Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Praktikum


a. Untuk menentukan kadar oksigen terlarut dalam air
b. Untuk menganalisa kadar oksigen terlarut dengan metode winkler

1.2. Landasan Teori


1.2.1. Pemanfaatan Fly Ash Batu Bara sebagai Adsorben dalam
Penyisihan COD dari Limbah Cair Domestik Rumah Susun
Wonerejo Surabaya
1.2.1.1. Pendahuluan

Proses pembakaran batubara untuk menghasilkan


tenaga dalam industri akan menghasilkan sisa pembakaran
yang disebut abu terbang (fly ash), serta endapan abu
(bottom ash) yang pabila tidak dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya akan dapat mengganggu kesehatan manusia
dan lingkungan. Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk
dan laju pertumbuhan yang setiap tahunnya meningkat di
Indonesia. Maka semakin besar pula tingkat kebutuhan akan
tempat tinggal yang nyaman serta memenuhi persyaratan
lingkungan. Banyaknya masyarakat yang berpenghasilan
masih di bawah rata-rata membuat banyaknya pemukiman
kumuh yang terbangun dimana-mana. Salah satu upaya
pemerintah guna memperbaiki lingkungan yang kumuh tapi
tetap memperhatikan kesejahteraan penghuninya, serta
memberikan kenyamanan bagi masyarakat perkotaan adalah
dengan menyediakan rumah susun. Salah satu rusun rumah
susun) yang telah di bangun oleh pemerintah adalah Rumah
Susun Wonorejo Surabaya. Dimana penghuni rumah susun
tersebut adalah kebanyakan dari kelompok yang
berpenghasilan menengah ke bawah. Banyak aktivitas yang
di lakukan oleh penghuni rumah susun tersebut seperti
mandi, cuci pakaian, cuci piring dll, semua kegiatan
tersebut menghasilkan buangan yang disebut limbah
domestic (limbah rumah tangga).
Metcalf & Eddy, (1993), menyatakan bahwa Air
limbah domestik adalah cairan buangan dari rumah tangga,
industri maupun tempat – tempat umum lain yang
mengandung bahan – bahan yang dapat membahayakan
kehidupan manusia maupun makhluk hidup lain serta
mengganggu kelestarian lingkungan. Menurut Veenstra,
(1995), menyatakan bahwa prinsip air limbah domestic
terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang terdiri
dari air buangan tubuh manusia yaitu tinja dan urine (black
water) dan air limbah yang berasal dari buangan dapur dan
kamar mandi (gray water), yang sebagian besar merupakan
bahan organik. Menurut Anggraini, (2005), Karakteristik air
limbah dapat diukur dengan melihat sifat – sifatnya yang
meliputi sifat fisik, kimia dan biologi yaitu :
1. Sifat Fisik

Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat


dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat.
Beberapa komposisi air limbah akan hilang apabila
dilakukan pemanasan secara lambat. Sifat-sifat fisik
yang mempengaruhi adalah :

1. Padatan (solid)
Padatan terdiri dari bahan padat organik
maupun anorganik yang dapat larut, mengendap atau
tersuspensi. Padatan tersuspensi di dasar badan air
akan mengganggu kehidupan didalam badan air, dan
akan mengalami dekomposisi yang dapat
menurunkan kadar oksigen di dalam air.

2. Temperatur
Temperatur limbah mempengaruhi badan
penerima jika terdapat temperatur yang cukup
besar. Hal ini akan mempengaruhi kecepatan
reaksi serta tata kehidupan dalam air. Perubahan
suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi dan
biologi.

3. Kekeruhan (turbidity)
Kekeruhan menyebabkan penyimpangan
sinar matahari, sehingga mengganggu kehidupan
didalam badan air, dan akan mengalami
dekomposisi yang dapat menurunkan kadar
oksigen dalam air, sehingga berpengaruh baik
secara langsung atau tidak langsung terhadap
organisme di badan air. (Gunawan, 2006)

