Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan
tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi
sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja
hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan
fraktur. Fraktur atau patang tulang adalah suatu peristiwa terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat
berupa trauma langsung maupun trauma tidak langsung.10
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral,
kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.6
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi
yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya
resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada
menopause (Apley, 1995). Fraktur intertrochanter femur merupakan salah
satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2
trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan
minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana
terdapat musculus iliopsoas (fleksi panggul).3

1
Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkat
fungsi yang sama dengan sebelum terjadi cedera. Pada banyak kasus, hal ini
tidak realistis. Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuai
dengan tingkat fungsi sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkan
penanganan konstitusional lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 50-
83% membutuhkan alat untuk membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasi
seharusnya secara individual, dengan terapis menghitung komorbiditas,
derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari pasien. Kesuksesan
tujuan terapi dari luka atau jejas pada ekstremitas bawah adalah
mengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua
unit otot dan tendon, dan unrestricted weight bearing/.2,9

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Femur
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris
menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi
dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput femoris,
dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).8

Gambar 1. Anatomi femur


Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum
femur dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter
mayor dan trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk

3
sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus femoris; sudut ini bervariasi
dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femur berbentuk lengkung, yakni
cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi 2 condylus,
yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung
bagaikan ulir.4,8

Gambar 2. Pembuluh darah pada femur

B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai
pembuluh darah, otot dan persarafan.3
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas
tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang
bersifat ekstrakapsular.1

4
C. Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
 Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
 Melalui kepala femur
 Hanya dibawah kepala femur
 Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
 Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih
besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
 Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trochanter kecil.7

Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan


stabilitas dari pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan
fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse).3

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur

5
 Fraktur intertrochanter

Pada fracture ini, garis fracture melintang dari trochanter


mayor ke trochanter minor. Tidak seperti fracture intracapsular,
salah satu tipe fracture extracapsular ini dapat menyatu dengan
lebih baik. Resiko untuk terjadinya komplikasi non-union dan
nekrosis avaskular sangat kecil jika dibandingkan dengan resiko
pada fractureintracapsular.

Fracture dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter


mayor atau akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan
twisting pada daerah tersebut.

Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fracture intertrochanteric


dapat dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen
tulangnya. Fracture dikatakan tidak stabil jika:

- Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.


- Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang
menyebabkan displaced tulang menjadi semakin parah.
- Fracture disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

Gambar Klasifikasi Kyle Untuk Fracture Intertrochanteric. 1

6
Gambar Klasifikasi Evan Untuk Fracture Intertrochanteric. 10

D. Etiologi Fraktur
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-
tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung,
tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu;
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.1
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.1
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget).1

7
E. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya),
diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami
cedera. Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih
berotasi keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat
ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya.1
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara
lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.1
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi.1
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di
bagian distal cedera.1
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis
secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula
foto panggul secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin
diperlukan.4

8
Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur
F. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor
sistemik, adapun faktor lokal:
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
4. Adanya kontak antar fragmen
5. Ada tidaknya infeksi
6. Tingkatan dari fraktur

Adapun faktor sistemik adalah :


1. Keadaan umum pasien
2. Umur
3. Malnutrisi
4. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :


1. Fase Reaktif

9
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi


atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.

1. Proses penyembuhan fraktur primer


Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika
kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah
satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak
langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur
dari tulang yang patah.
2. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara
garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
a. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

10
b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.

c. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi
mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.

d. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus
menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi
mature (lamellar bone).
e. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan
dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.1,3,7

11
G. Komplikasi fraktur
Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
1. Komplikasi dini pada fraktur
a. Tulang : infeksi
b. Jaringan lunak
 Lepuh dan luka akibat gips
 Otot dan tendon robek
 Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
 Cedera saraf
 Cedera visceral
c. Sendi
 Hemartrosis dan infeksi
 Cedera ligament
 Algodistrofi
2. Komplikasi lanjut pada fraktur
a. Tulang
 Nekrosis avaskular
 Penyatuan lambat dan non-union
 Mal-union
b. Jaringan lunak
 Ulkus dekubitus
 Miositis osifikans
 Tendinitis dan rupture tendon
 Tekanan dan terjepitnya saraf
 Kontraktur volkmann
c. Sendi
 Ketidakstabilan

12
 Kekakuan
 Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko


menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama
halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-
union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.9

H. Terapi Fraktur 5
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :

Waktu Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM

Range of Motion (ROM)


Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi,
abduksi dan adduksi

Hari pertama
Kekuatan otot
sampai 1
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps
minggu

Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight
bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

13
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-
touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.

Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.

Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

2 Minggu
Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer
stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena
selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.

Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-
weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-
touch untuk fraktur yang tidak stabil.

Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
4 sampai 6
minggu
Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.

14
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan
hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.

Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau
weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena
selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.
Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.

Tindakan pencegahan
Tidak ada

Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive
ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

8 sampai 12 Kekuatan otot


minggu Progressive resistive exercises pada hip dan knee.

Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight
bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh
selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat
bantu.

15
Weight bearing
Penuh
12 sampai 16
Tidak berubah
minggu

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
2. Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby
3. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.
4. Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment and
Management. Diakses at www.medscape.com

16
5. Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New
York: Lippincott Williams & Wilkins
6. Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Media
Aesculapius : FKUI.
7. Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.
8. Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta:
Hipokrates.
9. Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In
Rehabilitation for The Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby
Elsevier. Pp 309-13
10. Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai