Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERKEMIHAN

KOLIK RENAL

Tanggal:
Rumah Sakit Nilai Rata-Rata:
Paraf Dosen:

RS Dustira

A. KONSEP TEORI KOLIK RENAL


1. Pengertian
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalamginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis,
nefrolitiasis). Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal,
ureter, atau kandung kemih,uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat,
fosfat, kalsium urat, asam urat danmagnesium. (Brunner & Suddath, 2008).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran
kemih (Luckman dan Sorensen). Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa batu saluran kemih adalah adanya batu di dalam saluran
perkemihanyang meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
2. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu:
a. Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine
menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi urine adanya obstruksi dan stasis urine akan
mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
c. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi dari
pada daerah lain, daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
d. Keturunan
e. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan
kadar semua substansi dalam urine meningkat
f. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
g. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih
h. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas
batu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang
makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih (buli-buli dan
Urethra).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta ureter
proksimal.
1) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria,
dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal.
2) Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
b. Batu di ginjal
1) Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
2) Hematuri.
3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis.
4) Mual dan muntah.
5) Diare.
c. Batu di ureter
1) Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
3) Hematuri akibat abrasi batu.
4) Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1 cm.
d. Batu di kandung kemih
1) Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri.
2) Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi
retensi urin.
4. Klasifikasi
Kolik renal dibagi menjadi 2 tipe yaitu :
a. Kolik renal tipikal
Fase-fase serangan kolik renal akut:
Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai S-4. Keseluruhan proses
ini terjadi selama 3-18 jam. Ada 3 fase:
1) Fase akut / onset
Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari sehingga
membangunkan pasien dari tidurnya. Jika terjadi pagi hari, pasien
umumnya mendeskripsikan serangan tersebut sebagai serangan yang
mulanya perlahan sehingga tidak dirasakan. Sensasi dimulai dari
pinggang, unilateral, menyebar ke sisi bawah, menyilang perut ke lipat
paha (groin). Nyerinya biasanya tetap, progresif, dan kontinu. beberapa
pasien mengalami serangan intermiten yang paroksismal dan sangat
parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke intensitas maksimum setelah 30
menit sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien umumnya mencapai
nyeri puncak pada 1-2 jam setelah onset.
2) Fase konstan / plateau
Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan menetap
sampai pasien diobati atau hilang dengan sendirinya. Periode dimana
nyeri maksimal ini dinamakan fase konstan. Fase ini biasanya
berlangsung 1-4 jam tetapi dapat bertahan lebih lama lebih dari 12 jam
pada beberapa kasus. Kebanyakan pasien datang ke UGD selama fase
ini. Pasien yang menderita kolik biasanya banyak bergerak, di atas
tempat tidur atau saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman dan
mengurangi nyeri. Walaupun ginjal dan traktus urinarius terletak
retroperitoneal, mual dan muntah disertai bising usus menurun /
hipoaktif adalah tanda yang dominan; sehingga memungkinkan
kesalahan diagnosis intraperitoneal. Contohnya terutama adalah
obstruksi ureteropelvis junction pada ginjal kanan.
3) Fase hilangnya nyeri (Relieve)
Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan pasien
merasakan kelegaan. Kelegaan ini bisa terjadi secara spontan
kapanpun setelah onset. Pasien kemudian dapat tidur, terutama jika
diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 – 3 jam.
b. Kolik renal atipikal
Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal. Obstruksi pada
calyx dapat menyebabkan nyeri pinggang yang lebih ringan tapi episodik.
Hematuria dapat juga terjadi. Lesi obstruktif pada ureterovesical junction
(hubungan ureter dan kandung kemih) ataupun segmen intramural dari
ureter dapat menyebabkan disuria, keinginan buang air kecil yang
mendadak dan sering, serta nyeri yang menjalar ke atas atau bawah. Kolik
renal dapat disertai muntah-muntah hebat, mual, diare, ataupun nyeri ringan
yang tidak biasa sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis.
5. Patofisiologi dan Pathway
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatan konsentrasi larutan
urin akibat dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-bahan
organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urin menjadikan sarang untuk
pembentukan batu. Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor
lain yang mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah menjadi
asam, jumlah casiran urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin
mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung
pembentukan batu. Batu asam urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin
yang alkalin, sedangkan batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin. Imobilisasi
yang lama akan menyebabkan gerakan kalsium menuju tulang akan terhambat.
Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan.
Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan
semakin bertambah dan pengendapan ini makin kompleks sehingga terjadi
batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada batu
yang kecil, ada yang besar. Batu yang kecil dapat lekuar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah
dalam urin; sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran
kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi
refluks urin dan akan menimbulkan terjadinya hidronefrosis karena dilatasi
ginjal. Kerusakan pada srtuktur ginjal yang lama akan mengakibatkan
kerusakan-kerusakan pada organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal
kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, yang
mengakibatkan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dapat
menyebabkan kematian.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisa; warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum
menunjukan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam
:kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine;
abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap: Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. Merangsang
reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine.
d. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
e. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul. Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter).
f. Sistoureterokopi: visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu atau efek obstruksi.
g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Tujuan:
1) Menghilangkan obstruksi
2) Mengobati infeksi.
3) Mencegah terjadinya gagal ginjal.
4) Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
b. Operasi dilakukan jika:
1) Sudah terjadi stasis/bendungan.
2) Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan
bendungan positif harus dilakukan operasi.
c. Therapi:
1) Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2) Allopurinol untuk batu asam urat.
3) Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d. Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan:
1) Batu kalsium oksalat Makanan yang harus dikurangi adalah jenis
makanan yang mengandung kalsium oksalat seperti: bayam, daun
sledri, kacang-kacangngan, kopi, coklat; sedangkan untuk kalsium
fosfat mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium seperti
ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
2) Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan
daging.
3) Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu,
kentang.
4) Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga
secara teratur.
8. Komplikasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KOLIK RENAL


1. Pengkajian Keperawatan
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
2) Riwayat infeksi saluran kemih.
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4) Keturunan.
5) Alkoholik, merokok.
6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps,
penggunaan kontrasepsi).
b. Pola nutrisi metabolik
1) Mual, muntah.
2) Demam.
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
6) Alkoholik
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
2) Hematuri.
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4) Riwayat obstruksi.
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk).
2) Keterbatasan aktivitas.
3) Gaya hidup (olah raga).
e. Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
f. Pola persepsi kognitif
1) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.
3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul.
g. Pola reproduksi dan seksual
Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri pada
saluran kemih.
h. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perubahan gaya hidup karena penyakit.
2) Cemas terhadap penyakit yang diderita.
i. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres
1) Adakah pasien tampak cemas
2) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih.
b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena
batu.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi pada saluran kemih Hasil yang
diharapkan: Pasien bebas dari rasa nyeri, Pasien tampak rileks, bisa tidur
dan istirahat. Intervensi:
1) Kaji karakteristik nyeri ( lokasi, lama, intensitas dan radiasi)
Rasional: membantu mengevaluasi perkembangan dari obstruksi.
2) Observasi tanda-tanda vital, tensi, nadi, cemas
Rasional: nyeri hebat ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
nadi.
3) Jelaskan penyebab rasa nyeri
Rasional: mengurangi kecemasan pasien.
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
b. Perubahan pola elminasi: urine berhubungan dengan inflamasi, obstruksi
karena batu. Hasil yang diharapkan: Pola eliminasi urine dan output dalam
batas normal, tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi (tidak ada rasa
sakit saat berkemih, pengeluaran urin lancar). Intervensi:
1) Monitor intake dan output.
Rasional: menginformasikan fungsi ginjal.
2) Anjurkan untuk meningkatkan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.
Rasional: mempermudah pengeluaran batu, mencegah terjadinya
pengendapan.
3) Kaji karakteristik urine
Rasional: adanya darah merupakan indikasi meningkatnya
obstruksi/iritasi ureter.
4) Kaji pola BAK normal pasien, catat kelainnya.
Rasional: batu dapat menyebabkan rangsangan mervus yang
menyebabkan sensasi untuk buang air kecil
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah. Hasil yang diharapkan: Keseimbangan cairan adekuat, turgor kulit
baik. Intervensi :
1) Monitor intake dan output
Rasional: membandingkan secara aktual dan mengantisipasi output
yang dapat dijadikan tanda adanya renal stasis.
2) Berikan intake cairan 3 – 4 liter per hari.
Rasional: menjaga keseimbangan cairan untuk homeostasis.
3) Monitor tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa.
Rasional: dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.
4) Berikan cairan intra vena sesuai intruksi dokter.
Rasioanal: menjaga keseimbangan cairan bila intake per oral kurang.
5) Kalau perlu berikan obat anti enemik.
Rasional: mengurangi mual dan muntah.

C. DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2008). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2. EGC:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai