Anda di halaman 1dari 167

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Analisis Situasi

Susu merupakan cairan yang berasal dari ambing


sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak
dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun. Susu sebagian besar
digunakan sebagai bahan makanan yang baik dan bernilai
gizi tinggi. Bahan makanan ini mudah dicerna dan
mengandung zat-zat makanan yang sangat diperlukan oleh
manusia seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan
air (Sulistyowati, 2009). Sapi perah merupakan penghasil
susu yang sangat baik dibandingkan ternak lain.
Kemampuan sapi perah dalam memproduksi susu
dipengaruhi oleh faktor genetik berkisar antara 25%-30%
dan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Manajemen
pemeliharaan sapi perah masa laktasi merupakan suatu
kegiatan pemeliharaan sapi induk yang sedang laktasi
yang meliputi: manajemen pakan, manajemen
pemeliharaan bakalan, manajemen perkawinan,
manajemen pemeliharaan sapi kering, manajemen
pemerahan, manajemen kesehatan ternak, vaksinasi,
pemeliharaan kandang dan sanitasi serta penanganan
limbah.
Manajemen pemeliharaan merupakan faktor
penentu hasil ternak. Efisiensi pengembangan usaha
ternak perah dapat dicapai apabila tata laksana dan

1
manajemen pemeliharaan dilaksanakan dengan baik
(Prihanto, 2009). Faktor manajemen inilah yang
memegang peranan penting dalam usaha peternakan sapi
perah. Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini diharapkan
dapat mengetahui semua manajemen yang diterapkan di
perusahaan.
PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan atau
disingkat dengan PT. UPBS bergerak di bidang
peternakan sapi perah yang berlokasi di Kampung
Mekarbakti, Rt. 01/Rw.01, Desa Margamekar, kecamatan
Pengalengan, Kabupaten Bandung Selatan. PT. Ultra
Peternakan Bandung Selatan merupakan salah satu
perusahaan peternakan sapi perah terbaik di Indonesia
yang memiliki tujuan dalam pemenuhan kebutuhan susu
nasional. Peternakan ini merupakan peternakan sapi perah
yang menjalin kerjasama dengan PT. Ultra Jaya Milk,
Tbk. PT Ultrajaya Milk Industry merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang pengolahan susu sapi perah yang
berada di Padalarang Kabupaten Bandung Barat.
Praktek Kerja Lapang diharapkan dapat mengetahui
dan mengkaji seluruh manajemen yang berkaitan dengan
perusahaan peternakan sehingga dapat diperoleh produksi
susu dengan kualitas dan kuantitas yang optimal. Praktek
Kerja Lapang sangat penting bagi mahasiwa guna
menambah pengetahuan, keterampilan dan pengelaman di
lapangan sebelum terjun kedunia kerja perusahaan
peternakan maupun penerapan secara langsung dalam
masyarakat.

2
1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah sistem manajemen


pemeliharaan sapi perah periode laktasi dalam
memaksimalkan produksi susu di PT. Ultra
Peternakan Bandung Selatan
b. Apakah faktor yang dapat mendukung
terselenggaranya manajemen pemeliharaan
sapi perah periode laktasi di PT. Ultra
Peternakan Bandung Selatan
c. Apakah penerapan manajemen pemeliharaan
sapi perah periode laktasi di PT. Ultra
Peternakan Bandung Selatan telah sesuai
dengan aspek-aspek dalam ilmu manajemen

1.3. Tujuan

a. Mahasiswa mengetahui dan mempelajari sistem


manajemen yang berada di PT. Ultra Peternakan
Bandung Selatan di PT. Ultrajaya yang berada di
Pangalengan, Kabupaten Bandung Selatan.
b. Mahasiswa mendapat pengetahuan,
meningkatkan keahlian dan keterampilan setelah
mengikuti semua kegiatan lapangan yang berada
di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan.
c. Membandingkan antara teori dengan fakta-fakta
yang ada di lapangan, dalam hal ini khususnya

3
yang berada di PT. Ultra Peternakan Bandung
Selatan.

1.4. Kegunaan

Kegunaan yang didapat dari pelaksanaan on farm di


PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan ini adalah dapat
menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan
mahasiswa tentang manajemen serta sebagai
perbandingan antara teori yang didapat dari perkuliahan
dengan fakta-fakta yang ada atau dignakan di lapangan
(khususnya yang berada di PT. Ultra Peternakan Bandung
Selatan).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Perah FH (Fresien Holstein)

Sapi FH (Fresien Holstein) menduduki populasi


terbesar, hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara
subtropis maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah
beradaptasi di tempat baru, di Indonesia populasi bangsa
sapi FH terbesar di antara bangsa sapi-sapi perah yang lain
(Dematewewa, et al. 2007). Secara taksonomi sapi perah
masuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Mammalian, ordo Artiodactylia, sub ordo Ruminansia,
family Boviadae, genus Bos, dan spesies Bos taurus. Sapi
FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos Taurus yang
merupakan jenis sapi yang tidak berpunuk.
Sapi FH mempunyai masa laktasi yang lama dan
produksi susu tinggi dengan puncak produksi susu dan
persistensi laktasi yang tinggi akan lebih panjang masa
produksinya. Sapi FH memiliki ciri khas warna belang
hitam putih, kaki bagian bawah dan juga ekornya
berwarna putih, tanduknya pendek dan menghadap ke
depan, dahinya terdapat warna putih berbentuk segitiga.
Sapi FH mempunyai tubuh tegap dan sifat jinak sehingga
mudah di tangani, tidak tahan panas, lambat dewasa, berat
badan sapi jantan 850 kg dan sapi betina 625 kg, produksi
susunya 4.500-5.000 liter per laktasi. Sapi FH betina
secara umum memiliki bobot 1250 pound (567 kg) dan

5
untuk pejantan bobotnya sebesar 1800 pound (816 kg).
(Cole dan Null, 2003).

Tabel 1. Data biologis sapi perah


Data Biologis Sapi Perah
Lama bunting 280 hari (275-283 hari)
Berat dewasa 300-680 Kg betina, 350-1000
Kg jantan
Berat lahir 22-50 Kg
Jumlah anak 1-2
Suhu (rektal) 38-39 0C (rata-rata 38,6 0C)
Pernafasan 27-40/menit
Denyut Jantung 40-58/menit
Tekanan darah 121-166 sistol; 18-120 diastol
Konsumsi energi kira-kira 15 kal/kg/hari

Sumber: Sudono (2003)

Sapi perah FH di kategorikan baik dengan


karakteristik umum seperti pada Tabel 1. Data biologis
sapi perah, dengan bobot badan normal 300-620 kg di
karenakan sapi perah jenis ini tergolong sapi perah dengan
bobot badan yang tinggi dengan pertumbuhan yang cukup
pesat. Bobot lahir anak mencapai 50 kg dan dapat
mencapai bobot lahir 48 kg, bobot untuk sapi betina
dewasa mencapai 682 kg dan jantan 1000 kg. Sapi FH di
Amerika Serikat mampu menghasilkan susu rata-rata
7.245 liter/laktasi dengan kadar lemak 3.65%, sedangkan
6
di Indonesia hanya 10 liter/ekor/hari yaitu sekitar 2500-
3000 liter/laktasi. Sapi perah menghasilkan susu paling
optimal pada suhu rata-rata 10-15.56˚C dengan
kelembaban udara 50-79% dan produksi susu masih cukup
tinggi pada suhu 21.11˚C.

2.1.1 Pemilihan Bakalan Sapi Perah

Sapi perah FH dalam meningkatkan


produktivitas yang sekaligus menjaga
kemurniannya perlu dilakukan usaha pemilihan
jenis ternak perah yang disesuaikan dengan kondisi
lingkungan sekitar. Seleksi merupakan salah satu
cara perbaikan mutu genetik ternak dengan
mempertahankan kemurniannya (Dudi dan Dedi,
2006). Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH)
merupakan hasil persilangan antara sapi FH dengan
sapi lokal, dengan ciri - ciri yang hampir menyerupai
FH tetapi produksi susu relatif lebih rendah dari FH
dan badannya juga lebih kecil. Persilangan sapi FH
menurunkan sifat diantara kedua induknya, dimana
pertambahan bobot badan cukup tinggi serta mampu
beradaptasi dengan lingkungan tropis secara baik
(Wibowo, 2008).
Keunggulan Sapi FH adalah tingginya
produksi susu dan kadar lemak rendah, kapasitas
perut besar sehingga mampu menampung pakan
banyak, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam

7
mengubah pakan menjadi susu (Blakely, 1998).
Kelangsungan hidup pedet sangatlah penting karena
pedet merupakan calon pengganti induk baik untuk
bibit maupun untuk betina dengan produksi susu
tinggi (Rahayu, 2014). Pedet yang baru lahir
tubuhnya tertutup lendir, sehingga perlu di
bersihkan agar pernafasan pedet tidak terganggu,
dengan membersihkan lendir di sekitar hidung dan
mulutnya menggunakan kain atau jerami (Hidajati,
2009).

2.2. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah

Manajemen adalah proses perencanaan,


pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
kegiatan organisasi dan proses penggunaan sumber daya
lainnya untuk mancapai tujuan yang telah ditetapkan
(Alam, 2007). Manajemen industri adalah pemanfaatan
pendekatan teknik industri untuk penciptaan dan
peningkatan nilai sistem usaha melalui fungsi dan proses
manajemen (Nasution, 2006).

2.2.1 Pemeliharaan Sapi Laktasi

Manajemen pemeliharaan sapi perah periode


laktasi bertujuan untuk memperoleh produksi susu
yang bagus dan optimal. Sapi laktasi perlu
mendapatkan perawatan badan secara rutin,
diperhatikan sanitasinya, ransum yang diberikan dan

8
produksi yang dihasilkan. Konsumsi bahan kering
(BK) akan berpengaruh pada tercukupinya
kebutuhan nutrisi pakan dan jumlah zat pakan yang
dikonsumsi serta digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan. Kualitas pakan (hijauan
dan konsentrat) yang rendah untuk sapi perah akan
berdampak negatif terhadap produksi susu.
Peningkatan kualitas ransum diharapkan dapat
meningkatkan kecernaan nutrisi dan produksi susu.
Utomo (2010) melaporkan bahwa dengan
peningkatan kadar protein dalam ransum akan
diikuti dengan kecernaan protein kasar yang lebih
tinggi, sebagai akibat meningkatnya asupan protein
yang dapat dicerna. Meningkatnya kecernaan
diperkirakan memberi peluang adanya tambahan
asupan nutrisi yang akan digunakan untuk sintesis
susu.
Kandang dibersihkan setiap hari agar sapi
senantiasa bersih dan bebas dari kotoran sehingga
susu yang diperoleh tidak rusak dan tercemar.
Pemerahan di awali dengan pembersihan lantai
kandang, tempat pakan, tempat minum, dan
membersihkan bagian ambing. Susu mudah
menyerap bau sehingga di perlukan kegiatan
pembersihan kandang secara rutin. Masa awal
laktasi menyebabkan bobot badan menurun, karena
sebagian dari zat-zat makanan yang dibutuhkan
untuk pembentukan susu diambil dari tubuh. Sapi

9
laktasi mengalami kesulitan untuk memenuhi zat-zat
makanan yang dibutuhkan karena nafsu makannya
rendah, oleh karena itu pemberian ransum
konsentrat ditingkatkan untuk perbaikan gizi pada
sapi perah awal laktasi.

2.2.2 Perkandangan

Kandang merupakan bagian dari sistem


pemeliharaan sapi perah. Direktorat Jenderal
Peternakan mengeluarkan SK Dirjenak
No.776/kpts/DJP/Deptan/1982 Surat keputusan ini
mengatur syarat-syarat teknis perusahaan
peternakan sapi perah. Ketentuan yang berkaitan
dengan kandang terlihat sebagai berikut :

2.2.2.1 Lokasi

Syarat mendirikan peternakan sapi


perah tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban dan kepentingan umum setempat,
tidak terletak di pusat kota dan pemukiman
penduduk dengan jarak sekurang-kurangnya
250 m dari pemukiman penduduk,
ketinggian lokasi terhadap wilayah
sekitarnya harus memperhatikan lingkungan
atau topografi sedemikian rupa sehingga
kotoran dan sisa-sisa limbah tidak
mencemari wilayah disekitar perusahaan.

10
Perusahaan sapi perah harus dikelilingi pagar
yang rapat setinggi 1.75 m diatas tanah dan
berjarak 5 m dari kandang terluar.

2.2.2.2 Tata Letak Bangunan

Perusahaan peternakan sapi perah


wajib memiliki bangunan yang sesuai
dengan kegiatan usahanya seperti memiliki
bangunan kandang untuk anak induk,
beranak, kandang isolasi, karantian dan
kandang pengobatan. Perusahaan harus
mempunyai gudang pakan dan peralatan,
membangun kamar susu dan laboratorium
kecil, menyediakan instalasi air bersih.
Pembangun kandang harus memenuhi
persyaratan yang telah di tetapkan, seperti
kapasitas kandang yang memenuhi daya
tampung, antara luas lantai dan selokan
sekurang-kurangnya 2 x 1,5 m2 tiap ekor
dewasa. Ventilasi dan pertukaran udara di
dalam kandang harus terjamin. Lantai
kandang terbuat dari beton atau kayu yang
tidak licin, lantai miring ke arah saluran
pembuangan yang mudah di bersihkan.
Konstruksi kandang sapi perah dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kandang
tunggal yang terdiri satu baris dan kandang

11
ganda yang terdiri dari dua baris berhadapan
(Head to head) atau berlawanan (Tail to tail).
Tipe kandang Head to Head dirancang untuk
mempermudah pemberian pakan dan
efisiensi waktu. Tipe kandang Tail to Tail
bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan
sanitasi dan pembersihan feses. Kandang
sapi perah berdasarkan bentuk atapnya
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu kandang
tipe tunggal yang memiliki bentuk atap
tunggal atau terdiri dari satu baris kandan,
sehingga sapi yang ditempatkan di kandang
ini mengikuti bentuk atap yang hanya satu
baris. Kandang tipe ganda konstruksi
kandang tipe ini memiliki bentuk atap ganda
atau baris yang posisinya dapat saling
berhadapan.

2.2.3 Manajemen Pakan

Peternakan sapi perah modern dapat


memproduksi 15.000 kg susu/laktasi atau 50 kg
susu/hari, sehingga memerlukan nutrisi dan
manajemen yang efektif. Penggunaan campuran
hijauan, biji-bijian dan mineral yang disebut total
mixed ration (TMR) yang seimbang untuk
kebutuhan memproduksi susu dan pemeliharaan
tubuh. Sapi menggunakan cadangan makanan dalam

12
tubuh untuk memproduksi susu dan kehilangan
berat badan ketika pakan yang di berikan tidak
memenuhi kebutuhan nutrisi. Seekor sapi perah
dalam memproduksi 40 kg susu/hari memerlukan
2,5 kali energi lebih tinggi dari pada yang di
butuhkan untuk pemeliharaan tubuh oleh karena itu
ransum harus mengandung keseimbangan protein,
energi , hijauan dan mineral yang tepat.
Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan
konsentrat, hijauan pakan diberikan berasal dari
limbah pertanian dan rumput lapang yang
berkualitas rendah. Konsentrat yang diberikan harus
berkualitas tinggi untuk mencapai kemampuan
berproduksi susu yang tinggi. Ketetapan Standar
Nasional Indonesia (SNI), konsentrat yang bagus
mengandung kadar protein kasar minimal 18 %dan
energi TDN minimal 75 % dari bahan kering
(Siregar, 1996).
Konsentrat berfungsi sebagai suplai energi
tambahan dan protein, lebih lanjut dijelaskan bahwa
protein ransum bervariasi langsung dengan
kandungan protein hijauannya, dimana campuran
konsentrat dari bahan pakan protein dan energi
kandungannya bervariasi antara 12% dan 18% PK.
Pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari
sebelum pemerahan. Jumlah air minum yang
diberikan pada sapi perah laktasi sebaiknya adalah
ad libitum karena tidak akan menimbulkan efek

13
negatif bahkan dapat meningkatkan produksi air
susu.

2.3 Manajemen Kesehatan Ternak

2.3.1 Penanganan Penyakit

Menjaga kebersihan tubuh sapi perah,


kandang, dan peralatan yang digunakan di
peternakan secara teratur juga menjadi langkah
pencegahan penyakit, sehingga sapi tetap terjaga
kesehatannya dan susu yang dihasilkan juga tetap
berkualitas (Syarif, 2011).

2.3.1.1 Endometritis

Endometritis adalah peradangan


(inflamasi) pada lapisan endometrium
uterus, merupakan hasil infeksi bakteri
terutama terjadi melalui vagina dan
menerobos cervix sehingga mengontaminasi
uterus selama partus (Melia, J., Amrozi, dan
L. ITA Tumbelaka, 2014).

2.3.1.2 Mastitis

Jenis mikroba penyebab mastitis


pada sapi perah antara lain Streptococcus sp.,

14
Staphylococcus sp., dan Coliform serta jamur
seperti Candida sp. (Sani, dkk, 2010).
Bakteri Streptococcus agalactiae, S.
disgalactiae, S. uberis, S. zooepidermicus,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Enterobacter aerogenes dan Pseudomonas
aeruginosa serta Mycoplasma sp., Candida
sp., Geotrichum sp. dan Nocardia sp.
menyebabkan kerusakan sel-sel alveoli pada
ambing, sehingga kerusakan tersebut akan
menurunkan produksi susu dan menurunkan
dari kualitas susu yang dihasilkan (Riyanto,
dkk., 2016).
Teat dipping berpengaruh terhadap
kejadian mastitis pada sapi perah FH karena
setelah proses pemerahan selesai kemudian
dilakukan upaya untuk menjaga kesehatan
ambing, salah satunya adalah dengan
melakukan teat dipping atau pencelupan
puting dengan larutan antiseptik, hal ini agar
tidak ada bakteri yang masuk dalam lubang
puting( Mahardika, dkk, 2016).

2.3.1.3 LDA(Left Displaced Abomasum)

Displaced abomasum disebabkan


oleh tidak cukupnya energi untuk
menurunkan jumlah gas sehingga motilitas
abomasum menjadi lebih lambat. Sapi perah

15
yang sehat, adanya keseimbangan dalam
produksi gas, difusi gas, dan transportasi gas,
jika hal ini tidak terjadi keseimbangan maka
akan terjadi akumulasi gas di dalam
abomasum, sehingga menyebabkan
pergeseran abomasum (Winden, S. V.,
2002). Pemberian kalium yang tinggi pada
masa kering selama 2 sampai 3 minggu
sebelum melahirkan juga dapat
mengakibatkan displasi abomasum
(Yanuartono, dkk., 2016).

2.3.1.4 Milk Fever

Kalsium berperan penting dalam


tubuh sapi perah, terutama pada masa laktasi,
kadar kalsium normal pada sapi adalah 9-
12mg/dL. Milk fever disebut juga dengan
hipokalsemia klinis ditandai dengan
penurunan kadar kalsium mencapai kisaran
3-5mg/dL, secara klinis ternak terjatuh dan
tidak dapat berdiri (Wulansari, R., S.
Palanisamy, H. Pisestyani, M. B.
Sudarwanto, dan A. Atabany, 2017).
Pengobatan sapi yang menampakkan
gejala milk fever adalah dengan menyuntikan
1000 ml calcium brogluconas. 40% secara
intravena pada vena jugularis, suntikkan
dapat diulangi kembali setelah 8-12 jam.

16
Apabila belum menampakkan hasil, maka
dapat diberikan preparat yang mengandung
magnesium (Safitri, 2011).

2.3.1.5 Footroot

Lumpur yang bercampur kotoran


hewan dapat menciptakan lingkungan
anaerob dalam celah kuku dan dapat
merangsang pertumbuhan mikroba. Celah
kuku yang terlalu lebar dapat mempermudah
masuknya mikroba (Budhi, S., B. Sumiarto,
dan S. Budiharta, 2007). Pencegahan
footroot dapat dilakukan dengan
perendaman kuku dengan larutan copper
sulphate 3%, atau larutan formalin 10%
(Anonymous, 1995).

2.3.1.6 Diare

Diare di sebabkan oleh kegagalan


dalam penyerapan cairan dari usus ke dalam
tubuh dan sebaliknya terjadi pengeluaran
tubuh ke dalam usus. Cairan tubuh yang
keluar membawa garam-garam mineral atau
elektrolit, sehingga anak sapi tersebut
mengalami dehidrasi, akibat dari kurangnya
cairan elektrolit bisa terjadi asidosis,

17
sehingga dapat menyebabkan kematian
(Chotiah, S., 2008).
Tindakan pengendalian penyakit
diare yang dapat dilakukan antara lain
pengobatan dengan antibiotik, menekan
tingkat pencemaran agen penyebab, sanitasi
lingkungan, peningkatan kualitas kolostrum
dan pakan tambahan saat musim dingin.
Pengobatannya dengan pemberian
avante,duphafral, vetadryl, dan biosolamine
(Rahayu, I.D., 2014).

2.3.2 Vaksinasi

Vaksinasi bertujuan untuk meminimalisir


kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit.
Kejadian penyakit yang menurun berarti
mengurangi biaya pemeliharaan, mencegah
menurunnya pertumbuhan berat badan, produksi
susu ataupun fertilitas yang diakibatkan oleh
penyakit (Sudarisman, 2014).

2.4 Manajemen Sanitasi Sapi Perah


Sanitasi adalah suatu kegiatan yang meliputi
kebersihan kandang dan lingkunganya, karena dengan
keadaan kandang serta lingkungan yang bersih, kesehatan
ternak maupun pemiliknya akan terjamin. Kebersihan
kandang di atur sesuai dengan kebutuhan sehingga

18
keadaan lingkungan tidak bau dan lembab
(Ernawati,2000).
2.4.1 Sanitasi Tubuh Sapi Perah

Frekuensi sanitasi sapi adalah frekuensi


memandikan seluruh badan sapi sebelum proses
pemerahan. Tujuan membersihkan sapi adalah sapi
perah agar pemerahan dapat dilakukan di bawah
kondisi bersih, serta menghindari terjadinya
kontaminasi berupa kotoran yang masih
menempel pada kulit sapi kedalam susu yang
diperah (Kartika Budi utami, 2010).

2.4.2 Sanitasi Kandang

Sanitasi kandang dilakukan beberapa tahap,


meliputi pembersihkan tempat pakan, tempat
minum dan membersihkan kotoran sapi perah
yang berada di dalam kandang. Sanitasi kandang
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
peternak untuk kebersihan kandang dan
lingkungannya. Kandang dan lingkungannya
harus selalu bersih, karena produksi sapi perah
berupa air susu yang mudah rusak. Ketersediaan air
bersih yang cukup pada usaha pemeliharaan sapi
perah mutlak diperlukan (Qomarudin dan Purnomo,
2011).

19
Mikroba yang mengkontaminasi susu juga
dapat disebabkan oleh faktor eksternal akibat
sanitasi kandang dan peralatan susu yang tidak
higienis. Mikroba yang sering mengkontaminasi
susu adalah Streptococcus, Staphylococcus,
Coliform, Pseudomonas, Corynebacterium,
Clostridium Mycobacterium, dan Nocardia
(Prasetyo dan Herawati, 2011). Sanitasi kandang
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
terjadinya penyakit mastitis. Ambing sapi yang
terinfeksi mastitis akan meningkatkan jumlah
bakteri dalam susu. Peternak yang melakukan
sanitasi lantai kandang dengan frekuensi 3 kali/hari
menghasilkan susu yang lebih bersih sehingga
susu berada pada grade 1 dengan perkiraan
500.000 sel/ml. Sampel susu pada grade 2 dan 3
berasal dari peternak yang melakukan sanitasi
kandang dengan frekuensi 2 kali/hari (Utami,
2014).

2.4.3 Sanitasi Peralatan Kandang

Peralatan pemerahan susu seperti : milk can,


ember, saringan susu, gelas ukur dan alat lain, harus
di sterilkan sebelum digunakan. Caranya di cuci
dengan air panas, sebab peralatan ini langsung
berhubungan dengan air susu sapi, sehingga di

20
peroleh kualitas susu yang bersih, tidak mudah asam
atau rusak (Ernawati, 2000).

2.5 Manajemen Pemerahan

Syarief dan Sumoprastowo (1990), tujuan dari


pemerahan adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan
ambing tidak rusak karena pelaksanaan pemerahan yang
kurang baik mudah sekali menimbulkan kerusakan pada
ambing dan puting karena infeksi mastitis yang sangat
merugikan hasil dari kualitas susu.

2.5.1. Manajemen Sebelum Pemerahan

Pemerahan dilakukan dengan membersihkan


ambing terlebih dahulu agar susu tidak terkontaminasi
dengan kotoran. Peralatan yang digunakan yaitu : milk
can, minyak kelapa sebagai pelicin dan penyaring
susu. Proses pemerahan yang dilakukan oleh peternak
adalah cara manual, teknik pemerahan yang sering
dilakukan adalah dengan cara strippen yaitu dengan
cara puting dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk
yang digeserkan pada pangkal puting bawah sambil
dipijat (Bakar, 2014).