2. Sifat Kimia

Kandungan bahan kimia yang ada dalam air limbah


dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara.
Adapun bahan kimia yang terdapat pada limbah cair
domestik adalah :
1. pH
pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas
tingkat keasaman atau kebasaan dari suatu larutan
yang dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen
terlarut.
2. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zatzat organik.
3. Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD)
Kebutuhan oksigen biologis (BOD) merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan (mengoksidasi) hamper semua zat
organik yang tersuspensi dalam air.
4. Dissolved Oxygen (DO)
DO adalah faktor yang menentukan apakah
perubahan yang terjadi dalam air limbah disebabkan
oleh proses aerob atau anaerob. Organisme aerob
menggunakan oksigen bebas untuk mengoksidasi
senyawa-senyawa organik dan anorganik
menghasilkan senyawa akhir yang tidak berbahaya.
(Gunawan, 2006)

3. Sifat Biologis

Menurut Wardana, (1999), menyatakan disetiap


badan air, baik air dalam maupun air buangan terdapat
bakteri atau mikroorganisme. Bakteri merupakan
kelompok mikroorganisme terpenting dalam sistem
penanganan limbah. Bakteri ada yang bersifat patogen
sehingga merugikan dan ada yang bersifat non
patogen/menguntungkan. Senyawa organik adalah
golongan besar senyawa kimia yang molekulnya
mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat, dan
oksida karbon. Studi mengenai senyawa organik
disebut kimia organik. Banyak di antara senyawa
organik, seperti protein, lemak, dan karbohidrat,
merupakan komponen penting dalam biokimia. Di
antara beberapa golongan senyawa organic adalah
senyawa alifatik, rantai karbon yang dapat diubah
gugus fungsinya; hidrokarbon aromatic, senyawa yang
mengandung paling tidak satu cincin benzene; senyawa
heterosiklik yang mencakup atom-atom non karbon
dalam struktur cincinnya; dan polimer, molekul rantai
panjang gugus berulang. Pembeda antara kimia organik
dan anorganik adalah ada atau tidaknya ikatan karbon
hydrogen. Sehingga asam karbonat termasuk
anorganik, sedangkan asam format, asam lemak
pertama organik.Menurut Edy B., (2007), Abu batubara
adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang
berbentuk partikel halus amorf dan abu tersebut
merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari
perubahan bahan mineral (mineral matter) karena dari
proses pembakaran batubara pada unit penmbangkit
uap (boiler) akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) Komposisi
abu batubara yang dihasilkan terdiri dari 10 - 20 % abu
dasar, sedang sisanya sekitar 80 - 90 % berupa abu
terbang. Abu terbang ditangkap dengan electric
precipitator sebelum dibuang ke udara melalui
cerobong. Sifat kimia dari abu batubara dipengaruhi
oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik
penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran
batubara lignit dan sub-bituminous menghasilkan abu
terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih
banyak daripada bituminus. Namun, memiliki
kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih
sedikit daripada bituminous. Kandungan karbon dalam
abu terbang diukur dengan menggunakan Loss On
Ignition Method (LOI). (Adha, 2009). Fly ash berwarna
abu-abu hingga kehitaman warna kehitaman karena
adanya karbon, Hal ini disebabkan pembakaran yang
tidak sempurna. Ukuran dan bentuk karakteristik
partikel fly ash sebenarnya bergantung pada asal bahan
yang dibakar, derajat penghancuran, temperature, suplai
oksigen, pembakaran yang merata, mayoritas fly ash
seperti kaca, padat, berlubang seperti bola. Komposisi
kimia pada fly ash pada umumnya tersusun dari
senyawa silikat (SiO2), Alumina Oksida (Al2O3), Besi
Oksida (Fe2O3), Kalsium (CaO), Magnesium Oksida
(MgO), Natrium Oksida (Na2O), dan (SO3). Abu
terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang
amat beragam antara lain (Anonim 2008) :
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste
stabilizzation)
9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

Menurut Benefield, (1982), Adsorpsi secara umum


adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble)
yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda
penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara
substansi dengan penyerapanya. Proses perlekatan dapat
saja terjadi antara cairan dan gas, padatan, atau cairan lain.
Zat pengadsorbsi (adsorbent) adalah material yang sangat
berpori. Lokasi proses adsorbsi terjadi pada dinding pori-
pori atau letak tertentu dalam partikel adsorbent. Karena
poripori itu biasanya sangat kecil, luas permukaan dalam
menjadi beberapa orde lebih besar daripada permukaan luar.
Pemisahaan terjadi karena perbedaan berat molekul atau
karena perbedaan polaritas menyebabkan sebagian molekul
melekat pada permukaan itu lebih erat daripada molekul-
molekul lainnya. Karakteristik adsorben yang dibutuhkan
untuk adsorbsi yang baik :
1. Luas Permukaan Adsorben
Semakin besar luas permukaan maka semakin besar
pula daya adsorbsinya, karena proses adsorbs terjadi
pada permukaan adsorben. Tidak ada perubahan volume
yang berarti selama proses adsorbsi dan desorpsi.
2. Kemurnian Adsorben
Adsorben yang memiliki tingkat kemurnian tinggi,
daya adsorbsinya lebih baik. (Imami, 2008). Menurut
Sawyer et al dalam masduqi 2000 proses adsorbsi pada
umumnya dapat dibagi menjadi:
1. Adsorbsi Fisika (Van der Waals)
Adsorbsi fisika adalah suatu proses penjerapan
dimana daya tarik van der waals atau gaya tarik
yanglemah antar molekul menarik bahan terlarut dari
larutan adsorbat ke dalam permukaan adsorben.
Molekul yang teradsorbsi bebas bergerak di sekitar
permukaan adsorben dan tidak hanya menetap dengan
adsorben itu lebih besar daripada gaya tarik antara zat
terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan
teradsorbsi di permukaan adsorben (Jabarudin, 2010).
2. Adsorbsi Kimia
Penjerapan ini bersifat spesifik dan melibatkan
gaya yang jauh lebih besar daripada penjerapan fisika
ikatan adsorbat pada adsorbsi kimia biasanya terjadi
tidak lebih dari satu lapisan. Secara normal bahan
yang teradsorbsi membentuk lapisan di atas
permukaan berupa molekul-molekul yang tidak bebas
bergerak dari satu permukaan ke permukaan lainya.
Adsorbsi kimia menyebabkan terbentuknya suatu
lapisan pada permukaan adsorben yang mempunyai
sifat kimia lain sebagai akibat adanya reaksi adsorbat
dengan adsorben. Pada proses kimia energi panas
yang dibutuhkan untuk proses pengikatan sam dengan
energy panas yan dilibatkan pada reaksi kimia, karena
itu adsobsi kimia mempunyai kemapuan adsorbs lebih
besar (Jabarudin, 2010).
3. Adsorbsi Pertukaran
Adsorbsi yang diperankan oleh tarikan listrik
antara adsorbat dan permukaan adsorben. Ion dari
suatu substansi banyak berperan dalam adsorbsi ini.
Ion akan terkonsentrasi di permukaan adsorben
sebagai hasil tarikan elektrostatik ke tempat yang
bermuatan berlawanan di permukaan (Jabarudin,
2010). Menurut Reynold, (1982), adsorpsi fisik terjadi
karena adanya ikatan Van der waals, dan bila ikatan
tarik antar molekul zat terlarut dengan zat
penyerapnya lebih besar dari ikatan antara molekul
zat terlarut dengan pelarutnya maka zat terlarut akan
dapat diadsorpsi. Sedangkan adsorpsi kimia menurut
benefield, (1982), merupakan hasil dari reaksi kimia
antara molekul adsorbat dan adsorban dimana terjadi
pertukaran elektron. Mekanisme Menurut Benefield,
(1982), Adsorpsi terhadap air buangan mempunyai
tahapan proses seperti berikut :
1. Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan
film yangmengelilingi adsorban.
2.Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion).
3. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam
adsorban (proses porediffu-sion)
4. Adsorbsi adsorbat pada permukaan adsorban.
(Kasam, dkk, 2005).

