Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Meningitis, Tetanus, Dan Mielopati

Disusun Oleh :

Rosinta Oktaviani

NIM : 009.01.31.17

STIKES TARUMANAGARA

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang penyakit maningitis, tetanus, mielopati dan asuhan keperawatan. Dan juga
kami berterima kasih pada Ibu Ns. Siti Latipah M.K.K.K., M.Kep selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Medical Bedah II yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan, serta pengetahuan kita mengenai Konsep penyakit tetanus, maningitis,
mielopati dan asuhan keperawatan. Kami juga menyadari, sepenuhnya bahwa
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri, maupun orang yang membacanya terima kasih.

Jakarta, Maret 2019

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 1

Daftar isi ................................................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4

1.2 Tujuan Makalah .............................................................................................................. 4

Bab II Pembahasan

2.1 Anatomi Fisiologpi

2.1.1 Sistem Saraf Pusat ................................................................................................. 6

2.1.2 Sistem Saraf Tepi ................................................................................................. 8

2.2 Penyakit Maningitis

2.2.1 Definisi Maningitis ................................................................................................ 11

2.2.2 Etiologi Maningitis ................................................................................................ 11

2.2.3 Manifestasi Klinis.................................................................................................. 12

2.2.4 Discharge Planning............................................................................................... 13

Asuhan Keperawatan Maningitis ................................................................................... 14

2.3 Penyakit Tetanus

2.3.1 Definisi Tetanus ................................................................................................... 22

2.3.2 Etiologi ................................................................................................................. 22

2.3.3 Manifestasi Klinis ................................................................................................ 22

2
2.3.4 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 25
2.3.5 Penatalaksanaan .................................................................................................. 25

Asuhan Keperawatan Tetanus ....................................................................................... 27

2.4 Penyakit Mielopati

2.4.1 Definisi Mielopati.................................................................................................. 33

2.4.2 Etiologi .................................................................................................................. 33

2.4.3 Manifestasi Klinis.................................................................................................. 33

2.4.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 34

2.4.5 Penatalaksanaan..................................................................................................... 34

Asuhan Keperawatan Mielopati ..................................................................................... 37

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 41

3.2 Saran ............................................................................................................................... 41

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem saraf merupakan jaringan system manunggal dan terpadu.
Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan
saraf tepi. Sistem saraf adalah salah satu sistem koordinasi yang
berfungsi untuk menyampaikan rangsangan secara cepat dari reseptor
yang akan dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Meningitis adalah proses peradangan dapat mengenai selaput otak
(meningitis). Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu, duramater, arachnoid,
dan piamater. Durameter adalah selaput otak terluar yang merupakan
gabungan dari lapisan selaput, yaitu lamina eksterna dan interna.
Arachnoid adalah merupakan lapisan tengah antara duramater dan
piamater. Piamater merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam
yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta
mengikuti konvulosinya.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran sebagai bagian dari toksin
kuman Clostridium Tetani.Bakteri tetani tersebar luas di tanahdijumpai
juga pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik
disamping penggunaan jarum suntik yang tidak steril.Tetanus dapat
menyerang semua golongan umur, mula dari bayi, dewasa muda sampai
orang-orang tua.
Mielopati adalah istilah digunakan untuk menggambarkan setiap
defisit neurologis yang berhubungan dengan sumsum tulang belakang.
Mielopati paling sering disebabkan oleh kompresi sumsum tulang
belakang oleh osteofit atau ekstrusi diskus pada vertebra servikalis.
Osteofit dan herniasi juga dapat menyebabkan mielopati lokal pada
vertebra torakalis, meskipun hal ini jarang terjadi. Penyebab paling
umum mielopati yang lain adalah kompresi medulla spinalis oleh massa

4
ekstradural seperti metastasis karsinomake tulang, dan trauma tumpul
atau penetrasi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah definisi meningitis?
b. Faktor apa saja yang menyebabkan meningitis?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien meningitis?
d. Apakah definisi tetanus?
e. Etiologi tetanus?
f. Bagaimana asuhan keperawatan?
g. Apakah definisi mielopati?
h. Etiologi mielopati?
i. Bagaimana asuhan keperawatan mielopati

1.3 Tujuan Makalah


a. Untuk mengetahui definisi dari meningitis
b. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya meningitis
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis
d. Untuk mengetahui definisi dari tetanus
e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus
f. Untuk mengetahui definisi dari mielopati
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien klien mielopati

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi


Sistem saraf merupakan jaringan sistem manunggal dan terpadu.
Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan
saraf tepi.
Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengab
berbagai fungsi yang berbeda saling mempengaruhi. Satu fungsi saraf
terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh yang
lain.
Sistem Saraf dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu
susunan saraf pusat/Central Nervous System {CNS} dan susunan saraf
perifer/Peripheral Nervous System {PNS}.
2.1.1 Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri dari otak sampai medula spinalis.
Masing-masing lindungi oleh tulang tengkorak. Sistem saraf pusat
meupakan sistem sentral pengontrol tubuh yang menerima,
menginterprestasi dan mengintegrasi semua stimulus, serta
menyampakan implus saraf otot dan kelenjar.
Otak

6
Otak manusia memiliki berat sekitar 1.400 gram dan
tersusun oleh sekitar 100 miliar neuron. Masing-masing neuron
mempunyai 1.000 sampai 1.000 koneksi sinaps dengan sel sel saraf
lainnya. Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan
terletak didalam ruangan yang tertutup oleh kranium (tulang
tengkorak) dan diselubungi oleh jaringan yang disebut selaput
meninges. Selaput meninges dibedakan menjadi tiga, yaitu lapisan
keluar yang melekat pada tulang (duramater), lapisan tengahantara
durameter dan piameter (arachnoid), danlapisan selaput otak yang
paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan
jaringan otak serta mengikuti konvulosinya (piamater)
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar
(serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum),
sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
a Otak besar (serebrum)
Merupakan sruktur system saraf yang terbesar dan paling
rumit. Bagian otak ini terdiri dari sepasang hemisfer yang
tersusung oleh 3 hal:
1. Korteks serebri
2. Massa putih/ substansi alba
3. Ganglia basal
b Otak tengah (mesensefalon)
Segemen adalah segmen batang otak yang berlokasi antara
diensofalon dan pons
c Otak kecil (serebelum)
Serebelum memiliki 3 fungsi utama, yaitu mempertahankan
postur dan keseimbangan, tonus otot dan koordinator gerakan
volunteer
d Pons merupakan jembatan penghubung antara otak tengah
dengan medula oblongata

7
e Sumsum lanjutan (medulla oblongata)
Sumsum lanjutan berfungsi menghantar impuls yang datang
dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga
memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung,
tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat
pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.

f Sumsum tulang belakang


Sumsum tulang belakang memiliki 2 fungsi utama, yaitu
sebagai penghubung impuls yang berasal dari otak serta sebagai
pusat gerak refleks. Sumsum tulang belakang menempati
rongga tulang belakang dan berbentuk memanjang.

2.1.2 Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi adalah terdiri dari sel-sel dan serabutnya
yang terletak di luar system saraf pusat yang merupakan
membawa informaasi keseluruh bagian tubuh.

a Saraf somatik
Saraf somatik terdiri dari sel-sel saraf yang menerima dan
memproses input sensorik eksternal dari reseptor sensorik serta
menghantarkannya menuju susunan saraf pusat. Saraf somatik
(motorik) terususun olehjaras neuronal yang turun dari otak dan
medula spinalis untuk mengatur lower neuron. Sistem ini
meregulasi kontraksi volunter otot rangka, saraf somatik terbagi
menjadi 12 pasang saraf kranial belang, 12 pasang saraf kranial
yaitu :

8
b Saraf otonom terbagi menjadi 2 yaitu:
Sistem saraf simpatik, yang mempunyai aktifitas stimulus
khususnya pada keadaan darurat. Responnya antara lain adalah
peningkatan denyut jantung dan kekuatan otot jantung,
peningkatan gula darah dan peningkatan tekanan darah.
Sistem saraf parasimpatik, berkaitan dengan aktifitas untuk
konservasi dan restorasi, seperti penurunan denyut jantung dan
kekuatannya aktivitas gastrointestinal (pencernaan dan absorbsi
makanan).

9
1. Nervus Olfaktorius
Menerima rangsang dan menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai sensasi bau.
2. Nervus Optikus
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke
otak untuk diproses sebagai persepi visual.
3. Nervus Okulomotorius
Menggerakkan bola mata.
4. Nervus Troklearis
Menggerakkan bola mata ke kanan dan kekiri.
5. Nervus Trigeminus
Menerima rangsang dari wajah untuk diproses di otak
sebagai sentuhan. Motorik: Menggerakkan rahang.
6. Nervus Abdusen
Menggerakan bola mata atas, bawah, kanan dan kiri.
7. Nervus Fasialis
Menggerakan otot wajah untuk menciptakan ekspresi
wajah.
8. Nervus Auditorius
Saraf pendengaran
9. Nervus Glosofaringeal
Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa (menelan)
10. Nervus Vagus
Sensorik : menelan.
Motorik : berbicara
11. Nervus Aksesorius
Menggerakkan kepala, leher dan bahu
12. Nervus Hipoglosus
Mengendalikan pergerakan lidah.

10
Adapun ke 31 saraf spinalis, yaitu:

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan.


Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8
pasang saraf leher (servikal), 12 pasang saraf punggung (thorakal), 5
pasang saraf pinggang (lumbal), 5 pasang saraf pinggul (sakral), dan satu
pasang saraf ekor (koksigeal).

2.2 Penyakit Maningitis


2.2.1 Definisi Maningitis
Maningitis ada lah suatu infeksi purulen lapisan otak yang
pada orang dewasa hanya terbatas didalam ruang subaraknoid,
namun pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural
sebagai suatu efusi atau empilema subdural (leptomeningitis)
atau bahkan kedalam otak (meningoesnsefalitis).
2.2.2 Etiologi
a Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah
Diplococcus pneumonia dan Neiseria maningitidis
stafilokokus, dan gram negative.
b Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus
influenza Neiseria maningitidis dan Diplococcus pneumonia.

11
2.2.3 Manifestasi Klinis
a Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap
kurang, muntah, diare, tonus otot melemah, menangis
lemah.
b Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala,
muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto
pobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku
kuduk, tanda kering dan brudzinski positif, ptechial
(menunjukkan infeksi meningococal).
Peneriksaan Penunjang :
a Fungsi Lumbal dab kultur CSS : jumlah leukosit (CBC)
meningkat, kadar glukosa darah menurun, protein
meningkat, tekanan cairan meningkat asam laktat
meningkat, gluukosa serum meningkat, identifikasi
organisme penyebab.
b Kultur darah untuk menetapkan organisme penyebab
c Kultur urin untuk menetapkan organisme penyebab
d Kultur nasofaring untuk menetapkan organisme penyebab
e MRI, CT-scan/angiografi
Penatalaksanaan :

1. Obat anti inflamasi


a. Meningitis Tuberkulosa
- Isoniazid 10-2o mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari
maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun
- Rifamfisin 10-15 mg/kg/24 jam oral, 1 kali sehari
selama 1 tahun
- Streptomisin sulfat 20-40 mg/kg/24 jam sampai 1
minggu, 1-2 kali sehari selama 3 bulan
b. Maningitis bakterial umur <2 bulan
- Sefalosporin generasi ke-3
- Ampisilin 150-200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4-6
kali sehari
c. Maningitis bakterial, umur >2 bulan

12
-Amplisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6
kali sehari
- Sefalosforin generasi ke 3
2. Pengobatan Simtomatis
a. Diazepam IV 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0,4 –
0,6/mg/kg/dosis kemudian dilanjutkan dengan Fenitoin
5mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
b. Turunkan demam dengan Antipiretik parasetamol atau
salisilat 10mg/kg/dosis sambil dikompres air
3. Pengobatan Suportif
a. Cairan Intervena
b. Pemberian O2 agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-
50%

2.2.4 Discharge Planning


a. Intervensi yang tercantum pada penatalaksanaan akut juga
berlaku untuk perawatan jangka panjang
b. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan
pemantauan efek samping
c. Konsultasikan komplikasi jangka panjang yang akan terjadi
serta tanda dan gejala serta bagaimana untuk
mempertahankan nutrisi yang adekuat (makanan rendah
lemak)
d. Pelajari cara mencegah infeksi, penyebab dan tanda gejala
penyakit

13
Asuhan Keperawatan Penyakit Maningitis

A. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Kekurangan Volume cairan
3. Hipertermia b.d proses infeksi
4. Ketidakseimangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC
napas  Respirator status: Airway suction
ventilation  Pastikan kebutuhan
Definisi :
 Respirator status: oral
Ketidakmampuan untuk
airway patenci  Minta klien nafas
membersihkan sekresi atau obstruksi
Kriteria Hasil : dalam sebelum
darisaluran pernafasan untuk
 Mendemonstrasikan suction dilakukan
mepertahankan bersihan jalan nafas
batuk efektif dan  Informasikan pada
Batasan Karakteristik :
suara nafas yang klien dan keluarga
 Tidak ada batuk
bersih, tidakada tentang suctioning
 Suara nafas tambahan
sianosis dan dipsneu  Gunakan alat yang
 Perubahan frekuensi nafas
(mampu steril setiap
 Sianosis
mengeluarkan melakukan tindakan
 Kesulitan berbicara atau
sputum, mampu  Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan suara
bernafsadengan istirahat
 Dipneu
mudah)  Monitor status
 Gelisah
 Menunjukanjalan oksigen pasien
Faktor-faktor yang berhubungan : nafas yang  Hentikan suction dan
paten(klien tidak berikan oksigen
Lingkungan :
merasa tercekik), apabila pasien
 Perokok pasif
irama menunjukkan
 Menghisap asap

14
 Merokok nafas,frekuensi bradikardi,
 Obstruksi jalan nafas: pernafasan dalam peningkatan saturasi
 Spasme jalan nafas rentang normal O2 dll
 Mokus dalam jumlah berlebihan tidak ada suara Airways
 Eksudat dalam jalan alveoli nafas abnormal ) management Monitor
 Adanya jalan nafas buatan  Mampu suhu minimal tiap 2
 Sekresi bertahan atau sisa sekresi mengidentifikasikan jam
 Sekresi dalam bronki dan mencegah  Buka jalan nafas
Fisiologi: faktor yang dapat gunakan teknik chin
 Jalan nafas alergi menghambat jalan lift
 Asma nafas  Posisikan pasien
 Penyakit paru obstruktif untuk memaksimalkan
 Infeksi ventilasi
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas
 keluarkan
secretdengan batuk
atau suction desi
 atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
 Monitor respirasi dan
status O2

15
2. Kekurangan volume cairan NOC NIC
Definisi :  Fluid balance Fluid managent
penurunan cairan intravaskular,  Hydration  Pertahankan intake
interstisial atau intraseluler ini  Nutritional status output
mengacu pada dehidrasi. food and  Monitor status
Batasan Kakteristik :  Fluid intake hidrasi(nadi adekuat,
 Perubahan status normal tekanan darah)
 Penurunan tekanan darah Kriteria hasil :  Monitor vital sign
 Penurunan volume nadi  Mempertahankan  Monitor masukan
 Penurunan tugor kulit urin output sesuai makanan
 Penurunan tugor lidah dengan usia dan  Kolaborasikan
 Penurunan haluaran urin berat badan, urine pemberian cairan IV
 Peningkatan suhu tubuh normal  Dorong masukan oral
 Peningkata frekwensi nadi  Tekanan darah,  Berikan pengganti
 Penurunan berat badan nadi, suhu dalam nasogatrik sesuai
 Haus batas normal output
 kelemahan  Tidak ada tanda-  Dorong keluarga
tanda dehidrasi, untuk membantu klien
Faktor yang berhubungan :
elestisitas tugor makan
 Kehilangan cairan aktif kulit baik, tidak ada  Kolaborasi dengan
 Kegagalan mekanisme regulasi rasa haus yang dokter
berlebihanBody
Hypovolemia
image positif
management

 Monitor status cairan


termasuk intake dan
output cairan
 Monitor tingkat hb
dan hematokrit
 Monitor tandal vital
 Monitor respon klien

16
tehadap penambahan
cairan monitor berat
badan
 Dorong klien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebiham
volume
cairan.

3. Hipertermia NOC NIC


Definisi : Peningkatan suhu tubuh Thermoregulation Fever treatment
diatas kisaran normal. Kriteria Hasil :  Monitor suhu
Batasan Karakteristik :  Suhu tubuh dalam sesering mungkin
 Konvulasi rentang normal  Monitor IWL
 kulit kemerahan  Nadi dan respirasi  Monitor intake dan
 peningkatan suhu tubuh diatas dalam rentang output
kisaran normal normal  Berikan anti piretik
 kejang  Tidak ada  Selimuti pasien
 Takikardi, Takipnea perubahan warna  Lakukan tapid
 Kulit terasa hangat kulit dan tidak ada sponge (Kompres)
pusing
Faktor-faktor yang berhubungan : Temperature
regulation
 Anastesia
 Penurunan respirasi  Monitor suhu
 Dehidrasi minimal tiap 2 jam
 Pemajanan lingkungan yang  Rencanakan
panas monitoring suhu
 Trauma secara kontinyu

17
 Aktivitas berlebihan  Monitor TD,nadi,
dan Respirasi
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti Pasien
untuk mencegah
keletihan akibat
panas
 Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR
 catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor saat pasien
berbaring, duduk,
atau berdiri
 Monitor TD, nadi,
RR sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor pola

18
pernapasan
abnormal

4. Ketidakseimangan nutrisi kurang NOC NIC


dari kebutuhan tubuh  Nutrisional status: Nutrision
Definisi : flood and fluid management
Asupan nutrisi tidak cukup untuk intake  Kaji adanya alergi
memenuhi kebutuhan metabolik  Weight control makanan
Batasan Kakteristik :  Kolaborasi dengan
Kriteria hasil :
 Kram abdomen ahli gizi untuk
 Nyeri abdomen  Adanya menentukan jumlah
 Menghindari makanan peningkatan bera kalori dan nutrisi
 Berat badan 20% atau lebih badan sesuai dengan yang dibutuhkan
dibawah berat badan ideal tujuan klien
 Kerapuhan kapiler  Berat badan ideal  Anjurkan klien
 Diare sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
 Kehilangan rambut berlebihan badan intake fe
 Bising usus hiperaktif  Mampu  Anjurkan klien
 Kurang makanan mengindentifikasi untuk meningkatkan
 Kurang informasi kebutuhan nutrisi proten dan vitamin
 Kurang minat pada makanan  Tidak ada tanda- C
 Penurunan berat badan dengan tanda.  Berika suptansi gula
asupan makanan adekuat  Menunjukkan  Yakinkan diet yang
 Kesalahan konsepsi peningkatan fungsi dimakananmengand
 Kesalahan informasi pengecapan dari ung tinggi serat
 Membran mukosa pucat menelan untuk mencegah

19
 Ketidakmampuan memakan  Mampu konstipasi
makanan Mengidentifikasi  Berikan makanan
 Tonus otot menurun kebutuhan nutrisi yang terpilih (sudah
 Mengeluh gangguan sensasi rasa dikonsultasikan
 Mengeluh asupan makanan dengan ahli gizi)
RDA(recommended daily  Monitor jumlah
allowance nutrisi dan
 Cepat kenyang setelah makan kandungan kalori
 Sariawan rongga mulut  Berikan informasi
 Kelemahan otot pengunyah tentang kebutuhan
 Kelemahan otot untuk menelan nutrisi
 Kaji kemampuan
Faktor yang berhubungan :
klien untuk
 Biologis mendapatkan nutrisi
 Ekonomi yang dibutuhkan
 Ketidakmampuan untuk Nutrision
mengabsorpsi nutrisi monitoring
 Ketidakmampuan untuk  Berat badan klien
mencerna makanan dalam batas normal

 Ketidakmampuan menelan  Monitor adanya

makanan penurunan berat

 Faktor fisikologis badan


 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi
anak/orang tua
selama makan
 Monitor lingkungan
selama makan

20
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual,
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, hb, dan
kadar Ht
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jarngan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intak nutrisi

21
2.3 Penyakit Tetanus
2.3.1 Definisi Tetanus
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan
disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
eksotoksin (tetanosplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan
neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom.
(sumarmo, 2002).
2.3.2 Etiologi
Gangguan neurologis tetanus disebabkan oleh
tetanosplasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kuman ini
mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospamin) yang
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk
bakteri gram positif. kuman berbentuk batang. Clostridium tetani
bakteri ini berspora dijumpai di tanah, tinja manusia dan hewan
(khususnya kuda) sebagai spora, debu.
2.3.3 Manifestasi Klinis
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan
gejala pertama) rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset
(rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama)
bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: spasme otot. Gangguan
ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih
lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4minggu. (Sudoyo
Aru,dk 2009)
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi yaitu:
a Tetanus General
Yang merupakan bentuk paling sering, spaspme otot, kaku
kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan

22
aduksi lengan dan ekstensi, ekstremitas bagian bawah. pada
mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa
menit danterpisah oleh periode relaksasi.
b Tetanus Sefalik
Varian tetanus lokal yang jarang terjadi. Masa inskubasi
berkisar 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala
dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII,
IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
c Tetanus neonatrum
Biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditangani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan, dari ibu yang
tidak imunisasi secara adekuat, sulit menelan asi, iritabilitas,
spasme.
d Tetanus Lokal
Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas
dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu menghilang.

Pemeriksaan fisik, (sumarmo, 2002)


a Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar
membuka mulut
b Ricus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimik,
sehingga tampak dahi mengkerut, maka agak tertutup, dan
sudut mulut tertarik keluar kebawah
c Opistotonus adalah kekakuan otot, yang menunjang tubuh
seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, dan trunk
muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan
tubuh melengkung seperti busur
d Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti
papan

23
e Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum
yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya
dicubit digerakan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat
f Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan
akibat kejang yang terus menerus atau oleh kekakuan otot
laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian.

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang


a EKG: Internal CT memanjang karena segment ST. Bentuk
takikardi ventrikuler
b Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen
pada jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukan
klafikasi.

2.3.5 Penatalaksanaan
a Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani,
menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan
memberikan bantuan pernafasan sampai pulih
- Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, membuang benda asing
dalam luka serta kompres dengan H202. Dalam hal ini,
penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam
setelah pemberian antibiotika
- Diet cukup kalori protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trimus,
makanan dapat diberikan personde atau parenteral
- Oksigen, pernafasan buatan
- Mengatur keseimbangan cairan elektrolit

24
b Pengobatan
- Anti toksin
Antitiksin dapat digunakan Human Tetanus
Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu
kali pemberian saja secara IM, tidak boleh diberikan
secara intravenna karena TIG mengandung anti
complementary aggregates of globin, yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak
ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin,
yang berawaldari hewan dengan dosis 40.000 U, dengan
cara pemberiannya: 20.000 U dari antitoksin dimasukkan
kedalama 200 cccairan NaC1 fisiologis dan diberikan
secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan
dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa
(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah
luar.
- Antibiotik
Diberikan parenteral penicilin 1,2 juta unit/ hari selama
10 hari, IM.Sedangkan tetnus pada anak diberikan
penicilin dosis 50.000 unit/ Kg Berat Badan/ 12 jam
secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif
terhadap penicilin, obat dapat diganti dengan preparat lain
seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/Kg Berat Badan/ 24
jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya
bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C. Tetani,
bukan untuk toksin yang dihasilkannya
- Tetanus Toksoid
Pemberian tetanus toksoid (TT) yang pertama, dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi
yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian secara IM pemberian TT harus dilanjutkan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
- Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatrum adalah
kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasme
beserta komplikasinya.
c Pencegahan:
Pencegahan penyakit tetanus meliputi:
- Anak mendapatkan imunnisasi DPT
- Ibu hamil mendapatkan imunnisasi TT
- Pencegahan terjadinya luka dan merawat luka secara
adekuat

25
Asuhan Keperawatan Penyakit Tetanus

A. Diagnosa keperawatan :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


terkumpulnya liur didalam rongga mulut (adanya spasme pada otot
faring)

2. Resiko cidera

3. Intoleransi aktifitas b.d efek toksin, imobilitas

4. Resiko infeksi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC
napas  Respirator status: Airway suction
ventilation  Pastikan kebutuhan
Definisi :
 Respirator status: oral
Ketidakmampuan untuk
airway patenci  Minta klien nafas
membersihkan sekresi atau obstruksi
Kriteria Hasil : dalam sebelum
darisaluran pernafasan untuk
 Mendemonstrasikan suction dilakukan
mepertahankan bersihan jalan nafas
batuk efektif dan  Informasikan pada
Batasan Karakteristik :
suara nafas yang klien dan keluarga
 Tidak ada batuk
bersih, tidakada tentang suctioning
 Suara nafas tambahan
sianosis dan dipsneu  Gunakan alat yang
 Perubahan frekuensi nafas
(mampu steril setiap
 Sianosis
mengeluarkan melakukan tindakan
 Kesulitan berbicara atau
sputum, mampu  Anjurkan pasien
mengeluarkan suara
bernafsadengan untuk istirahat
 Dipneu
mudah)  Monitor status
 Gelisah
 Menunjukanjalan oksigen pasien

26
Faktor-faktor yang berhubungan : nafas yang  Hentikan suction dan
paten(klien tidak berikan oksigen
Lingkungan :
merasa tercekik), apabila pasien
 Perokok pasif
irama menunjukkan
 Menghisap asap
nafas,frekuensi bradikardi,
 Merokok
pernafasan dalam peningkatan saturasi
 Obstruksi jalan nafas:
rentang normal O2 dll
 Spasme jalan nafas
tidak ada suara Airways
 Mokus dalam jumlah berlebihan
nafas abnormal ) management Monitor
 Eksudat dalam jalan alveoli
 Mampu suhu minimal tiap 2
 Adanya jalan nafas buatan
mengidentifikasikan jam
 Sekresi bertahan atau sisa sekresi
dan mencegah  Buka jalan nafas
 Sekresi dalam bronki
faktor yang dapat gunakan teknik chin
Fisiologi:
menghambat jalan lift
 Jalan nafas alergi
nafas  Posisikan pasien
 Asma
untuk memaksimalkan
 Penyakit paru obstruktif
ventilasi
 Infeksi
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas
 keluarkan
secretdengan batuk
atau suction desi
 atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
 Monitor respirasi dan
status O2

27
2. Resiko cidera NOC NIC
 Risk kontrol Environment
Definisi :
management
Kriteria Hasil :
berisiko mengalami cidera  Sediakan lingkungan
sebagai akibat kondisi  Klien terbatas dari cidera yang aman untuk klien
lingkungan yang berinterasi  Klien mampu menjelaskan  Identifikasi kebutuhan
dengan sumber adatif dan cara/ metode untuk keamanan klien, sesuai
sumber defensif individu mencegah cidera dengan kondisi fisik
 Klien mampu menjelaskan dan fungsi kognitif
Faktor resiko:
faktor resiko dari klien dan riwayat
 Eksternal lingkungan atau perilaku penyakit terdahulu klien
- Biologis (mis, tingkat personal  Menghindarkan
imunisasi komunitas,  Mampu memodifikasi gaya lingkungan yang
mikroorganisme) hidup untuk mencegah berbahaya(mis,
- Tidak ada hipertensi injury memindahkan
- Tidak ada tanda-tanda  Menggunakan fasilitas perabotan)
peningkatan tekanan kesehatan yang ada  Memasang side rail
intrakranial tempat tidur
 Mendemonstrasikan .  Membatasi pengunjung
kemampuan kognitif yang
 Mengontrol lingkungan
ditandai dengan:
dari kebisingan
- Berkomunikasi dengan
 Berikan penjelasan pada
jelas dan sesuai
klien dan keluarga atau
- Memberikan perhatian,
pengunjung adanya
konsentrasi dan
perubahan status
orientasi
kesehatan dan penyebab
- Memproses informasi
penyakit. Cedera.
- membuka keputusan
dengan benar

28
 Menunjukkan sensori
motorik kranial yang utuh
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
involunter
 Internal
- Fisik (mis, integritas
kulit tidak utuh,
gangguan mobilitas)
- Psikologis(orientasi
efektif)
- Disfungsi sensorik
- Hipoksia jaringan

29
3. Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi :  Energy Activity therapy
Ketidakcukupan energi psikologis conservation  Kolaborasi dengan tenaga
atau fisiologis untuk melanjutkan  Activity tolerance rehabilitas medik dalam
atau menyelesaikan aktivitas  Self care : ADLS merencanakan program
kehidupan sehari-hari. terapi yang tepat
Kriteria hasil :
Batasan Kakteristik :  Bantu klien
 Respon tekanan darah abnormal  Berpartisipasi mengidentifikasi aktivitas
terhadap aktivitas dalam aktivitas fisik yang mampu dilakukan
 Respon frekwensi jantung tanpa disertai  Bantu untuk memilih
abnormal terhadap aktivitas peningkatan aktivitas konsisten yang
 Perubahan EKG yang tekanan darah, nadi sesuai dengan kemampuan
mencerminkan aritmia dan RR fisik, psikologis dan sosial
 Ketidaknyamanan setelah  Mampu melakukan  Bantu untuk mendapatkan
beraktivitas aktifitas sehari- alat bantuan aktivitas
 Dispnea setelah beraktivitas hari(ADLS) secara seperti: kursi roda
 Menyatakan merasa letih mandiri  Bantu klien/keluarga untuk
 Menyatakan merasa lemah  Tanda-tanda vital mengidentifikasi
normal energi kekurangan dalam aktivitas
Faktor yang berhubungan :
psikomotor  Bantu klien untuk
 Tirah baring atau imobilisasi  Level kelemahan mengembangkan motivasi
 Kelemahan umum  Mampu berpindah diri dan penguatan
 Ketidakseimbangan antara dengan atau tanpa  Monitor respon fisik, emosi,
suplei dan kebutuhan oksigen bantuan alat sosial dan spiritual.
 Immobiltas  Sirkulasi status baik
 Gaya hidup menonton  Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

30
4. Resiko infeksi NOC NIC
 Immune status Infection control
Definisi : mengalami peningkatan
 Knowledge : infection  Bersihkan lingkungan
resiko terserang organisme patogenik
control setelah dipakai klien
Faktor-faktor resiko:
 Risk kontrol  Instruksikan pada
 Penyakit kronis pengunjung untuk
Kriteria Hasil :
- Diabetes melitus mencuci tangan saat
- Obesitas  Kliendari tanda dan berkunjung untuk
 Pengetahuan yang tidak cukup gejala infeksi mencuci tangan saat
untuk menghindari pemanjan  Penularan berkunjung
patogen penyakit,faktor yang  Gunakan sabun
 Pertahanan tubuh primer yang mempengaruhi antimikroba untuk
tidak adekuat penularan serta mencuci tangan
- Gangguan peristalsis penatalaksanaannya  Cuci tangan setiap
- Kerusakan integritas kulit  Menunjukan sebelum dan sesudah
 Ketidak adekuatan pertahanan kemampuan untuk tindakan keperawatan
sekunder mencegah timbulnya  Gunakan baju, sarung
- Penurunan hemoglobin infeksi tangan sebagai alat
- Imunosuspresi (mis, imunitas  Menunjukan perilaku perlindung
didapat tidak adekuat agen hidup sehat  Berikan terapi
farmasutikal termasuk antibiotik
imunosuspresi, antibodi)  Pertahankan
- Suspresi respon inflamasi lingkungan aseptik
 Vaksinisasi tidak adekuat selama pemasangan alat
 Pemajan terhadap patogen  Monitor tanda dan
lingkungan gejala infeksi sistemik
- Wabah dan lokal
 Prosedur invasif  Batasi pengunjung
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa

31
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka
 Dorong masukan nutrisi
 Dorong masukan cairan
 Instruksikan klien
untuk minum antibiotik
 Ajarkan klien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Dorong istirahat
 Ajarkan cara
menghindari infeksi

32
2.4 Penyakit Mieapati
2.4.1 Definisi
Mielopati adalah proses non inflamasi pada medula
spinalis, mielopati mengacu pada defisit neurologis yang
berhubungan dengan kerusakan pada tulang belakang.