21
2.5.1.1. Persiapan Pemerahan dan Sarana

Pemerahan

Penetapan titik-titik kritis ini dilakukan


dengan asumsi sapi perah dalam keadaan sehat,
sumber air bersih, kualitas pakan baik atau tidak
tercemar, lingkungan di luar kandang bersih,
serta operator dalam keadaan sehat sehingga
keamanan susu hanya dipengaruhi oleh proses
pemerahan dan kebersihan lingkungan di dalam
kandang serta alat-alat yang digunakan dalam
proses pemerahan (Widaningrum, 2006).

2.5.1.2. Persiapan Sapi Diperah

Upaya menjaga lingkungan agar selalu


bersih sangat dianjurkan agar dapat mencegah
bahaya pencemaran susu pada saat pemerahan,
pemerahan dilakukan di tempat yang bersih,
peralatan yang higienis dan kebersihan ternak,
serta dengan metode yang tepat (Khairul, 2013).

2.5.2. Manajemen Saat Pemerahan

Pemberian antiseptik iodine bertujuan untuk


mencegah masuknya bakteri pada puting, kemudian
dilakukan pembersihan puting dengan tissue dan
dilakukan pemerahan awal (stripping). Stripping

22
bertujuan untuk mengeluarkan susu pancaran pertama
yang sudah bercampur dengan cairan iodine dan atau
untuk tujuan pengecekkan mastitis klinis. Setelah itu
stripping (pemerahan awal) sebanyak 3-4 kali pada
setiap puting. Stripping dilakukan untuk mengetahui
apakah ada gumpalan, untuk mengetahui apakah
ternak mengidap penyakit mastitis. Pemerahan awal
adalah mengeluarkan 3–4 pancaran susu dari masing-
masing puting dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengeluarkan air susu yang kotor, mikroba
berkumpul pada susu yang pertama kali diperah.
2. Mengetahui adanya perubahan pada susu seperti
adanya gumpalan atau susu encer serta suhu susu
yang tinggi (Putra, 2009).
Rata-rata pemerahan dalam sehari dilakukan
sebanyak dua kali, yaitu pada pagi dan sore hari
(Firman, 2010). Pemerahan sapi dapat dilakukan tiga
kali dalam satu hari, namun produksi yang dihasilkan
harus melebihi 25 liter per hari. Jarak pemerahan yang
tidak sama akan menyebabkan jumlah susu yang
dihasilkan pada sore hari akan lebih sedikit daripada
susu yang dihasilkan pada pagi hari. Pemerahan pada
pagi hari mendapatkan susu sedikit berbeda
komposisinya daripada susu hasil pemerahan sore
hari (Sudono, 2003).
Selang waktu pemerahan yang tetap
mempengaruhi produksi susu yang optimal
(McKusick, 2002). Semakin sering sapi diperah,

23
maka hasil produksi susu akan semakin banyak,
Sehingga untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas
susu yang optimal dibutuhkan manajemen pemerahan
dengan selang waktu yang baik (Resti, 2009).

2.5.3. Manajemen Setelah Pemerahan

Susu setelah pemerahan segera ditangani


dengan cepat dan benar, sebab susu mudah rusak dan
terkontaminasi. Penyaringan susu untuk
menghilangkan kotoran dari susu, susu disaring
menggunakan saringan yang memakai filter kapas
atau kain biasa yang dicuci dan direbus setiap kali
habis dipakai (Putra, 2009). Susu langsung
didinginkan, untuk menghambat dan mengurangi
perkembangan mikroba. Susu sebaiknya didinginkan
o o
pada suhu maksimum 7 C dan minimum 4 C.
Pengawasan terhadap lalat perlu dilakukan untuk
mengurangi jumlah mikroba dan menjaga agar sapi
tidak gelisah. Pengawasan terhadap lalat dilaksanakan
sebaik mungkin, setidaknya jumlah mikroba dapat
ditekan (Khairul, 2013).
Peralatan penampung susu dibersihkan dengan
air hangat bersuhu 60-70oC untuk menghilangkan
lemak dan membersihkan dari mikroba (Usmiati dan
Abubakar, 2009). Susu yang telah diperah harus
segera mungkin ditangani dengan cepat dan benar,
sebab susu sangat mudah rusak dan terkontaminasi

24
(Putra, 2009). Susu dengan kadar lemak yang lebih
rendah dari standar yang telah ditentukan, maka susu
dikatakan tidak normal (Mardalena, 2008). Kualitas
susu dipengaruhi oleh manajemen setelah pemerahan.
Manajemen setelah pemerahan yang dilakukan
meliputi pencucian puting, mencatat produksi susu,
menyaring susu, dan mengumpulkan susu ke TPS
(Hidayat, 2002).
Pencegahan kerusakan pada susu adalah dengan
cara pemanasan (pasteurisasi) dengan suhu tinggi
maupun suhu rendah yang dapat diterapkan pada
peternak. Pemanasan diharapkan dapat membunuh
bakteri patogen yang membahayakan kesehatan
manusia dan meminimalisir perkembangan bakteri
lain, baik selama pemanasan maupun pada saat
penyimpanan (Saleh, 2004). Penyaringan susu
bertujuan untuk mendapatkan susu yang terbebas dari
kotoran. Pengujian kualitas susu dilakukan dengan
penyaringan dan pendinginan karena merupakan hal
yang terpenting untuk mengetahui kualias susu yang
dihasilkan.

2.6 Pengorganisasian

2.6.1 Penerimaan Tenaga Kerja

Sumber daya manusia yang berkualitas,


merupakan salah satu aspek utama yang dibutuhkan

25
dalam menjalankan roda perusahaan untuk
mencapai suatu keberhasilkan perusahaan.
Perusahaan memerlukan suatu perencanaan akan
kebutuhan sumber daya manusia. Tenaga kerja yang
dapat diandalkan umumnya harus melalui suatu
proses yang dimulai dari bagaimana calon tenaga
kerja itu mamasukan lamaran sampai proses akhir
yaitu penilaian apakah calon tenaga kerja tersebut
sesuai dengan pendidikan dan keahliannya yang
dibutuhkan oleh perusahaan. Tenaga kerja yang
dibutuhkan tersebut perlu dilakukan penyeleksian
dan penerimaan tenaga kerja yang berkualitas, yaitu
dengan melalui beberapa tahapan tertentu. Setiap
tahapan tersebut akan didapatkan tenaga kerja yang
berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan
( Sinambela, 2011).

2.6.2 Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan dalam


rangka untuk mengembangkan sumber daya
manusia. Pendidikan dan pelatihan dapat menambah
pengetahuan serta keterampilan yang pada akhirnya
akan mempengaruhi produktivitas kerja (Hutauruk,
2000 : 40) yang disitasi oleh (Prajitiasari, 2012).
Pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan
akan menambah kecakapan dan kehandalan
(profesionalisme) karyawan sehingga pada akhirnya

26
nanti akan berpengaruh pada produktivitas kerja,
pendidikan dan pelatihan pada karyawan (Flippo,
1980) yang menyebutkan: “Pendidikan dan latihan
dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam
kuantitas maupun kualitas. Kecakapan yang lebih
tinggi dapat meningkatkan hasil dan dapat
menghasilkankualitas yang baik”. Produktivitas
bagi setiap perusahaan selalu menjadi pemikiran
utama, karena keberhasilan perusahaan ditentukan
oleh produktivitas tenaga kerjanya. Masalah
produktivitas sangat ditentukan oleh faktor manusia
sebagai karyawan. Karyawan merupakan faktor
utama keberhasilan perusahaan-perusahaan dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan (Prajitiasari,
2012).
Faktor penting yang dapat dijadikan sebagai
indikator utama dalam menentukan proses
rekrutmen dan seleksi adalah kompetensi. Alasan
digunakannya kompetensi sebagai dasar rekrutmen
dan seleksi di masa depan adalah kompetensi dapat
ditujukan bagi pemenuhan berbagai tujuan
organisasi, seperti kompetensi dapat menawarkan
suatu cara yang dapat mengikat dan
mengintegrasikan elemen-elemen yang ada secara
bersama-sama dari strategi sumberdaya yang
progresif. Sistem penilaian yang didasarkan pada
kompetensi yang diharapkan dapat mendorong

27
penerapan bentuk-bentuk pendekatan tertentu dalam
bekerja (Prajitiasari, 2012).

2.6.3 Spesifikasi dan Analisis Jabatan

Analisis jabatan memiliki peranan yang sangat


penting dalam manajemen sumber daya manusia yaitu
meningkatkan kinerja organisasi baik dari segi
produktivitas, pelayanan maupun kualitas untuk
mencapai tujuan utama organisasi. Hasil analisis
jabatan tersebut maka organisasi akan mampu
menentukan karateristik seperti apa yang harus
dimiliki calon pegawai sebelum menduduki sebuah
jabatan, outputnya berupa spesifikasi jabatan dan
deskripsi pekerjaan. Analisis jabatan merupakan cara
yang sistematis yang mampu mengindentifikasi serta
menganalisa persyaratan apa saja yang diperlukan
dalam sebuah pekerjaan serta anggota yang
dibutuhkan dalam suatu pekerjaan sehingga sumber
daya manusia yang dipilih mampu melaksanakan
pekerjaan itu dengan baik. Deskripsi pekerjaan
tersebut memuat tugas, fungsi, wewenang &
tanggung jawab seorang pegawai. Spesifikasi jabatan
memuat siapa yang akan melakukan pekerjaan
tersebut serta apasaja persyaratan yang dibutuhkan
terutama yang menyangkut masalah skill individu
(Tanumihardjo, dkk.).

28
2.7 Pengolahan Limbah

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan,


yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang
karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara
langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan
lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau
makhluk hidup lainnya. Semua jenis ternak
menghasilkan kotoran ternak yang jumlah dan
kandungan haranya bervariasi satu sama lainnya.
Kandungan unsur hara dalam kotoran ternak ruminansia
umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan
kotoran ternak unggas (Mulyatun, 2016).
Masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh
peningkatan industri peternakan sapi perah adalah limbah
cair yang langsung dibuang ke badan air tanpa adanya
pengolahan terlebih dahulu. Limbah peternakan sapi perah
merupakan sumber bahan pencemar utama di sektor
pertanian. Limbah peternakan umumnya meliputi semua
kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha
peternakan, baik berupa limbah padat, cairan ataupun sisa
pakan (Sumiarsa, 2011).
Limbah peternakan hanya digunakan untuk
pembuatan pupuk organik. Adanya usaha pengolahan
limbah peternakan menjadi suatu produk yang bisa
dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan
(Rahmawati, 2013). Limbah peternakan sapi perah dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pupuk organik cair

29
adalah pupuk yang berasal dari hewan atau tumbuhan
yang sudah mengalami fermentasi. Senyawa organik
pada proses fermentasi terurai menjadi senyawa yang
lebih sederhana seperti gula, gliserol, asam lemak dan
asam amino. Penguraian senyawa organik atau
dekomposisi dapat dilakukan dengan penambahan starter
(Ni’am, 2015).

30
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1. Lokasi dan Waktu kegiatan

Pelaksanaan PKL (Praktek Kerja Lapang) ini


selama satu bulan dimulai pada tanggal 28 Agustus sampai
28 September 2017. Lokasi pelaksanaan Praktek Kerja
Lapang di PT. UPBS Pengalengan, Jawa Barat.
3.2. Khalayak Sasaran

Sasaran dari kegiatan PKL ini adalah usaha


peternakan dalam bidang manajemen pemeliharaan sapi
perah meliputi manager, supervisor, karyawan, dan proses
pemeliharaan sapi perah hingga output berupa susu di PT.
UPBS Pangalengan, Jawa Barat.
3.3. Metode Kegiatan

Metode yang digunakan kegiatan PKL ini adalah


observasi, partisipasi aktif, wawancara (interview) dan
dokumentasi.
1. Observasi, merupakan suatu metode untuk
meneliti masalah guna memperoleh fakta-fakta
yang diperlukan untuk data pengamatan.
2. Partisipasi aktif, merupakan kegiatan ikut serta
secara aktif dalam aspek yang berkaitan dengan
manajemen pos feeding, breeding, calf, heifer,

31
milking, dan kesehatan di PT. UPBS Pangalengan,
Jawa Barat.
3. Wawancara (interview), merupakan upaya yang
dilakukan peserta mendapatkan informasi,
keterangan yang diperlukan untuk data laporan
dengan cara tanya jawab langsung dengan
pembimbing (supervisor dan staf karyawan) PT.
UPBS Pangalengan, Jawa Barat.
4. Dokumentasi, merupakan pengumpulan dokumen-
dokumen dan data sesuai dengan obyek
pembahasan. Data yang dikumpulkan
meliputi sejarah PT. UPBS Pangalengan,
Jawa Barat, struktur organisasi, ketenagakerjaan
dan data yang berkaitan dengan obyek penelitian.
5. Studi Kepustakaan, merupakan pengumpulan
informasi dan data dengan bantuan berbagai
macam material yang ada seperti buku, literatur,
catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan
dengan obyek permasalahan yang akan ditelaah.

