Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

PRAKTIK LATIHAN KEMAHIRAN HUKUM


PERIZINAN

Disusun untuk melengkapi salah satu tugas


Mata Kuliah Praktik Latihan Kemahiran Hukum Perizinan

Disusun oleh :

VANSONA STALONY 15/377678/HK/20410


SHOHIBUR ROYYAN 15/379448/HK/20446
AHMAD FAUZAN IBRAHIM 15/382435/HK/20502
DENYSYA FARID Y 15/382479/HK/20546
ALOYSIUS VALENTINO B 15/382445/HK/20512
IVAN FAIRUL YAHYA 15/382524/HK/20591

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS HUKUM
2019

1
Syarat Dan Alur Pengajuan Dokumen 2. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Baru
Perizinan Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Dokumen yang diajukan memuat:
1. Tenaga Kerja Asing (TKA)
a. Alasan penggunaan TKA
Dokumen yang diajukan memuat: b. Formulir RPTKA yang sudah diisi
c. Surat Izin Usaha dari instansi yang berwenang
a. Memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat
d. Akta dan keputusan pengesahan pendirian dan/atau
jabatan yang akan diduduki oleh TKA
perubahan dari instansi yang berwenang
b. Memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki
pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan e. Bagan struktur organisasi perusahaan
diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun f. Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA
dari instansi teknis sesuai dengan peraturan yang
c. Membuat surat pernyataan wajib mengalihkan
keahliannya kepada TKI pendamping yang berlaku di instansi teknis terkait
dibuktikan dengan laporan pelaksanaan pendidikan g. Keterangan domilisi perusahaan dari pemerintah
dan pelatihan daerah setempat
d. Memiliki NPWP bagi TKA yang sudah bekerja lebih h. Nomor Pokok Wajib Pajak pemberi kerja TKA
dari 6 (enam) bulan i. Surat penunjukan TKI pendamping dan rencana
e. Memiliki bukti polis asuransi pada asuransi yang program pendampingan
berbadan hukum Indonesia j. Surat penyataan untuk melaksanakan pendidikan dan
f. Kepesertaan Jaminan Sosial Nasional bagi TKA pelatihan kerja bagi TKI sesuai dengan kualifikasi
yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan jabatan yang diduduki oleh TKA
k. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih
berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1981

2
Alur

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan masyarakatnya. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional
tersebut, tenaga kerja merupakan salah satu unsur penunjang yang mempunyai peran
yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan. Dalam hal ini kebijaksanaan
ketenagakerjaan dalam program pembangunan selalu diusahakan pada terciptanya
kesempatan kerja sebanyak mungkin diberbagi bidang usaha dengan peningkatan mutu
dan peningkatan perlindungan terhadap tenaga kerja yang bersifat menyeluruh pada
semua sektor.

Tantangan pembangunan nasional berkaitan dengan ketenagakerjaan bertambah


dengan hadirnya perdangangan bebas dan globalisasi industri, kehadiran pekerja asing
adalah suatu kebutuhan serta tantangan yang tidak dapat dihindari1. Kehadiran mereka
merupakan suatu kebutuhan karena Indonesia masih membutuhkan tenaga-tenaga ahli
asing dalam pengembangan sumber daya manusia diberbagai sektor ekonomi di
Indonesia. Hal ini merupakan faktor yang mendorong penggunaan Tenaga Kerja Asing
(TKA). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan), dalam Pasal 1 angka 13 yang
dimaksud dengan Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa
dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia yang mampu melakukan pekerjaan baik
didalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia harus memiliki
keterampilan dan profesionalisme dibidang tertentu yang belum dapat diisi oleh Tenaga
kerja Indonesia, hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses pembangunan nasional
dengan mempercepat alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada prinsipnya penggunaan
Tenaga Kerja Asing di Indonesia adalah mereka yang dibutuhkan dalam 2 hal, yakni
mereka Tenaga Kerja Asing yang membawa modal (investor asing) dan TKA yang

1
Dr. Agusmidah, S.H.,M.Hum, Tenaga Kerja Asing, Hukum Perburuhan, S2 Ilmu Hukum PPS-USU, 2007.

4
keahlian dalam rangka pengalihan pengetahuan atau keahlian2. Seiring dengan laju
pembangunan nasional serta perkembangan teknologi dan industrial, maka masalah
ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangat strategis. Untuk menghindari
terjadinya permasalahan hukum serta penggunaan TKA yang berlebihan, maka
pemerintah harus cermat dalam menentukan kebijakan yang akan diambil dalam
pembangunan untuk tetap diarahkan pada perluasan dan kesempatan kerja bagi tenaga
kerja Indonesia. Secara bertahap penggunaan TKA perlu diadakan pembatasan guna
menjaga keseimbangan antara TKA dengan tenaga kerja Indonesia. Jika tidak ada
pembatasan terhadap TKA. Pemerintah harus ikut berperan dalam mengatur jabatan/-
jabatan yang dapat atau tidak dapat diduduki oleh TKA dengan tujuan untuk
membatasinya dalam hal-hal yang dianggap perlu dan dengan demikian kesempatan kerja
dapat diisi oleh warga negara Indonesia sendiri3.
TKA saat ini banyak dipergunakan oleh pemberi kerja seperti Perseroan Terbatas
atau badan usaha lain. Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja dapat mempekerjakan TKA sampai batas
waktu tertentu ( Pasal 42 Undang-Undang Ketenagakerjaan), hal ini dimaksudkan agar
tenaga kerja Indonesia sudah mampu mempelajari dan menerapkan keahlian yang
diperoleh dari TKA yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan
TKA lagi.
Terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan TKA yang diatur
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Persyaratan yang dimaksud di antaranya adalah
setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis
dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, hal ini sesuai dalam pasal 42 ayat (1) Undang-
Undang Ketenagakerjaan, serta harus memiliki Rencana Pengunaan Tenaga Kerja Asing
(RPTKA) yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk, hal ini diatur dalam
pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan di dalam penjelasannya
dinyatakan bahwa RPTKA merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja

2
A.R. Budiono, SH., M.H. 1999, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Juli 1995, hlm.
276
3
Prof. Iman, SH., 1968, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta, Djambatan, Agustus 1974, hlm. 54-56

5
(IKTA/IMTA). Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Peggunaan
Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja
Pendamping (selanjutnya disebut Perpres Nomor 72/2014), dalam pasal 1 angka 4
Perpres Nomor 72/2014 tersebut, RPTKA yang dimaksud merupakan rencana
penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk
jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Dalam
pasal 5 ayat (3) Perpres Nomor 72/2014, RPTKA merupakan persyaratan untuk
mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). IMTA adalah izin
tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja
TKA (pasal 1 angka 5 Perpres Nomor 72/2014).
Pada akhir bulan Maret 2018 pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan suatu
kebijakan yaitu mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Perpres 20). Penerbitan Perpres 20 ini menggantikan
Perpres yang lama yakni Perpres Nomor 72/2014. Perpres 20 oleh pemerintah disebut
sebagai upaya mempermudah masuknya investasi asing, aturan tersebut memberikan
kemudahan dari sisi prosedur dan proses birokrasi perizinan. Namun, Perpres 20 ini
terdapat aturan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenai
Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Jika dalam peraturan sebelumnya yakni
Perpres Nomor 72/2014, mempersyaratkan adanya RPTKA dan IMTA yang sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, namun dalam Perpres 20,
IMTA dihapuskan.
Dalam Perpres 20 tersebut RPTKA sudah termasuk izin untuk dapat
mempekerjakan TKA, hal ini terdapat dalam pasal 9 Perpres 20 yang menyatakan bahwa
“ Pengesahan RPTKA sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 merupakan izin untuk
mempekerjakan TKA “. Sedangkan dalam pasal 8 berbunyi “ Pengesahan RPTKA
diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima secara lengkap.”Pengesahan RPTKA menurut Perpres No. 20/2018
tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun
2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing( Permenakaker 10/2018) yang
juga tidak mengatur mengenai IMTA. Penghapusan ketentuan mengenai IMTA tersebut
tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengharuskan adanya

6
IMTA. Terdapat problematika hukum berupa konflik norma antara Pasal 9 Perpres 20
dengan Pasal 43 Ayat (1) juncto pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Dengan demikian penelitian ini ditujukan untuk memecahkan masalah pertentangan
norma tersebut terkhusus mengenai dampak hukum seperti apa terhadap pemberlakuan
Perpres tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, terdapat beberapa permasalahan yang akan penulis
bahas yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan perizinan TKA di Indonesia?

2. Bagaimanakah dampak hukum diundangkannya Perpres 20/2018

7
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengaturan Perizinan Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Di Indonesia, Tenaga Kerja Asing (TKA) cukup banyak ditemukan dalam berbagai
bidang pekerjaan. TKA tersebut tidak hanya berasal dari kawasan Asia, tetapi juga Afrika,
Eropa, hingga Amerika. TKA tersebut bekerja di Indonesia sesuai dengan keahlian yang
dimilikinya, yang seringkali tidak dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia. Banyaknya jumlah
TKA di Indonesia mengakibatkan diperlukannya pengaturan mengenai TKA untuk
mengantisipasi timbulnya suatu kekosongan hukum. Pengaturan mengenai TKA di Indonesia
erat kaitannya dengan pengaturan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.
Pengaturan mengenai TKA di Indonesia kini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20
Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Sebelumnya, pengaturan mengenai
TKA di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja
Pendamping. Namun, peraturan tersebut dianggap perlu untuk disesuaikan kembali dengan
perkembangan kebutuhan untuk peningkatan investasi di Indonesia demi mendukung
perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja.
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
secara umum mengatur hal-hal terkait penggunaan TKA oleh Pemberi Kerja TKA dalam
hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Pemberi Kerja TKA menurut
ketentuan dalam Pasal 1 ayat (3) peraturan perundang-undangan terkait merupakan badan
hukum atau badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau impalan
dalam bentuk lain. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 peraturan perundang-undangan
terkait, Pemberi Kerja TKA meliputi:
a. Instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, dan
organisasi internasional;
b. Kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, dan kantor
berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
c. Perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;

8
d. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan
Terbatas atau Yayasan, atau badan usaha asing yang terdaftar di instansi yang
berwenang;
e. Lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan;
f. Usaha jasa impresariat; dan
g. Badan usaha sepanjang tidak dilarang Undang-Undang.
Para Pemberi Kerja TKA tersebut dalam mempekerjakan TKA wajib untuk memperhatikan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sehingga dapat mengetahui secara
jelas dan melaksanakan dengan baik seluruh hak dan kewajibannya demi menciptakan
keteraturan dalam penyelenggaraan ketenagakerjaan di Indonesia. Selain hak dan kewajiban
TKA beserta Pemberi Kerja TKA, peraturan perundang-undangan tersebut juga mengatur
hal-hal lainnya, seperti pelaksanaan pendidikan dan pelatihan oleh Pemberi Kerja TKA,
pelaporan penggunaan TKA oleh Pemberi Kerja TKA, pembinaan terhadap Pemberi Kerja
TKA, sanksi, dan berbagai ketentuan lainnya.
Pemberi Kerja TKA yang mempekerjakan TKA diwajibkan untuk memiliki Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Pengesahan RPTKA tersebut berfungsi sebagai izin bagi Pemberi Kerja TKA untuk
mempekerjakan TKA. RPTKA memberikan informasi terkait:
a. Alasan penggunaan TKA;
b. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang
bersangkutan;
c. Jangka waktu penggunaan TKA; dan
d. Penunjukkan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.
Dalam pengajuan permohonan pengesahan RPTKA tersebut, Pemberi Kerja TKA diwajibkan
untuk melampirkan beberapa dokumen lainnya, seperti:
a. Surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
b. Akta dan keputusan pengesahan pendirian dan/atau perubahan dari instansi yang
berwenang;
c. Bagan struktur organisasi perusahaan;
d. Surat pernyataan untuk penunjukkan Tenaga Kerja Pendamping dan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan kerja; dan

