachmah,
2011)
2. Laring (tenggorokan)
2.3 Fisiologi
1. Faring
1. Saluran nafas dan makanan.
Faring adalah organ yang terlibat dalam sistem pencernaan dan
pernafasan.Udara masuk melalui bagian nasal dan oral,sedangkan
makanan melalui bagian oral dan laring .
2. Penghangat dan pelembab
Udara dihangatkan dan dilembabkan saat masuk ke faring,dengan cara
yang sama seperti hidung.
3. Pengecap
Terdapat ujung saraf olfaktorius dan indra pengecap di epitelium oral
dan bagian faringeal.
4. Pendengaran
Saluran auditori (pendengaran),memanjang dari nasofaring pada tiap
telinga tengah memungkinkan udara masuk ketelinga
tengah.Pendengaran yang jelas bergantung pada adanya udara
ditekanan atmosfer pada tiap sisi membran timpani.
5. Perlindungan
Jaringan limfatik faring dan tonsil laring menghasilkan antibodi dalam
berespon terhadap anti gen, misal mikroba.Tonsil berukuran lebih
besar pada anak dan cenderung mengalami atrofi pada orang dewasa.
6. Berbicara
Fungsi faring dalam bahasa adalah dengan bekerja sebagai bilik resonansi
untuk suara yang naik dari laring,faring (bersama sinus) membantu
memberikan suara yang khas pada tiap individu. (Nurachmah, 2011)
2. Laring
1. Produksi Suara
Suara memiliki nada,volume,dan resonansi.Nada suara bergantung
pada panjang dan kerapatan pita suara.Pada saat pubertas,pita suara
pria mulai bertambah panjang,sehingga nada suara pria semakin
rendah.Volume suara bergantung pada besarnya tekanan pada pita
suara yang digetarkan .Semakin besar tekanan udara ekspiras, semakin
besar getaran pita suara dan semakin keras suara yang
dihasilkan.Resonansi bergantung pada bentuk mulut,posisi lidah dan
bibir, otot wajah, dan udara diparanasal.
2. Bebicara
Berbicara terjadi saat eekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh pita
suara dimanipulasi oleh lidah,pipi, dan bibir.
3. Pelindung Saluran Nafas Bawah
Saat menelan,laring bergerak ke atas,menyumbat saluran faring
sehingga engsel epiglotis menutup faring.Hal ini menyebabkan
makanan tidak melalui esofagus dan saluran nafas bawah
4. Jalan Masuk Udara
Laring berfungsi sebagai penghubng jalan nafas antara faring dan
trakea.
5. Pelembap,penyaring, dan penghangat.
Proses ini berlanjut saat udara yang diinspirasi berjalan melalui laring.
(Nurachmah, 2011)

2.4 Patofisiologi

Corybacterium diphtheriae

Udara (droplet infection)


alat terkontamisnasi

Berkembang biak

Saluran Nafas

Membentuk Melepaskan
pseudomembran Eksitosin

Faring, Laring, Otot Jantung Saraf Perifer Hati dan Ginjal


tonsil saluran napas

Jalan napas Miokarditis Paralisis otot pernapasan


terganggu

2.5 Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah jenis bakteri yang diberi nama
Cornyebacterium Diphteriae. Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran
1,5-5 um x0,5-1 um, tidak berspora, tidak bergerak, termasuk gram positif, dan
tidak tahan asam. Cornyebacterium Diphteriae bersifat anaerob fakultif, namun
pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis penyakit ini adalah:
1. Panas lebih dari 38oC
2. Ada psedomembran bisa di faring, laring atau tonsil
3. Sakit waktu menelan
4. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher.
Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setia anak panas
yang sakit waktu menelan harus diperiksa faring dan tonsilnya adakah
psedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih keabu-abuan
disekitarnya, walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen)
berupa apusan tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium. Gejala
diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang
diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan
kelenjar getah bening dileher sering terjadi.

2.7 Pemeriksaan Lab


Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi adanya difteri adalah
dengan pemeriksaan apusan tenggorok.