3.4. Analisis Hasil Kegiatan

Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif


analisis yaitu dengan menggambarkan atau menjelaskan
situasi analisi obyek pengamatan dari data-data yang
diperoleh, kemudian dianalisa dengan membandingkan
teori menggunakan studi literatur, sehingga diperoleh
kajian teori dan kenyataan di lapangan, dan pada akhirnya

32
akan diperoleh pemecahan terhadap permasalahan yang
ada.

3.5. Batasan istilah

1. Bedding adalah tempat sapi dengan alas untuk


istirahat.
2. CIP ( Cleaning in place) merupakan suatu
rangkaian proses yang meliputi sirkulasi larutan
pencuci dan desinfektasi dalam suatu jalur yang
tidak memerlukan pembongkaran.
3. Chalk sistem adalah proses deteksi berahi
dengan cara pemberian krayon khusu berwarna
orange pada pangkal ekor.
4. Cudding adalah metode menghitung
remastikasi yang dilakukan ternak sapi perah.
5. FH atau Friesian Holstein berasal dari provinsi
Friesland Belanda dengan hasil susu tertinggi
dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah yang
lain di daerah subtropis.
6. Flushing adalah sistem pembersihan kandang
dengan menggunakan aliran air untuk
membersihkan kotoran sapi.
7. Jersey Cross berasal dari Inggris, sapi ini dapat
menghasilkan susu dengan kandungan lemak
tinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi
lain.

33
8. LDA atau Left Displaced Abomasum adalah
kosongnya rongga perut dan timbuanan gas
sehingga abomasum mudah sekali bergeser.
9. Lot adalah standart untuk menentukan
penyapihan.
10. Milking Parlour sistem adalah pemerahan yang
berlangsung di suatu ruang khusus yang
disiapkan untuk pemerahan.
11. MPC (Monitor Probable Count) adalah alat
yang digunakan untuk menampilkan nomor ear
tag atau ID sapi dan status sapi dan produksi
susu.
12. Recording adalah pencatatan kejadian atau
informasi penting tentang individu atau
sekelompok ternak.
13. Metritis adalah penyakit peradangan metrium
atau uterus yang terjadi akibat terlambatnya
pengeluaran placenta, sehingga terjadi
pembusukan placenta didalam organ
reproduksi betina.
14. Retensi adalah placenta yang tertahan setelah
kelahiran lebih dari 24 jam.
15. Sortgate adalah pintu yang digunakan untuk
memisahkan sapi karena sapi akan mendapat
treatment seperti sinkronisasi, cek kesehatan,
potong kuku ataupun pemeriksaan kebuntingan.

34
16. TMR (Total Mixed Ratio) adalah metode
pemberian pakan dengan mencampurkan semua
bahan pakan.

35
BAB IV
HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

4.1 Keadaan Umum PT. Ultra Peternakan Bandung


Selatan (UPBS) Pangalengan, Jawa Barat
Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Lapang
yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa gambaran
umum PT. UPBS Pangalengan, Jawa Barat meliputi profil
perusahaan, sejarah perusahaan, struktur organisasi, dan
alur manajemen pemeliharaan sapi perah periode laktasi.
4.1.1 Profil Perusahaan

Nama Perusahaan : PT. Ultra Peternakan Bandung


Selatan (PT. UPBS)
Jenis Usah : Peternakan Sapi Perah
Pemilik/Pimpinan : Sabana Prawirawidjaja
Visi dan Misi :
• Visi dari PT. UPBS : menjadi perusahaan yang
memproduksi susu sapi segar yang berkualitas baik
sesuai dengan standarisasi susu dan keamanan
pangan.
• Misi dari PT. UPBS : untuk mewujudkan visi
yang telah ditetapkan, maka perlu dijabarkan
lebih operasional dalam misi. Misi PT. UPBS
adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan pelatihan teknis dan
fungsional di bidang kesehatan hewan dan
kesehatan pekerja di PT. UPBS.
36
2. Melaksanakan pengembangan sarana dan
prasarana pelatihan di bidang kesehatan
hewan. Pemanfaatan sumberdaya yang ada,
maka tujuan yang ingin dicapai PT. UPBS
dalam 5 tahun ke depan, antara lain:
a) Mengembangkan perusahaan
b) Mengembangkan ketenagaan
c) Mengembangkan populasi sapi
d) Mengembangkan sarana dan prasarana
e) Mengembangkan jejaring sumber daya
manusia yang berkualitas dan
berdedikasi tinggi di bidang
peternakan khususnya sapi perah.

4.1.2 Sejarah Perusahaan

PT. UPBS merupakan salah satu perusahaan


peternakan sapi perah di indonesia yang berlokasi di
Kampung Mekarbakti, Rt.01/Rw.01, Desa
Margamekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Bandung Selatan. Topografi wilayah di PT. UPBS
sebagai berikut :
1. Ketinggian : ± 1.400 mdpl
2. Kelembaban : 80-90%
3. Temperatur : ± 200C
4. Struktur Tanah : Berpasir

37
Tabel 2. Total populasi sapi perah di PT.UPBS

Status Ternak Jumlah Presentase


(ekor) (%)
Pejantan 5 0,1
Pedet 205 5,5
Dara 935 25,2
Dara Bunting 467 12,6
Kering Bunting 241 6,5
Laktasi 1.108 29,8
Laktasi Bunting 754 20,3

Total 3.715 100

Sumber : PT.UPBS (5 September 2017)

Luas lahan yang dimiliki PT. Ultra Peternakan


Bandung Selatan secara keseluruhan adalah 65 ha
dengan bentuk tanah yang tidak rata dan miring.
Penggunaan areal lahan dari PT. UPBS antara lain :
a) Kebun rumput dan dua lagoon : 36 ha
b) Bangunan kandang : 10 ha
c) Gudang pakan, kantor HRD dan fasilitas
karyawan: 19 ha (fasilitas: mess karyawan,
kantin, tempat parkir, lapangan olahraga dan
jalan raya).

38
4.1.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PT. UPBS mempunyai struktur organisasi yang


tersusun secara sistematis untuk mencapai tujuan
perusahaan yang dalam kegiatannya saling
melengkapi antara setiap bidang. Perusahaan di
pimpin oleh seorang presiden direktur yang nantinya
memerintahkan manajer sebagai orang yang mengatur
sistem manajemen di perusahaannya yang dibantu
dengan tenaga ahli dan supervisor. Manajer
bertugas untuk mengatur dan mengawasi sistem
manajemen usaha semua bidang khususnya bagian
program usaha. Manajer bertugas dalam hubungan
ke luar perusahaan seperti hubungan dengan
perusahaan lain atau perizinan kunjungan. Manajer
dibantu oleh tenaga ahli dalam hal mengatur
kegiatan di lapangan. Struktur organisasi di PT. UPBS
disajikan pada Lampiran 1. Struktur Organisasi di
PT.UPBS yang menyajikan struktur organisasi mulai
dari manajer utama sampai dengan tenaga kerja.
Perusahaan peternakan ini memiliki tiga
divisi yang setiap divisinya dipimpin oleh seorang
supervisor. Supervisor ini memiliki kewajiban untuk
bertanggung jawab langsung terhadap manajer
dengan mengatur dan mengawasi setiap kegiatan
yang yang ada dibidangnya sesuai dengan perintah
manajer. Menurut Budiasih (2012) Struktur
organisasi merupakan susunan sistem hubungan antar

39
posisi kepemimpinan yang ada dalam organisasi.
Pertimbangan dan kesadaran tentang pentingnya
perencanaan atas penentuan kekuasaan, tanggung
jawab, spesialisasi setiap anggota organisasi.
Perlunya proses pengorganisasian dan proses
tercermin dalam struktur organisasi, mencakup aspek-
aspek penting antara lain: 1) pembagian kerja; 2)
departementalisasi; 3) bagan organisasi formal; 4)
rantai perintah dan kesatuan perintah; 5) tingkat-
tingkat hierarki manajemen; 6) saluran komunikasi;
7) penggunaan komite; dan 8) rentang manajemen dan
kelompok-kelompok infromal yang tidak dapat
dihindarkan.
Supervisor di setiap bagian membawahi
operator yang berfungsi membantu supervisor dalam
hal teknis. Direktur membawahi manajer yang
bertugas dalam hal finansial atau keuangan dan
menganalisis usaha di PT. UPBS. Menurut Yovita
dkk. (2016) Departemen HRD berperan dalam
melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja
(persiapan, rekruitmen tenaga kerja/recruitment,
seleksi tenaga kerja/selection), pengembangan dan
evaluasi karyawan, memberikan kompensasi dan
proteksi pada pegawai. Manajemen sumber daya
manusia merupakan suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu
organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang

40
tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang
tepat pada saat organisasi memerlukannya.
PT. UPBS memiliki tiga golongan
ketenagakerjaan meliputi karyawan tetap, pekerja
harian dan pekerja borongan. Karyawan tetap adalah
tenaga kerja yang mendapatkan bayaran setiap
bulannya dan telah termasuk dalam karyawan tetap
diperusahaan, sehingga tidak memerlukan tanda
tangan kontrak kerja. Tenaga kerja harian adalah
tenaga kerja yang mendapat bayaran setiap
minggunya, pekerja ini ditempatkan di bagian gudang
pakan, pembuatan silase dan tenaga kerja borongan
ditempatkan di bagian kebun rumput.
Karyawan di PT. UPBS memilliki latar
belakang yang beragam mulai dari lulusan SD sampai
lulusan Sarjana. Jam kerja bagian kantor HRD dari
hari senin sampai jumat dimulai pukul 08.00 – 16.00
WIB dan dari hari sabtu dimulai dari pukul 08.00 –
14.00 WIB. Jam kerja kantor milking dan karyawan
tetap dari hari senin sampai sabtu dimulai pukul 07.00
– 16.00 WIB dan hari libur ditetapkan oleh
manajemen. Jam kerja karyawan dibagi menjadi tiga
shift (waktu bekerja) Shift pertama dimulai pukul
07.00 – 14.00 WIB, shift kedua dimulai pukul 14.00 -
22.00 WIB dan shift ketiga dimulai dari pukul 22.00
– 07.00 WIB. Jam kerja operator kandang dan milking
terbagi juga menjadi dua shift yaitu shift pertama yang

41
dimulai dari pukul 07.00 – 19.00 WIB dan shift ketiga
dimulai dari pukul 19.00 – 07.00 WIB.

4.1.4 Jenis Sapi Perah yang Dipelihara di PT.UPBS

Sapi perah merupakan salah satu ternak yang di


budidayakan sebagai penghasil susu untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani masyarakat. Tujuan utama
pemeliharaan sapi perah adalah sebagai upaya
pemanfaatan produksi susu yang melebihi kebutuhan
anaknya sebagai pemenuhan kebutuhan gizi bagi
manusia. Susu yang dihasilkan sapi perah kaya akan
zat gizi dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat
pembangun terutama pada masa pertumbuhan.
Peningkatan jumlah populasi sapi perah dari tahun
ketahun rata-rata meningkat. Kebutuhan susu
masyarakat yang kian meningkat, memicu produsen
susu untuk menghasilkan produksi susu yang
berlimpah melalui peningkatan kualitas manajemen
pemeliharaaan sapi perah.

PT. UPBS mengembangkan beberapa jenis sapi


perah, antara lain :
1. Sapi FH (Friesian Holstein )

Sapi perah yang paling banyak


dikembangkan di PT khususnya di PT. UPBS
adalah sapi perah Friesian Holstein, sapi FH

42
merupakan bangsa sapi yang berasal dari Belanda
yaitu Provinsi North Holand dan West Friesland
yang memiliki padang rumput yang sangat luas.
Letak strategis dengan suhu yang pas untuk
dijadikan tempat pemeliharaan sapi perah FH.
Lokasi strategis seperti saat ini maka sebagian sapi
yang dipelihara adalah sapi perah jenis FH di PT.
UPBS dianggap paling menguntungkan karena
produksinya yang tinggi. Dematewewa (2007)
menyatakan bahwa, di PT populasi bangsa sapi FH
terbesar di antara bangsa sapi-sapi perah yang lain,
secara taksonomi sapi perah masuk dalam kingdom
Animalia, filum Chordata, kelas Mammalian, ordo
Artiodactylia, sub ordo Ruminansia, family
Boviadae, genus Bos, dan spesies Bos taurus. Sapi
FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos Taurus
yang merupakan jenis sapi yang tidak berpunuk.
Sapi FH di PT. UPBS sebagian besar impor dari
Australia, akan tetapi ada juga yang merupakan
persilangan dengan bangsa sapi lain atau sering
disebut dengan sapi Peranakan FH. Total sapi
perah pada tanggal 25 September 2017 di PT. Ultra
Peternakan Bandung Selatan sebanyak 3715 ekor.

