Anda di halaman 1dari 66

EKSPLORASI ARSITEKTUR KALIMANTAN

EDISI : RUMAH MELAYU KALIMANTAN BARAT

Penyusun/Kontributor:
Ir. Agus Sarwono, MM.
Rachmat Pramudji, SST, MT
Uma Meriah Siregar, ST
Razakiko Harkani Lubis, S.Sos
Anikmah Ridho Pasaribu, A.Md

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman


Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 1


EKSPLORASI ARSITEKTUR KALIMANTAN
EDISI: RUMAH MELAYU KALIMANTAN BARAT

Tim Lapangan: Editor:


Rachmat Pramudji, SST, MT Dr. Cut Nuraini ST, MT
Uma Meriah Siregar, ST
Tim Gambar:
Anikmah Ridho Pasaribu, A.Md Uma Meriah Siregar, ST
Asnah Rumiawati, ST, MSi.
Penerbit:
Marlina Irene Hutagalung, S.Sos.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan
Razakiko Harkani Lubis, S.Sos
dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Penyusun/Kontributor:
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Ir. Agus Sarwono, MM.
Rachmat Pramudji, SST, MT Alamat Redaksi:

Uma Meriah Siregar, ST Balai Litbang Perumahan Wilayah 1 Medan


Jalan Suluh No. 99-A Kel. Sidorejo Hilir, Kec. Medan Tembung,
Razakiko Harkani Lubis, S.Sos
Medan, Sumatera Utara. Kode POS 20222. Telp. (061) 80033120
Anikmah Ridho Pasaribu, A.Md Faks. (061) 80033120

Email: lokamedan@puskim.pu.go.id/ lokamedan@yahoo.co.id


Redaksi:
Razakiko Harkani Lubis, S.Sos

2 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


KATA PENGANTAR
KEPALA PUSLITBANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Arsitektur tradisional menjadi saksi bahwa arsitektur sebagai bagian dari ilmu tertua di dunia dan dunia mengakui adanya
potensi yang besar yang tersimpan didalam arsitektur tradisional Indonesia. Arsitektur tradisional merupakan bentuk kearifan lokal
yang menjadi kekayaan khasanah arsitektur Indonesia dan terbentuk melalui akumulasi waktu yang cukup panjang sehingga terbukti
mampu beradaptasi dan tanggap terhadap bencana alam, iklim dan lain sebagainya.

Penelitian mengenai arsitektur rumah tradisional ini berangkat dari upaya untuk mengenali nilai-nilai yang melekat dalam
arsitektur rumah adat maupun lingkungan adat. Upaya untuk mengidentifikasi bukanlah kegiatan yang sifatnya teknis semata,
tetapi upaya untuk memahami system kehidupan yang tumbuh di daerah yang lingkungannya masih mengedepankan adat leluhur
diselaraskan dengan perkembangan jaman mengenai ilmu arsitektur.

Buku “Eksplorasi Arsitektur Kalimantan Edisi: Rumah Melayu Kalimantan Barat” ini berisikan informasi dan pengetahuan
sekilas mengenai arsitektur tradisional Rumah Melayu Kalimantan Barat dalam rangka mengenal dan menggali kekayaan rumah
tradisional Kalimantan. Dengan penerbitan buku ini diharapkan masyarakat, pemerintah, pemerhati arsitektur tradisional dapat
memiliki kepedulian dalam rangka pelestarian rumah tradisional Melayu Kalimantan Barat melalui pengembangan teknologi rumah
tradisional agar dapat diwariskan pada anak cucu kita sebagai peninggalan budaya leluhur yang tercermin dalam wujud arsitektur.

Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan penelitian tentang perumahan dan
permukiman tradisional khususnya wilayah Sumatera dan Kalimantan sudah selayaknya memulai membangun database tentang
arsitektur tradisional guna pengembangan permukiman ke depan melalui teknologi permukiman yang berbasis kondisi lokal,
perkembangan teknologi dengan tetap mempertimbangkan warisan budaya luhur bangsa.

Saya mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan, yang telah berupaya menuliskan
buku ini sebagai sarana publikasi hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan. Sebagai bagian dari Puslitbang Perumahan

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 3


dan Permukiman, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang wilayah kerjanya meliputi Pulau Sumatera
dan Pulau Kalimantan yang berpusat di Medan sudah berjalan sesuai dengan kegiatan identifikasi arsitektur tradisional. Beberapa
permukiman tradisional yang sudah dikaji antara lain: Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Jambi yang
terdiri dari: Etnis Batak, Etnis Melayu Sumatera Utara, Etnis Melayu Riau dan Kepulauan Riau, Etnis Minangkabau serta Etnis Melayu
Jambi (Orang Bathin).

Puslitbang Perumahan dan Permukiman melalui Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan akan meneruskan penulisan buku
ini, dengan topik atau edisi selanjutnya yang merupakan hasil penelitian pada rumah tradisional yang telah dilakukan dalam bentuk
yang lebih baik dan menarik. Penulisan buku seperti ini diharapkan dapat menjadi wahana pembelajaran bagi para pejabat fungsional
peneliti dan perekayasa yang dituntut untuk dapat melakukan publikasi ilmiah nasional maupun internasional, salah satunya dengan
penulisan buku.

Akhirnya dengan menyadari bahwa buku ini masih merupakan inisiasi penulisan bagi tim penulis Balai Litbang Perumahan
Wilayah I Medan, maka dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
buku ini dan buku selanjutnya.

Kepala Puslitbang Perumahan dan Permukiman.

Prof (R). Dr. Ir. Arief Sabaruddin, CES.

4 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


KATA PENGANTAR PENULIS

Segala puji dan syukur kembali tim penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tim dapat menyelesaikan penyusunan buku tentang “Eksplorasi Arsitektur Kalimantan Edisi: Rumah Melayu Kalimantan
Barat” ini dengan baik. Buku ini merupakan hasil penelitian dari kegiatan Balai Litbang Perumahan Wilayah 1 Medan pada Tahun
2017, yaitu “Identifikasi Sebaran dan Tipologi Rumah Tradisional Melayu di di Pulau Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.”, dan
merupakan seri pertama dari buku Eksplorasi Arsitektur Kalimantan.

Pada kesempatan ini tim penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Puslitbang Perumahan dan Permukiman
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada tim penulis untuk
menyusun buku ini. Seterusnya ucapan terimakasih kepada tim pelaksana kegiatan tahun anggaran 2017, Ka Satker, PPK, editor
serta kepada semua pihak yang berkonstribusi dalam proses penulisan buku ini hingga selesai. Semoga kehadiran buku ini dapat
memberikan informasi terkini mengenai arsitektur Rumah Melayu Kalimantan Barat, khususnya Rumah Potong Limas, Rumah Potong
Gudang, dan Rumah Potong Kawat dan bermanfaat bagi kita semua.

Tim penulis tentu menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati tim penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan buku ini

Medan, Oktober 2018

Tim Penulis

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 5


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN................................... .3

KATA PENGANTAR PENULIS.......................................................................................................................................... .5

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................................. 6

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................................9

1.1. Latar Belakang............................................................................................................................................................ .9


1.2. Tujuan dan Sasaran.................................................................................................................................................. .11
1.3. Manfaat.......................................................................................................................................................................... .11
1.4. Ruang Lingkup............................................................................................................................................................ .12
1.5. Kajian Pustaka............................................................................................................................................................ .12
1.5.1. Arsitektur Tradisional dan Vernakular................................................................................................ .12
1.5.2. Tipologi dalam Arsiterktur Melayu di Kalimantan Barat..............................................................13
1.5.3. Pola Permukiman Tipe Potong Godang............................................................................................... .17
1.5.4. Pola Permukiman Tipe Potong Limas.................................................................................................. .18
1.5.5. Pola Permukiman Tipe Potong Kawat.................................................................................................. .18

BAB II. PENGENALAN TERHADAP SUKU MELAYU DI KALIMANTAN BARAT.......................................19

2.1. Letak Geografis............................................................................................................................................................ .21


2.2. Kosmologis dan Asal Muasal................................................................................................................................. .23
2.3. Sistem Kekerabatan................................................................................................................................................... .25
2.4. Sistem Mata pencaharian Penduduk Setempat............................................................................................. .25
2.5. Pengetahuan Lokal dalam Membangun Rumah........................................................................................... .25

6 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


BAB III ARSITEKTUR RUMAH MELAYU KALIMANTAN BARAT....................................................................29

3.1. Tipe Potong Godang................................................................................................................................................. .29


3.1.1. Tampak Rumah Tipe Potong Godang.................................................................................................... .30
3.1.2. Tinjauan Bagian-Bagian Rumah Tipe Potong Godang................................................................... .32
Tinjauan Bagian Bawah Rumah Tipe Potong Godang................................................................... .32
Tinjauan Bagian Tengah Rumah Tipe Potong Godang................................................................... .33
Tinjauan Bagian Atas Rumah Tipe Potong Godang........................................................................ .37
3.1.3. Bahan Bangunan Rumah Potong Godang............................................................................................ .39
3.1.4. Ornamen Pada Rumah Tipe Godang..................................................................................................... .39
3.1.5. Sarana dan Prasarana.................................................................................................................................. .40
3.1.6. Perubahan Teknologi Bangunan............................................................................................................. .41
3.2. Tipe Potong Limas.................................................................................................................................................... .41
3.2.1. Tampak Rumah Tipe Potong Limas...................................................................................................... .42
3.2.2. Tinjauan Bagian-Bagian Rumah Potong Limas................................................................................ .43
Tinjauan Bagian Bawah Rumah Potong Limas................................................................................ .43
Tinjauan Bagian Tengah Rumah Potong Limas................................................................................44
Tinjauan Bagian Atas Rumah Potong Limas..................................................................................... .47
3.2.3. Bahan Bangunan Rumah Potong Limas............................................................................................... .47
3.2.4. Ornamen Pada Rumah Type Potong Limas........................................................................................ .48
3.2.5. Sarana dan Prasana...................................................................................................................................... .49
3.2.6. Perubahan Teknologi Bangunan............................................................................................................. .49
3.3. Tipe Potong Kawat.................................................................................................................................................... .49
3.3.1. Tampak Rumah Tipe Potong Kawat..................................................................................................... .50
3.3.2. Tinjauan Bagian-Bagian Rumah Tipe Potong Kawat.................................................................... .52
Tinjauan Bagian Bawah Rumah Tipe Potong Kawat...................................................................... .52
Tinjauan Bagian Tengah Rumah Potong Kawat............................................................................... .52
Tinjauan Bagian Atas Rumah Potong Kawat..................................................................................... .56

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 7


3.3.3. Bahan Bangunan Rumah Potong Kawat.............................................................................................. .56
3.3.4. Ornamen Pada Rumah Tipe Potong Kawat........................................................................................ .57
3.3.6. Sarana dan Prasarana.................................................................................................................................. .57
3.3.7. Perubahan Teknologi Bangunan............................................................................................................ .58

BAB IV PENUTUP................................................................................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................................... 61
GLOSSARY................................................................................................................................................................................ .62
BIODATA PENULIS............................................................................................................................................................... 63

8 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


BAB I - PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki berbagai macam keanekaragaman budaya, adat istiadat, kepercayaan dan juga
kekayaan intelektual. Semuanya melebur menjadi satu dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat. Sebagai negara majemuk yang
memiliki berbagai macam etnis, Indonesia memiliki arsitektur tradisional yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Arsitektur
tersebut menjadi perlambang dan ciri khas dari masing-masing etnis di tiap daerah. Menurut Soeroto (2003) arsitektur tradisional
merupakan identitas budaya suatu suku bangsa, karena di dalamnya terkandung segenap peri kehidupan masyarakatnya. Jadi, setiap
perubahan bentuk kehidupan masyarakat tradisional akan mempengaruhi arsitekturnya. Kehadiran arsitektur dalam kehidupan
manusia memberikan kontribusi positif yakni sebagai tempat manusia untuk bertahan hidup juga sebagai sarana manusia untuk
melakukan berbagai aktivitasnya. Perkembangan zaman kemudian mempengaruhi upaya mereka dalam membangun.