Menurut Perrich (1981) dan beberapa faktor yang


mempengaruhilaju dan besarnya adsorbsi yang
menyebabkan kesulitan dalam pengembangan model yang
akan diterapkan. Adapun faktor yang mempengaruhi
kapasitas adsorbsi yaitu:
1. Luas permukaan adsorben.
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak
adsorbat yang dapat diserap, sehingga proses adsorbsi
dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter
partikel maka semakin luas permukaan adsorben.(
Wijaya, 2008)
2. Ukuran partikel
Menurut Tchobanoglous, (1991) menyatakan bahwa
Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka
semakin besar kecepatan adsorbsinya. Ukuran diameter
dalam bentuk butir adalah lebih dari 0.1 mm, sedangkan
ukurandiameter dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh.
3. Waktu kontak
Menurut Reynolds, (1982), Waktu kontak
merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam
proses adsorbsi. Waktu kontak yang lebih lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul
adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat
organik akan turun apabila waktu kontaknya cukup dan
waktu kontak berkisar 10 – 15 menit.
4. Distribusi ukuran pori
Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi
ukuran molekul adsorbat yang masuk kedalam partikel
adsorben.( Wijaya, 2008)
5. Pengadukan
Kecepatan adsorbsi selain dipengaruhi oleh difusi
film dan difusi pori juga dipengaruhi oleh jumlah
pengadukan dalam system tersebut. Jika proses agitasi
yang dilakukan relatif kecil maka tahapan proses
adsorbsi hanyaterjadi hingga tahapan difusi
film(Benefield,1982)

3.2.1.2. Metode Penelitian

Bahan Yang Digunakan


1. Limbah abu batubara diambil darisisa pembakaran
batubara PT. Tjiwi kimia, Mojokerto
2. Limbah cair domestik yang diambil dari Rumah Susun
Wonorejo, Surabaya.
Peralatan Penelitian :
1. Peralatan Tangki berpengaduk
2. Kertas saring
3. Gelas ukur
4. Stop Watch
5. Erlenmeyer
6. Pipet ukur
7. Buret
8. Corong
9. Timbangan
10 .Botol Aqua
Variabel
Variabel yang diteliti :
1. Peubah waktu pada proses batch 30, 60, 90, 120, 150
menit
2. Peubah berat fly ash 1 gr, 2 gr, 3gr, 4 gr, 5 gr
Variabel Tetap :
1. Kecepatan putaran paddle pada tangki berpengaduk 150
rpm.
2. Volume limbah 500 ml

1.2.1.3. Prosedur Kerja


1. Lakukan pemeriksaan air sampel terlebih dahulu untuk
mengetahui konsentrasi COD
2. Siapkan Tangki berpengaduk ukuran 1 liter masing-
masing diisi 500 ml sampel
3. Masukkan fly ash dengan peubah massa 1 gr kedalam
Tangki berpengaduk yang berisi limbah cair domestik.
4. Kemudian diaduk menggunakan tangki berpengaduk
dengan kecepatan 150 rpm, dengan variasi waktu 30
menit hingga mencapai hasil maksimal
5. Saring dan dianalisa kandungan COD nya
6. Lakukan percobaan seperti 1 s/d 5 untuk massa fly ash
dan waktu yang berbeda
1.2.1.4 Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium
menggunakan limbah cair domestik dengan konsentrasi
awal COD sebesar 540 mg/l. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan, diperoleh hasilpenyisihan bahan organik
yang terkandung dalam air limbah domestic dengan media
abu terbang batubara (fly ash), dan ditampilkan dalam
bentuktabel dan grafik. Percobaan dilakukan secara
batchdengan menggunakan tangki berpengaduk dengan
volume limbah cair domestik 500 liter, kecepatan putaran
paddle 150 rpm, peubah massa fly ash 1 - 5 gr dan waktu
pengadukan 30 – 150 menit. Hasil penelitian disusun dalam
bentuk tabel dan grafik yang merupakan pengaruh massa
adsorben dan waktu pengadukan terhadap prosentase
penyisihan COD. Pengaruh massa dan waktu pengadukan
dalam proses adsorbsi merupakan factor penting karena
semakin besar massa fly ash dan semakin lama waktu
pengadukan dalam adsorbsi maka prosentase penyisihan
COD semakin meningkat. Untuk pengaruh massa dan
waktu pengadukan terhadap prosentase penyisihan COD
dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Pengaruh Waktu Pengadukan
Gambar 1. Hubungan antara lama waktu pengadukan
terhadap prosentase penyisihan COD dengan berbagai
peubah massa

Berdasarkan Gambar 1 diatas dapat dilihat


hubungan antara lama waktu pengadukan terhadap
prosentase penyisihan COD dengan berbagai peubah massa
maka didapat bahwa prosentase penyisihan COD tertinggi
adalah 91,11 % dan terendah 18,51 %. Prosentase tertinggi
terjadi pada berat 5 gram pada waktu pengadukan 150
menit. Sedangkan prosentase terendah terjadi pada massa 1
gram pada waktu pengadukan 30 menit. Prosentase ratarata
penurunan COD pada massa 1 gram adalah 23,40 %, untuk
massa 2 gram adalah 34,95 %, pada massa 3 gram adalah
50,51 %, pada massa 4 gram adalah 64,88 %, dan untuk
massa 5 gram adalah 77,77 %. Dapat di jelaskan bahwa
setiap penambahan waktu pengadukan, prosentase
penyisihan COD semakin meningkat, ini berarti
penjerapannya semakin baik. Hal ini disebabkan karena
waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat berangsur
lama, maka kemampuan adsorben dalam mengadsorbsi
semakin besar sehingga banyak senyawa COD yang
teradsorbsi. Terlihat bahwa efisiensi penyisihan COD
terbesar dan maksimal terjadi pada waktu pengadukan 150
menit dengan massa 5 gram yaitu 91,11 %. Dari gambar
diatas juga dapat dilihat bahwa kemampuan adsorban dalam
menyisihkan COD mengalami prosentase penurunan,
terlihat pada menit ke 120 sampai 150 terjadi sedikit
penjerapan COD, dikarenakan fly ash sudah jenuh, sehingga
hanya mampu menjerap sedikit COD dan mendekati jenuh.
Hal ini disebabkan oleh pori – pori media fly ash yang
berkurang kemampuannya dalam menyerap COD. Kondisi
tersebut dimungkinkan pada waktu penyerapan sebelumnya
pori - pori fly ash tertutup oleh setiap lapisan molekul yang
terbentuk, dimana lapisan tersebut akan menutupi lapisan
sebelumnya. Penelitian sebelumnya juga menyatakan proses
adsorpsi semakinbaik dengan bertambahnya massa media
dan penambahan waktu kontak. Waktu kontak merupakan
faktor yang menentukan dalam proses adsorpsi, dan waktu
kontak yang diperlukan untuk mencapai nilai optimal
tidaklah sama untuk setiap proses adsorpsi. ( Rosariawari
F,2008 )
Pengaruh Massa adsorben

Gambar 2. Hubungan antara peubah massa adsorben


terhadap prosentase penyisihan COD dengan berbagai
waktu pengadukan

Dari gambar 2 diatas dapat jelaskan hubungan antara


peubah massa adsorben terhadap prosentase penyisihan
COD dengan berbagai waktu pengadukan dapat diketahui
bahwa semakin besar massa adsorben maka prosentase
penyisihan COD semakin meningkat. Hal ini disebabkan
penambahan massa adsorben akan meningkatkan jumlah
total luas permukaan dan jumlah pori yang digunakan untuk
mengikat adsorbat dalam proses adsorbsi, sehingga COD
lebih banyak yang terjerap, di karenakan semakin besar
massa adsorben, dan lama waktu pengadukan maka
prosentase adsorbsi juga akan mengalami kenaikkan. (Restu
A, 2010). Hasil prosentase penyisihan COD terbaik yaitu
terbesar 91,11 % atau konsentrasi akhir 48 mg/l dan telah
memenuhi baku mutu yang telah dipersyaratkan sesuai
dengan Kep Men LH No 112 yaitu 100 mg/l.

1.2.1.5. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap
limbah cair domestik yaitu limbah cair yang berada di
daerah Rumah Susun Wonorrejo Surabaya, dapat diambil
kesimpulan seperti di bawah ini :
1. Abu terbang (fly ash) batubara2. Kemampuan penyisihan
kandungan COD limbah cair domestik dapat mencapai
hasil terbaik yaitu 91,11 %. Hal ini terjadi pada waktu
150 menit dengan massa media fly ash 5 gram di dapat
COD akhir sebesar 48 mg/l. Nilai ini sudah memenuhi
baku mutu sesuai Kep Men LH N0.112 Tahun 2003 yaitu
100 mg/l.
2. Waktu kontak antara adsorbat dengan massa adsorben
sangat mempengaruhi suatu proses adsorbsi. Semakin
lama waktu kontak dan semakin banyak massa adsorben
maka prosentase penyisihan COD semakin meningkat
dapat menurunkan parameter COD.