2.4.2 Etiologi
Pada pasien berusia 50-an penyebab mielopati tersering
yaitu spondilosis servikal. Pada keadaan ini terjadi penyakit
degeneratif (osteoartrosis vertebra servikal yang dapat enyebabkan
kompresi medula spinalis karena adanya degenerasi, diskus
intervertebra, pertumbuhan tulang yang menonjol (osteofit). Pada
pasien berusia 40-an kebawah penyebab tersering terjadinya
mielopati yaitu sklerosis multiple. Kondisi degeneratif dapat
menyebabkan gangguan kehilangan sensasi, kemampuan mobilitas
fisik dan paralisis. Hiperekstensi jenis cedera ini umumnya
mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan
degeneratif vertebra, usia muda yang mendapatkan kecelakaan lalu
lintas dan mengalami cedera leher saat menyelam jenis cedera ini
menyebabkan medula spinalis bertentangan dengan ligammentum
flava dan mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebrata
Penyebab lainnya anatara lain hernia yaitu pengurangan diameter
kanal tulang belakang dan kompresi sumsum tulang belakang,
degenerasi akibat penuaan tulang dan sistem peredaran darah juga
menjadi penyebab mielopati.

2.4.3 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda mielopati yaitu hilangnya bertahap
keterampilan motorik halus dan kelambatan atau kekakuan dalam
berjalan seperti naik turun tangga

33
Tanda lainnya :
a. Kikuk atau lemah tangan, dengan perasaan tebal dan kelemahan
pada kaki dan tangan
b. Kaku pada leher
c. Reflek tendo dalam otot
d. Tonus otot kaki meningkat

2.4.4 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan radiologi
X-ray
Salah satu teknik medis yang menggambil gambar/foto bagian
dalam tubuh
MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika
secara klinis tidak didaptkan pada MRI maka pemeriksaan CT
Scan dan mielogram dengan konstras dapat dilakukan untuk
melihat derajat gangguan pada diskus vertebralis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk
menilai komplikasi terhadap organ lain dari cidera tulang
belakang.

2.4.5 Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi
setengah duduk, yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi
panggul dan lutut tertentu. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri
panggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung
pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita.
Setelah berbaring dianggap cukup maka dilakukan latihan
dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.

34
b. Fisioterapi
Biasaya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan
jangkaun permukaan yang lebih dalam) untuk relaksi otot dan
menggurangi lordosis.
c. Rehabilitasi
Mengupayakakan penderita segera bekerja seperti semula
agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam
melakukan kegiatan sehari-hari (activity of daily living).
Pembedahan
d. Laminectomy
Prosedur pembedahan untuk mengurangi tekanan pada
sumsum tulang belakang, karena stenosis tulang belakang.

35
PAHTWAY MIELOPATI

PROSES DEGENERATIF

KEHILANGAN PROTEIN POLISAKARIDA

KANDUNGAN AIR MENURUN

TRAUMA STRESS OKUPASI

HNP
HERNIA NEKLEUS PULPOKUS

UJUNG SARAF SPINAL TERTEKAN

PERUBAHAN SENSASI NYERI PENURUNAN KERJA REFLEK

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

36
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Akibat Degeneratif
Mielopati

A Diagnosa keperawatan :

a. Nyeri akut b.d kompresi saraf tekanan di daerah ujung saraf


b. Intoleransi aktifitas b.d immobilitas

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


kriteria hasil
1. Nyeri Akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman sensori dan  Pain Level
Pain Management :
emosional yang tidak menyenangkan  Pain Kontrol
yang muncul akibat kerusakan  Comfort level  Lakukan pengkajian
jaringan yang aktual atau potensial nyeri secara
Kriteria Hasil :
atau digambarkan dalam hal komprehensif
kerusakan sedemikian rupa  Mampu mengontrol termasuk lokasi,
(international Association for the nyeri (tahu karakteristik, durasi,
study of pain) : awitan yang tiba-tiba penyebab nyeri, frekuensi, kualitas dan
atau lambat dari intensitas ringan mampu faktor presipitasi
hingga berat dengan akhir yang dapat menggunakan  Observasi reaksi
diantisipasi atau diprediksi dan tehnik nonverbal dari
berlangsungan < 6 bulan. nonfarmakologi ketidaknyamanan
Batasan Karakteristik : untuk mengurangi  Gunakan teknik
 Perubahan selera makan nyeri, mencari komunikasi terapeutik
 perubahan tekanan darah bantuan) untuk mengetahui

 perubahan frekuensi jantung  Melaporkan bahwa pengelaman nyeri

 perubahan frekuensi pernafasan nyeri berkurang pasien

 Laporan isyarat dengan  kurangi faktor

 Diaforesis menggunakan presipirasi nyeri


manajemen nyeri  pilih dan lakukan
 Perilaku distraksi (misal berjalan
 Mampu mengenali penanganan nyeri

37
mondar –mandir mencari orang nyeri (skala, (farmakologi, non
lain dan atau aktivitas lain, intensitas, frekuensi farmakologi dan
aktivitas yang berulang) dan tanda nyeri) interpersonal
 Mengekspresikan perilaku Menyatakan rasa  Ajarkan tentang
(misal gelisah, merengek atau nyaman setelah teknik non
menangis) nyeri berkurang farmakologi
 Masker wajah ( mata kurang  berikan analgetik
bercahaya, tampak kacau, untuk mengurangi
gerakan mata berpencar atau nyeri
tetap pada satu fokus meringis)  kolaborasikan dengan
 Sikap melindungi area nyeri dokter jika ada

 Fokus menyempit (gangguan keluhan dan tindakan

persepsi nyeri, hambatan proses nyeri tidak berhasil

berfikir, penurunan interaksi


Analgesic
dengan orang an lingkungan)
Administration
 Indikasi nyeri yang dapat
diamati  Tentukan lokasi,

 Perubahan posisi untuk karakteristik, kualitas,

menghindari nyeri dan derajat nyeri

 Sikap tubuh melindungi sebelum pemberian


obat
 Dilatasi pupil
 Cek intruksi dokter
tentang jenis obat
dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi,
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari

38
satu,
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri,

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


kriteria hasil
2. Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi :  Energy Activity therapy
Ketidakcukupan energi psikologis conservation  Kolaborasi dengan
atau fisiologis untuk melanjutkan atau  Activity tolerance tenaga rehabilitas medik
menyelesaikan aktivitas kehidupan  Self care : ADLS dalam merencanakan
sehari-hari. program terapi yang
Kriteria hasil :
Batasan Kakteristik : tepat
 Ketidaknyamanan setelah  Berpartisipasi  Bantu klien
beraktivitas dalam aktivitas fisik mengidentifikasi
 Menyatakan merasa letih tanpa disertai aktivitas yang mampu
 Menyatakan merasa lemah peningkatan dilakukan
tekanan darah, nadi  Bantu untuk memilih
Faktor yang berhubungan :
dan RR aktivitas konsisten yang
 Tirah baring atau imobilisasi  Mampu melakukan sesuai dengan
 Kelemahan umum aktifitas sehari- kemampuan fisik,
 Ketidakseimbangan antara hari(ADLS) secara psikologis dan sosial
suplei dan kebutuhan oksigen mandiri  Bantu untuk
 Immobiltas  Tanda-tanda vital mendapatkan alat
Gaya hidup menonton normal energi bantuan aktivitas
psikomotor seperti: kursi roda
 Level kelemahan  Bantu klien/keluarga

39
 Mampu berpindah untuk mengidentifikasi
dengan atau tanpa kekurangan dalam
bantuan alat aktivitas
 Sirkulasi status baik  Bantu klien untuk
 Status respirasi: mengembangkan
pertukaran gas dan motivasi diri dan
ventilasi adekuat penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual.

40
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan system manunggal dan terpadu.
Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan
saraf tepi. Sistem saraf adalah salah satu sistem koordinasi yang
berfungsi untuk menyampaikan rangsangan secara cepat dari reseptor
yang akan dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Sistem Saraf dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu
susunan saraf pusat/Central Nervous System {CNS} dan susunan saraf
perifer/Peripheral Nervous System {PNS}.
Maningitis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada
orang dewasa hanya terbatas didalam ruang subaraknoid, namun pada
bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural sebagai suatu efusi
atau empilema subdural (leptomeningitis) atau bahkan kedalam otak
(meningoesnsefalitis).
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan
kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin
(tetanosplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro
muscular jungtion) dan saraf autonom. (sumarmo, 2002).
Mielopati adalah proses non inflamasi pada medula spinalis,
mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan
kerusakan pada tulang belakang.

3.2 Saran
Diharapkan kepada STIKes Tarumanagara yang nantinya sebagai
tenaga kesehatan di masyarakat dapat mengetahui dan membuat asuhan
keperawatan tentang pasien maningitis, tetanus, mielopati dan
memberian pengetahuan tersebut kemasyaraat luas.

41
DAFTAR PUSTAKA

Satyanegara, 2014.Ilmu Bedah Syaraf.Edisi V.jakarta: PT.Gramedia

Black,J.M.,& Hawks,J.H.2008.Keperawatan Medikal Bedah.(8tahun


ed;vol3)singapore, singapore:elsevier.

Purwanto, Hadi.2016.Keperawatan Medikal Bedah II

Ritarwa, Kiking.2017.Bagian Neurologi.

Nugroho,.Setyo.&Bayu.2017.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tetanus

Judith.,M.,2016.Diagnosis Keperawatan.Ed;X Diagnosa nanda-I, Intervensi Nic,


Hasil Noc

Ross &Wilson.2011.Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi.Jakarta:elsevier

Barrett JT. Textbook of imunologi. Louis: the CV Mosby Company, 2006:357-85.

Lawlor GJ Jr, Fisher TJ Manual of allery and Immunology, Diagnosis and


therapy. Boston: little Brown and COMPANY, 2003:268-308

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

42

Anda mungkin juga menyukai