Bangunan merupakan salah satu bentuk respon dari manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1990), bangunan diartikan sebagai yang didirikan, yang dibangun (seperti: rumah, gedung, jembatan). Bangunan
tradisional yang beragam merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Bangunan-bangunan tradisional di Indonesia sangat
beranekaragam jenisnya, mulai dari rumah tinggal, tempat/pertemuan, sampai kepada bangunan ibadah dan bangunan monumental
lainnya, seperti: istana, masjid, gereja, candi, dan wihara. Indonesia dilalui oleh dua lempeng benua dan 2 jalur gunung api. Hal ini
menyebabkan Indonesia rawan bencana gempa bumi. Oleh karena itu, bangunan-bangunan tradisional Indonesia dapat beradaptasi
dengan bencana gempa bumi yang waktunya tidak dapat diprediksi.

Arsitektur tradisional sebagai hasil karya suku bangsa di Indonesia telah membentuk dan mengembangkan adat tradisi sesuai
dengan kebutuhan mereka. Adat tradisi merupakan bagian budaya yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri untuk memfasilitasi
aktivitas keseharian. Begitu juga dengan arsitektur rumah Melayu tradisional di Kalimantan Barat yang merupakan bagian dari
kebudayaan nusantara yang mempunyai struktur dan tahapan konstruksi yang memberikan karakteristik sendiri. Sebagai salah satu

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 9


bagian esensial dan salah satu khazanah serta warisan yang perlu digali secara mendalam. Kemajuan teknologi, tingkat pendidikan
dan wawasan, tingkat sosial-ekonomi berpengaruh terhadap konsep, selera dan kebutuhan orang Melayu tentang rumah, sekaligus
bentuk dan fungsi rumah Melayu.

Arsitektur rumah tradisional Melayu di Kalimantan Barat adalah salah satu bentuk rumah tradisional yang mempunyai
karakter yang khas. Karakter tersebut tercermin dari kearifan lokal yang melekat pada bentuk hunian, sistem struktur, pola ruang dan
material bangunan tradisional. Pengaruh Arsitektur melayu dan pola sebaran yang berbeda pada tiap-tiap daerah di Kalimantan Barat
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diidentifikasi.

Menurut hasil penelitian tim Arsitektur Tradisional Kalimantan Barat (1986) dalam Zain (2003:2) menjelaskan bahwa
berdasarkan bentuk atapnya rumah Melayu terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Potong Godang, Potong Kawat dan Potong Limas.
Tulisan ini melakukan eksplorasi terhadap satu kasus rumah Melayu tradisional yang dijadikan sebagai kasus penelitian. Eksplorasi
obyek penelitian Rumah Potong Godang milik keluarga ibu Asniah Tan Djufri yang berada di di Jalan Istana Desa Dalam Kaum Nomor
203/11, Kecamatan Sambas, Rumah Potong Limas milik Keluarga Bapak M. Efendi yang berada di Kampung Kauman Melayu Kecamatan
Benua Kayong, dan Rumah Potong Kawat milik keluarga Tengku Rukiyah (generasi ke-9 dari Tengku Muhammad) yang terletak di
Dusun Sukadama, Desa Sutra, Kecamatan sukadana, Kabupaten Kayung Utara. Eksplorasi pada obyek penelitian ini juga memberikan
pengamatan yang intensif pada bagian bawah rumah, seperti: pondasi, tiang, sambungan balok dan kolom, bagian tengah rumah,
seperti: dinding dan lantai, dan bagian atas rumah yaitu atap.

Penelitian terhadap bangunan tradisional adalah salah satu upaya untuk mempelajari karakteristik dan kearifan lokal pada
arsitektur bangunan tradisional, mengidentifikasi perubahan, serta merumuskan teknologi bangunan yang tepat untuk diterapkan
dalam pengembangan rumah dan permukiman yang berkonteks lokal yang mampu beradaptasi dan arif dalam pemanfaatan sumber
daya alam. Masih sangat jarang dilakukan identifikasi dalam menggali kearifan lokal dalam aspek sebab-akibat secara ilmiah dan
terukur. Karena itu, kajian teknologi bangunan tradisional yang dilakukan tidak semata-mata untuk pelestarian, namun merupakan
upaya perekaman dan kajian ilmiah dari sisi fisik/teknis bangunan, dengan aspek non fisik sebagai faktor terbentuknya aspek fisik.

Kegiatan identifikasi arsitektur dalam kajian teknologi rumah tradisional sangat penting dilakukan untuk mendapatkan

10 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


gambaran menyeluruh mengenai tipologi arsitektur rumah praktisi, pemerhati arsitektur tradisional, dan
tradisional yang mencakup pemetaan pola sebaran rumah masyarakat pengguna rumah tradisional.
tradisional dan tipologi yang mencakup pola lansekap, bentuk
3. Referensi penelitian lanjutan serta upaya aplikasi
bangunan, pola ruang dalam, fungsi ruang, langgam arsitektur,
teknologi bangunan berkonteks lokal.
material bangunan dan sistem struktur yang digunakan.
4. Menunjang pelestarian ilmu kearifan lokal (local
1.2. Tujuan dan Sasaran
wisdom) rumah tradisional Melayu di Kalimantan Barat.
Tujuan dan sasaran kegiatan ini ialah untuk mengidentifikasi
1.4. Ruang Lingkup
pola sebaran dan tipologi rumah tradisional Melayu di Kalimantan
Barat; Lingkup materi kegiatan penelitian ini adalah kajian
1. Mengidentifikasi arsitektur rumah tradisional identifikasi perumahan tradisional Melayu di Kalimantan Barat
Melayu di Kalimantan Barat, serta faktor-faktor yang yang dilihat dari perspektif teknologis. Pola sebaran tidak akan
mempengaruhi bentukannya. dikaji secara mendalam, namun merupakan bagian dari proses
identifikasi tipologi bangunan tradisional berdasarkan sebaran
2. Menghasilkan kajian substitusi dan transformasi berupa
lokasinya, yang diperoleh melalui studi literatur (data sekunder).
rekomendasi teknis penggunaan material pengganti
Sedangkan kajian secara mendalam akan dilakukan terhadap
pada rumah tradisional.
tipologi perumahan tradisional yang meliputi: Struktur dan
1.3. Manfaat fungsi ruang luar, Fungsi dan klasifikasi bangunan (rumah rakyat
dan rumah bangsawan), Pola ruang dalam bangunan, Komponen
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain: bangunan (pintu, jendela, ventilasi), Elemen bangunan (lantai,
1. Sebagai basis data yang dapat menjadi referensi dinding, dan atap), Sistem struktur bangunan, Material bangunan,
penelitian lanjutan. dan Ornamen/ ragam hias.

2. Dapat menjadi Historical File upaya pelestarian dan


pembelajaran arsitektur/rumah tradisional Melayu
di Kalimantan Barat dari aspek teknis bagi akademisi,
Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 11
1.5. Kajian Pustaka

1.5.1. Arsitektur Tradisional dan Vernakular

Studi arsitektur dapat dikelompokkan menjadi: tradisional, klasik, dan modern. Ketiga kelompok tersebut dibedakan dalam
konsep dan sudut pandang dalam proses pembentukan sebuah bangunan atau komplek bangunan. Tradisi adalah bagian dari budaya
yang diturunkan dari generasi ke generasi di dalam sebuah masyarakat. Arsitektur tradisional merupakan hasil interaksi antara
manusia dalam satu kelompok dengan alam, dalam hal ini termasuk lokasi, iklim, topografi dan faktor lingkungan di mana kelompok
orang hidup (Wasilah dkk, 2011).

Arsitektur vernakular sebagai istilah memiliki banyak interpretasi. Dalam pengertian yang paling umum, menurut Bernard
Rudolfsky, berarti metode membangun di mana tersedia secara lokal bahan dan pengalaman tradisional yang digunakan (Jovanovic-
Popovic, 2012). Istilah “Vernakular” berasal dari asal Latin “vernaculus” kata yang digunakan dalam mendefinisikan karakteristik
khusus lokasi . Dalam bidang akademik juga digunakan dalam arti yang lebih luas seperti lanskap vernakular, bangunan vernakular
(Danaci, 2013). Oliver (1997) dalam Mentayani (2012), menyatakan bahwa unsur-unsur kunci yang menunjukkan indikasi sebuah
arsitektur vernakular adalah :

1. Bangunan yang traditional self-built atau community-built;

2. Bangunan tipe awal (earlier building types);

3. Arsitektur dengan konteks lingkungan dan budaya di sekitarnya;

4. Kondisi lingkungan, bahan material bangunan, sistem struktur, dan teknologi yang ada telah terkandung dalam bentuk
arsitekturalnya;

5. Banyak aspek terkait struktur sosial, sistem kepercayaan, pola perilaku yang memberi pengaruh kuat terhadap tipe bangunan,
fungsi dan filosofinya;

12 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


6. Rumah atau bangunan lainnya;

7. Terkait dengan konteks lingkungan dan sumber daya yang tersedia;

8. Menggunakan teknologi tradisional; dan

9. Arsitektur tradisional dibangun untuk memenuhi kebutuhan yang spesifik, mengakomodasi nilai dan wawasan dari suatu budaya.

Arsitektur Vernakular adalah istilah yang digunakan untuk mengkatagorikan metode kontruksi yang menggunakan sumber daya
orisinal lokal untuk memenuhi kebutuhan lokal. Arsitektur vernakular berkembang setiap waktu, merefleksikan lingkungan, budaya
dan sejarah dari daerah di mana karya arsitektur tersebut muncul dan berada atau eksis. Dengan demikian, bangunan vernakular
memiliki kesesuaian dengan lingkungan setempat dan memiliki skala manusia atau skala rakyat biasa, bukan skala keagungan istana
kerajaan ataupun skala bangunan keagamaan yang megah. Kemudian apabila seluruh konsepsi dan hasil karya tersebut diakui secara
aklamasi dan hasilnya sangat teruji dalam kurun waktu yang relatif panjang dan sangat lama hingga mendarah daging, karya vernakular
ini masuk dalam klasifikasi karya arsitektur tradisional (Suharjanto, 2011).

Rapoport dalam buku klasiknya House Form and Culture, membagi bangunan menjadi grand-tradition (tradisi megah) dan folk-
tradition (tradisi rakyat). Kemegahan Istana dan bangunan keagamaan digolongkan ke dalam grand-tradition. Sementara architecture
without architects digolongkan sebagai bangunan folk-tradition. Pada klasifikasi folk-tradition ia menempatkan dua kelompok:
arsitektur primitif dan arsitektur vernakular. Rapoport kemudian mengidentifikasi lebih lanjut bahwa jenis arsitektur vernakular
yang ada dapat dipisahkan sebagai vernakular-tradisional dan vernakular-modern (Salura, 2008 dalam Suharjanto, 2011).

1.5.2. Tipologi dalam Arsiterktur Melayu di Kalimantan Barat

Wahyudin (2014) menjelaskan bahwa rumah tradisional Melayu Kalimantan Barat disebut rumah panggung terdiri atas 3 (tiga)
jenis, yaitu Rumah Potong Limas, Rumah Potong Godang/Gudang, dan Rumah Potong Kawat.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 13


(Sumber : Wahyudin, 2014)

Gambar 1. 1 Tipe Rumah Melayu di Kalbar

Rumah Potong Limas merupakan rumah pendukung atau perangkat Kesultanan atau Keraton di berbagai daerah. Rumah ini
biasanya diberikan oleh Sultan untuk para pendukungnya yang berasal dari berbagai daerah, dimana dalam kesehariannya mereka
membantu Sultan di istana. Rumah Potong Godang atau gudang biasanya rumah yang dimiliki oleh para pedagang atau alim ulama,
dan rumah potong kawat merupakan rumah rakyat biasa atau kebanyakan.

14 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


Wahyudin (2014) juga menjabarkan bahwa bagian-bagian ruang pingit. Dalam masa pingitan tersebut sang gadis tidak boleh
dari rumah tradisional Kalimantan Barat terdiri dari: melihat langsung pemuda yang akan melamarnya. Jika sang
gadis ingin melihat pemuda dari lubang – lubang kecil yang
 Teras atau disebut anjung atau beranda
terdapat di loteng yang disiasati dengan ornamen.
 Ruang tamu atau serambi depan. Biasa digunakan
 Ruang Dapur atau Pedapuran atau dapok atau sayu
untuk tempat duduk para tamu yang dihormati, tempat
bermufakat, dan sebagainya. Bentuk dapur biasanya memanjang dan horizontal. Dahulu
pada masing-masing rumah tradisional hanya terdapat 1
 Ruang tengah atau ambin atau ruang keluarga. Digunakan
buah dapur meskipun di rumah tersebut terdapat beberapa
untuk tempat duduk para ibu dan wanita.
keluarga yang mendiami. Namun saat ini masing-masing
 Ruang tidur atau bilik atau lintok keluarga yang ada di rumah tersebut memiliki dapur atau
perapian masing-masing yang disesuaikan dengan jumlah
Ruang tidur biasanya terdapat di samping ruang keluarga. keluarga yang ada di rumah tersebut. Jika hari-hari besar
Letaknya berhadap-hadapan dengan perantara ruang tamu atau ada kemalangan masing-masing keluarga di rumah
atau ruang keluarga, atau juga berada hanya pada salah satu tersebut saling membantu dengan cara patungan. Dahulu
sisi. Ruang tidur digunakan untuk tempat tidur para orang dapur masih menggunakan perapian, namun saat ini sudah
tua, anak perempuan atau tamu yang datang berkunjung menggunakan kompor gas dan lainnya.
ke rumah tersebut. Sedang anak laki-laki biasanya tidur di
ruang tamu. Selanjutnya, Wahyudin (2014) menjelaskan bahwa dalam
rumah Melayu juga dikenal rumah ibu dan rumah anak. Rumah
 Loteng atau para ibu atau rumah induk terdiri dari teras, ruang keluarga, dan ruang
tidur. Sedang rumah anak terdiri dari dapur atau dalam bahasa
Loteng atau para biasanya terdapat pada salah satu sisi atas
lokalnya Pendapuran, Dapo, atau Sayu. Pada rumah tradisional
pada ruang tidur atau ruang keluarga. Akses menuju loteng
juga terdapat rumah pendukung yang terdiri dari :
menggunakan tangga yang berjumlah ganjil. Dahulu loteng
sering digunakan untuk tempat anak gadis yang sedang di  Pelantaran digunakan sebagai ruang alternatif untuk

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 15


akses masuk ke rumah anak atau dapur atau sebaliknya. Denah rumah tradisional Melayu di Kalimantan
Pelantaran biasanya memiliki atap dan dinding, namun ada Barat cenderung berbentuk persegi simetris maupun
juga yang hanya memiliki dinding atau atap saja. asimetris antara bagian kanan dan kiri. Orientasi rumah
menghadap ke arah sungai/parit, ke arah matahari atau
 Sumur atau perigi pada rumah tradisional terletak di
ke arah kiblat. Orientasi ruang biasanya menghadap ruang
depan atau samping rumah. Digunakan untuk membasuh
keluarga. Dimana diyakini ruang keluarga merupakan
tangan dan kaki sebelum masuk kedalam rumah atau untuk
pusat aktivitas dan tempat berkumpulnya anggota
berwudhu’. Jumlahnya ada yang 1 atau 2 yang bertujuan
keluarga. Di ruang keluarga juga tempat ditanamkan
untuk memisahkan tempat wudhu’laki-laki dan perempuan.
Tiang Seri atau tiang yang tidak memiliki sambungan
 Jalur penghubung (gertak) atau jalan penghubung terbuat yang terdiri dari 1-4 tiang (Wahyudin: 2014).
dari kayu atau semen seperti saat ini. Biasanya jalur
penghubung digunakan antar rumah, antar jalan alternatif,
dan sebagainya.

 Pagar pada rumah tradisional biasanya terbuat dari pohon-


pohon kutat, kayu nibung dan kayu belian.

 Gudang terdapat di dalam dan di luar rumah atau juga di


kolong rumah. Biasanya gudang digunakan untuk tempat
menyimpan barang-barang yang sudah tidak digunakan
lagi. Tinggi kolong rumah dahulu disesuaikan dengan orang
yang sedang menumbuk padi, namun seiring perubahan
yang terjadi maka tinggi kolong juga saat ini tinggal setengah
dari tinggi semula. (Sumber: Wayudin, 2014)

Gambar 1. 2 Tipe Pola Ruang Rumah Tradisional


Melayu Kalbar

16 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


1.5.3. Pola Permukiman Tipe Potong Godang

Pola permukiman daerah Sambas ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum,
fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada jalan dan tepi sungai.

(Sumber: Penggambaran Ulang, 2018)

Gambar 1. 3 Pola Permukiman Rumah Tipe Potong Godang

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 17


1.5.4. Pola Permukiman Tipe Potong Limas

Pola permukiman daerah Sambas ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum,
fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada jalan.

(Sumber: Penggambaran Ulang, 2018)

Gambar 1.4 Pola Permukiman Rumah Tipe Potong Limas

1.5.5. Pola Permukiman Tipe Potong Kawat

Pola permukiman daerah Sambas ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum,
fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada jalan.

18 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


BAB II - PENGENALAN TERHADAP SUKU MELAYU
DI KALIMANTAN BARAT

Suku Melayu yang ada di Kalimantan Barat sangat beragam. Umumnya mereka terdiri dari pendatang Melayu dari luar
Kalimantan dan orang-orang Melayu setempat. Melayu masa kini adalah orang-orang Melayu yang berasal seluruh kawasan Melayu
di Sumatera, Kepulauan Riau, Semenanjung Malaysia dan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) serta Brunai Darussalam. Melayu
asli Kalimantan (Kalimantan Barat) yang sejak lama berasal dari pulau ini, mempunyai pertalian erat dengan orang-orang Dayak.
Kebanyakan hubungan antar mereka berdasarkan hubungan kekerabatan melalui perkawinan campur. Orang Dayak yang sudah
masuk Islam akan menyebut dirinya sebagai Orang Melayu (Ahyat: 2012).

Lebih lanjut Ahyat (2012) menjelaskan bahwa suku Melayu dikenal dengan masyarakat yang beragama Islam, dengan pusat-
pusat kebudayaan Melayu terletak di kesultanan-kesultanan di Kalimantan Barat. Suku Melayu di Kalimantan Barat antara lain ialah:
Melayu Pontianak, Melayu Singkawang, Melayu Mempawah, Melayu Sambas, Melayu Bengkayang, Melayu Sanggau, Melayu Sekadau,
Melayu Sintang, Melayu Kapuas Hulu, Melayu Kubu, Melayu Sukadana dan Melayu Ketapang. Peninggalan sejarah dan budaya Melayu di
Kalimantan Barat tercermin pada peninggalan Keraton yang terdapat di seluruh kabupaten/kota. Adat dan tradisi masih dilestarikan
secara turun-temurun oleh generasi penerusnya.

Menurut Ibrahim (2010) ada beberapa hal yang turut andil dalam pembentukan identitas Melayu di Kalimantan Bara, yaitu:
pertama; keberadaan manusia purba di Gua Niah dan migrasi dari Proto-Melayo-Polynesian, kedua; pengaruh kebudayaan Melayu
Sumatera (Pagaruyung, Minangkabau) yang masuk bersama pengaruh kerajaan Sriwijaya dengan tradisi merantau dan berlayarnya,
ketiga; kebudayaan Hindu-Budha yang melekat pada kebudayaan Jawa yang terlihat pada sistem religi dan kepercayaan, pola dan
sikap hidup, dan yang keempat; kebudayaan Islam melalui pengaruh Joho, Malaka, para pedagang Arab dan Bugis.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 19


Sejarah Migrasi Manusia di Asia Tenggara dan Hubungannya dengan Kebudayaan Melayu

Robert Van Heine Gelden (dalam Munandar 2009) mengungkap bahwa kawasan Asia Tenggara pada masa protosejarah
sebenarnya merupakan wilayah yang dinamis dalam perkembangan kebudayaannya. Wilayah tersebut merupakan terminal migrasi
bangsa yang datang dari arah Asia Kontinental. Dalam upaya menempati wilayah yang baru saja dihuni, manusia migran dari daratan
Asia mengembangkan kebudayaannya yang akan menjadi dasar perkembangan kebudayaan Asia Tenggara hingga kini. Setelah
beberapa ratus abad bermukim di dataran Asia Tenggara, orang-orang yang kemudian mengembangkan kebudayaan Austronesia
tersebut, sebagian ada yang melanjutkan perjalanan migrasinya ke wilayah kepulauan, menyebar ke arah kepulauan Nusantara dan
juga Filipina, bahkan terus berlanjut ke arah pulau-pulau di Sumatera Pasifik.

Selanjutnya, Robert Van Heine Gelden (1932 and 1936; Soejono 1984 : 206-208 dalam Munandar 2009) juga menjelaskan
bahwa migrasi ke arah wilayah kepulauan terjadi dalam dua tahap, yaitu :
1. Tahap pertama, berlangsung dalam kurun waktu antara 2500 – 1500 SM
2. Tahap Kedua, berlangsung dalam kurun waktu yang lebih muda, antara 1500 – 500 SM

Kesimpulan tersebut didasarkan pada pelbagai penemuan arkeologi, antara lain monumen-monumen dari tradisi megalitik
yang tersebar di pelbagai wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kajian megalitik menunjukkan bahwa di masa silam terjadi
dua gelombang migrasi dari Asia Tenggara daratan sekaligus membawa hasil-hasil kebudayaan megalitiknya. Gelombagn pertama
menghasilkan kebudayaan megalitik tua dengan cirinya selalu menggunakan batu-batu alami besar, sedikit pengejaan pada batu, dan
minimnya ornamen. Dalam gelombang kedua migrasi, dihasilkan kebudayaan megalitik muda yang mempunyai ciri, batu-batu tidak
selalu berukuran besar, telah banyak pengerjaan pada batu, dan juga telah banyak digunakan ornamen dengan beragam bentuknya.
Megalitik muda itu telah menempatkan nenek moyang bangsa-bangsa Asia Tenggara dalam era proto-sejarah. Bersamaan dengan
berkembangnya kebudayaan megalitik muda, kemahiran mengolah bijih logam telah maju, sehingga masa itu juga dihasilkan benda-
benda dari perunggu dan besi.

Sejalan dengan hipotesis Robert Van Heine Gelden (dalam Munandar 2009), Jumsai (1988) juga menjabarkan sejarah migrasi
manusia sejak jaman es yang pada awalnya menunjukkan bahwa kawasan China dan Asia tenggara masih bergabung menjadi satu
20 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat
kesatuan pulau besar dan mulai terpisah-pisah ketika terjadi banjir besar akibat mencairnya es di kutub. Saat terbentuknya pulau-
pulau (termasuk kepulauan di Indonesia, manusia juga mengalami migrasi. Migrasibesar-besaran di masa itu, juga diikuti dengan
migrasi kebudayaan, termasuk kebudayaan Melayu.

Berdasarkan sejarah migrasi menurut Jumsai (1988), kebudayaan Melayu pertama kali ditemukan di Thailand, lalu
dikembangkan di Malaysia. Selanjutnya dari Malaysia, budaya melayu dikembangkan ke pulau Sumatera, yang bermula di Pekan
Baru kemudian turun ke Sumatera Utara dan Langkat. Selanjutnya, kebudayaan Melayu dari Sumatera Utara dikembangkan ke pulau
Kalimantan. Dengan demikian, adanya sejarah migrasi manusia dan kebudayaan Melayu di Indonesia memiliki keterkaitan dengan
budaya Melayu di Malaysia dan Thailand. Hal ini tentu juga terkait dengan arsitekturnya. Namun, fakta ini masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut.