2. Sapi Jersey

PT. UPBS memiliki sapi jenis jersey akan


tetapi jumlahnya sedikit. Sapi jersey di PT.UPBS
terus di kurangi untuk efisiensi manajemen
pemeliharaan, karena manajemen nya yang

43
berbeda dengan sapi FH sehingga menjadikan
manajemen pemeliharaan kurang efisien. Postur
tubuh sapi FH yang lebih besar dari sapi jersey
menjadikan adanya dominasi dalam kandang. FH
memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan
dengan sebagian besar jenis sapi perah yang
lainnya. Bobot lahir anak mencapai 43 kg dan bisa
mencapai bobot lahir 48 kg bobot untuk sapi betina
dewasa mencapai 682 kg dan jantan 1000 kg
(Sudono, 2003). Peralatan kandang tidak
mendukung untuk jenis sapi jersey, seperti posisi
headlock pada kandang jepit yang terlalu tinggi
menjadikan kepala sapi jersey tidak bisa masuk.

4.1.5 Sistem Perkandangan

Kandang merupakan bangunan yang di gunakan


sebagai tempat tinggal ternak selama proses
pemeliharaan. Kandang yang ada di PT. UPBS
menggunakan kandang terbuka atau free stall head
lock seperti pada Gambar 1. Tipe kandang free stall
head lock yaitu sistem kandang yang mengutamakan
kebebasan ternaksehingga ternak lebih leluasa dalam
pergerakanya. Kandang tipe tersebut pada umumnya
di terapkan di perusahaan-perusahaan sekala besar di
karenakan membutuhkan lahan yang cukup luas dan
membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

44
Gambar 1. Tipe kandang free stall head
lock untuk sapi perah periode
laktasi
Kandang juga di lengkapi dengan bedding
seperti pada Gambar 2. Bedding kandang di PT.UPBS
yaitu alas tidur berupa karpet untuk meningkatkan
kenyamanan sapi ketika istirahat. Bedding pada
kandang memiliki ketebalan 4-5 cm terbuat dari
tumpukan spons yang dilapisi dengan kain kanvas.
Bedding di PT.UPBS cukup tahan lama karena terbuat
dari material berkualitas, Bedding juga di lapisi kapur
untuk menekan jumlah kejadian mastitis.

45
Gambar 2. Bedding pada lantai kandang di
PT.UPBS

Lantai kandang terbuat dari bahan semen yang


di desain tidak licin, dan tidak tajam sehingga tidak
melukai kuku sapi. Utomo (2010) menyatakan bahwa,
perbaikan lantai kandang dengan lantai diplester
semen dan menggunakan karpet karet sebagai
bedding atau tempat tidur bagi sapi perah, pemberian
bedding merupakan salah satu tindakan yang
dilakukan untuk menghindari cidera kaki yang dapat
mempengaruhi produksi susu. Luas kandang 250 𝑚2
dengan panjang kandang 100 m dan lebar 25 m.
Kemiringan lantai kandang 2% sehingga air untuk
pembersihan kandang mengalir dengan lancar.
Kandang didesain senyaman mungkin untuk
memberikan rasa nyaman pada sapi sehingga
produksi susu dapat di pertahankan. Tipe atap
kandang di PT. UPBS yaitu tipe monitor. Tujuan dari

46
penggunaan tipe atap monitor adalah untuk
memperlancarkan sirkulasi udara dalam kandang
sehingga kadar amonia dalam kandang dapat
diminimalisasi, karena kadar amonia yang tinggi
dapat menimbulkan ganguan pada saluran pernafasan
ternak. Tipe atap kandang monitor ini terbuat dari
seng dikarenakan sifatnya yang kuat dan ekonomis.

4.1.6 Peralatan Penunjang

Peralatan yang digunakan di PT UPBS


bermacam macam tergantung dari masing-masing
bidang, terdapat bidang pakan, pemerahan dan
kandang. Peralatan yang digunakan pada bidang
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
• Peralatan Pakan

Peralatan yang digunakan di bagian pakan


(gudang) antara lain : traktor sebagai pengangkut
pakan, chopper sebagai pencacah hijauan, mixer
wagon sebagai alat pencampur pakan, dan
timbangan untuk pengukuran berat dari pakan
yang keluar masuk area perusahaan. Peralatan
yang digunakan di laboratorium pakan antara lain
: microwave untuk mengukur dry matter, dan
timbangan analitik untuk menimbang sumber
vitamin, sampel pakan, dan mineral.

47
• Peralatan Pemerahan (Milking)

Peralatan yang digunakan pada area pemerahan


adalah mesin perah secara otomatis (milking
parlour) sebagai alat untuk memerah sapi secara
otomatis, cooling unit sebagai alat penyimpanan
susu sementara sebelum di distribusikan ke
PT.Ultrajaya tbk. Milk can sebagai penampung
susu sapi yang terkena mastitis. Selang sebagai
penghubung mesin perah (milking parlour) dengan
cooling unit.

• Peralatan Kandang

Peralatan kandang sendiri terdapat beberapa


bagian divisi yaitu pedet, hospital, freshcow,
breeding, dan hoof trimming. Peralatan yang
digunakan dibagian pemeliharaan pedet (calf
maternity) diantaranya : teat bar sebagai tempat
pedet minum susu, tempat minum jenis nippel dan
pencampur milk replacer otomatis calf feeder.
Peralatan yang digunakan dibagian hospital adalah
alat-alat operasi yang berfungsi untuk
mengoperasi dan membantu kelahiran sapi bunting
dan kandang head lock yang berfungsi untuk
menjepit sapi agar tidak berontak saat dilakukan
pengobatan. Peralatan yang digunakan dalam
pengecekan kesehatan di sub divisi fresh cow
antara lain thermometer, insemination gun atau

48
spet, pencukur bulu, glove dan alat injection. Fresh
cow juga menggunakan sistem head lock dalam
pengecekan kesehatan untuk mempermudah
penanganan ternak dan menghindari tingkat
kecelakaan kerja. Peralatan yang digunakan di sub
divisi breeding adalah peralatan IB, countainer
straw, alat inject, chalk yang berfungsi untuk
penandaan sapi estrus atau tidak, dan peralatan cek
PKB. Peralatan yang digunakan di sub divisi hoof
trimming adalah rennet, tang kuku, lem, dan wood
block.

4.2 Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Periode


Laktasi

Manajemen adalah serangkaian proses yang di


lakukan suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai
tujuan dengan cara yang efektif dan efisien. Manajemen
laktasi pada sapi perah memiliki beberapa tahapan yaitu :
Planning (Perencanaan) , Organizing (Pengorganisasian),
Actuating (Pelaksanaan), Controlling (Pengawasan).
Perusahaan atau organisasi yang menerapkan tahapan di
tersebut dengan baik maka tujuan atau target perusahaan
menjadi lebih mudah di capai dan dapat meminimalkan
pengeluaran dengan keuntungan yang maksimal.
Manajemen pemeliharaan sapi perah laktasi berfungsi
untuk mengatur dan mengawasi segala kegiatan yang di
49
lakukan. Tahapan manajemen pada pemeliharaan sapi
perah periode laktasi di PT. UPBS adalah sebagai berikut
:
4.2.1 Manajemen Pakan

Pakan adalah bahan makanan tunggal atau


campuran, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diberikan kepada hewan untuk
kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang
biak. Pakan merupakan faktor utama dalam
keberhasilan usaha pengembangan peternakan
disamping faktor bibit dan tatalaksana.

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan salah satu tahapan


penting dalam proses manajemen dari semua
tahapan proses manajemen karena tanpa fungsi
perencanaan fungsi-fungsi lain seperti
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan
tidak akan berjalan dengan baik. Perencanaan
pengadaan bahan baku pakan yang pertama kali
harus diperhitungkan yaitu kebutuhan sapi perah
setiap harinya dengan cara mengetahui tingkat
konsumsi pakan. konsumsi pakan dengan
menghitung selisih antara pakan yang diberikan
dikurangi sisa pakan. Tujuan dari perhitungan
konsumsi untuk mengetahui tingkat konsumsi

50
bahan kering. Konsumsi bahan kering = pakan
yang diberikan (g) - sisa pakan (g) x % bahan
kering pakan. berdasarkan NRC (2001) bahwa
kebutuhan konsumsi bahan kering sapi laktasi
sebesar 12,4 kg dapat menghasilkan susu sebanyak
10kg.
PT. UPBS merencakan bahan baku pakan
melihat dari segi kebutuhan ternak tiap ekor, waktu
pemesanan bahan baku, estimasi waktu
kedatangan bahan baku pakan, dan perlakuan saat
bahan baku pakan telah datang. Pemesanan bahan
baku pakan di PT.UPBS dilakukan oleh
supervisior bagian pakan. Pemesanan dapat
dilakukan satu minggu sebelum bahan baku pakan
yang tersedia di bunker habis. Bahan baku pakan
di datangkan secara bertahap untuk menjaga
kontinuitas, bahan baku yang datang melewati
beberapa tahapan antara lain supir truk pengangkut
bahan baku pakan melapor ke staf bagian pakan
yang berada di kantor, setelah staff menerima
laporan tersebut truk yang bahan baku pakan
ditimbang di jembatan timbangan yang telah
tersedia di PT.UPBS, dilakukan pengecekan
kualitas bahan baku pakan oleh staff senior bagian
pakan, selanjutnya menyerahkan sampel bahan
baku pakan sebanyak 1 plastik klip besar ke bagian
laboratorium nutrisi untuk dilakukan pengecekan
dry matter yang ditangani oleh karyawan yang

51
bertugas di laboratorium nutrisi. Pengujian
tersebut digunakan untuk mengetahui standar
kandungan dry matter yang sesuai dengan batasan
masing-masing dry matter bahan baku pakan di
PT.UPBS seperti bahan baku pakan berupa biscuit
batasan bahan kering sekitar 33,7%, batasan bahan
kering untuk bahan baku pakan lainnya bisa dapat
dilihat pada Tabel 3., mengetahui kadar air
sehingga pakan layak di terima atau tidak,
menentukan harga, dan menetukan dalam
konsumsi bahan kering atau dry matter intake.
Bahan baku pakan yang terima langsung diarahkan
menuju bunker di gudang penyimpanan bahan
pakan untuk disimpan.

52
Tabel 3. Batasan kadar bahan kering pada bahan
pakan di PT. UPBS

Nama Bahan
No Keterangan
Pakan Kering (%)
1 Alfalfa 16
Fresh
2 Alfalfa 90
Hay
3 Biscuit 94
4 Copra 94
5 DDGS 90
6 Jerami 25
Segar
7 King 11
Grass
8 Molases 75
9 Rice 85 Jerami
Straw Kering
10 SBM 92 Soy Bean
Meal
11 Tebon 33,7 Jagung
Fresh
12 Wheat 88 Gandum

Sumber : PT.UPBS (5 September 2017)

53
Bahan pakan berupa tebon jagung langsung
menuju tempat chopper untuk kemudian di olah
menjadi silase. Pembuatan silase harus
direncanakan dengan baik karena pembuatan silase
membutuhan waktu 21 hari untuk proses
fermentasi. Ketika jabon datang langsung
dilakukannya pencopperan untuk proses
pembuatan silase. Metode pembuatan silase
mengguanakan metode first in first out, artinya
silase yang masuk pertama dikeluarkan pertama.
Bahan pakan hijauan yang digunakan di PT.UPBS
antara lain king grass, alfalfa, rumput odot, jabon
jagung dan pucuk tebu. King grass dan alfalfa
berasal dari lahan PT. UPBS sendiri yang memiliki
luas ±32 hektar untuk lahan hijauan. Supervisior
bagian hijauan memperhitungkan ketersediaan
hijauan yang ada di lahan. Jika ketersediaan
hijauan di lahan PT.UPBS masih belum
mencukupi untuk kebutuhan sapi perah yang
dipelihara maka dilakukannya pemesanan dari
pihak luar.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian merupakan fungsi ke dua


dari manajemen dan pengorganisasian di
definisikan sebagai proses kegiatan penyusunan
struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan,
sumber-sumber dan lingkunganya. Tindakan
54
pengorganisasian berarti memadukan seluruh
sumber-sumber yang ada dalam organisasi baik
yang berupa sumberdaya manusia dan sumberdaya
lainya kearah tercapainya suatu tujuan.
Pengadaan bahan baku konsentrat
dilakukan satu bulan sekali dan ditangani oleh
supervisior pakan. Pengadaan bahan baku yang tepat
waktu akan mencegah terjadinya kelangkaan bahan
baku. Pemesanan bahan pakan dilakukan satu
minggu sebelum persediaan di gudang habis,
petugas pakan memberikan laporan ke kantor
mengenai kebutuhan bahan baku yang didasarkan
pada laporan harian kondisi stock, setekah mendapat
laporan dari petugas pakan maka kantor akan
membuat order pembelian bahan baku kepada
supplier, bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan konsentrat berasal dari import dan bahan
baku lokal dari daerah sekitar PT. UPBS.
Pencampuran bahan baku di lakukan oleh staff
gudang menggubakan alat berat dan di distribusikan
ke kandang oleh petugas muat pakan. Proses
pengadaan bahan baku harus memperhatikan stock
bahan baku yang disimpan,

3. Pelaksanaan (Actuating)

Seluruh rangkaian proses manajemen,


pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi

55
manajemen yang paling utama karena actuating
merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota
kelompok sedemikian rupa sehingga mereka
berkeinginan dan berusaha untuk mencapai
sasaran perusahaan yang telah di rencanakan.
Pelaksanaan tidak lain merupakan upaya untuk
menjadikan perencanaan menjadi kenyataan
dengan melalui berbagai pengarahan dan
pemotivasian agar setiap karyawan dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai
dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Tahapan pelaksanaan manajemen pakan di
PT. UPBS berdasarkan pengalaman magang yang
kami lakukan adalah sebagai berikut:

A. Pemberian Pakan

Pakan adalah bahan makanan tunggal


atau campuran, baik yang diolah maupun yang
tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk
kelangsungan hidup, berproduksi, dan
berkembang biak. Pakan merupakan faktor utama
dalam keberhasilan usaha pengembangan
peternakan disamping faktor bibit dan
tatalaksana. Pemberian pakan di PT. UPBS
dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pukul
07.00-12.00 WIB.

56
B. Pembuatan Silase

Pembuatan silase diawali dengan


merencakan jumlah pembuatan silase, agar dapat
memenuhi kebutuhan silase di PT. UPBS. PT.
UPBS memiliki 4 bunker silase dengan kapasitas
dalam 1 bunker adalah 4.500 ton. Agar dapat
memenuhi kebutuhan sapi maka harus dilakukan
perhitungan terlebih dahulu, sebagai berikut: BK
silase x Total populasi sapi / total sapi laktasi= 24
x 3715 / 1862 = 47,8 ton. Sehingga dalam 1 hari
dibutuhkan 47,8 ton untuk memenuhi kebutuhan
silase untuk sapi perah periode laktasi. Satu
bunker dengan kapasitas tersebut menyediakan
silase 4.500 ton / 47,8 ton = 94 hari.
Silase menggunakan jabon (jagung dan
tebon) yang didatangkan dari supplier, selain
jabon juga menggunakan pucuk tebu jika
persediaan jabon belum ada, jabon yang telah
diterima langsung menuju tempat chopper untuk
dilakukan pencacahan, langsung disimpan di
dalam bunker silase tanpa adanya penambahan
apapun. Jabon atu pucuk tebu yang sudah
dimasukkan ke dalam bunker kemudian akan
dipadatkan sehingga diantara tumpukan tidak
terdapat celah udara. Setelah proses pemadatan
maka bunker akan ditutup dengan rapat
menggunakan terpal pada semua sisinya dan

57
diberi tumpukan ban bekas sehingga tidak ada
udara yang bisa masuk ke dalam bunker. Silase
dapat dipanen setelah 3 minggu penyimpanan di
dalam bunker. Silase memliki daya simpan
sampai 6 bulan apabila proses penyimpanan
berlangsung dengan baik.
Pembuatan silase di PT. UPBS
menggunakan metode last in first out, artinya
silase yang masuk terakhir akan dikeluarkan
pertama. Metode ini memiliki keuntungan yaitu
pengontrolan keluar masuk lebih mudah karena
hanya satu pintu, akan tetapi untuk silase metode
ini juga kurang efisien karena silase yang masuk
pertama menjadi lebih lama karena semakin
tertimbun dan dapat mengalami resiko
kerusakan.

C. Konsentrat

Konsentrat adalah pakan ternak yang


mengandung serat kasar rendah energi dan BETN
yang tinggi serta mudah dicerna oleh ternak.
Konsentrat dibuat dari bahan-bahan hasil
samping pertanian. Bahan baku konsentrat di
PT.UPBS diperoleh dari pemasok Indonesia dan
pemasok luar negeri. Pemasok bahan baku
konsentrat lokal antara lain biskuit, Soy Bean
Meal (SBM), CGF, DDGS, Jagung giling,
rumput laut, mineral, palgar. Sedangkan pemasok

58
bahan baku konsentrat impor yaitu gandum.
Pembuatan konsentrat dibuat sendiri oleh
PT.UPBS bukan membeli konsentrat sudah jadi,
hanya saja bahan baku konsentrat didatangkan
langsung dari supplier. Pembuatan konsentrat
untuk sapi laktasi tersusun atas berbagai berbagai
bahan baku konsentrat yang terdiri dari rumput
laut, mineral, pipil jagung, biscuit, coustic wheat,
SBM, dan DDGS. Sapi laktasi dibedakan
menjadi 3 antara lain hight, medium, dan low,
sehingga pembuatan konsentrat berbeda. Letak
perbedaan terletak pada mineral dan takaran
coustic wheat. Konsentrat digunakan sebagai
bahan penyusunan TMR pakan komplit untuk
memenuhi kebutuhan gizi bagi ternak sapi
laktasi.
Penyusunan konsntrat di PT. UPBS di
awali dengan formulasi bahan yang di gunakan
kemudian di lakukan pencampuran bahan baku,
mulai dari bahan sumber energi, protein dan
mineral. Konsentrat di berikan secara langsung
pada pedet sebagai bahan untuk melatih
penyapihan, sedangkan untuk ternak dewasa
konsentrat di berikan dengan cara di formuladi
ulang di jadikan TMR (Total Mix Ratio)

59
D. TMR (Total Mix Ratio)

Total Mixed Ratio (TMR) atau biasa


disebut pakan komplit adalah jenis pakan yang
cukup mengandung nutrisi untuk hewan dalam
tingkat fisiologisnya tertentu yang dibentuk dan
diberikan sebagai satu-satunya pakan yang
mampu memenuhi kehidupan pokok dan
produksi tanpa substansi lain, kecuali air. Pakan
komplit biasanya berasal dari bahan limbah
pertanian yang nilai kualitasnya rendah kemudian
dilakukan pengolahan bahan pakan sehingga
meningkat nilai kualitasnya.
Total Mixed Ratio (TMR) di PT. UPBS
merupakan pencampuran antara silase, hijauan
yang telah di chopper, konsentrat, dan
penambahan mineral sesuai dengan kebutuhan
masing-masing ternak. TMR di PT.UPBS di
kelompokkan dalam beberapa kategori yaitu:
1. TMR High yaitu pakan di berikan pada
kelompok-kelompok sapi perah yang
memiliki produktivitas tinggi yang
bertujuan untuk mempertahankan produksi
susu.
2. TMR Medium yaitu pakan yang di berikan
pada sapi-sapi yang memiliki produksi susu
standart.

60
3. TMR Low yaitu pakan yang di peruntukkan
untuk sapi-sapi dengan genetik yang
memiliki produksi susu rendah.
4. TMR Fresh merupakan pakan komplit
yang di berikan untuk sapi-sapi pasca
partus hingga DIM 21 dengan tujuan
perbaikan nutrisi pasca partus.
5. TMR Heifer atau pakan untuk sapi dara,
pakan pada heifer terdiri atas TMR Heifer
A dan Heifer B. Heifer A di peruntukkan
pada sapi dara pada fase pertumbuhan
sedangkan Heifer B untuk sapi dara
bunting.
6. TMR pedet yang di berikan untuk pedet-
pedet yang baru di lakukan penyapihan,
sebagai upaya untuk membiasakan pedet
terhadap pakan TMR. Dari ke enam TMR
tersebut yang menjadi pembeda adalah
komposisi mineral penyusunya, hal ini di
karenakan kebutuhan mineral masing-
masing ternak berbeda.

4. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan atau controlling pada pakan di


PT.UPBS difokuskan pada pengadaan bahan baku
pakan seperti telah dijelaskan pada aspek
perencanaan. Bahan baku pakan yang masuk
secara rutin dilakukan pengecekan kadar air

61
sebagai ketentuan kualitas bahan pakan. Bahan
pakan yang memenuhi kualitas langsung di
lakukan pembongkaran dari truk dan di letakkan di
empat bunker bahan pakan. Bahan pakan yang
tidak sesuai dengan ketentuan dari PT.UPBS maka
di lakukan pembatalan sehingga bahan pakan di
kembalikan ke supplier.
Pengawasan pada bahan pakan terhadap
kualitas bahan silase juga penting, pengawasan
pada silase di lakukan dengan cara berkala yaitu di
lakukan pengujian bahan kering dan pH secara
rutin yakni tiap pagi sebelum di lakukan
pencampuran dengan bahan pakan lainya, hal ini di
lakukan untuk menjaga kualitas pada silase
sehingga dapat di pastikan silase yang di berikan
merupakan kualitas terbaik. TMR juga dilakukan
pengecekan secara rutin mulai dari kadar air dan
particel size tiap pakan masing masing kandang.

4.2.2 Manajemen Pemeliharaan Bakalan (Calon

Indukan)

Manajemen pemeliharaan bakalan merupakan


hal penting yang harus dilakukan dengan baik
sebagai langkah awal dalam menentukan kualitas
sapi perah yang di hasilkan. Pedet merupakan calon
pengganti induk penghasil susu, hal ini sesuai
dengan pendapat Rahayu (2014) menyatakan
bahwa, kelangsungan hidup pedet sangat penting

62
karena pedet ini merupakan calon pengganti induk
baik untuk bibit maupun untuk produksi susu bagi
pedet betina.

1. Perencanaan (Planning)

Pemeliharaan pada calon induk di mulai


dari ternak pedet sampai dengan ternak sapi dara.
Periode ini sangat menentukan kualitas ternak
dewasa yang di hasilkan. PT. UPBS melakukan
pemeliharaan bakalan dan menjadi salah satu fokus
utama demi keberhasilan peternakan sapi perah.
Pemilihan bakalan di mulai dari seleksi pedet
sampai dengan pemeliharaan sapi dara. PT. UPBS
melakukan penyeleksian sapi perah mulai dari
pedet, apabila pedet yang lahir jantan maka pedet
langsung di jual, sedangkan pedet betina yang lahir
dipelihara sampai besar dengan catatan pedet harus
memenuhi bobot lahir sesuai yang telah
ditetapkan.
Pedet yang baru lahir langsung di lakukan
penanganan khusus sesuai dengan SOP untuk
mencegah kematian. Dua jam setelah kelahiran
pedet dipisahkan dari induk untuk efisiensi waktu
sehingga induk bisa langsung di tangani lebih
lanjut untuk kemudian di lakukan pemerahan
mulai dari pemerahan kolostrum di lanjutkan
dengan pemerahan secara rutin setelah 21 hari.

63
Pemeliharaan bakalan juga meliputi pemeliharaan
sapi dara yaitu umur 1-2 tahun. Sapi lepas sapih
sebelum di masukkan ke kandang sapi dara di
lakukan adaptasi terlebih dahulu di kandang
adaptasi. Sapi dara di berikan pakan dengan
kandungan nutrisi yang tinggi untuk
mempersiapkan pertumbuhan organ reproduksi
sehingga tercipta indukan yang baik.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Penanganan kelahiran pedet di lakukan


oleh operator 24 jam yaitu pekerja kandang yang
bertugas selama 24 jam secara bergantian
mengawasi sapi-sapi bunting sampai dengan
melahirkan apabila kelahiran terjadi pada siang
hari maka proses kelahiran juga di bantu oleh staf
pedet. Pedet yang baru lahir di tempatkan di
kandang intensif dan tanggung jawab sepenuhnya
beralih ke staf pedet dan sapih. Sapi dara di awasi
langsung oleh staf heifer yang terdiri dari beberapa
dokter hewan dan pekerja lain. Staf heifer di bawah
naungan supervisor kandang yang bertanggung
jawab langsung pada manajer.

64
3. Pelaksanaan (Actuating)

A. Pedet

Pedet yang baru lahir segera dibersihkan


lendir yang ada di hidung dan mulut, kemudian di
lakukan pemeriksaan pada organ pernafasannya
dan apabila belum bernafas, dapat dibantu
dengan cara merebahkan badan pedet dengan
posisi kaki belakang diatas dan berusaha untuk
mengeluarkan cairan amnion yang tertelan dan di
tekan pada bingkai dada. Pernafasan terganggu
karena adanya lendir yang terdapat dalam mulut
dan tenggorokan, maka lidah ditarik keluar dan
lendir dikeluarkan dari mulut dan tenggorokan
dengan menggunakan jari telunjuk, hal ini sesuai
dengan penjelasan Hidajati (2009) yang
menyatakan bahwa pedet yang baru lahir
tubuhnya banyak yang tertutup lendir. Pedet
setelah lahir diusahakan dapat bernafas dengan
cara membersihkan lendir di sekitar hidung dan
mulutnya dengan menggunakan kain atau jerami.
PT. UPBS pada awal pedet lahir harus
mendapatkan kolostrum 1 jam setelah lahir dan 6
jam setelah pemberian kolostrum pertama.
Kolostrum merupakan susu yang keluar pertama
kali setelah proses kelahiran yang mengandung
immunoglobulin dan protein yang tinggi. Pedet

65
mendapatkan antibodi dari kolostrum, oleh
karena itu sangatlah penting untuk mendapatkan
kolostrum dalam waktu 7 jam pertama setelah
lahir karena saluran pencernaanya dapat secara
maksimal menyerap immunoglobulin.
Pedet ditempatkan pada single pen selama
0 – 5 hari. Pedet mendapat kolostrum dari induk
pada umur 1 jam, 6 jam, dan 24 jam setelah
pemberian kolostrum terakhir pedet mendapat
milk replacer. Kondisi pedet yang sudah bisa
minum dengan baik dipindahkan ke pen yang
terdapat calf feeder agar pedet dapat belajar untuk
meminum susu dari teat bar. Pedet berada dalam
calf feeder 1 sampai umur 30 hari. Pedet di PT.
UPBS sudah dikenalkan konsentrat pada umur 5
hari, hal ini berfungsi agar pedet dapat mengenali
konsentrasi dari bau, warna dan bentuk serta agar
dapat merangsang pertumbuhan rumen. Calf
feeder 1 ini atau pedet yang berumur 3 – 30 hari
pedet diberikan milk replacer dan tanin dengan
kadar pemberian 6,8 liter per ekor per hari serta
diberikan konsentrat untuk pengenalan. Umur 30
- 50 hari pedet dipindahkan ke calf feeder 2
dengan kadar pemberian susu 10,4 liter per ekor
per hari dan di calf feeder 2 pedet diberikan
konsentrat secara adlibitum.
Pedet yang berumur 60 hari sudah
dikenalkan dengan Total Mix Ratio (TMR)

66
karena pedet masuk masa lepas sapih. Masa
pengenalan TMR, pakan diberikan dalam jumlah
sedikit dikarenakan pada umur tersebut jika pedet
diberi pakan yang mengandung serat kasar (SK)
tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pada
saluran pencernaan karena lambung pedet belum
bisa mencerna SK secara sempurna dan baik.
Umur 60 – 90 hari pedet tidak lagi diberikan milk
replacer, pedet hanya diberi konsentrat dan TMR
secara adlibitum, hal ini sesuai dengan penjelasan
Hidajati (2009) Peternak sapi perah di Amerika
melakukanpenyapihan terhadap pedet yang besar
dan sehat pada umur 3 - 4 minggu. Umumnya
penyapihan dilakukan pada umur 6 minggu atau
paling lambat umur 12 minggu (untuk pedet yang
kecil dan agak lemah) .

B. Sapi Dara (Heifer)

Sapi dara merupakan sapi betina umur 1-2


tahun lebih dan belum beranak. Pemeliharaan dan
pemberian pakan pada sapi perah dara sebelum
beranak sangat mempengaruhi produktivitas sapi
laktasi. Pertumbuhan sapi-sapi dara sebelum
beranak yang pertama tergantung pada cara
pemeliharaan dan pemberian pakan. Standar
pertambahan bobot badan sapi mulai umur 3
bulan sampai umur 12 bulan di PT. UPBS adalah

67
0,8 per hari atau 24 kg per bulan, dengan target
tersebut diharapkan dara akan mencapai berat
badan yang sesuai dengan umur standar PT.
UPBS adalah pada usia 12 bulan bobot sapi dara
Frisien Holstain mencapai 350 kg dan untuk sapi
jersey sekitar 290 kg), hal ini dilakukan dengan
asumsi bobot badan yang sesuai dengan umur
akan berpengaruh pada kesiapan tubuh dan organ
reproduksi dara tersebut untuk diinseminasi dan
bunting pada umur 14 bulan.
Sapi dara pertama kali dikawinkan umur 12
bulan dan mencapai bobot badan 350 kg, karena
PT. UPBS mempunyai target 2 tahun sudah
menghasilkan anak, jika melebihi dari 2 tahun
akan terjadi keterlambatan waktu bunting
sehingga bisa menimbulkan kerugian dari segi
produksi bagi suatu perusahaan sapi perah.
Pemberian pakan dalam bentuk TMR (Total Mix
Ratio) yang berisi campuran hijauan, konsentrat,
vitamin dan premix yang mendukung untuk
pertumbuhan tubuh dan organ reproduksi dara.
Pakan yang diberikan baik, sapi dara
menunjukkan birahi pertama sekitar 9-10 bulan,
hari ke-40 setelah inseminasi buatan sapi dara
dilakukan PKB yaitu pemeriksaan kebuntingan
dengan metode palpasi rektal. Sapi heifer yang
positif bunting selanjutnya akan dipindahkan ke
kandang kering khusu sapi heifer, hal tersebut

68
tidak sesuai dengan pendapat Widiawati (2011)
bahwa periode yang paling menentukan
tercapainya potensi genetik sapi perah adalah
periode pembesaran mulai dari umur lepas sapih
(4 – 5 bulan) sampai siap untuk dikawinkan
pertama kali (15 – 16 bulan).

4. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan pada pedet di lakukan oleh


dokter hewan yang bertugas dalam pengecekan
kesehatan, apabila ada pedet terindikasi sakit
langsung di lakukan pengobatan untuk mencegah
penularan dan kematian pada pedet. Pengawasan
pada heifer di lakukan oleh seluruh staf heifer dan
apabila terdapat sapi dara yang sakit atau pincang
segera di tempatkan di kandang intensif.
Pengobatan penyakit di lakukan oleh staf heifer
di bawah pengawasan langsung dokter hewan.
Evaluasi dilakukan secara berkala untuk
mengetahui sesuatu yang menjadi sumber
masalah yang menyebabkan kerugian bagi heifer
seperti perubahan suhu, pakan dan peralatan
kandang. Evaluasi pada pedet lebih di tekankan
pada pakan dan penanganan penyakit di
karenakan pedet kondisinya masih cukup rentan.
Evaluasi peralatan juga penting dilakukan oleh

69
supervisor kandang untuk menghindari adanya
kerusakan yang menimbulkan kerugian.

4.2.3 Manajemen Perkawinan (Breeding)

Manajemen perkawinan merupakan salah satu


tindakan penting yang di lakukan untuk mempercepat
kebuntingan sehingga efisiensi waktu pemeliharaan
menjadi lebih singkat sehingga pengeluaran
pemeliharaan bisa di tekan. Perkawinan merupakan
langkah pemuliaan ternak untuk mendapatkan
keturunan yang unggul dengan seleksi calon indukan
dan pejantan. Breeding di PT.UPBS meliputi
pelaksanaan sinkronisasi estrus dan inseminasi
buatan. Perkawinan dalam manajemen pemeliharaan
sapi perah menjadi salah satu faktor yang sangat
penting karena dapat menentukan produktivitas sapi
perah. Berikut ini adalah tahapan pelaksanaan
breeding di PT. UPBS meliputi sinkronisasi estrus
dan Inseminasi buatan.

A. Sinkronisasi Estrus

Penyeragaman kelahiran sapi perah


maka dilakukan sinkronisasi estrus. Sinkronisasi
estrus merupakan manipulasi siklus berahi untuk
menimbulkan gejala berahi dan ovulasi pada
kelompok ternak secara bersamaan. Teknik ini
terbukti efektif untuk meningkatkan efisiensi

70
penggunaan inseminasi buatan, efisien deteksi
berahi dan untuk memperbaiki reproduktivitas.
Sinkronisasi estrus bertujuan untuk
menyerentakkan berahi, manipulasi siklus estrus
secara hormonal dan menyingkatkan waktu
berahi. Ratnawati dan Affandhy (2008)
menyatakan, sinkronisai berahi merupakan cara
untuk menyeragamkan program perkawinan
dalam periode tertentu dan dapat diramalkan
pada sekelompok hewan. Mekanisme kerja
hormon yang dapat digunakan diantaranya
mencegah kejadian birahi dan memperpanjang
siklus estrus. Mekanisme kerja yang lain adalah
mendukung kejadian estrus atau mempersingkat
masa siklus estrus (Prostaglandin) dan
mendorong ovulasi atau mendukung
perkembangan folikel ovarium (GnRH). Dampak
yang terjadi dengan adanya sinkronisasi estrus
dan ovulasi tersebut diantaranya kelahiran lebih
awal dimusim kelahiran, mengurangi distokia,
pemanfaatan pejantan unggul dan meningkatkan
bobot sapi pedet. Breeding yang dilakukan PT.
UPBS menggunakan metode G6G Gambar 3.
Metode G6G yaitu metode yang digunakan untuk
program sinkronisasi estrus, jadi pada DIM 25-31
sapi diberikan PGF1 yang fungsinya unruk
melisiskan corpus luteum dan akan membentuk
folikel baru, kemudian pada DIM 52-58 sapi

71
disuntikkan dengan GnRh yang fungsinya untuk
menstimulasi hipotalamus untuk menghasilkan
FSH dan LH, setelah 6 hari kemudian akan
disuntikkan GnRH lagi, kemudian pada DIM 67-
73 akan dilakukan IB.

Gambar 3. Alur metode G6G


Sinkronisasi estrus merupakan teknik
manipulasi siklus estrus untuk menimbulkan
gejala estrus dan ovulasi pada sekelompok hewan
secara bersamaan. Teknik ini terbukti efektif
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
inseminasi buatan, efisiensi dekteksi estrus,
sehingga dapat diaplikasikan untuk memperbaiki
reproduktivitas sapi. Metode sinkronisasi estrus
telah dikembangkan, antara lain dengan
penggunaan sediaan progesteron, prostaglandin
F2α (Pgf2α) serta kombinasinya dengan
gonadotropin releasing hormone (GnRH).
Pemberian progesteron berpengaruh
menghambat ovulasi, prostaglandin F2α
mengunduksi regresi corpus luteum, sedangkan
GnRH menambah sinergi proses ovulasi (Putro,
2013).
72
B. Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknik


paling penting yang diciptakan untuk perbaikan
mutu genetik hewan atau ternak, karena beberapa
pejantan yang terpilih menghasilkan cukup
sperma untuk membuahi ribuan betina per tahun
(Hafez, 2008).
Tujuan:
1. Memperbaiki mutu genetik ternak
2. Efisiensi biaya
3. Optimalkan bibit pejantan unggul
4. Mencegah penularan penyakit
kelamin

Hastuti (2008) menyatakan, Program IB


mempunyai tujuan antara lain untuk
meningkatkan mutu genetik ternak yaitu
meningkatnya kelahiran ternak unggul yang
mempunyai mutu genetik tinggi seperti jenis
Simental, Limousine, Brangus, Brahman dan
peranakan Ongole (PO), meningkatkan
produktivitas ternak yang ditandai dengan
meningkatnya rata-rata pertumbuhan bobot
badan harian, meningkatkan harga jual pedet dan
meningkatakan bobot badan lahir setelah dewasa
serta meningkatkan pendapatan peternak dari
hasil penjualan ternak sapi hasil IB. Tingkat
keberhasilan IB dipengaruhi oleh empat faktor
73
yang saling berhubungan dan tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainya yaitu pemiliha
akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi
deteksi birahi oleh para peternak dan
keterampilan inseminator. Inseminator dan
peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan
IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung
jawab terhadap berhasil atau tidaknya program
IB di lapangan.
Penentuan berahi pada sapi merupakan hal
yang sangat penting untuk diketahui dalam
pelaksanaan inseminasi buatan, tanda-tanda
berahi pada sapi ditandai dengan adanya lendir
bening, kegelisahan, bengkak dan kemerahan
pada vulva, produksi susu menurun, keluarnya
cairan atau lendir. Lama berahi atau periode
estrus Tabel. 4 dan waktu ovulasi pada setiap
spesies hewan bervariasi dan terbagi menjadi 4
fase Periode Estrus pada sapi perah, lama birahi
pada sapi adalah 18 jam dengan ovulasi terjadi
10-11 jam setelah berahi berakhir.