9
e. Surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga
kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA.
Tenaga Kerja Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) peraturan
perundang-undangan terkait merupakan tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk dan
dipersiapkan sebagai pendamping dalam rangka alih teknologi dan alih keahlian.
Selain RPTKA, Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA juga diwajibkan
untuk menyampaikan data calon TKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk, meliputi:
a. Nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir;
b. Kewarganegaraan, nomor paspor, masa berlaku paspor, dan tempat paspor
diterbitkan;
c. Nama jabatan dan jangka waktu bekerja;
d. Pernyataan penjaminan dari Pemberi Kerja TKA; dan
e. Ijazah pendidikan dan surat keterangan pengalaman kerja atau sertifikat kompetensi
sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki TKA.
Selain itu, Pemberi Kerja TKA juga diwajibkan untuk membayar dana kompensasi
penggunaan TKA atas setiap TKA yang dipekerjakan. Dana tersebut nantinya dijadikan
sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
TKA yang bekerja di Indonesia diwajibkan untuk mempunyai Visa Tinggal Terbatas
(Vitas), yang dimohonkan oleh Pemberi Kerja TKA atau TKA kepada menteri yang
membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia atau pejabat
imigrasi yang ditunjuk. Vitas merupakan suatu keterangan tertulis yang memuat persetujuan
bagi orang asing untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk
pemberian Izin Tinggal Terbatas dalam rangka bekerja. Permohonan Vitas tersebut sekaligus
dapat dijadikan permohonan Izin Tinggal Terbatas (Itas), yaitu izin yang diberikan kepada
orang asing tertentu untuk berada dan tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu
tertentu untuk bekerja.
Di bidang pendidikan dan pelatihan, Pemberi Kerja TKA diwajibkan untuk menunjuk
tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping. Selain itu, Pemberi Kerja TKA
juga diwajibkan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA serta memfasilitasi pendidikan

10
dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA. Pemberi Kerja TKA juga diwajibkan untuk
melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA setiap 1 (satu) tahun kepada menteri, meliputi:
a. Pelaksanaan penggunaan TKA; dan
b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tersebut dilakukan oleh
kementerian yang membidangi urusan ketenagakerjaan dan dinas yang membidangi
ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Bentuk
pengawasan lainnya, yakni pengawasan atas penggunaan TKA dilaksanakan secara
terkoordinasi oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada kementerian dan dinas provinsi yang
membidangi urusan di bidang ketenagakerjaan beserta pegawai imigrasi yang bertugas pada
bidang pengawasan dan penindakan keimigrasian sesuai dengan lingkup tugas dan
kewenangan masing-masing.
Peraturan perundang-undangan terkait juga mengatur pengenaan sanksi bagi Pemberi
Kerja TKA yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Pemberi Kerja TKA yang
melanggar ketentuan penggunaan TKA, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja
Pendamping, dan pelaporan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan sedangkan Pemberi Kerja TKA yang memberikan
keterangan tidak benar dalam pernyataan penjaminan atau tidak memenuhi jaminan yang
diberikannya serta TKA yang melanggar ketentuan izin tinggal keimigrasian dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian.
Selain Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja
Asing, terdapat peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hal-hal terkait
penggunaan TKA secara lebih terperinci, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor
10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Peraturan perundang-
undangan tersebut ditetapkan untuk memenuhi kepentingan akan penggunaan tenaga kerja
asing di berbagai sektor. Dalam mempekerjakan tenaga kerja asing tersebut terdapat peran
penting dari pemberi kerja tenaga kerja asing. Pada pasal 4 Ayat (4) menyebutkan bahwa
“Setiap pemberi kerja TKA yang mempekerjakan TKA wajib:
a. Memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
b. Membayar DKP TKA untuk setiap TKA yang dipekerjakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

11
c. Mengikutsertakan TKA dalam program asuransi di perusahaan asuransi berbadan
hukum Indonesia yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan;
d. Mengikutsertakan TKA dalam program Jaminan Sosial Nasional yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan;
e. Menunjuk Tenaga Kerja Pendamping dalam rangka alih teknomogi dan keahlian
TKA;
f. Memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA yang
dipekerjakannya.
Sedangkan sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) huruf a dan b dalam mengajukan RPTKA
harus mengajuakan permohonan kepada Dirjen atau Direktur melalu TKA online yang
memuat, antara lain: Identitas pemberi kerja TKA; Jumlah tenaga kerja Indonesia yang
dipekerjakan; Rencana penyerapan tenaga kerja Indonesia setiap tahun; RPTKA setiap tahun
sesuai perjanjian kerja atau perjanjian pekerjaan; Data Tenaga Kerja Pendamping; dan
Alasan penggunaan TKA. Selain itu juga harus mengunggah, antara lain: Rencana perjanjian
kerja atau perjanjian pekerjaan; Bagan struktur organisasi; Surat pernyataan untuk
penunjukan Tenaga Kerja Pendamping; Surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan
dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang
diduduki oleh TKA; dan Surat pernyataan kondisi darurat dan mendesak dari Pemberi Kerja
TKA dalam hal Pemberi Kerja TKA mempekerjakan TKA untuk Pekerjaan Bersifat Darurat
dan Mendesak.
Pada Pasal 13 Ayat (1) yang melakukan pengesahan RPTKA hanya dapat dilakukan oleh
Dirjen untuk Pemberi Kerja TKA yang mempekerjakan TKA sebanyak 50 (lima puluh)
orang atau lebih; atau Direktur untuk Pemberi Kerja TKA yang mempekerjakan TKA kurang
dari 50 (lima puluh) orang. Selanjutnya, RPTKA pun dapat diajukan perubahannya (jika ada
perubahan) dengan mengajukan permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka
waktu RPTKA tersebut, dan hal tersebut termuat dalam Pasal 16 Ayat (1).
Selain itu pula, terdapat kewajiban TKA yang dipekerjakan oleh Pemberi kerja TKA
yang tercantum dalam Pasal 5, antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki pendidikan sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki oleh
TKA;

12
b. Memiiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja paling sedikit 5
(lima) tahun yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki TKA;
c. Mengalihkan keahliannya kepada Tenaga Kerja Pendamping;
d. Memiliki NPWP bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam) bulan; dan
e. Memiliki itas untuk bekerja yang diterbitkan oleh isntansi yang berwenang.
Terdapat hal yang menarik bahwa dalam peraturan menteri ketenagakerjaan tersebut
terdapat pelatihan dan pendidikan kepada Tenaga Kerja Pendamping TKA maupun TKA itu
sendiri dan segala fasilitasnya diwajibkan kepada Pemberi Kerja TKA dalam Pasal 31 Ayat
(1). Sedangkan untuk pelaksanaannya sendiri akan dilakuakn oleh Kementerian
Ketenagakerjaan dan Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/ Kota sesuai dengan
kewenangannya.
Pelaksanaan semua hal tersebut terdapat konsekuensi hukum berupa sanksi apabila tidak
terjalankan dengan baik. Sanksi yang terdapat dalam Pasal 39, yaitu sanksi administrasi yang
terdiri dari:
a. Penundaan pelayanan;
b. Penghentian sementara proses perizinan TKA;
c. Pencabutan notifikasi; dan/ atau
d. Sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan berlakunya peraturan menteri ketenagakerjaan tersebut (Permenaker No 10
Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, maka Permenaker Nomor
16 Tahun 2015 yang juga telah diubah dengan Permenaker Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

13
2. Dampak Hukum Diundangkannya Perpres 20/2018

a. Kontroversi akibat Peraturan Presiden nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga

Kerja Asing

26 Maret 2018 Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden

nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja. Dalam preambule Perpres

20/2018 disebutkan bahwasannya Perpres 20/2018 diundangkan untuk mendukung

perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi,

perlu pengaturan kembali perizinan penggunaan tenaga kerja asing. Sedangkan Peraturan

Menteri Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta

Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping, dirasa perlu

disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan untuk peningkatan investasi.

Diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentu menimbulkan

banyak kontroversi di masyarakat, khususnya di kalangan masyarakat pekerja. Sekretaris

Jenderal Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (SPTSK) Indra Munaswar

menganggap peraturan terkait tenaga kerja asing di Indonesia masih tidak konsisten.4

Indra mengatakan seluruh peraturan terkait tenaga kerja seharusnya mengacu pada

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU tersebut,

tercantum bahwa pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki RPTKA yang

disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, dan RPTKA tersebut merupakan salah

satu persyaratan untuk mendapat izin mempekerjakan tenaga kerja asing. Namun, dalam

Pasal 9 Perpres Nomor 20 Tahun 2018, tertulis bahwa pengesahan RPTKA merupakan

izin untuk memperkerjakan TKA.

4
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180426203748-20-293949/perpres-tka-dinilai-tak-sesuai-dengan-uu-
ketenagakerjaan Diakses pada 4 Mei 2019 pukul 13.49

14
Hal senada diutarakan oleh Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh

Indonesia (Opsi) Timboel Siregar, menurutnya Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor

20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), cacat formil dan cacat

materiil. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses pengundangannya tidak

melibatkan para stakeholder ketenagakerjaan seperti SP, SB, Apindo, Kadin dan atau

para akademisi dan masyarakat lainnya.5 Ada dua pasal dalam Perpres TKA ini yang

bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pertama, Pasal

9 Perpres TKA menyatakan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing

(RPTKA). Kedua, pada pasal 10 ayat 1a Perpres TKA disebutkan pemegang saham yang

menjabat sebagai direksi atau komisaris tidak diwajibkan memiliki RPTKA (rencana

penggunaan TKA), sementara di pasal 42 ayat 1 UU 13 tahun 2003 mewajibkan TKA

termasuk komisaris dan direksi harus memiliki ijin, dan di Pasal 43 ayat 1 diwajibkan

memiliki RPTKA.Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat 1c Perpres TKA juga menyatakan

pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang

merupakan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan Pemerintah.

Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentu menimbulkan banyak

kontroversi. Namun hal tersebut dibantah oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri

yang mengatakan tak perlu khawatir dengan keberadaan Perpres 20 Tahun 2018 ini.

Sebab, lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal yang tersedia masih lebih banyak

ketimbang jenis pekerjaan yang akan diisi TKA. Hal senada diungkapkan oleh Wakil

Presiden republik Indonesia Jusuf Kalla, Pemerintah berharap dengan perpres 20/2018 ini

5
https://bisnis.tempo.co/read/1082846/perpres-tenaga-kerja-asing-dinilai-cacat-formil-dan-materiil/full&view=ok
Diakses pada 4 Mei 2019 pukul 14.08

15
bisa mempermudah TKA masuk ke Indonesia yang berujung pada peningkatan investasi

dan perbaikan ekonomi nasional.6

b. Dampak dan Perbandingan norma yang diatur Perpres 20/2018 dengan peraturan-

peraturan sebelumnya.

Dampak diundangkannya Peraturan Presiden nomor 20 tahun 2018 terlihat jelas

dalam mekanisme perizinan Tenaga Kerja Asing. Sebelum diundangkannnya Perpres 20

tahun 2018, tepatnya pada pasal 8 Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2014 yang

menyatakan bahwa setiap pemberi kerja Tenaga Kerja Asing wajib memiliki IMTA yang

diterbitkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Dalam Perpres 72/2014 juga

disebutkan bahwasannya IMTA diberikan dalam jangka waktu 1 tahun dan dapat

diperpanjang sesuai dengan RPTKA. Dalam hal jabatan komisaris dan direksi,

perpanjangan IMTA diberikan paling lama 2 (dua) tahun dengan ketentuan tidak

melebihi jangka waktu berlakunya RPTKA.

Sementara itu, setelah diundangkannya Perpres 20/2018 keberadaan IMTA

sebagai salah satu persyaratan penggunaan Tenaga Kerja Asing sudah tidak digunakan

lagi. Dalam pasal 9 disebutkan bahwasannya pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 merupakan izin untuk mempekerjakan TKA. Hal tersebut mengindikasikan

bahwasannya RPTKA saja sudah menjadi izin penggunaan TKA, tidak harus

menggunakan IMTA. Sebagai gantinya, melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI

nomor 10 tahun 2018 disebutkan bahwasannya setiap Pemberi Kerja TKA yang akan

mempekerjakan TKA wajib melakukan permohonan Notifikasi kepada Dirjen.

6
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/04/11202511/jusuf-kalla-kembali-tegaskan-tujuan-pemerintah-
terbitkan-perpres-tka Diakses pada 4 Mei 2019 pukul 15.00

16
Notifikasi adalah persetujuan penggunaan TKA yang diterbitkan oleh Direktur

Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja sebagai

dasar penerbitan Itas. Notifikasi tersebut berisikan

a. Pemberi Kerja TKA;

b. identitas TKA;

c. lokasi kerja TKA;

d. jangka waktu berlakunya Notifikasi; dan

e. kode pembayaran.

Notifikasi tersebut disampaikan Pemberi Kerja TKA dengan melengkapi data

calon TKA melalui TKA Online. Setelah persyaratan dinyatakan lengkap dan benar,

Dirjen menerbitkan Notifikasi secara online kepada Pemberi Kerja TKA paling lama 2

(dua) hari kerja.

Ketiga, mengenai waktu pelayanan, sebelumnya untuk IMTA butuh 3 hari dan

RPTKA 3 hari, sekarang dipangkas jadi 4 hari dengan rincian RPTKA 2 hari dan

Notifikasi 2 hari.

Dampak adanya Peraturan Presiden nomor 20 tahun 2018 juga terdapat perubahan

mengenai jangka waktu pelayanan perizinan. Adanya Peraturan Presiden nomor 20 tahun

2018 memang ditujukan agar jangka waktu pelayanan perizinan Tenaga Kerja Asing

dipersingkat guna memudahkan investasi. Hal tersebut diatur dalam pasal 8 Perpres

20/2018 dimana Pengesahan RPTKA diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk

paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Percepatan waktu

pelayanan perizinan juga diatur dalam pemberian notifikasi yaitu paling lama 2 hari kerja

setelah data calon TKA dinyatakan lengkap dan benar.

17
Perbedaan selanjutnya adalah adanya pengecualian bagi pemegang saham yang

menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Pemberi Kerja

TKA tidak diwajibkan mengurus perizinan. Tidak seperti Perpres 72/2014 yang hanya

mengecualikan instansi pemerintah, perwakilan negara asing, dan badan-badan

internasional untuk mengurus RPTKA. Namun TKA direksi dan Komisaris yang bukan

sebagai pemegang saham, tetap harus mengurus RPTKA.

18
BAB III

KESIMPULAN

Di Indonesia, Tenaga Kerja Asing (TKA) cukup banyak ditemukan dalam berbagai

bidang pekerjaan. TKA tersebut tidak hanya berasal dari kawasan Asia, tetapi juga Afrika,

Eropa, hingga Amerika. TKA tersebut bekerja di Indonesia sesuai dengan keahlian yang

dimilikinya, yang seringkali tidak dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia. Banyaknya jumlah TKA

di Indonesia mengakibatkan diperlukannya pengaturan mengenai TKA untuk mengantisipasi

timbulnya suatu kekosongan hukum.

Pengaturan mengenai TKA di Indonesia kini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20

Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Sebelumnya, pengaturan mengenai TKA

di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga

Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping. Namun,

peraturan tersebut dianggap perlu untuk disesuaikan kembali dengan perkembangan kebutuhan

untuk peningkatan investasi di Indonesia demi mendukung perekonomian nasional dan perluasan

kesempatan kerja

Selain Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja

Asing, terdapat peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hal-hal terkait penggunaan

TKA secara lebih terperinci, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018

tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. maka Permenaker Nomor 16 Tahun 2015

yang juga telah diubah dengan Permenaker Nomor 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara

Penggunaan Tenaga Kerja Asing dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

19
Pengaturan mengenai Tenaga Kerja Asing yang berlaku di Indonseia ini, banyak

mendapat sorotan dari berbagai elemen seperti Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja

Tekstil, Sandang, dan Kulit (SPTSK) Indra Munaswar yang menganggap peraturan terkait tenaga

kerja asing di Indonesia masih tidak konsisten. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh

Indonesia (Opsi) Timboel Siregar, yang menganggap Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 20

Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), cacat formil dan cacat materiil.

Namun demikia, sorotan tersebut ditanggapi oleh Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri yang

menyatakan tak perlu khawatir dengan keberadaan Perpres 20 Tahun 2018 ini. Sebab, lapangan

pekerjaan bagi pekerja lokal yang tersedia masih lebih banyak ketimbang jenis pekerjaan yang

akan diisi TKA.

20
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Dr. Agusmidah, S.H.,M.Hum, 2007, Tenaga Kerja Asing, Hukum Perburuhan, S2 Ilmu Hukum

PPS-USU,.

A.R. Budiono, SH., M.H. 1999, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, Juli 1995,

Prof. Iman, SH., 1968, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta, Djambatan, Agustus 1974,

B. Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Presiden nomor 20 tahun 2018

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018

C. Internet

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180426203748-20-293949/perpres-tka-dinilai-tak-

sesuai-dengan-uu-ketenagakerjaan

https://bisnis.tempo.co/read/1082846/perpres-tenaga-kerja-asing-dinilai-cacat-formil-dan-

materiil/full&view=ok

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/04/11202511/jusuf-kalla-kembali-tegaskan-tujuan-

pemerintah-terbitkan-perpres-tka

21

Anda mungkin juga menyukai