2.1. Letak Geografis

Propinsi Kalimantan Barat terletak di antara garis 2o08 LU serta 3005 LS serta di antara 108o0 BT dan 114o10 BT. Berdasarkan
letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0o) tepatnya di atas
Kota Pontianak. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km². Adapun batas-batas administratifnya ialah sebagai
berikut (Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka 2017):
Sebalah Utara : Sarawak (Malaysia)
Sebelah Selatan : Laut Jawa & Kalteng
Sebelah Timur : Kalimantan Timur
Sebelah Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

Suku Melayu di Kalimantan Barat tersebar luas hampir di semua kabupaten dan kota. Setiap suku memiliki nama dan
karakteristik yang berbeda. Suku Melayu di Kalimantan Barat antara lain: Melayu Pontianak, Melayu Singkawang, Melayu Mempawah,
Melayu Sambas, Melayu Bengkayang, Melayu Sanggau, Melayu Sekadau, Melayu Sintang, Melayu Kapuas Hulu, Melayu Kubu, Melayu
Sukadana dan Melayu Ketapang. Begitu juga dengan rumah-rumah Melayu ada tersebar di seluruh kabupaten/ kota yang ada.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 21


(Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia BIG Permendagri No 56 Tahun 2015)

Gambar 2. 1 Pola Sebaran Rumah Tradisional Melayu di Kalimantan Barat

Suku Melayu di Kalimantan Barat secara umum pola letak bangunan cenderung menghadap ke arah sungai. Beberapa sungai
besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat
telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan, seperti: Sungai Kapuas (1.086 Km), Sungai Sekadau (117 Km), Sungai Sambas
(233 Km), dan Sungai Landak (178 Km). Bagi masyarakat yang bermukim di wilayah darat, pola letak bangunan rumahnya mengarah
ke arah matahari terbit. Hal ini terjadi pada masa lalu, namun sekarang lebih mengikuti dimana terdapat akses jalan (Wahyudin:
2014).

22 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


2.2. Kosmologis dan Asal Muasal

Suku Melayu yang ada di Kalimantan Barat beragam, umumnya mereka terdiri dari pendatang Melayu dari luar Kalimantan
(Kalimantan Barat) atau Melayu masa kini (contemporary Malays) dan orang-orang Melayu setempat atau Melayu asli atau biasa
disebut Melayu pribumi (indegeneous Malays). Melayu masa kini adalah orang-orang Melayu yang berasal seluruh kawasan
Melayu di Sumatera, Kepulauan Riau, Semenanjung Malaysia dan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) serta Brunai Darussalam.
Melayu asli Kalimantan (Kalimantan Barat) yang sejak lama berasal dari pulau ini, mempunyai pertalian erat dengan orang-orang
Dayak. Kebanyakan hubungan antar mereka berdasarkan baik hubungan mengembang secara sejajar (horizontal) dan hubungan
kekerabatan,maupun secara tegak lurus (vertical) melalui perkawinan campur (intermarriage) beranak pinak. Dalam konteks ini,
Melayu dan Dayak dianggap bersaudara, karena Dayak yang masuk Islam menyebut dirinya orang Melayu. Suku Dayak yang diduga
memiliki hubungan dengan Suku Melayu Kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang
semuanya berlogat “a” seperti bahasa Melayu Baku (Ahyat: 2012).

Salah satu faktor pendorong timbulnya Masyarakat Melayu ialah migrasi Orang Melayu ke Kalimantan Barat. Adapun Orang
Melayu yang bermigrasi ke daerah Kalimantan Barat tersebut berasal dari Sumatera dan dari Tanah Senanjung Malaka. Orang Melayu
yang datang dari Minangkabau ini merujuk kepada pedagang yang dari Kerajan Melayu yang berkembang pada abad ke-14. Kerajaan
tersebut dengan ibukota dan pelabuhannya di Muara Jambi telah mengambil alih kedudukan utama Kerajaan Sriwijaya pada 1082,
dan tentu saja mengambil alih pula sebagian dari peran perdagangannya. Orang-oramg tersebut tinggal di Pulau Kalimantan yang
mendesak Orang Dayak yang merupakan penduduk asli Kalimantan sehingga mereka tinggal di pedalaman Kalimantan (Agustiar:
1998).

Pendapat lain mengemukakan bahwa asal-usul Orang Melayu diduga berasal dari migrasi kelompok besar dari Asia Daratan
ini memulai gelombang perpindahan mereka ke arah Timur melalui Cina. Pada saat mencapai dataran Cina bagian tengah yang luas
mereka terpecah ke dalam dua kelompok. Salah satu kelompok tersebut bermigrasi mengikuti sungai-sungai yang mengalir ke Selatan
menuju Laut Cina Selatan dan akhirnya menyeberang ke Selatan memasuki kawasan Nusantara. Mereka bermigrasi melalui beberapa
gelombang. Kelompok ini ada yang sudah sampai di Pulau Kalimantan diperkirakan sekitar tahun 5000 – 4000 SM. Para migran
gelombang pertama dari kelompok kedua ini disebut Proto Melayu dan tinggal di berbagai kawasan sepanjang pantai, selat, sungai

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 23


dan anak sungai dan danau. Sebagian pendatang pada gelombang ini singgah atau berhenti diberbagai tempat sepanjang perjalanan
mereka seperti di Vietnam, Kamboja, Myanmar, Thailand, Philipina, Malaysia dan Sumatera. Pada gelombang berikutnya terdapat
Beberapa kelompok migran yang melanjutkan perjalanan ke Kalimantan, dari kawasan persinggahan mereka dalam perjalanan
sebelumnya. Ini terjadi dalam periode ratusan–ribuan tahun setelah perjalanan kelompok pertama di atas. Dua kelompok pendatang
gabungan dari pendatang gelombang kedua ini disebut Durto Melayu dan dianggap sebagai penduduk asli Kalimantan (aboriginal
population of Borneo) (Agustiar: 1998).

Migrasi manusia ke Kalimantan Barat bergerak terus, apalagi jika ditelusuri dalam perkembangan sejarah di Kalimantan Barat.
Kalimantan Barat seperti halnya Indonesia mengalami perjalanan sejarah, yaitu sejarah pulau Kalimantan. Sejarah pulau Kalimantan
dapat dibagi dalam beberapa masa sesuai peristiwa sejarah yang penting, misalnya masa prasejarah, masa Pengaruh India (agama
Hindu-Budha), masa Islam (Kesultanan), masa Pengaruh VOC, masa Pemerintahan Hindia Belanda, masa Pemerintahan Jepang, masa
Kebangkitan Nasional, masa Revolusi, masa Kemerdekaan, masa Pembangunan Nasional dan masa reformasi.

Dalam konteks budaya, orang Melayu di Kalimantan Barat dapat dibagi menjadi dua komuniti besar, yaitu komuniti pesisir dan
komuniti pedalaman. Orang Melayu pesisir meliputi: Melayu Sambas, Mempawah, Landak, Pontianak, Sukadana dan Matan/Ketapang.
Sedangkan orang Melayu komuniti Pedalaman meliputi: Melayu Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu/ Ulu Kapuas.
Perbedaan orang Melayu di Kalimantan Barat, antara lain dapat diketahui dari dialek bahasa yang pakai dalam percakapan sehari-hari,
cerita lisan rakyat, adat-istiadat dan upacara perkawinan, upacara pengobatan atau ilmu perdukunan, penyebutan nama panggilan,
nama-nama hantu, serta sistem kepemimpinan pemerintahan tradisional (Ahyat: 2012).

Dengan perkembangan kesultanan di Kalimantan Barat pada abad 16-18, kesultanan menjadi pusat penyebaran agama Islam
dan menjadi pusat budaya Melayu, sehingga orang Melayu dikenal dengan masyarakat yang beragama Islam. Sampai saat ini Melayu
dengan budayanya terus berkembang menghadapi budaya-budaya lain yang ada di sekitarnya, yang dalam menyerap unsur-unsur
budaya baru yang lebih moderen yang berasal dari luar, beberapa unsur budaya lama yang tidak berkonflik dengan nilai-nilai budaya
baru masih tetap dipertahankan, sehingga terjadi percampuran budaya. Meskipun dalam perkembangannya unsur-unsur Islam telah
menjadi hal utama budaya Melayu, tetapi pada kenyataannya perkembangan budaya Melayu di Kalimantan Barat masih banyak
memperlihatkan percampuran dengan unsur-unsur Hindu dan animisme (Ahyat: 2012).
24 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat
2.3. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan di lingkungan masyarkat Melayu Kalimantan Barat ialah pola patrilineal, mengikuti garis keturunan ayah.
Mereka juga mengenal keluarga luas dan keluarga batih. Hubungan kekeluargaan sangat erat, sekalipun banyak anggota keluarga yang
sudah merantau di daerah lain, namun keterikatan terhadap hubungan kekerabatan masih terasa kental di kalangan mereka yang
sudah merantau ke daerah lain (Natsir: 2012).

2.4. Sistem Mata Pencaharian Penduduk Setempat

Adapun matapencaharian masyarakat Melayu di Kalimantan Barat sangat beragam. Hal ini sesuai dengan lokasi tempat mereka
bermukim. Pada umumnya pada sektor pertanian dan perkebunan. Namun bagi bermukim di daerah pinggiran sungai dan laut seperti
Kabupaten Sambas dan Singkawang biasanya dalam kesehariannya mereka bekerja sebagai nelayan. Akan tetapi masing-masing
memiliki matapencaharian pokok atau utama dan matapencaharian tambahan untuk dapat menghidupi keluarganya. Di wilayah
perkotaannya banyak yang bermatapencaharian sebagai pedagang, pegawai, pengusaha dan beberapa aktifitas lain. Dalam beberapa
hal juga banyak tenaga kerja di daerah ini yang mencari pekerjaan di negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam
(Wawancara dengan Natsir, 25 Juli 2017).

2.5. Pengetahuan Lokal dalam Membangun Rumah

Berkaitan dengan prosesi mendirikan rumah, ada beberapa tahap yang harus dilakukan dengan pelaksanaan upacara adat.
Upacara tersebut dimulai sejak memilih lokasi hingga saat menempati rumah. Pemilihan lokasi diupayakan untuk bertanya kepada
orang pintar terkait lokasi tanah, kapan waktu baik untuk menancapkan tiang pertama, dsb. Dengan demikian diharapkan keselamatan
dalam proses pengerjaan rumah tersebut. Pada saat mendirikan tiang utama atau tiang seri biasa dilakukan tradisi tepung tawar atau
“bepapas” dengan tujuan memohon keselamatan dan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah rumah atau bangunan
yang telah didirikan rampung dan rumah tersebut akan ditempati dilakukan pula upacara menaiki rumah baru dimana suami isteri
pemilik rumah dipapas oleh tetua kampung di hadapan tamu (Wawancara dengan Natsir, 25 Juli 2017).

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 25


Menurut Zain (2014) dalam mendirikan sebuah bangunan rumah ada beberapa hal yang harus dilakukan dari mulai persiapan
hingga rumah itu siap untuk ditempati. Berikut adalah beberapa tahapan umum dalam proses pembangunan rumah tradisional
Melayu Kalimantan Barat.

1. Tahap Persiapan

Beberapa hal yang dilakukan pada saat tahap persiapan, yaitu: menentukan lokasi untuk mendirikan bangunan rumah, bahan-
bahan yang akan dipergunakan, teknik mendirikan bangunan, tenaga kerja dan hal-hal lainnya. Pemilihan lokasi diupayakan untuk
bertanya kepada orang pintar terkait. Dengan demikian diharapkan keselamatan dalam proses pengerjaan rumah tersebut.

2. Letak Bangunan

Pada masyarakat Melayu secara umum, apabila ia bermukim di wilayah pesisir, maka pola letak bangunan cenderung menghadap
ke arah sungai, sedangkan bagi masyarakat yang bermukim di wilayah darat, pola letak bangunan rumahnya mengarah ke arah matahari
terbit. Adapun lokasi yang dipilih untuk mendirikan bangunan rumah tersebut memiliki makna filosofis bahwa sungai dan matahari
adalah sumber rezeki. Kepercayaan akan adanya pengaruh tata letak terhadap kehidupan orang-orang yang akan menempati sebuah
bangunan sangat kuat sekali. Hal ini terjadi pada masa lalu, namun sekarang lebih mengikuti dimana terdapat akses jalan.

3. Pengadaan Bahan

Pada masa dahulu belum dikenal bahan semen, sehingga bahan bangunan utama rumah Melayu Kalimantan Barat terbuat dari
kayu. Bahan-bahan tersebut diperoleh penduduk dari hutan sekitar tempat tinggal mereka. Misalnya untuk daerah Sambas bangunan
berupa kayu banyak terdapat di Sajingan Besar. Pulau Kalimantan ini merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam berupa
kayu sebagai bahan dasar mendirikan bangunan,Pada saat pengambilan tersebut penduduk selalu memperhitungkan akan waktu-
waktu yang baik dan memilihnya dengan hati-hati yang mempunyai kwalitas yang baik agar tidak lekas rusak. Dalam mempersiapkan
bahan-bahan tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga terkumpul. Sementara semen dan kaca diperkirakan diperoleh
karena adanya hubungan dagang dengan Singapura.

26 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


4. Teknik dan Cara Pembuatan

Teknologi yang digunakan dalam pembangunan rumah tradisional Melayu Kalimantan Barat masih sederhana. Tekologi
tradisional yang dipadukan dengan modern. Misalnya seperti menyatukan satu bagian kayu dengan bagian kayu lainnya. Untuk
menghubungkan satu kayu dengan kayu lainnya dengan cara menggabungkan pada bagian ujung kayu yang telah dibentuk sedemikian
rupa sehingga kedua bagian itu dapat tersambung dan untuk kekuatannya dipergunakan pasak yang terbuat dari kayu belian. Kayu-
kayu yang telah tersambung kemudian dilubangi dua atau empat bagian. Lubang-lubang kayu yang telah tersambung kemudian
dipasang dengan pasak sehingga kayu-kayu tersebut dapat berdiri menjadi tiang-tiang rumah. Tiang tersebut dirangkai satu per satu
sehingga terbentuk kerangka rumah.

Selanjutnya dilakukan pembuatan dinding. Dalam membuat dinding ada yang menggunakan kayu atau semen. Posisi dinding
diapit tiang-tiang kayu dan dilapisi oleh bingkai kayu untuk menambah keasrian bentuk dinding tersebut. Pintu dan jendela terbuat
dari kayu belian namun beberapa ada yang telah menggunakan kaca. Hal ini berguna sebagai pencahayaan ruangan (Obesrvasi
Lapangan, 2017).

Lantai merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah bangunan. Lantai rumah Melayu Kalimantan Barat umumnya terbuat
dari papan belian yang banyak terdapat di daerah Sajingan Besar (Hulu Kapuas). Kayu tersebut harus berusia cukup tua. Sebelum
membuat lantai terlebih dipasang gelagar untuk tempat meletakkan papan dan memaku papan lantai tersebut. Ukuran gelagar dan
jumlahnya menentukan kekuatannya. Proses pembuatan lantainya adalah dengan membuat lidah pada bagian pinggir papan dan di
sisi yang lain dibuat lubang sehingga dalam meletakkannya tampak lebih rapat susunannya. Setelah papan rapat kemudian dipaku
pada sisi kiri dan kanannya serta sisi panjangnya. Pemasangan papan menggunakan penomoran angka ganjil untuk menyusun papan
lantai. Adapun tangga untuk naik ke rumah terbuat dari papan belian dengan susunan bertingkat dengan hitungan ganjil (Obesrvasi
Lapangan, 2017).

Pada bagian atas bangunan terdapat atap. Atap yang digunakan adalah atap sirap yang terbuat dari papan belian yang dibentuk
sedemikian rupa dengan ukuran tertentu seprti panjang, lebar, dan ukuran ketebalannya. Untuk menutup kerangka bangunan dengan
atap terlebih dahulu dibuat dengan kayu-kayu belian dalam ukuran kecil atau disebut “kayu ring”. “Kayu ring” disusun sesuai dengan

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 27


peletakannya. Pada bagian yang yang dekat dengan tiang bangunan menggunakan kayu yang lebih besar dan kemudian akan diletakkan
kembali dengan arah berlawanan, baik horizontal maupun vertikal tergantung pada susunan ring sebelumnya. Apabila susunan
tersebut suda pas kemudian dipaku sehingga bisa diletakkan atap sirap. Atap sirap menjadi suatu ciri khas dari rumah Kalimantan
Barat, baik pada rumah dengan atap model atap berbentuk limas, gudang, maupun kawat. Selain itu di beberapa rumah terdapat loteng
(para) yang juga berfungsi sebangai plafon atau langit-langit (Wawancara dengan Hamdi Pemda Singkawang, 10 September 2018).

28 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


BAB III - ARSITEKTUR RUMAH MELAYU KALIMANTAN BARAT

Di Provinsi Kalimantan Barat Etnis Melayu terdapat di pinggiran sungai (pesisir) bagian hulu dan hilir. Secara umum rumah
tradisional Melayu di Kalimantara Barat tersebar di tiap Kota Pontianak, Mempawah, Sambas, Landak, Sanggau, Sakadau, Sintang,
Tayan, Ketapang dan Sukadana. Hal ini terlihat dengan masih ditemukannya istana/keraton kesultanan Melayu hampir pada tiap
kota/kabupaten. Rumah-rumah tradisional Melayu di bagian hilir dipengaruhi oleh kondisi pesisir, sedang dibagian hulu dipengaruhi
oleh etnis Dayak. Melayu Kalimantan Barat disebut rumah panggung terdiri atas 3 jenis, yaitu: Rumah Potong Limas merupakan
rumah pendukung atau perangkat Kesultanan atau Keraton di berbagai daerah. Rumah ini biasanya diberikan oleh Sultan untuk para
pendukungnya yang berasal dari berbagai daerah, dimana mereka dalam kesehariannya membantu Sultan di istana. Rumah Potong
Godang atau gudang biasanya rumah yang dimiliki oleh para pedagang atau alim ulama, dan Rumah Potong Kawat merupakan
rumah rakyat biasa atau kebanyakan (Survei lapangan, 2017).

3.1. Tipe Potong Godang

Rumah tradisional Melayu Potong Godang yang ada di Kalimantan Barat tersebar di beberapa kabupaten yang ada, seperti: di
Kabupaten Mempawah yaitu di Jalan Gusti Muhammad Taufik No. 261, Desa Terusan, Kec. Mempawah Timur; di Kabupaten Sambas
yaitu di Jalan Istana Desa Dalam Kaum Nomor 203/11, Kecamatan Sambas; dan di Kabupaten Ketapang yaitu di Desa Mulia Kerta
dan Kampung Arab, Kecamatan Benua Kayang. Secara umum rumah tradisional di daerah-daerah tersebut berfungsi sebagai tempat
tinggal, namun untuk rumah yang ada di Kabupaten Mempawah sudah tidak ditempati lagi dan beralihfungsi menjadi sekretariat
Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Mempawah. Buku ini lebih difokuskan untuk memberikan gambaran mengenai
rumah tipe potong godang milik keluarga ibu Asniah Tan Djufri yang ada di Kabupaten Sambas (Survei lapangan, 2017).

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 29


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 1 Variasi Rumah Tipe Potong Godang

3.1.1. Tampak Rumah Tipe Potong Godang


Rumah Tipe Potong Godang sama seperti rumah tradisional Melayu umumnya yang ada di Kalimantan Barat dimana dibangun
dengan orientasi menghadap sungai, namun saat ini rumah-rumah sudah menghadap ke jalan besar semenjak adanya pembangunan
jalan. Rumah-rumah tersebut merupakan rumah panggung dengan kolong di bawahnya. Adapun tinggi panggung rumah tersebut
sangat bervariasi mulai dari 0.75 cm sampai 1.5 cm dari muka tanah. Ciri khas dari rumah tipe potong godang ini adalah atapnya yang
berbentuk pelana yang terbuat dari sirap.

Di bagian depan rumah terdapat sebuah pintu utama dan empat jendela. Untuk dapat masuk ke dalam rumah tersebut harus
menggunakan tangga dimana jumlah anak tangganya berjumlah ganjil. Di bagian sisi samping kiri dan kanan rumah hanya terdapat
lima buah jendela. Sementara pada bagian belakang rumah terdapat penambahan ruang yang berfungsi sebagai dapur dan kamar
mandi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

30 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 2 Tampak Depan Rumah Tipe Potong Godang

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)


Gambar 3. 3 Tampak Samping Rumah Tipe Potong Godang

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 31


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 4 Tampak Belakang Rumah Tipe Potong Godang

3.1.2 Tinjauan Bagian-Bagian Rumah Tipe Potong Godang

Tinjauan Bagian Bawah Tipe Potong Godang

Karakteristik struktur yang ada pada rumah Melayu tradisional di Kota Sambas mempunyai kestabilan struktur yang kuat dan
menjamin ketahanan rumah sehingga dapat bertahan hingga ratusan tahun. Struktur bangunan rumah potong godang pada umumnya
menggunakan konstruksi kayu, seperti: rangka kolom dan balok. Dinding hanya sebagai pengisi. Tiang kolom menerus dari tanah
sampai ke atap. Sedangkan jenis sambungan tiang balok-kolom saling berkait dan diperkuat oleh pin/pasak kayu. Detail struktur
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

32 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


(Sumber: Penggambaran Ulang Tim Peneliti, 2018) (Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)

Gambar 3. 5 Sistem Struktur Rumah Tipe Potong Godang Gambar 3. 6 Sistem Struktur Rumah Tipe Potong Godang

Bangunan rumah tradisional tipe potong godang jumlah tiangnya selalu ganjil, tidak boleh genap karena jumlah tiang genap
dinilai kurang baik dan menurut mereka orang yang tinggal di dalam rumah tersebut akan kurang beruntung. Jarak antara tiang ke
tiang sekitar 1 meter sampai 1.5 meter. Tiang pada rumah terdiri dari dua jenis, yaitu ting tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah
dan kayu ini tingginya hanya sampai batas lantai, dan tiang kayu yang satunya lagi yaitu kayu yang berdiri diatas kip dan menerus
ke atas. Tiang pertama yang didirikan ialah tiang tongkat dengan dimensi 15 cm x 15 cm. Terdapat bantalan yang dipasang sebagai
pengikat untuk menghubungkan antara tiang tongkat yang satu dengan tiang tongkat lainnya. Terdapat “kip” yang berada pada bagian
atas bantalan (melintang).

Tinjauan Bagian Tengah Rumah Potong Godang

Lantai yang ada di Rumah Potong Godang terbuat dari papan belian berusia cukup tua. Adapun ketebalan 2 – 3 cm. Papan lantai
tersebut dipasang dengan cara dipaku di atas “gelagar”. “Gelegar” berfungsi sebagai penghubung anatara kip dan bantalan. Adapun
dimensi dari “gelegar” tersebut adalah 5 cm x 10 cm. Ukuran gelagar dan jumlahnya menentukan kekuatannya. Proses pembuatan
lantai ialah dengan membuat lidah pada bagian pinggir papan dan di sisi yang lain dibuat lubang sehingga dalam meletakkannya
Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 33
tampak lebih rapat susunannya. Setelah papan rapat kemudian dipaku pada sisi kiri dan kanannya serta sisi panjangnya. Pemasangan
papan harus dalam jumlah yang ganjil.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)


Gambar 3. 7 Lantai Rumah Tipe Potong Godang

Pola ruang rumah tipe potong godang cenderung berbentuk persegi/simetris antara bagian kanan dan kiri. Pola ruang di dalam
bangunan utama masih sesuai dengan aslinya. Ruangan pada rumah Melayu Sambas terdiri dari: teras (serambi/ambin), kemudian
ruang tamu yang digunakan untuk menerima tamu atau untuk acara-acara adat. Pada acara-acara adat ruang tamu digunakan untuk
tempat duduk orang yang dihormati atau kaum bapak yang dituakan. Ruang keluarga biasanya digunakan untuk tempat duduk atau
berkumpulnya anggota keluarga atau jika ada acara digunakan untuk tempat duduk ibu-ibu atau anak gadis. Rumah ini memiliki tiga
buah kamar tidur (satu kamar dekat ruang tamu dan dua kamar lagi berda di area belakang). Pada bagian belakang rumah terdapat

34 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


ruang makan dan dapur yang memanjang. Tempat pencucian dan kamar mandi yang bersebelahan dengan WC yang terdapat di luar
rumah, tetapi masih menempel pada rumah. Pada pintu keluar terdapat pelantaran sebagai penghubung dapur dengan halaman
depan.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)

Gambar 3. 8 Lantai Rumah Tipe Potong Godang

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 35


Dinding rumah tipe potong godang terbuat dari papan kayu, posisi dinding diapit tiang-tiang kayu dan dilapisi oleh bingkai
kayu untuk menambah keasrian bentuk dinding tersebut. Ada dua teknik pemasangan papan didinding, yaitu dengan cara tegak lurus
(vertical) dan rebah (horizontal).

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)


Gambar 3. 9 Pemasangan Papan Dinding Vertikal dan Horizontal

Pintu dan jendela terbuat dari kayu belian namun beberapa ada yang telah menggunakan kaca. Hal ini berguna sebagai
pencahayaan ruangan. Rumah yang menjadi sampel memiliki 12 buah pintu, satu untuk akses utama yang berada pada bagian sisi
depan rumah, dua pintu samping akses keluar dari dapur, tiga buah pintu kamar, empat buah pintu transisi setiap ruangan, dua buah
pintu kamar mandi dan. Jendela pada rumah ini terdapat 15 buah jendela dengan dimensi yang bervariasi

36 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)

Gambar 3. 10 Pintu dan Jendela Rumah Tipe Potong Godang

Tinjauan Bagian Atas Rumah Potong Godang

Pada bagian atas bangunan rumah tradisional Melayu Tipe Godang ini terdapat atap. Penutup atap pada saat ini belum
mengalami perubahan bentuk dan bahan, yaitu bentuk pelana dan dari bahan sirap. Atap sirap terbuat dari papan belian yang
dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran tertentu. Susunan atap sirap tersebut ditata di atas “kayu ring” sebelum dipaku. “Kayu ring”
disusun sesuai dengan peletakannya dimana pada bagian yang yang dekat dengan tiang bangunan menggunakan kayu yang lebih
besar dan kemudian akan diletakkan kembali dengan arah berlawanan, baik horizontal maupun vertikal tergantung pada susunan
ring sebelumnya. Apabila susunan tersebut suda pas kemudian dipaku sehingga bisa diletakkan atap sirap. Untuk plafon rumah ini
menggunakan rangka kayu 5/7. Di atas rumah ini terdapat ruangan yang dulu berfungsi sebagai penyimpanan barang, namun sekarang
loteng tersebut tidak dimanfaatkan lagi. Untuk pencahayaannya terdapat dua buah jendela di bagian depan rumah.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 37


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)

Gambar 3. 11 Atap dan Loteng Rumah Tipe Potong Godang

38 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


3.1.3. Bahan Bangunan Rumah Potong Godang
Material pada rumah potong godang dominan menggunakan kayu mulai dari bagian pondasi, tiang balok, lantai dinding dan
asbes, sedangkan untuk penutup masih menggunakan sirap. Secara rinci, jenis bahan bangunan yang digunakan pada rumah tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 1 Material Rumah Tipe Potong Godang


Komponen Bangunan Jenis Bahan Bangunan
Atap Sirap
Dinding Papan kayu
Lantai Papan kayu
Tangga Kayu
Pintu Kayu
Jendela Kayu
Struktur Bangunan Struktur utama menggunakan kayu, pondasi/
umpak menggunakan batu, tapak bangunan
menggunakan cor an batu
(Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan Survey 2017)

3.1.4. Ornamen Pada Rumah Tipe Godang

Rumah tradisional Melayu potong godang di Sambas hanya sedikit memiliki ornamen, yaitu dibagian pediment, yakni bentuk
segi tiga berisi relife dinding berbentuk segi tiga atau setengah lingkaran diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 39


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)

Gambar 3. 12 Ornamen Rumah Tipe Potong Godang

3.1.5. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana di rumah tradisional Melayu Tipe Potong Godang di Sambas terdiri dari satu buah kamar mandi dengan
kontruksi semi permanen. Pembuangan dari kamar mandi dialirkan ke lubang cubluk. Sampah yang dihasilkan di rumah ini kebanyakan
jenis organik yakni daun-daunan yang dibakar di halaman samping atau belakang rumah. Sumber air bersih di rumah tradisional
Sambas ini berasal dari PDAM dan penampungan air hujan (PAH). Sumber energi yang digunakan adalah listrik

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2018)


Gambar 3. 13 Sarana dan Prasarana Rumah Tipe Potong Godang

40 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


3.1.6. Perubahan Teknologi Bangunan
Secara umum, rumah potong godang di daerah Sambas yang dijadikan sampel ini tidak banyak mengalami perubahan teknologi
bangunan. Penutup atap pada rumah tradisional Melayu saat ini belum mengalami perubahan bentuk dan bahan yaitu bentuk pelana
dan dari bahan sirap. Dinding luar dan sekat ruangan bentuknya tetap dan bahannya dari bahan kayu Belian. Bagian luar dinding
dilapis dengan GRC dan triplek pada tahun 1980an. Bagian struktur bawah seperti tiang pondasi, rangka kolom dan balok terbuat
dari Kayu Belian atau kayu Besi dan sampai saat ini belum ada perubahan pada bentuk dan bahannya. Demikian juga pintu dan jendela
terbuat dari kayu Belian dan belum ada penggantian pada bentuk dan bahan.

3.2. Tipe Potong Limas

Salah satu Rumah Melayu Tipe Potong Limas terletak di Kecamatan Benua Kayong yaitu di Kampung Kauman Melayu dan
Kampung Arab. Rumah-rumah tradisional tersebut diperkirakan sudah berusia kurang lebih 100 tahun. Rumah-rumah tersebut
sebagian besar masih terlihat asli meskipun beberapa rumah sudah ada yang mengalami perubahan pada material bahan bangunan.
Rumah -rumah tradisional ini merupakan rumah bangsawan atau kerabat kesultanan.

Secara umum rumah tradisional di Ketapang berfungsi sebagai tempat tinggal. Perubahan-perubahan pada rumah tradisional di
Ketapang banyak ditemui, terutama pada material bahan bangunan maupun pola ruang. Adapun rumah yang menjadi sampel dalam
tulisan ini ialah rumah milik keluarga Bapak M. Efendi, rumah tersebut dihuni oleh 2 Kepala Keluarga (kk) dengan jumlah penghuni
sebanyak 7 orang.

Karakteristik rumah Potong Limas, memiliki fasad dan susunan ruang yang melintang mengikuti arah hadap orientasinya
dengan bentuk atap 4 (empat) penjuru angin yakni Barat, Utara, Timur, dan Selatan menuju 1 (satu) titik tulang bumbungan dan
bentuk rumah segi empat.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 41


3.2.1. Tampak Rumah Tipe Potong Limas

Ciri khas dari rumah tipe potong limas ini adalah atapnya yang berbentuk limas (rabung lima) yang terbuat dari sirap dan seng.
Rumah Melayu Tipe Potong Limas ialah rumah panggung dengan bentuk memanjang ke belakang, rumah ini memiliki anak tangga
yang jumlahnya ganjil sebagai jalur utama untuk masuk ke dalam rumah. Rumah tersebut juga telah memiliki bangunan tambahan di
bagian belakang. Adapun detail bangunannya adalah sebagai berikut.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 14 Tampak Depan dan Samping Rumah Tipe Potong Limas

42 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


3.2.2. Tinjauan Bagian-Bagian Rumah Potong Limas

Tinjauan Bagian Bawah Rumah Potong Limas

Struktur bangunan rumah Potong Limas terdiri dari rangka kolom dan balok yang terbuat dari kayu besi/borneo yang tahan
terhadap air dan kelembaban. Pada bagian tengah rumah terdapat kolom induk yang terbuat dari kayu belian dengan ukuran 12 x 12
cm. Dasar pondasi sudah dilakukan pengecoran sebelum bangunan itu berdiri. Tiang pada rumah terdiri dari dua jenis, yaitu tiang
tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah sampai batas lantai, dan tiang kayu yang yang berdiri diatas kip dan menerus ke atas.

Antara satu tiang kayu dengan tiang kayu lainnya dihubungkan dengan cara menggabungkan pada bagian ujung kayu yang
telah dibentuk sedemikian rupa sehingga kedua bagian itu dapat tersambung dan untuk kekuatannya dipergunakan pasak yang
terbuat dari kayu belian. Kayu-kayu yang telah tersambung kemudian dilubangi dua atau empat bagian. Lubang-lubang kayu yang
telah tersambung kemudian dipasang dengan pasak sehingga kayu-kayu tersebut dapat berdiri menjadi tiang-tiang rumah. Tiang
tersebut dirangkai satu per satu sehingga terbentuk kerangka rumah. Detail struktur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)


Gambar 3. 15 Sistem Struktur Rumah Potong Limas

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 43


Tinjauan Bagian Tengah Rumah Potong Limas

Lantai yang ada di Rumah Potong Limas terbuat dari papan belian berusia cukup tua. Adapun ketebelen papan tersebut adalah
2 – 3 cm, lantai tersebut dipasang dengan cara dipaku di atas “gelagar”. “Gelegar” berfungsi sebagai penghubung anatara kip dan
bantalan. Adapun dimensi dari “gelegar” tersebut adalah 5 cm x 10 cm. Ukuran gelagar dan jumlahnya menentukan kekuatannya.
Proses pembuatan lantai ialah dengan membuat lidah pada bagian pinggir papan dan di sisi yang lain dibuat lubang sehingga dalam
meletakkannya tampak lebih rapat susunannya. Setelah papan rapat kemudian dipaku pada sisi kiri dan kanannya serta sisi panjangnya.
Pemasangan papan harus dalam jumlah yang ganjil.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 16 Lantai Rumah Potong Limas

44 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


Dinding luar dan sekat ruangan masih menggunakan bahan papan kayu belian. Papan kayu tersebut dipasang secara vertical
atau tegak lurus dan horizontal atau rebah. Posisi dinding diapit tiang-tiang kayu dan dilapisi oleh bingkai kayu untuk menambah
keasrian bentuk dinding tersebut.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)


Gambar 3. 17 Pemasangan Dinding Rumah Potong Limas

Pintu dan jendela rumah ini terbuat dari kayu Belian dan belum ada penggantian pada bentuk dan bahan. Rumah ini memiliki 14
buah jendela dan dan 12 pintu. Dengan banyak jendela sehingga menyebabkan kenyamanan suhu di dalam rumah ini sejuk sementara
Kalimantan ialah salah satu wilayah yang dilewati oleh garis khatulistiwa.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 18 Jendela dan Pintu Rumah Potong Limas

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 45


Pola ruangan pada rumah tradisional Melayu di Desa Mulia Kerta, Kabupaten Ketapang yang dijadikan sampel penggambaran
ulang berbentuk persegi/simetris, pola ruang di dalam bangunan utama masih sesuai dengan aslinya. Pola pembagian ruang
tersebut terdiri dari: teras (serambi/ambin), ruang tamu, ruang keluarga/ ruang tengah, kamar, dapur dan kamar mandi. Ruang
tidur difungsikan selain untuk tidur juga untuk menyimpan peralatan yang penting. Ruang tengah selain digunakan untuk tempat
berkumpulnya keluarga dekat juga digunakan untuk meja makan. Dapur ada yang menyatu dengan ruang tengah dan untuk mencuci
piring. Kamar mandi ada yang diluar dan ada juga yang berada didalam.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 19 Denah Rumah Potong Limas di Kabupaten Ketapang

46 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


Tinjauan Bagian Atas Rumah Potong Limas

Pada bagian atas bangunan rumah tradisional Melayu Tipe Limas ini terdapat atap. Atap rumah ini terbuat dari sirap dan seng.
Penutup atap rumah ini belum mengalami perubahan bentuk dan bahan. Atap sirapnya terbuat dari papan kayu belian yang dibentuk
dan disusun sedemikian rupa. Sementara untuk kayu yang digunakan pada rangka atap biasanya menggunakan jenis kayu empedu
karena kayu ini banyak kandungan getah sehingga dapat menjadi anti rayap. Adapun untuk plafond menggunakan kayu yang sama
dengan dinding, rumah ini tidak memiliki ruangan di bagian lotengnya.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 20 Atap dan Plafond Rumah Tipe Potong Limas

3.2.3. Bahan Bangunan Rumah Potong Limas


Material pada rumah Melayu Potong Limas di Desa Mulia Kerta, Kabupaten Ketapang dominan menggunakan kayu mulai dari
bagian tiang balok, lantai dinding dan asbes, sedangkan untuk penutup masih menggunakan sirap dan seng. Secara rinci, jenis bahan
bangunan yang digunakan pada rumah tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut dibawah ini:

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 47


Tabel 3. 2 Material Rumah Melayu Potong Limas

Komponen Bangunan Jenis Bahan Bangunan


Atap Sirap dan Seng
Dinding Papan kayu
Lantai Papan kayu
Tangga Kayu
Pintu Kayu
Jendela Kayu
Struktur Bangunan Struktur utama menggunakan kayu, pondasi/
umpak menggunakan batu, tapak bangunan
menggunakan cor an batu
(Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan Survey 2017)

3.2.4. Ornamen Pada Rumah Tipe Potong Limas

Rumah tradisional Melayu di Desa Mulia Kerta,


Kabupaten Ketapang hanya sedikit ornamen yang
terdapat pada dinding rumah bagian dalam. Terdiri dari
flora yang digunakan sebagai lubang angin.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 21 Ornamen Rumah Potong Limas

48 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


3.2.5. Sarana dan Prasana

Sarana dan prasarana di rumah tradisional Melayu di Desa Mulia Kerta, Kabupaten terdiri dari 2 dua buah kamar mandi
dengan kontruksi semi permanen. Sampah yang dihasilkan di rumah ini kebanyakan jenis organik yakni daun-daunan yang dibakar di
halaman samping atau belakang rumah. Sumber air bersih di rumah tradisional Sambas ini berasal dari PDAM dan penampungan air
hujan (PAH). Sumber energi yang digunakan adalah listrik

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)


Gambar 3. 22 Sarana dan Prasarana Rumah Melayu di Kabupaten Ketapang

3.2.6. Perubahan Teknologi Bangunan


Secara umum, rumah Desa Mulia Kerta, Kabupaten yang dijadi sampel ini tidak terlalu banyak mengalami perubahan teknologi
bangunan. Penutup atap pada rumah tradisional Melayu saat ini belum mengalami perubahan bentuk dan bahan yaitu bentuk limas
dari bahan sirap dan seng. Dinding luar dan dalam masih menggunakan kayu di susun dengan cara vetrikal. Demikian juga pintu dan
jendela terbuat dari kayu belum ada penggantian pada bentuk dan bahan.

3.3. Tipe Potong Kawat

Rumah-rumah tradisional Melayu di Kabupaten Kayung Utara sudah sulit ditemukan keberadaanya. Rumah tradisional Melayu
yang sudah berusia cukup tua. Sudah banyak rumah yang direnovasi menggunakan bahan material rumah baru. Secara administrasi
rumah tradisional Melayu di Kabupaten Kayung Utara terdapat di Dusun Sukadama, Desa Sutra, Kecamatan Sukadana. Rumah

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 49


tradisional yang masih tersisa ini merupakan rumah potong kawat, Panambahan ruang terakhir yang dibangun pada tahun 1949.
Kategori rumah termasuk rumah bangsawan (tengku). Rumah ini dibangun oleh Tengku Muhammad. Saat ini dihuni oleh keturunannya
yang ke 9 (sembilan) yaitu ibu Tengku Rukiyah.

3.3.1. Tampak Rumah Tipe Potong Kawat

Rumah Melayu di Sukadana, Kabupaten Kayung Utara yang menjadi sampel penggambaran ulang, bentuknya mewakili Rumah
Melayu tipe potong kawat. Bentuk rumah ini simetris antara kiri dan kanan dimana terdapat kamar di keuda sisi rumah dengan pintu
dan jendela di tengahnya. Rumah ini memiliki anak tangga yang jumlahnya ganjil dan sebuah papan sebagai sebagai jalur utama untuk
masuk ke dalam rumah. Rumah tersebut juga telah memiliki bangunan tambahan di bagian belakang. Adapun detail bangunannya
adalah sebagai berikut:

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 23 Tampak Depan Rumah Melayu Tipe Potong Kawat

50 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)
Gambar 3. 24 Tampak Samping Rumah Melayu Tipe Potong Kawat

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 25 Tampak Belakang Rumah Melayu Tipe Potong Kawat

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 51


3.3.2. Tinjauan Bagian-Bagian Rumah Tipe Potong Kawat

Tinjauan Bagian Bawah Rumah Tipe Potong Kawat

Struktur bangunan rumah Tipe Potong Kawat pada umumnya menggunakan konstruksi kayu, dengan rangka kolom dan
baloknya kayu dimana dinding hanya sebagai pengisi.Tiang kolom menerus dari tanah sampai ke atap. Sedangkan jenis sambungan
tiang balok-kolom saling bertakik, yang diperkuat oleh pin/pasak kayu. Detail struktur dapat dilihat pada gambar dibawah ini

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)


Gambar 3. 26 Sistem Struktur Rumah Potong Kawat

Tinjauan Bagian Tengah Rumah Potong Kawat

Pemasangan dinding dengan teknik horizontal dimana dinding hanya sebagai pengisi. Lantai yang ada di Rumah Potong Limas
terbuat dari papan belian berusia cukup tua. Adapun ketebalan papan tersebut adalah 2 – 3 cm. Papan lantai tersebut dipasang dengan
cara dipaku di atas “gelagar”. “Gelegar” berfungsi sebagai penghubung anatara kip dan bantalan. Adapun dimensi dari “gelegar” tersebut

52 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


adalah 5 cm x 10 cm. Ukuran gelagar dan jumlahnya menentukan kekuatannya. Proses pembuatan lantai ialah dengan membuat lidah
pada bagian pinggir papan dan di sisi yang lain dibuat lubang sehingga dalam meletakkannya tampak lebih rapat susunannya. Setelah
papan rapat kemudian dipaku pada sisi kiri dan kanannya serta sisi panjangnya. Pemasangan papan harus dalam jumlah yang ganjil.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 27 Pemasangan Dinding dan Lantai Rumah Potong Kawat

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 53


Rumah yang menjadi sampel memiliki 10 (sepuluh) buah jendela dan dan 12 (dua belas) buah pintu. Dengan banyak jendela
sehingga menyebabkan kenyamanan suhu di dalam rumah ini sejuk sementara Kalimantan ialah salah satu wilayah yang dilewati oleh
garis khatulistiwa.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 28 Pemasangan Dinding dan Lantai Rumah Potong Kawat

Pola ruangan pada rumah tradisional Melayu di Desa Sukadana, Kabupaten Kayung Utara yang dijadikan sampel cenderung
berbentuk persegi/simetris anatara bagian kiri dan kanan, pola ruang di dalam bangunan utama masih sesuai dengan aslinya. terdiri
dari: teras (serambi/ambin), kemudian ruang tamu /keluarga yang digunakan untuk menerima tamu atau untuk tempat berkumpul
keluarga ketika ada acara ataupun hari haraya, kamar, dapur dan kamar mandi. Ruang tidur/kamar pada saat ini telah mengalami

54 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


perubahan fungsi, dimana setiap kamar tidur terdapat tempat memasak dikarena rumah ini dihuni beberapa anggota keluarga yang
sudah berkeluarga. Jadi fungsi dari kamar selain tempat tidur juga difungsikan untuk memasak dan menyimpan peralatan rumah
tangga.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)

Gambar 3. 29 Pola Ruang Rumah Potong Kawat

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 55


Tinjauan Bagian Atas Rumah Potong Kawat

Penutup atap pada rumah tradisional Melayu saat ini atapnya maih menggunakan material sirap walaupun sudah pernah
diganti Atap sirap terbuat dari papan belian yang dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran tertentu. Susunan atap sirap tersebut
ditata di atas “kayu ring” sebelum dipaku. “Kayu ring” disusun sesuai dengan peletakannya dima pada bagian yang yang dekat dengan
tiang bangunan menggunakan kayu yang lebih besar dan kemudian akan diletakkan kembali dengan arah berlawanan, baik horizontal
maupun vertikal tergantung pada susunan ring sebelumnya. Apabila susunan tersebut suda pas kemudian dipaku sehingga bisa
diletakkan atap sirap.

(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)


Gambar 3. 30 Bentuk Atap Rumah Potong Kawat

3.3.3. Bahan Bangunan Rumah Potong Kawat


Material pada rumah Melayu di Desa Sukadana, Kabupaten Kayung Utara dominan menggunakan kayu mulai dari bagian
tiang balok, lantai dinding dan asbes, sedangkan untuk penutup masih menggunakan sirap. Secara rinci, jenis bahan bangunan yang
digunakan pada rumah tersebut dapat dilihat pada Tabel

56 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


Tabel 3. 3 Material Rumah Potong Kawat

Komponen Bangunan Jenis Bahan Bangunan


Atap Sirap
Dinding Papan kayu
Lantai Papan kayu
Tangga Kayu
Pintu Kayu
Jendela Kayu
Struktur Bangunan Struktur utama menggunakan kayu
(Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan Survey 2017)

3.3.4. Ornamen Pada Rumah Tipe Potong Kawat

Rumah tradisional Melayu di Desa Sukadana, Kabupaten Kayung Utara tidak memiliki ornamen.

3.3.5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di rumah tradisional Melayu di Sukadana, Kabupaten Kayung Utara terdiri dari satu buah kamar
mandi. Sumber air bersih di rumah tradisional Sambas ini berasal dari PDAM dan penampungan air hujan (PAH). Sumber energi yang
digunakan adalah listrik.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 57


(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2017)
Gambar 3. 31 Sarana dan Prasarana Rumah Potong Kawat

3.3.6. Perubahan Teknologi Bangunan


Secara umum, rumah Desa Sukadana, Kabupaten Kayung Utara yang dijadi sampel ini tidak terlalu banyak mengalami
perubahan teknologi bangunan. Penutup atap pada rumah tradisional Melayu saat ini belum mengalami perubahan bentuk dan bahan.
Dinding luar dan dalam masih menggunakan kayu di susun dngan cara horizontal. Demikian juga pintu dan jendela terbuat dari kayu
belum ada penggantian pada bentuk dan bahan.

58 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


BAB IV - PENUTUP

Suku Melayu yang ada di Kalimantan Barat sangat beragam, , yang pada umumnya mereka terdiri dari pendatang Melayu
dari luar Kalimantan dan orang-orang Melayu setempat. Melayu masa kini adalah orang-orang Melayu yang berasal seluruh kawasan
Melayu di Sumatera, Kepulauan Riau, Semenanjung Malaysia dan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) serta Brunai Darussalam.
Melayu asli Kalimantan (Kalimantan Barat) yang sejak lama berasal dari pulau ini, mempunyai pertalian erat dengan orang-orang
Dayak. Kebanyakan hubungan antar mereka berdasarkan hubungan kekerabatan melalui perkawinan campur. Orang Dayak yang
sudah masuk Islam akan menyebut dirinya sebagai Orang Melayu.

Dalam konteks budaya, orang Melayu di Kalimantan Barat dapat dibagi menjadi dua komunitas besar, yaitu komunitas pesisir
dan komuniti pedalaman. Orang Melayu pesisir meliputi: Melayu Sambas, Mempawah, Landak, Pontianak, Sukadana dan Matan/
Ketapang. Sedangkan orang Melayu komuniti pedalaman meliputi: Melayu Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu/ Ulu
Kapuas.Peninggalan sejarah dan budaya Melayu di Kalimantan Barat tercermin pada peninggalan Keraton yang terdapat di seluruh
kabupaten/kota. Adat dan tradisi masih dilestarikan secara turun-temurun oleh generasi penerusnya.

Berkaitan dengan prosesi mendirikan rumah, ada beberapa tahap yang harus dilakukan dengan pelaksanaan upacara adat.
Upacara tersebut dimulai sejak memilih lokasi hingga saat menempati rumah. Pemilihan lokasi diupayakan untuk bertanya kepada
orang pintar terkait lokasi tanah, kapan waktu baik untuk menancapkan tiang pertama, dsb. Dengan demikian diharapkan keselamatan
dalam proses pengerjaan rumah tersebut. Pada saat mendirikan tiang utama atau tiang seri biasa dilakukan tradisi tepung tawar atau
“bepapas” dengan tujuan memohon keselamatan dan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah rumah atau bangunan
yang telah didirikan rampung dan rumah tersebut akan ditempati dilakukan pula upacara menaiki rumah baru dimana suami isteri
pemilik rumah dipapas oleh tetua kampung di hadapan tamu.

Bentuk Rumah Melayu Kalimantan Barat terdiri dari tiga tipologi (Potong Godang, Potong Limas dan Potong Kawat). Pola
ruang dalam rumah tradisional Melayu di Kalimantan Barat tediri dari cenderung berbentuk persegi/simetris antara bagian kanan

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 59


dan kiri. Secara umum sejak dulunya rumah tradisional berfungsi sebagai tempat tinggal dan pola ruang dalam. Pola ruang di Rumah
Melayu Kalimantan Barat terdiri dari: Teras (anjung/beranda), ruang tamu/serambi depan, ruang tengah (ambin), ruang tidur (bilik/
lintok), loteng (para), ruang dapur (pedapuran/dapok/sayu). Dalam rumah Melayu juga dikenal “rumah ibu” dan “rumah anak”.
“Rumah ibu” atau “rumah induk” terdiri dari: teras, ruang keluarga, dan ruang idur. Sedang “rumah anak” terdiri dari: dapur atau
dalam bahasa lokalnya pendapuran, dapo, atau sayu. Pada rumah tradisional juga terdapat “rumah pendukung” yang terdiri dari :
pelantaran digunakan sebagai ruang alternatif untuk akses masuk ke rumah anak atau dapur atau sebaliknya, sumur atau perigi, dan
gertak atau jalur penghubung antar rumah yang terbuat dari kayu atau semen.

Keberadaan rumah tradisional di Kalimantan Barat sudah sulit ditemui, karena rumah-rumah tradisional tidak dirawat oleh
pemiliknya sehingga rumah banyak yang tidak dihuni lagi dan pada akhinya rumah tersebut dibiarkan terlantar, sebab material kayu
untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada bangunan tersebut sudah sulit ditemukan dan harganya sangat mahal sehingga
masyarakat lebih memilih untuk menggunakan material yang tersedia saat ini. Material bangunan rumah tradisional Melayu Kalimantan
Barat pada umumnya dominan masih menggunakan kayu dan atapnya terbuat dari sirap, seng dan genteng. Sistem struktur rumah
tradisional mengikuti perkembangan teknologi. Konstruksi pada bangunan rumah tradisional Melayu Kalimantan Barat banyak terjadi
pada perubahan bahan bangunan yang digunakan dan terkait pola pemanfaatan ruang.

Dari hasil penelitian di atas bahwa perlu adanya penelitian lanjutan yang berkaitan dengan rumah tradisional Melayu di
Kalimantan Barat, seperti: kajian kehandalan struktur, kajian termal, kajian penyehatan lingkungan permukiman dan bahan bangunan
lokal sebagai subsitusi pengganti material bahan bangunan. Untuk itu dibutuhkan pembuatan research design yang lebih matang dan
terencana dengan baik, sehingga penelitian objek dan lokasi penelitian lebih tepat dan terarah.

60 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Abi. 2011. Siapakah yang disebut Melayu?. https://kafilyamin.wordpress.com/2011/02/21/661/

Andi, Fery Uray. 2007. Sejarah Pekrmbangan Arsitektur Istana Kesultanan Melayu di Kalimantan Barat. Disertasi Institut Teknologi
Bandung.

Aripin. “Dalam Laporan interim Loka Teknologi Medan. 2014”. Identifikasi dan Pola Sebaran Perumahan Tradisional.

Cahyani, Tapha Kurnia. 2014. Sejarah Kalimantan Barat. http://tapakc.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-kalimantan-barat.html

Collins, J.T., (2011) Contesting Straints-Malayness: The Fact of Borneo. Journal of Southeast Asian Studies, 23 (3), 385-395.

Enthoven, J.J. 2013: Sjarah dan Geografi Daerah Sungai Kapuas Kalimantan Barat., Terjemahan Bijdragen Tot De Geographie van
Borneo’s Wester-Afdeeling 1905. (P.O.C. Yeri, Ed) (1 st ed), Pontianak, Institut Dayakologi.

Ibrahim, M, 2010: Tradisi dan Komunikasi Orang Melayu, Pontianak, STAIN Pontianak Press.

Rab, T. (1985). Kepribadian Melayu, Makalah Seminar “Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya”, Tanjung Pinang, Riau

Rapoport, A. (1969). House, Form and Culture, New York: Prentic-Hall, IN

Suharjanto, Gatot. 2011. “Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan
Minangkabau Dan Bangunan Bali”. Comtech Vol.2 No. 2 Tahun 2011, Hal. 592-602.

Uray Feri Andi. 2017. “Sejarah Perkembangan Arsitektur Istana Kesultanan Melayu di Kalimantan Barat, Institut Teknologi Bandung.

Wahyudin Ciptadi. 2014. Perubahan Pola Ruang Rumah tinggal Tradisional Melayu Pontianak Tipe Potong Limas Disekitar Komplek
Kraton Kadriyah Pontianak. Program Studi rsitektur Paska Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 61


GLOSSARY

Ambin : Ruang tengah atau ruang keluarga

Anjung/beranda : Teras

Bilik/lintok : Ruang Tidur

Gelegar :Papan kayu berfungsi sebagai penghubung anatara kip dan bantalan sebelum dipakukan papan lantai.

Gertak : Jalan penghubung antar rumah yang terbuat dari kayu atau semen

Kayu ring : Susunan kayu tempat menata atap sirap

Para : Loteng

Pedapuran/dapok /sayu : Ruang Dapur

Pelantaran : Ruang alternatif untuk akses masuk ke rumah anak atau dapur atau sebaliknya

Sirap : Atap yang terbuat dari papan belian yang dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran tertentu seprti
panjang, lebar, dan ketebalannya.

62 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


BIODATA PENULIS
Agus Sarwono, Lahir di Jakarta tanggal 09 Oktober 1960. Pendidikan S1 Jurusan Teknik Mesin ISTN Jakarta
1990, dan S2 pada Universitas Winaya Mukti Bandung Program Pendidikan Pasca Sarjana Program Studi
Magister Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sejak tahun 2016 Kepala Balai Litbang Perumahan
Wilayah I Medan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jabatan fungsional Perekayasa
Madya sejak 29 Juni 2009. Karya Tulis Ilmiah: Audit Energi Gedung Blok B1 Departemen Pekerjaan
Umum Sebagai Implementasi Inpres No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi (Oktober 2009),
Konsep Model Penyertaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Resiko Kebakaran Melalui Pemberdayaan
Balakar (Satlakar) dan Faktor-Faktor Pendukungnya (Oktober 2010), Kriteria Kelayakan Penerapan Fire
Safety Management (FSM) pada Bangunan Gedung dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (April 2011),
Peningkatan Layanan Institusi Pemadam Kebakaran Melalui Penerapan Rencana Induk Kebakaran (RIK)
Studi Kasus Kota Pontianak Kalimantan Barat (Agustus 2011). Pembicara: Sertifikasi Layak Fungsi Guna Menjamin Bangunan Gedung
Temu Wicara Regional VI Jabar Banten Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 25
Juli 2008, Fire Proofing in Regulation Seminar Fire Proofing Asosiasi Coating Indonesia Jakarta 11 Maret 2010, Standar Mendukung
Pemberlakuan Green Building di Indonesia Badan Standarisasi Nasional (BSN) Jakarta 7 Desember 2011. Penanggung jawab: Kegiatan
Identifikasi Sebaran dan Tipologi Rumah Tradisional Melayu di Jambi dan Sumatera Selatan (2016), Identifikasi Sebaran dan Tipologi
Rumah Tradisional Melayu di Bangka Belitung dan Kalimantan Barat (2017).

Rachmat Pramudji, SST, MT, sebagai Koordinator penulisan Buku “Eksplorasi Arsitektur Kalimantan
Edisi Etnis Melayu di Kalimantan Barat” Lahir di Bandung tanggal 03 Juli 1971. Pendidikan D3 Jurusan
Teknik Sipil, D4 Jurusan Teknik Sipil dan S2 pada Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Teknik Rehabilitasi
dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bekerja sebagai PNS sejak tahun
1994 diKantor Pusat Litbang Permukiman Bandung, Kepala Loka Teknologi Permukiman Cilacap (2012-
2016), Kasi Layanan Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan (2016-sekarang).

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 63


Uma Meriah Siregar, Lahir di Medan tanggal 21 Juni 1988. Meraih gelar Sarjana Arsitektur dari
Universitas Medan Area pada tahun 2011. Mulai bekerja pada Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat pada tahun 2011 -2012. Kemudian aktif lagi pada tahun 2015 sebagai
pembantu Lapangan, terlibat dalam kegiatan penelitian rumah tradisional yang meliputi
Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Nias dan Melayu (2011), Identifikasi Arsitektur
Rumah Tradisional Melayu Riau dan Kepulauan Riau (2012), Kajian Kinerja Termal Bangunan
Rumah Tradisional Melayu (2015). Serta sebagai ketua tim dalam kegiatan penelitian rumah
tradisional yang meliputi Identifikasi Sebaran dan Tipologi Rumah Tradisional melayu di Jambi
dan Sumatera Selatan (2016).Dan saat ini terlibat sebagai ketua tim kegiatan Identifikasi Sebaran
dan Tipologi Rumah Tradisional Melayu di Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.

Anikmah Ridho Pasaribu, Lahir di Janjimartahan (Samosir) tanggal 8 Mei 1990. Meraih
gelar sarjana A.Md dari Institut Pertanian Bogor di Bidang Teknik dan Manajemen Lingkungan
pada tahun 2010. Diterima sebagai PNS pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat pada tahun 2010 dan mulai aktif bekerja di Balai Litbang Perumahan Wilayah 1
Medan sejak Februari 2011. Terlibat dalam kegiatan penelitian rumah tradisional yang
meliputi: Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Nias dan Melayu (2011), Identifikasi
Arsitektur Rumah Tradisional Melayu Riau dan Kepulauan Riau (2012), Identifikasi Pola
Sebaran dan Tipologi Perumahan Tradisional Minangkabau (2014). Kajian Kinerja Termal
Bangunan Rumah Tradisional Melayu Lontik dan Godang di Provinsi Riau (2013), serta
Kajian Kinerja Termal Rumah Tradisional Minangkabau (2015). Kegiatan penelitian lainnya
adalah Pengolahan Air Bersih dengan Metode Filtrasi di Kabupaten Deli Serdang (2012),
Penerapam Taman Atap (Roof Garden) pada Bangunan Atap Seng dan Atap Beton (2014), Pemetaan Karakteristik Pengolahan Air
Bersih Masyarakat Tepi Danau Sumatera (2016), Penerapan Model Sistem Pengelolaan Air Bersih di Danau Toba (2017), dan Penerapan
Model Sistem Pengelolaan Air Bersih di Danau Maninjau (2018).

64 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat


Razakiko Harkani Lubis, lahir di Kota Bukittinggi tanggal 21 April 1991. Merupakan anak
ke-dua dari lima bersaudara. Meraih gelar Sarjana Sosial dari jurusan Antropologi Universitas
Sumatera Utara pada tahun 2014. Mulai bekerja pada Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat pada tahun 2016. Selama berkarier di Balai Litbang Perumahan Wilayah-1
Medan telah terlibat dalam berbagai kegiatan penelitian, diantaranya ialah: Pemetaan
Karakteristik Sistem Sanitasi Permukiman Tepi Danau di Sumatera (2016), Identifikasi
Sebaran dan Tipologi Rumah Tradisional Melayu Bangka Belitung dan Kalimantan Barat
(2017), Model Rancangan Penanganan Perumahan Kampung Masyarakat Anak Dalam (Orang
Rimba) di Jambi (2017), dan Kegiatan Kajian Kehandalan Bangunan Rumah Tradisional Nias
(2018).

Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat 65


66 Eksplorasi Arsitektur Kalimantan - Edisi : Rumah Melayu Kalimantan Barat

Anda mungkin juga menyukai