1.2.2. Oksigen Terlarut

DO atau kadar oksigen terlarut menyatakan kandungan


oksigen di dalam air. Kemampuan air dalam melarutkan oksigen
sangat tergantung pada suhu air, tekanan gas oksigen dan kemurnian
air. Dilihat dari jumlahnya, oksigen terlarut adalah satu jenis gas
terlarut dalam air pada urutan kedua setelah Nitrogen. Namun jika
dilihat kepentingannya bagi kehidupan ikan dan udang, Oksigen
menempati urutan paling atas. Oksigen yang sangat diperlukan udang
untuk pernafasannya harus dalam bentuk terlarut dalam air, karena
udang tidak dapat memanfaatkan Oksigen langsung dari udara.

1.2.3. Analisis Oksigen Telarut


Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2
macam cara, yaitu :
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
b. Metoda elektrokimia

1.2.4. Metode Winkler


Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak
digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya
dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis
terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH - KI, sehingga
akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl
maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan
membebaskan molekul Iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan
larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan
indikator larutan amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH) 2 + O2  MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH) 2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
1.2.5. Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler
Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi
berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan
dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi
iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan
tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang
tepat.Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan
standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan
oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen
terlarut dengan H+ 24 cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan
salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini
sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital,
peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut
dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya
hanya bersifat kisaran.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen
terlarut (DO) adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan
indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir
titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan
amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses
titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2
mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi
iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri
yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

1.2.6. Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar Oksigen Terlarut


Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen
terlarut adalah dengan cara :
1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka
kadar oksigen terlarut akan menurun.
2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut
maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses
fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk
pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik.
Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen
terlarut adalah dengan cara :
1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun
maka kadar oksigen terlarut akan naik.
2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut
maka semakin kadar oksigen terlarut akan naik karena proses
fotosintesis semakin meningkat.
3. Mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak
terdapat bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya
rendah.
4. Diusahakan agar air tersebut mengalir.
BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Botol Winkler 3 buah
2. Pipet tetes 1 buah
3. Buret 50 ml 1 buah
4. Statif dan klem 1 buah
5. Batang Pengaduk 1 buah
6. Beaker glass 200 ml 1 buah
7. Beaker glass 300 ml 1 buah
8. Corong 1 buah
9. Bola karet 1 buah
10. Spatula 2 buah
11. Pipet Volume 25 ml 2 buah
12. Pipet Ukur 10 ml 1 buah
13. Botol semprot 1 buah

2.2. Bahan
Adapun bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah:
1. Larutan MnSO4
2. Larutan Alkali Azida Iodida
3. Larutan H2SO4(p)
4. Larutan Tio 0,025 N
5. Indikator Amilum
6. Sampel :
a. Air Mineral Merk Vit 110.3 ml
b. Air Mineral Merk Fren O 110,3 ml
c. Air PDAM 96,2 ml
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Prosedur Kerja Pembuatan Reagen pada Penentuan Kadar DO


1. H2SO4 (P)
2. Aquades
3. MnSO4
Timbang 240 gr MnSO4 , kemudian larutkan menjadi 500 ml dengan
aquades dalam labu ukur 500 ml.
4. Alkali-Azida-Iodida
Timbang 70 gr KOH, 15 gr KI NaN3 2 gram, kemudian dilarutkan
menjadi 100 ml dan disimpan dalam botol poly etilen dan tempat gelap.
5. Tio 0,025 N
Timbang 6,5 tio sulfat, kemudian tambahkan 2 gram Na2CO3 anhydrat
yang sudah ditimbang dengan neraca analitis, kemudian dilarutkan
menjadi 1 liter dengan aquades dan tambahkan 10 ml amil alkohol,
aduk sempurna, biarkan selama 2 hari, setelah itu distandarisasi.
6. Indikator amylum
Timbang 10 gr amylum, larutkan dengan 100 ml dengan aquades
kemudian panaskan sambil aduk, jangan sampai mendidih. Simpan
dalam botol.

3.2 Penentuan Oksigen Terlarut


1. Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler, diisi penuh kemudian
ditutup.
2. Tutup botol winkler dibuka kemudian ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2
ml Alkali Azida Iodida lalu diaduk sampai homogen dan didiamkan
selama ± 5 menit.
3. Larutan yang di dalam botol winkler akan menjadi larutan bening di
atasnya dan di bawahnya endapan coklat. Larutan bening atau cairan
jernih yang berada di atasnya dibuang sebanyak 25 ml.
4. H2SO4 (p) ditambahkan sebanyak 2 ml dan diaduk.
5. Larutan kuning pekat di dalam botol winkler dititrasi dengan larutan
Tio 0.025N sampai berubah warna menjadi larutan kuning muda.
6. Larutan kuning muda ditambahkan indikator amylum sampai berubah
warna menjadi biru tua.
7. Larutan biru tua yang di dalam botol winkler dititrasi dengan larutan
Tio 0.025N
8. Volume larutan Tio 0.025N dicatat setelah penambahan indikator
amylum.
BAB IV
GAMBAR RANGKAIAN

Sampel
Botol
Winkler
Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler sampai meluap lalu tutup

MnSO4

Sampel

MnSO4 ditambahkan ke dalam sampel sebanyak 2ml

Lar.Alkali
azida iodida

Sampel Sampel+MnSO4
+Lar.Alkali azida
iodida

Alakli azida iodida ditambahkan ke dalam sampel sebanyak 2ml


Batang
pengaduk

Sampel+MnSO4
+Lar.Alkali azida
iodida

Dihomogen kan (diaduk)

Pipet volume
25 ml

Didiamkan 5 menit,terbentuk 2 lapisan yaitu bagian atas: lar. Bening dan bagian bawah:
endapan coklat, kemudian larutan bening bagian atas dipipet 25 ml.

H2SO4(P)

Setelah itu ditambahkan 2 ml H2SO4(P)


Perubahan yang terjadi setelah penambahan H2SO4(P), Hilangnya endapan coklat

Statif dan klem

Buret

Sampel+MnSO4 +
Lar. Alkali azida
iodida + H2SO4(P)
Kemudian di titrasi dengan lar. Tio 0,025 N

Indikator amilum
Pipet tetes

Setelah terjadi perubahan warna menjadi lar. Kuning tambahkan 3-5 tetes indikator
amilum
Buret

Statif dan Klem

Kemudian dititrasi kembali dengan lar. Tio 0,025N, hingga warna biru tua nya hilang.
BAB V
DATA PENGAMATAN

Tabel 5.1. Data Pengamatan oksigen terlarut (DO)


Hasil volume titrasi
No Sampel Volume Sampel (ml)
(ml)

1 Air mineral merk Vit 97,2 10,3


2 Air mineral merk fren o 110,3 17,0

3 Air PDAM 104,5 13,4

Volume MnSO4 = 2 ml
Volume Alkali azida iodida = 2 ml
Volume H2SO4 = 2 ml
Volume yang terbuang = 25 ml
Indikator Amilum = 3-5tetes

Keterangan :
1) Sampel + MnS04 Lar. Bening + gel
Di diamkan
2) Lar. Bening+gel + alkali azida iodida Lar. Bening(bagian atas)
5menit
Coklat (bagian bawah)
Dibuang 25 ml
3) Lar. Bening + Coklat Lar. Bening(bagian atas)
Coklat (bagian bawah)
4) Lar. Bening dan coklat + H2SO4(P) Lar. Kuning pekat
Di titrasi
5) Lar. Kuning pekat Lar. Kuning Muda

Tio 0,025N

6) Lar. Kuning muda+ Indikator amilum Lar. Biru gelap


Dititrasi Tio 0,025N
7) Lar. Biru gelap Lar. Biru hilang
BAB VI
PENGOLAHAN DATA

6.1. Perhitungan Kadar Oksigen Terlarut


a. Oksigen Terlarut pada sampel Air Mineral Merk Vit
Diketahui : Volume sampel (volume botol winkler) = 97,2 ml
Volume Tio = 10,3 ml
Konsentrasi Tio = 0,025 N
Penyelesaian :
𝑚𝑙 𝑇𝑖𝑜 𝑥 𝑁 𝑇𝑖𝑜 𝑥 8000
𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔

10,3 𝑚𝑙 𝑥 0,025 𝑁 𝑥 8000


𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
97,2𝑚𝑙 − 25 𝑚𝑙
2060
𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
72,2
𝐷𝑂 = 28,53 𝑝𝑝𝑚

b. Oksigen Terlarut pada sampel Air Mineral Merk Fren O


Diketahui : Volume sampel (volume botol winkler) = 110,3 ml
Volume Tio = 17,0 ml
Konsentrasi Tio = 0,025 N
Penyelesaian :
𝑚𝑙 𝑇𝑖𝑜 𝑥 𝑁 𝑇𝑖𝑜 𝑥 8000
𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔

17,0 𝑚𝑙 𝑥 0,025 𝑁 𝑥 8000


𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
110,3 𝑚𝑙 − 25 𝑚𝑙
3400
𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
85,3
𝐷𝑂 = 39,85 𝑝𝑝𝑚
c. Oksigen Terlarut pada sampel Air PDAM
Diketahui : Volume sampel (volume botol winkler) = 104,5 ml
Volume Tio = 13,4 ml
Konsentrasi Tio = 0,025 N
Penyelesaian :
𝑚𝑙 𝑇𝑖𝑜 𝑥 𝑁 𝑇𝑖𝑜 𝑥 8000
𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔

13,4 𝑚𝑙 𝑥 0,025 𝑁 𝑥 8000


𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
104,5 𝑚𝑙 − 25 𝑚𝑙
2780
𝐷𝑂(𝑝𝑝𝑚) =
79,5
𝐷𝑂 = 34,96 𝑝𝑝𝑚

6.2. Reaksi

1. 2H2O + MnSO4 Mn(OH)2 + H2SO4


(Air) (Mangan Sulfat) (Mangan(II)Hidroksi) (Asam Sulfat)

2. 2Mn(OH)2 + On 2MnO2 + 2H2O


Endapan Mangan (Oksigen) endapan (air)
dihidroksida Mangan Oksida

3. MnO2 + 2KI-NaN3 + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH + 2NaN3


Endapan Alkali air Endapan Iodida Kalium Natrium
Mangan azida Mangan Hidrok- Nitrat
Oksida iodida Oksida sida
4. Mn (OH)2 + I2 + 2KOH + 2 NaN3 + 2 H2SO4 Mn(SO4)+
Endapan Alkali azida iodida asam sulfat Mangan
Mangan sulfat
Oksida

I2 + 4H2O + 2NaN3 + K2SO4


Iodium air Natrium Kalium
Nitrat Sulfat

5. I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI


Iodium Natrium Tiosulfat Sodium Tiosulfat Natrium Iodida
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kandungan Oksigen Terlarut di dalam Air Mineral Merk Vit sebesar
28,53 ppm, Kandungan Oksigen Terlarut di dalam Air Mineral Merk
Fren O adalah 39,85ppm sedangkan air PDAM kandungan oksigen
terlarutnya sebesar 34,96ppm
2. Berdasarkan Standar Mutu Air kandungan oksigen terlarut dalam air
tersebut yaitu minumum 6 ppm, sehingga kandungan oksigen dalam air
yang dicoba sesuai dengan standar mutu air.
3. Dari ketiga jenis air tersebut yang memiliki kandungan oksigen terlarut
paling banyak yaitu air mineral merk fren-o yaitu sebesar 39,85 ppm
sehingga baik untuk dikonsumsi.

7.2. Saran
Untuk praktikan selanjutnya diharapkan agar memperhatikan setiap
perubahan warna yang terjadi pada larutan dan menggunakan indikator
secukupnya, agar perubahan warna sesuai dengan tingkat ketelitian yang
diharapkan pada titik akhir titrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Caroline, Jenny.dkk.2006. Msg Waste Biomass Concentration On Membrane


Bioreactor Submerged.Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.

Effendi, Hefni.2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Penuntun Pratikum Tekonologi Pengolahan Air dan Limbah Industri, Medan:


PTKI

Slamat, Juli Soemirat. 1994. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Gajah Mada


University Press

http://sharejurnal.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai