BAB I
PENDAHULUAN
penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola
mata. Goldberg (2003) juga menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer
saraf optik dan atau lapang pandangan tanpa disertai penyebab sekunder
Republik Indonesia yang dilaporkan tahun 1996 (Ilyas, 2001), melaporkan bahwa
glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama yang ketiga, setelah katarak dan
penduduk Indonesia.
dari kelompok pendatang dengan ras kulit berwarna, 3-4 kali lebih besar daripada
2
jumlah pendatang yang berkulit putih. Sementara itu, pada glaukoma sudut
terbuka primer seringkali ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, dan
menyatakan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada usia 40 tahun
yang hampir sama dikeluarkan oleh Framingham Study dan Ferndale Glaucoma
primer pada penduduk berusia 52-64 tahun sekitar 0.7%, dan 1.6 % pada
penduduk usia 65-74 tahun, serta 4.2% pada penduduk usia 75-85 tahun.
non invasif dan dapat memberikan informasi struktur secara detail dari segmen
posterior mata, yaitu retina dan papil saraf optik. OCT dapat memperlihatkan
gambaran histologi potongan lintang retina yang masih hidup dengan resolusi
digunakan untuk menilai berbagai kelainan makula. Namun penelitian lebih lanjut
yang lain, yaitu glaukoma. Penilaian yang obyektif terhadap lapisan serabut saraf
retina (Retinal Nerve Fiber Layer / RNFL) di daerah sekitar papil dan tomografi
al., 2006).
dilewatkan melalui serat optik menuju alat pembagi sinar / beam splitter dan
kemudian diarahkan ke retina dan cermin referensi. Sinar yang masuk mata akan
dipantulkan oleh berbagai lapisan retina. Jarak antara beam splitter dan cermin
referensi akan berubah-rubah secara berkelanjutan. Pada saat jarak antara sumber
sinar dan retina sama dengan jarak sumber sinar dan cermin referensi maka akan
tersebut akan diubah menjadi suatu sinyal. Sinyal tersebut analog dengan signal
yang didapat pada USG tetapi sumber sinar bukan gelombang suara. Gambaran
yang terjadi merupakan potongan lintang retina seperti gambaran histologis yang
yang sangat penting disamping pemeriksaan anatomis dan fungsional yang lain.
Ini disebabkan karena hasil pemeriksaan perimetri bersifat lebih menetap sehingga
pandangan, yang pada orang normal akan mempunyai batas yang luas. Sedangkan
(AAO, 2004).
cara memproyeksikan stimulus yang berupa intensitas, ukuran dan warna cahaya
yang beragam. Tidak seperti perimetri kinetik, yang menggunakan obyek tes yang
model yang didasarkan pada hasil tes pasien dengan lapang pandang, sensitivitas
retina, dan ukuran pupil yang normal untuk setiap kelompok usia yang berbeda.
Selanjutnya tes ini membandingkan hasil tes pasien terhadap model diatas untuk
menentukan ambang batas hasil, untuk setiap titik yang diuji, apakah berada
dalam rentang atau di luar model populasi normal.Setiap uji pada pasien dimulai
masing kuadran dari empat kuadran lapang pandang sentral (Park et al., 2009).
besar hubungan antara ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) dengan
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) dengan sensitifitas retina pada pasien
glaukoma kronis.
(RNFL) dengan sensitifitas retina pada pasien glaukoma kronis, maka dapat
5
1. Wong et al. (2010) melihat hubungan antara usia dan peri papilari Retinal
Nerve Fiber Layer / RNFL dengan optical coherense tomography pada 218
mata sukarelawan sehat etnis Cina dari Oktober 2001 hingga Maret 2003.
2. Nam et al. (2009) melakukan penelitian pada 47 pasien mata normal dan 68
papil (Retinal Nerve Fiber Layer / RNFL) pada 51 mata pasien glaukoma
Stratus OCT untuk ketebalan RNFL cukup baik secara klinis untuk
Layer / RNFL) pada mata normal dan mata glaukoma. Sampel dipilih
secara acak dengan jumlah subyek 88 mata normal dan 59 mata glaukoma
normal dan glaukoma. Temuan ini memiliki implikasi untuk diagnosis dan
progresivitas glaukoma.
saraf retina(Retinal Nerve Fiber Layer / RNFL) pada 10 mata norma dan 10
sensitifitas retina.