Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN DISLOKASI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

ARYANI FITRIA NUR SRI ASTIA HARIS

NURAENI ADE NOVIRA

SITTI AISYAH A MARWANI

KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dislokasi terjadi ketika gerakan memuntir atau memilin membuat tulang
tertarik keluar dari posisi normalnya dalam sendi. Fraktur dapat sekaligus terjadi
dan ligament di sekitarnya bisa terkoyak (Davies, 2009).
Sendi bahu menjadi kasus dislokasi yang paling sering terjadi dengan
angka 45 % dari seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul dan siku. Sampai
saat ini, epidemiologi kasus dislokasi sendi bahu masih kurang dipahami. Dalam
sebuah studi di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kasus dislokasi sendi bahu
berupa 95% dislokasi anterior, 4% dislokasi posterior, 0,5% dislokasi inferior,
serta kurang dari 0,5% dislokasi superior (Koval dan Zuckerman, 2006).
Berdasarkan data dari Apley (2010) d islokasi sendi bahu sering ditemukan
pada orang dewasa, jarang ditemukan pada anak-anak dimana 71,8% laki-laki
yang mengalami dislokasi, 46,8% penderita berusia antara 15-29 tahun, 48,3%
terjadi akibat trauma seperti pada kegiatan olahraga. Tingkat dislokasi yang lebih
tinggi terlihat pada perempuan yang berusia >60 tahun. Penyebab tersering
didapatkan 58,8% akibat jatuh. Kasus fraktur penyerta komponen sendi 16%
terjadi pada kasus dislokasi sendi bahu (Zachilli dan Owens, 2010). Dislokasi
sendi umumnya jarang menyebabkan kematian, namun dapat menimbulkan
penderitaan fisik, stress mental, dan kehilangan banyak waktu. Oleh karena itu,
pada kasus dislokasi sendi akan meningkatkan angka morbiditas dibanding angka
mortalitas (Legiran, 2015)
Jari-jari tangan dan bahu merupakan sendi yang umum mengalami
dislokasi. Dislokasi terasa sangat menyakitkan dari rasa nyeri bertambah jika sendi
digerakkan. Biasanya terjadi kelainan bentuk dan bengkak di sekitar sendi serta
mungkin timbul memar (Black & Hawks, 2014)

2
Dislokasi sendi, tulang di sendi bergerak dari soketnya dan mungkin tetap
berada dalam posisi abnormal. Biasanya kapsul sendi dan ligament pecah.
Dislokasi yang paling umum adalah selubung bahu dan lutut diikuti oleh dislokasi
jari kaki, jari, tulang paha, lengan bawah dan rahang bawah. Gejalanya adalah rasa
sakit yang parah, pembengkakan area sendi, ketidakmampuan untuk menggunakan
sendi dengan cara biasa, dan mungkin posisi abnormal yang jelas dari sendi yang
rusak. Sendi harus direposisi sesegera mungkin. Reposisi mungkin sulit dan
konsultasi dokter via radio medical sering diperlukan. Jika reposisi tidak berhasil,
sendi dilipat pada posisi saat ini, dan pasien dipindahkan ke darat untuk perawat
lebih lanjut sesegera mungkin (Saleh, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari dislokasi?
2. Bagaimana klasifikasi dari dislokasi?
3. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya dislokasi?
4. Bagaimana proses terjadinya dislokasi?
5. Apa saja tanda dan gejala dislokasi?
6. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengetahui dislokasi?
7. Apa saja komplikasi yang disebabkan dari dislokasi?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada dislokasi?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada dislokasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat memahami apa itu dislokasi
2. Mahasiswa memahami klasifikasi dari dislokasi
3. Mahasiswa memahami apa saja penyebab terjadinya dislokasi
4. Mahasiswa mempu memahami proses perjalanan dislokasi
5. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja tanda dan gejala yang ditimbulkan
dislokasi
6. Mahasiswa mampu memahami jenis pemeriksaan apa saja yang dpaat
dilakukan pada pasien dengan dislokasi

3
7. Mahasiswa memahami komplikasi yang disebabkan oleh dislokasi
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
pasien dengan dislokasi
9. Mahasiswa mampu memahami jenis asuhan keperawatan yang dapat
dilakukan pada pasien dislokasi.

4
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Definisi Dislokasi
Menurut Preace (2009) dislokasi adalah terjadinya pergeseran tulang dari
permukaan yang disebabkan tertariknya kapsul. Dislokasi sendi merupakan
keadaan di mana tulang- tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis. Dislokasi ini dapat terjadi pada komponen tulangnya saja yang
bergeser atau seluruh komponen tulang terlepas dari tempat yang seharusnya
(Legiran, 2015).
B. Etiologi Dislokasi
1. Cedera olah raga : olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah
sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok
akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola
paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
3. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
4. Terjatuh : terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin
5. Patologis : terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang (Mumpuni dkk, 2015).
C. Patofisiologi Dislokasi
Dislokasi biasanya biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus
terdorong ke depan, merobbek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulasi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kapsul hancur. Meski jarang, prosesus
akromium dpat mengungkit kaput ke bawah danmenmbulkan luksasio erekta.
Dislokasi dapat terjadi saat ligament memberikan jalan sedemikian rupa sehingga

5
tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Karena terpeleset dari
tempatnya makan terjadilah kemacetan, selain itu juga terjadi nyeri. Sebuah sendi
yang pernah mengalami dislokasi ligament-ligamennya menjadi kendor, akibatnya
sendi itu akan mudah mengalami dislokasi lagi (Mumpuni, 2015).
D. Klasifikasi Dislokasi
Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak condylus relatif terhadap fossa
articularis tulang temporal.
1. Dislokasi anterior
Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior
terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi
akibat interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut tertutup setelah
membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat
mandibula sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan
condylus mandibularis tertarik ke anterior ke tonjolan tulang dan keluar dari
fossa temporalis. Dislokasi dibedakan juga menjadi :
a. Dislokasi anterior akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun
biasanya disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti
menguap, anestesi umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang, dislokasi ini
juga dapat terjadi setelah prosedur endoskopik.
b. Dislokasi kronik rekuren disebabkan oleh mekanisme yang sama pada
pasien akut dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal
(kongenital), kehilangan kapsul sendi akibat riwayat disloasi sebelumnya,
atau sindrom hipermobilitas, sedangkan dislokasi kronik terjadi akibat
dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga condylus tetap berada dalam
posisinya yang salah dalam waktu lama, biasanya pada kasus ini
dibutuhkan reduksi terbuka.
2. Dislokasi posterior
Dislokasi posterior yang biasanya terjadi akibat trauma fisik langsung pada
dagu dan Condylus mandibula tertekan ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada

6
meatus acusticus externum akibat condylus dapat terjadi pada dislokasi tipe
ini.
3. Dislokasi superior
Dislokasi jenis ini terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang sedang
berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula pada posisi ini menjadi
predisposisi pergeseran condylus ke arah superior dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
4. Dislokasi lateral
Dislokasi lateral biasanya terkait dengan fraktur mandibula diman condylus
bergeser ke arah lateral dan superior serta sering dapat dipalpasi pada
permukaan temporal kepala (Ning, 2016)

Adapun jenis dislokasi berdasarkan waktu terjadinya dibedakan menjadi


tiga yaitu :

1. Dislokasi congenital : dislokasi yang terjadi dari sejak lahir akibat kesalah
pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik : terjadi sebagai akibat dari penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi traumatic : kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak
dann mengalami stress berat,kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema
(karena mengalami pengerasan) (Slideshare, 2014).
E. Manifestasi Klinis Dislokasi
1. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
2. Gangguan gerakan
Otot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.

7
4. Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal
(Mumpuni, 2015)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostic noninvasive untuk
membantu menegakkan diagnose medis. Pada pasien dislokasi, ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
2. CT Scan
CT Scan yakni pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
computer, sehingga memperoleh ganbar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi
dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radioaktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail.
Seperti halnya CT Scan, pada MRI ditemukan adanya pergerakan sendi dari
mangkuk sendi (Mumpuni dkk, 2015)
G. Komplikasi
1. Dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dpat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tersebut.
b. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktus dislokasi
2. Komplikasi lanjut
a. Kekakuan sendi bahu : immobilitas yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.

8
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
b. Dislokasi yang berulang : terjaadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leger glenoid.
c. Kelehamhan otot (Slideshqare, 2014).
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi : pemberian analgesik non narkotik
1) Analgesik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis : sesudah amakn dewasa sehari 3 kali 1 kapsul,
anak-anak sehari 3 kali ½ kapsul
2) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual,
muntah, agranulositosis, aeucopenia. Dosis dewasa, dosis awal 500 mg
lalu 250 mg tiap 6 jam.
b. Pembedahan
1) Pembedahan ortopedi
Pembedahan ortopedi merupakan spesialis medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondsi astritir yang mempengaruhi persendian utama, pinggul,
lutu dan bahu melalui bedah infasif minimal dan bedah penggantian
sendi. Proses pembedahan yang sering dilakukan meliputi :
a) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah
b) Fiksasi interna : stabilisasi tlang patah yang telah di reduksi dengan
skrup, polat, paku dan pin logam.

9
c) Atroplasti : memperbaiki amsalah sendi dengan atroskop (satu alat
yang memu ngkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
2. Non medis
a. Dislokasi reduksi : dikembalikan ke tempat semula dengan menggunalan
anastesi jika dislokasi berat
b. Dengan RICE (rest, ice, compression, elevasion) (Mumpuni, 2015)
I. Penyimpangan KDM
Penyimpangan KDM pada pasien dislokasi

10
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama : keterbtasan aktovitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan
gangguan neurosensori
3. Riwayat perkemabangan : data ini menggambarkan sejauh mana tingkat
perkembangan pada neonates, bayi, prasekolah, usia sekolah, remaja, dewasa,
tua dan kebutuhan beraktivitas pada setiap tahap
4. Riwayat kesehatan masa lalu : kelainan muskuleskeletal (jatuh, infeksi,
trauma, fraktur), cara penanggulangan, penyakit.
5. Riwayat kesehatan sekarang : kapan timbul masalah, riwayat trauma,
penyebab, gejala timbul secara tiba-tiba, lokasi, obat yang dikonsumsi dan cara
penanggulanagan.
6. Pemeriksaan fisik : keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen,
kardiovaskuler, neurologis, keadaan ekstremitas dan hematologi.
7. Riwayat psikososial : reaksi emosional, citra tubuh, sistem pendukung.
8. Pemeriksaan diagnostik : rontgen untuk mengetahui lokasi/luas cedera, CT
scan, MRI, arteriogram, pemindaian tulang, darah lengkap dan kreatinin.
9. Pola kebiasaan sehari-hari atau hobi (Suratun dkk, 2010)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan ini :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi, gangguan
muskuloskeletal.

11
C. Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan
Diagnose
No Tujuan dan kriteria
Keperawatan Rencana tindakan
hasil
1 Nyeri akut Nyeri pada pasien dapat 1. Identifikasi skala
berhubungan dengan berkurang dengan nyeri
agen pencedera fisik kriteria hasil : 2. Monitor lokasi dan
1. Pasien tidak penyebaran nyeri
mengeluh sakit 3. Berikan teknik non-
2. Pasien tampak rileks farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan
tidur
5. Kolaborasi pemberian
analgetik
2 Gangguan mobilitas Gangguan mobilitas 1. Identifikasi
fisik berhubungan dapat teratasi dengan keterbatasan fungsi
dengan kekakuan kriteria hasil : dan gerak xsendi
sendi, gangguan 1. Pasien melaporkan 2. Monitor lokasi dan
muskuloskeletal. peningkatan sifat ketidaknya-
toleransi aktivitas manan atau rasa sakit
2. Pasien selama aktivitas
menunjukkkan 3. Fasilitasi gerak sendi
penurunan tanda terarur dalam bats-
toleransi fisiologis bats rasa sakit,
3. Tanda-tanda vital ketahanan dan mobi-
dalam batas normal litas sendi

12
4. Ajarkan melakukan
latihan rentang gerak
aktif dan pasif secara
sistematis
5. Anjurkan ambulasi
sesuai toleransi
6. Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
mengembangkan dan
melaksanakan
program terapi.

13
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
1. Dislokasi adalah terjadinya pergeseran tulang dari permukaan yang disebabkan
tertariknya kapsul. Dislokasi sendi merupakan keadaan di mana tulang- tulang
yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis.
2. Penyebab dari dislokasi sendiri ada lima, yaitu cedera akibat olahraga, trauma
yang bukan akibat olahraga, kecelakaan, terjatuh dan patologis.
3. Dislokasi dapat terjadi saat ligament memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Karena
terpeleset dari tempatnya makan terjadilah kemacetan, selain itu juga terjadi
nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi ligament-ligamennya
menjadi kendor, akibatnya sendi itu akan mudah mengalami dislokasi lagi
4. Dislokasi dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan letak condylus relatif
terhadap fossa articularis tulang temporal dan waktu terjadinya. Berdasarkan
letak condylus relatif terhadap fossa articularis tulang temporal dibagi menjadi
dislokasi anterior, posterior, superior dan lateral. Adapun dislokasi berdasarka
waktu terjadinya dibagi menjadi dislokasi congenital, patologik dan traumatic.
5. Tanda yang dapat timbul pada pasien dislokasi yaitu, Deformitas pada
persendiaan, gangguan gerakan, pembengkakan dan rasa nyeri
6. Untuk menegakkan diagnosa pada pasien dislokasi diperlukan pemeriksaan
penunjang, yaitu sinar X, CT scan dan MRI.
7. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan dislokasi dibagi menjadi 2,
yaitu tahap dini dan tahap lanjut. Pada tahap dini komplikasi yang dapat
terjadi yaitu cedera saraf, cedera pembuluh daragh dan fraktur. Adapun pada
komplikasi tahap lanjut dapat terjadi kekakuan sendi bahu, dislokasi yang
berulang dan kelemahan otot.

14
8. Pasien dengan dislokasi dapat dilakukan penatalaksanaan dengan 2 cara juga
yaitu medis dan non-medis. Penatalaksanaan medis dilakukan dengan
tindakan farmakologis (pemberian obat non narkotik) dan prosedur
pembedahan. Sedangkan pada penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan
dengan tindakan dislokasi reduksi dan dengan RICE (rest, ice, compression,
elevasion).
9. Asuhan keperawatan pada pasien dislokasi dilakukan dengan pengkajian
terlebih dahulu, lalu penentuan masalah keperawatan dan memilih jenis
intervensi yang cocok dilakukan pada pasien sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien.
B. Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M & Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
:Manajemen Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8 Buku 1.
Semarang:Salemba Medika

Davies, Kim. (2009). Buku Pintar Nyeri Otot dan Tulang. Jakarta:Erlangga

Legiran dkk. (2015). Dislokasi Sendi Bahu: Epidemiologi Klinis dan Tinjauan
Anatomi. Palembang

Mumpuni, Mery Dwi dkk. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Dislokasi.
Surakarta. Diakses di https://www.academia.edu/11892322/Dislokasi

Ning, Novyan Abraham dkk. (2016). Penatalaksanaan Dislokasi Sendi


Temporomandibula Anterior Bilateral. Bandung:Vol 2, No. 3.

Saleh, Lalu Muhammad. (2018). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kelautan (Kajian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sector Maritim. Yogyakarta:Deepublish

Suratun, Heryati & Senta Manurung. (2010). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:ECG

Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

16

Anda mungkin juga menyukai