2.8 Penatalaksanaan (Preventif, kuratif dan rehabilitatif)


Difteri adalah penyakit yang serius. Para ahli di Mayo Clinic,
memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Pemberian antitoksin : Setelah dokter memastikan diagnosa awla difteri,
anak terinfeksi atau orang dewasa harus menerima suatu antitiksin.
Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan
toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam tubuh. Sebelum
memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk
memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap
antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin
dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.
2. Antibiotik : Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin
atau eritromisin. Antibiotik membanu membunuh bakteri di dalam tubuh
dan membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah
terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan dirumah sakit.
Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri
dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak
mendapatkan imunisasi penyakit ini.
Karena sangat menular, penderita difteri perlu diisolasi ketat selama 2-4
minggu. Penderita harus beristirahat selama 10-14 hari. Pemberian antitoksin
ADS secara I.M, harus secepatnya diberikan kepada setiap penderita difteri dalam
bentuk dosis tunggal 20.000-45.000 UI. Penisilin diberikan selama 12 hari untuk
memusnahkan kumannya.
Emapat sampai Enam minggu setelah dinyatakan sembuh secara klinis,
dilakukan tonsilektomi untuk menghindari kekambuhan atau carrier (pembawa).
Kriteria kesembuhan ditentukan dari tidak adanya pseudomembran dari
hasil pemeriksaan usap yang negatif untuk kumna tenggorok yang setelah 4 hari
kemudian diulang dengan hasil kuman tetap negatif.
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang
ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang
dewasa diatas 15 tahun.
b. Suku Bangsa: Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-
negara miskin
c. Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk ditempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, hygiene dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang.
2. Keluhan Utama
Klien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia, lemah.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia,
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur
darah.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi da metabolism : Jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia
b. Pola aktivitas : Klien mengalami gangguan aktivitas karena
malaise oleh anoreksia
c. Pola istirahat dan tidur : klien mengalami sesak napas sehingga
mengganggu istirahat dan tidur.
d. Pola eliminasi : klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses
karena jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pada difteria tonsil-laring
1) Malaise
2) Suhu tubuh < 38.9oC
3) Pseudomembran (putih kelabu) melekat dan menutup tonsil dan
dinding faring
4) Bulneck
b. Difteri laring
1) Stridor
2) Suara parau
3) Batuk kering
4) Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal,
subcostal dan supraclavicular
c. Difteri hidung
1) Ringan
2) Sekret hidung serosanguinus = mikropulen
3) Lecet pada nares dan bibir atas
4) Membran putih pada septum nasi
2. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
edema laring
2. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan memakan makanan
akibat anoreksia
3. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan selera makan akibat
inflamasi
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan edema
laring
Intervensi :
1) Observasi tada-tanda vital
2) Monitorlah perubahan frekuensi napas, kedalaman, dan tipe
pernapasan
3) Atur posisi dengan membaringkan setengah duduk (semi fowler)
4) Libatkan orang tua dalam penanganan lanjut
5) Memberikan terapi oxygen dengan advice dokter
b. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan memakan makanan akibat
anoreksia
Intervensi :
1) Monitor intake kalori dan kualitas konsumsi makanan
2) Berikan porsi kecil dan makanan lunak/lembek
3) Berikan makanan sesuai selera
4) Timbang BB setiap hari
c. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan selera makan akibat
inflamasi
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi,
durasi, frekuensi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor pencetus
nyeri
2) Berikan mainan yang bisa mengalihkan perasaan nyeri yang
dialami
3) Libatkan orang tua dalam perawatan anak
4) Observasi ketidanyamanan verbal
5) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan,
cahaya, kegaduhan
6) Pemberian analgetik sesuai indikasi.

4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan
kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan
kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Perawat dapat yakin bahwa perawatan sudah efektif ketika hasil
yang diharapkan tercapai.
BAB 3
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Difteri merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang pada saluran
napas bagian atas yang disebabkan oleh kuman corynebacterium diphtheriae yang
bersifat gram positif, polimorf, dan tidak membentuk spora. Penyakit ini biasanya
menyerang saluran pernafasan atas, namun beberapa kasus juga ditemukan dikulit
dan organ lian. Difteri mudah menular melalui udara dengan masa inkubasi antara
1-10 hari dan biasanya menyerang anak-anak, meskipun dapat terjadi pada orang
dewasa. Kematian kasus akibat difteri sekitar 3-10 % dari seluruh kasus, bahkan
pada kasus yang sangat berat bisa mencapai 100%. Kematian umumnya terjadi
karena gangguan pernapsan dan kardiovaskuler.

5.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan bagi para tenaga kesehatan
terutama perawat bisa mengetahui tentang penyakit difteri dan bisa melakukan
proses keperawatan dengan tepat.Memahami bagaimana proses penyakit difteri
dan pengobatanya.
DAFTAR PUSTAKA

Andareto, O. (2015). Penyakit Menular disekitar anda (Begitu mudah menular


dan berbahaya, kenali Hindari, dan Jauhi Jangan sampai tertular).
Jakarta:Pustaka Ilmu Semesta
Herdman, T & Heather. (2015). Diagnosis Keperawatan: Defisiensi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Hidayat, A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Nurachmah,dkk,(2011). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi adaptasi Indonesia
dari Ross and Wilson.Jakarta:Salemba Medika
Putranto, H. (2014). Corynebacterium diphtheriae. Diagnosis Laboratorium
Bakteriologi.Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai