PENDAHULUAN
1
Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkat
fungsi yang sama dengan sebelum terjadi cedera. Pada banyak kasus, hal ini
tidak realistis. Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuai
dengan tingkat fungsi sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkan
penanganan konstitusional lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 50-
83% membutuhkan alat untuk membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasi
seharusnya secara individual, dengan terapis menghitung komorbiditas,
derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari pasien. Kesuksesan
tujuan terapi dari luka atau jejas pada ekstremitas bawah adalah
mengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua
unit otot dan tendon, dan unrestricted weight bearing/.2,9
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Femur
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris
menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi
dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput femoris,
dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).8
3
sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus femoris; sudut ini bervariasi
dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femur berbentuk lengkung, yakni
cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi 2 condylus,
yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung
bagaikan ulir.4,8
B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai
pembuluh darah, otot dan persarafan.3
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas
tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang
bersifat ekstrakapsular.1
4
C. Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
Melalui kepala femur
Hanya dibawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih
besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trochanter kecil.7
5
Fraktur intertrochanter
6
Gambar Klasifikasi Evan Untuk Fracture Intertrochanteric. 10
D. Etiologi Fraktur
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-
tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung,
tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu;
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.1
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.1
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget).1
7
E. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya),
diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami
cedera. Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih
berotasi keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat
ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya.1
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara
lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.1
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi.1
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di
bagian distal cedera.1
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis
secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula
foto panggul secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin
diperlukan.4
8
Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur
F. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor
sistemik, adapun faktor lokal:
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
4. Adanya kontak antar fragmen
5. Ada tidaknya infeksi
6. Tingkatan dari fraktur
9
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
10
b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.
d. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus
menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi
mature (lamellar bone).
e. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan
dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.1,3,7
11
G. Komplikasi fraktur
Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
1. Komplikasi dini pada fraktur
a. Tulang : infeksi
b. Jaringan lunak
Lepuh dan luka akibat gips
Otot dan tendon robek
Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
Cedera saraf
Cedera visceral
c. Sendi
Hemartrosis dan infeksi
Cedera ligament
Algodistrofi
2. Komplikasi lanjut pada fraktur
a. Tulang
Nekrosis avaskular
Penyatuan lambat dan non-union
Mal-union
b. Jaringan lunak
Ulkus dekubitus
Miositis osifikans
Tendinitis dan rupture tendon
Tekanan dan terjepitnya saraf
Kontraktur volkmann
c. Sendi
Ketidakstabilan
12
Kekakuan
Algodistrofi
H. Terapi Fraktur 5
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :
Waktu Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM
Hari pertama
Kekuatan otot
sampai 1
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps
minggu
Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight
bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.
13
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-
touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.
Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
2 Minggu
Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer
stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena
selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.
Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-
weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-
touch untuk fraktur yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
4 sampai 6
minggu
Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
14
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan
hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.
Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau
weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena
selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.
Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive
ROM dan pemanasan pada hip dan knee.
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight
bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh
selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat
bantu.
15
Weight bearing
Penuh
12 sampai 16
Tidak berubah
minggu
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
2. Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby
3. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.
4. Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment and
Management. Diakses at www.medscape.com
16
5. Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New
York: Lippincott Williams & Wilkins
6. Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Media
Aesculapius : FKUI.
7. Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.
8. Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta:
Hipokrates.
9. Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In
Rehabilitation for The Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby
Elsevier. Pp 309-13
10. Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC
17