Dokumen - Tips Eutrofikasi-5606dda442e2e PDF
Dokumen - Tips Eutrofikasi-5606dda442e2e PDF
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja penyebab dan akibat Eutrofikasi ?
2. Apa dampak dari eutrofikasi ?
3. Bagaimanakah cara pengelolaan untuk mengatasi eutrofikasi?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan penyebab dan akibat eutrofikasi
2. Mendeskripsikan dampak eutrofikasi
3. Mendeskripsikan proses pengolahan eutrofikasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pengayaan nutrien yang merupakan penyebab utama eutrofikasi ini, dapat
dicirikan dengan meningkatnya pertumbuhan dari beberapa jenis alga dan jenis
tumbuhan yang mengapung di atas permukaan perairan. Peningkatan pertumbuhan
berasal dari proses fotosintesis yang ditambah dengan masuknya bahan organik.
Tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis (produktivitas primer) di dalam
perairan adalah fitoplankton, dimana fitoplankton merupakan produsen primer.
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya
energi dari senyawa-senyawa anorganik (Nybakken 1986).
Nitrogen dan fosfor yang merupakan elemen penting dari nutrien bagi alga,
bakteri, protozoa, metazoa, dan ikan yang seluruhnya merupakan satu kesatuan
ekosistem. Masukan yang berlebihan dari unsur-unsur ini, yang dapat menyebabkan
eutrofikasi pada danau dan wilayah laut. Masukan nitrogen dan fosfat ke wilayah
perairan umum, seperti danau, laut, dan sungai, berasal diantaranya dari limbah dan
air limbah yang diolah dari pabrik dan industri, rumah tangga, peternakan, dan
kegiatan perikanan, dimana sumber pencemar dapat ditemukan. Bahan pencemar
juga mengalir dari sumber-sumber seperti daerah perkotaan, tumpahan dari fasilitas
pengolahan limbah industri, kebocoran dari sampah yang dibuang secara ilegal,
buangan terkait dengan padang rumput, dan masukan dari hutan, lahan pertanian,
lapangan golf, dan daerah lainnya. Skema sederhana siklus nutrien di perairan dapat
dilihat pada gambar 2.1.
4
Pada danau dapat terjadi dua proses eutrofikasi yaitu proses eutrofikasi alami
dan kultural (Rast dan Thornton 1996). Eutrofikasi alami dipengaruhi oleh geologi
lokal dan fitur alami dari daerah tangkapan. Eutrofikasi kultural dikaitkan dengan
kegiatan manusia yang mempercepat proses eutrofikasi yang melampaui batas yang
terkait dengan proses alami, misalnya dengan meningkatkan beban nutrien ke dalam
ekosistem air.
Terdapat tiga sumber utama masukan nutrien kultural (Gambar 2) yaitu
limpasan, erosi, dan pencucian dari area pertanian, dan limbah dari kota-kota dan air
limbah industri. Selain itu juga bisa berasal dari deposisi atmosfer nitrogen yang
berasal dari pemuliaan hewan dan gas pembakaran. Menurut Badan Lingkungan
Eropa, sumber utama pencemaran nitrogen ialah run-off dari pertanian, sedangkan
fosfor berasal dari rumah tangga dan industri. Beberapa kegiatan yang dapat
menyebabkan eutrofikasi (WHO & European Commision 2002) :
1. Perkembangan akuakultur: perkembangan dalam bidang akuakultur
memberikan kontribusi terjadinya eutrosikasi, karena buangan dari pakan
hewan yang tidak termakan dan kotoran ikan ke dalam air.
2. Transportasi spesies eksotik: spesies diangkut melalui kapal-kapal besar,
yaitu diantaranya alga beracun, cyanobacteria, dan gulma pengganggu yang
dapat dibawa dari daerah endemik ke area yang tidak terkontaminasi. Pada
lingkungan baru spesies-spesies tersebut mungkin menemukan habitat yang
menguntungkan bagi difusi mereka dan pertumbuhannya akan berlebihan,
karena dirangsang oleh ketersediaan nutrien.
3. Waduk di lahan kering: Pembangunan besar waduk untuk menyimpan dan
mengelola air telah terjadi di seluruh dunia. Bendungan-bendungan dibangun
untuk mengumpulkan drainase air melalui cekungan hidrografi yang besar.
Erosi menyebabkan pengayaan nutrien seperti fosfor dan nitrogen pada
perairan waduk ini.
5
Gambar 2.2 Sumber-sumber penyebab eutrofikasi kultural (WHO 1993)
6
Ketika alga blooming di perairan, terbentuk buih-buih di permukaan. Danau
yang mengalami hal ini sudah tidak layak digunakan untuk kegiatan rekreasi, seperti
renang, ski air, dan berperahu. Di samping itu, Cyanophyceae yang mengalami
bloom dapat mengeluarkan racun yang dapat membahayakan bagi manusia. Contoh
kasus aktual dilaporkan terjadi di Inggris di mana tentara menjadi sakit setelah
pelatihan kano pada perairan yang mengalami blooming Microcystis. Perairan yang
mengalami blooming, menghasilkan bau yang tidak sedap yang dapat menganggu
area untuk berjalan-jalan dan hiking. Bau yang tidak sedap dari alga yang membusuk
serta bau hidrogen sulfida dari lapisan anaerobik dasar yang disebabkan oleh
dekomposisi. Hal ini tidak hanya menganggu lingkungan rekreasi tetapi juga
lingkungan hidup masyarakat. Berdasarkan pemaparan diatas, dampak-dampak
tersebut dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
a) Dampak ekologi
Invasi makrofita, alga, dan Cyanobacteria (alga biru-hijau) yang blooming
memiliki dampak langsung pada ekosistem. Invasi makrofita ini dapat menghambat
atau mencegah pertumbuhan tanaman air lainnya. Demikian pula, alga dan
Cyanobacteria yang blooming akan bersaing untuk ketersediaan nutrien dan cahaya
dengan organisme lain. Dampaknya terhadap keanekaragaman hayati hewan juga
menjadi perhatian. Integritas ekologi dari ekosistem dapat menurun, dan hanya
spesies hewan yang lebih toleran yang dapat bertahan.
b) Dampak estetika
Blooming alga dan Cyanobacteria, dan khususnya buih-buih di permukaan
yang mungkin terbentuk tidak sedap dipandang dan juga menimbulkan bau yang
tidak sedap. Hal ini sering menjadi masalah di perkotaan, dimana orang tinggal dekat
dengan badan air yang mengalami eutrofikasi.
c) Dampak kesehatan manusia
Kutu eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat menjadi bahaya kesehatan.
Selain itu dapat menjadi habitat berkembang biak yang ideal untuk larva nyamuk.
Racun yang dilepaskan oleh alga pada perairan dapat terkonsumsi oleh manusia
melalui air yang dikonsumsi. Apabila racun telah mencapai akut dosis tinggi dapat
menyebabkan kematian karena pendarahan hati atau gagal hati. Efek jangka pendek
lainnya pada manusia termasuk gastrointestinal dan penyakit hati. Selain itu paparan
7
kronis rendah dapat menyebabkan tumor hati. Orang-orang yang juga terkena bau
dari saluran air yang terkontaminasi alga Cyanobacteria yang membusuk dapat
menderita efek gangguan kesehatan kronis.
d) Dampak rekreasi
Keberadaan tumbuhan air yang melimpah dapat menghambat atau mencegah
akses ke saluran air. Hal ini mengurangi fungsi dari penggunaan air untuk olahraga
air seperti ski, berperahu, dan memancing. Kehadiran buih-buih juga tidak sedap
dipandang dan berbau, sehingga membuat penggunaan rekreasi dari badan air tidak
menyenangkan.
e) Dampak ekonomi
Hampir semua dampak yang disebutkan di atas memiliki dampak ekonomi
langsung maupun tidak langsung. Buih-buih alga atau cyanobacteria meningkatkan
biaya pengolahan air untuk mengatasi masalah rasa, bau dan cyanotoxin pada air
yang diolah. Blooming berlebihan dapat menyumbat filter dan meningkatkan biaya
pemeliharaan. Setelah eutrofikasi telah terjadi, biaya tindakan perbaikan dapat
menjadi tinggi untuk penyemprotan tumbuhan atau dikendalikan secara biologi atau
dengan proses pengobatan mahal lainnya.
8
faktor pembatas, dan akibatnya mana yang harus dikontrol untuk mengurangi
blooming (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Rasio N/P (digambarkan dalam bobot) untuk berbagai kondisi pembatas
di perairan tawar dan perairan laut (WHO & European Commision 2002).
N-limiting (ratio Intermediate (ratio P-Limiting (ratio
N/P) N/P) N/P)
Freshwater ≤ 4.5 4.5-6 ≥6
Estuarine/Coastal
≤5 5-10 ≥ 10
Water
9
BAB III
KESIMPULAN
Penyebab utama eutrofikasi ialah pengayaan nutrien, yang dapat berasal dari
runoff yang membawa bersama nutrien berlebihan dari agroekosistem, limbah rumah
tangga, peternakan, dan limbah dari industri. Akibat dari eutrofikasi adalah
terganggunya ekosistem perairan (dampak ekologis) serta dampak-dampak lainnya
secara tidak langsung seperti dampak secara estetika, kesehatan manusia, rekreasi
dan ekonomi. Pengelolaan yang dapat dilakukan dalam mengatasi dan mencegah
terjadinya eutrofikasi adalah dengan mengontrol masukan nutrien N dan P ke dalam
perairan, dengan mengelola juga sumber-sumber masukan nutrien tersebut. Tidak
kalah penting juga dalam pengelolaan eutrofikasi ini dibutuhkan keterpaduan dan
kerjasama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat.
10
DAFTAR PUSTAKA
11