74
Tabel 4. Periode estrus pada sapi perah
Fase Estrus Waktu
Proestrus 2-3 hari
Estrus 12-48 jam
Metestrus 3-4 hari
Diestrus 14 hari

Sumber: PT. UPBS (27 September 2017)


Pelaksanaan IB di PT.UPBS diawali dengan
sapi-sapi yang telah diperah dari milking akan
berjalan ke breeding rail dengan melewatin alat
sortgate yang mendeteksi RFID yang terpasang
pada sapi, jika sapi waktunya IB maka akan
secara otomatis melewati pintu yang menuju
breeding rail. Sapi pada breeding rail dilakukan
pengecekan berahi dengan cara melihat tanda
krayon warna orange (chalk) yang terdapat pada
bagian ekor sapi. Jika tanda tersebut hilang maka
kemungkinan sapi mengalami berahi kemudian
dilakukan pengecekan pada bagian vulva, jika
keluar lendir bening maka dilakukan IB.
Tanda-tanda estrus dibedakan menjadi 2:
1. Jumping, jika dinaiki sapi menolak,
bersuara dan menaiki.
2. Standing, jika dinaiki diam dan keluar
lendir pada vulva

75
Kerugian biaya pemeliharaan akibat
kelainan birahi dapat diminimalisir dengan
mengganti sistem deteksi birahi dengan chalk
system. Chalk system adalah proses deteksi birahi
dengan cara pemberian kapur warna pada
pangkal ekor dan bulu-bulu yang terdapat d
pangkal ekor tersebut diberdirikan. Secara
fisiologis, berlangsungnya siklus berahi ini
melibatkan aktivitas sistem syaraf dan sistem
hormonal dalam tubuh sapi, sehingga dapat
dikatakan bahwa reproduksi sapi berlangsung
secara neuro hormonal. Sapi tersebut masuk
dalam pengecekan satu siklus berahi (±18-23
hari), tanda chalking orange pada pangkal ekor
menghilang, vulva terlihat bengkak, panas, dan
merah maka sapi tersebut dapat dikawinkan,
untuk memastikan estrus lebih tepat lagi, cervix
dapat diraba, jika agak keras (tegang) maka sapi
tersebut positif estrus dan harus segera
dikawinkan sebelum terlambat.
Sistem perkawinan di PT. UPBS
menggunakan sistem perkawinan alam dan
inseminasi buatan. Perkawinan alam dengan
menempatkan bull pada salah satu kandang di
gunakan apabila inseminasi buatan yang di
lakukan pada sapi betina sering kali mengalami
kegagalan karena mengalami silent heat.
Perkawinan inseminasi buatan dilakukan

76
terhadap sapi-sapi periode laktasi untuk
mempersingkat masa kosong. Pemeriksaan
kebuntingan sapi pertama setelah inseminasi
Buatan di PT. UPBS pada umur kebuntingan 40
hari. Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi
rektal yaitu memasukkan tangan pada bagian
rektal, jika ovarium terasa asimetris atau adanya
pembesaran di salah satu ovarium, bisa dikatakan
sapi tersebut bunting. Perabaan dapat dilakukan
pada bagian fetal membrane (percabangan uteri)
yang terasa membesar (Purba, 2008). Sapi
diperiksa kebuntingan ke 2 pada umur
kebuntingan 90 hari, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya abortus yang mungkin
terjadi dan tidak diketahui oleh pihak manajemen
perusahaan. Pemeriksaan kebuntingan umur 90
hari apabila dinyatakan sapi bunting maka
pemeriksaan kebuntingan dilakukan terakhir
ketika umur kebuntingan sapi 230 hari (sebelum
di kering kandang) untuk memastikan bahwa sapi
benar-benar bunting.
Tinggi rendahnya produksi ternak
tergantung bagaimana reproduksinya. Secara
keseluruhan penurunan daya reproduksi dan
kematian merupakan masalah reproduksi yang
belum ditangani secara baik. Umur melahirkan
pertama kali dapat dipengaruhi oleh pakan,
sehingga membuat siklus berahi selanjutnya tidak

77
normal (lebih panjang/pendek). Gangguan
reproduksi secara umum dipengaruhi oleh
lingkungan, hormonal, genetik (anatomi), dan
penyakit/infeksi.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB :
a. Keterampilan Inseminator
b. Kualitas semen
c. Pemilihan sapi akseptor

Hastuti (2008) menyatakan, Tingkat


keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat
faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya yaitu pemilihan
sapi akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi
deteksi berahi oleh para peternak dan
keterampilan inseminator. Inseminator dan
peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan
IB sekaligus sebagai pihak yang
bertanggungjawab terhadap berhasil atau
tidaknya program IB di lapangan.
4. Pengawasan (Controlling)

Pelaksanaan inseminasi dan sinkronisasi


estrus di PT. UPBS telah dilakukan sesuai
dengan SOP perusahaan. Sinkronisasi estrus
telah terjadwal dan dilaksanakan dengan
cukup baik. Inseminasi buatan yang di
lakukan sesuai SOP dapat dilihat dari tingkat
kebuntingan. Sapi perah yang telah di IB tidak

78
mengalami kebuntingan maka segera di
lakukan sinkronisasi estrus kembali untuk
kemudian bisa di IB selanjutnya. Kontrol juga
dilakukan terhadap peralatan IB seperti suhu
pada thawing heater dan countainer untuk
menjaga kualitas semen yang di gunakan.
Evaluasi pada keberhasilan IB di lakukan
dengan cara melakukan pemeriksaan
kebuntingan setelah 40 hari inseminasi buatan
yang telah di lakukan. Kebuntingan yang di
hasilkan rendah maka perlu adanya evaluasi
lanjutan terhadap pelaksanaan SOP
sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan.
Evaluasi juga di lakukan terhadap kualitas
semen yang di datangkan, yang bertugas pada
evaluasi ini adalah staff breeding dengan
pengawasan langsung supervisor kandang.

4.2.4 Manajemen Pemeliharaan Sapi kering (Dry

in Pregnant)

Masa kering merupakan masa di mana sapi


perah di hentikan proses pemerahan untuk
mempersiapkan kelahiran ternak. Masa kering sapi
perah mulai dilaksanakan delapan minggu sebelum
ternak tersebut melahirkan, pada kondisi ini ternak
perlu mendapatkan perhatian yang ekstra agar ternak
tetap sehat sehingga untuk produksi yang akan

79
datang menjadi lebih baik. Tujuan di laksanakannya
masa kering pada sapi perah yang bunting adalah
untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi
istirahat sapi dan mengisi kembali kebutuhan vitamin
serta mineral dan menjamin pertumbuhan foetus.

Pemeliharaan sapi kering (Dry) diawali


dengan penglompokkan sapi periode kering pada
kandang yang berbeda. Masa kering kandang sapi di
PT Ultra Peternakan Bandung Selatan dilakukan 7,5
bulan usia kebuntingan, pada kondisi ini ternak perlu
mendapatkan perhatian yang ekstra sehingga ternak
tetap sehat sehingga untuk produksi yang akan datang
menjadi lebih baik. Tujuan dilaksanakannya masa
kering pada sapi ternak yang bunting ini adalah untuk
mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat
sapi dan mengisi kembali kebutuhan vitamin serta
mineral dan menjamin pertumbuhan foetus di dalam
kandang.
Dry In Pregnant di PT. UPBS dibagi
menjadi 2 yaitu Early Dry dan Normal Dry. Early
dry yaitu masa kering yang belum waktunya yaitu
masa kering yang dilakukan belum usia 7,5 bulan
kebuntingan dikarenakan mengalami pincang,
produksi susu menurun dan mastitis. Normal dry
yaitu pengeringan yang di lakukan pada 7,5 bulan
usia kebuntingan. Sapi sebelum di dry harus di cek
produksi susunya, apabila produksi susu diatas 15

80
liter maka dilakukan pemuasaan terlebih dahulu
agar produksi susu menurun dan mendukung untuk
sapi sehat dan terhindar dari penyakit mastitis
selama fase dry.

PT. UPBS melakukan pengeringan sapi


bunting dengan pemberian antibiotik (bovaclox
dan orbeseal) seperti pada Gambar 4. Antibiotik
(bovaclox dan orbeseal) yang disuntikkan pada
intramammary dengan dosis 5,4 ml/1 syr per
puting. Pemberian antibiotik dilakukan setelah
pemerahan terlebih dahulu agar puting dapat
terbuka dan tidak luka saat penyuntikan yang
bertujuan untuk menutup spincter puting untuk
menghindari kontaminasi bakteri E.Coli yang
dapat menyebabkan peradangan pada ambing
(mastitis).

Gambar 4. Antibiotik (bovaclox dan orbeseal)

81
Sapi-sapi pada kandang Dry In Pregnant
juga dilakukan pencelupan kuku seminggu sekali
ke dalam larutan kimia. Pencelupan kuku
menggunakan cupri sulfat atau tembaga II Sulfat
(CuSO4) dan formalin secara berselang yang
dilakuakan seminggu sekali dengan komposisi 75
kg CuSO4 dan 750 liter air yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya infeksi dan penyakit foot rot
dan formalin dengan komposisi 5% formalin : 100
liter formalin + 610 liter air dan 3% formalin : 50
liter formalin + 660 liter air yang berfungsi untuk
mengeraskan kuku.
Sapi-Sapi pada kandang Dry In Pregnant di
PT. UPBS juga dilakukan pembersihan kandang
secara intensif yang dilakukan seminggu sekali
yang dilakukan bersamaan dengan pencelupan
kaki. Pembersihan kandang dry dilakukan dengan
cara:
1. Sapi digiring untuk diarahkan ke
pencelupan kaki
2. Setelah kandang sudah kosong
dilakukan flushing dengan limbah cair
dan dilakukan penyikatan pada
kandang
3. Setelah bersih di siramkan caustic
soda (25 : 75 ) dan didiamkan hingga
10 menit. Penyiraman caustic soda ini

82
berfungsi agar lantai kandang tidak
licin untuk mencegah terjadinya split
dan abortus pada sapi.
4. Kemudian di flushing lagi dengan air
limbah cair agar caustic soda hilang.
Sapi Dry In Pregnant akan
dipindahkan pada kandang transisi 21
hari sebelum melahirkan untuk
persiapan melahirkan.

Pengecekan dan kontrol sapi periode kering


dilakukan setiap hari untuk mencegah adanya
kasus abortus, pincang, dan gangguan lain.
Kontrol dilakukan oleh petugas kandang sekaligus
melakukan cek kesehatan sapi.

4.2.5 Manajemen Pemerahan

Tujuan dilakukan pemerahan adalah untuk


mendapatkan jumlah susu dari ambing sapi serta
untuk mencegah sapi mastitis dari proses pemerahan
yang tidak benar, hal ini sesuai dengan Syarief dan
Sumoprastowo (1990) yang menyatakan bahwa,
tujuan dari pemerahan adalah menjaga agar sapi tetap
sehat dan ambing tidak rusak karena pelaksanaan
pemerahan yang kurang baik mudah sekali
menimbulkan kerusakan pada ambing dan puting

83
karena infeksi mastitis yang sangat merugikan hasil
dari kualitas susu.

1. Perencanaan (Planning)

Manajemen pemerahan yang dilakukan di


PT. UPBS meliputi manajemen sebelum
pemerahan, saat pemerahan dan setelah
pemerahan, sehingga penanganan manajemen
pemerahan di PT. UPBS tergolong manajemen
pemerahan yang baik. Pemerahan
menggunakan mesin perah yang dilakukan di
milking parlour dengan kapasitas 48 ekor.
Pemerahan dilakukan sebanyak 2-3 kali selama
24 jam. Tujuan pemerahan menggunakan mesin
adalah untuk mengurangi kandungan bakteri
didalam susu, memudahkan pencatatan
produksi susu per ekor, dan efisiensi waktu
pemerahan.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Struktur organisasi di bagian pemerahan


PT. UPBS sendiri terdiri dari supervisor milking
dan wakil supervisor milking yang mengawasi
seluruh karyawan di bagian pemerahan baik
dibagian milking parlour dan laboratorium. Bagian
laboratorium tangani oleh satu karyawan yang

84
bertugas mulai dari jam 07.00 – 09.00 WIB dan
membantu proses pemerahan di bagian milking
parlour. Tempat penampungan susu sementara
sebelum susu dikirim ke PT. Ultra Jaya terdapat
satu karyawan yang bertugas untuk
mengoperasikan pipa saluran yang terhubung dari
milking parlour ke milk can.
Sanitasi kandang dan peralatan pemerahan
yang bertugas ada satu karyawan, mulai dari
kebersihan lantai kandang di area milking parlour,
kebersihan area pipa saluran milk can, dan juga
peralatan pemerahan dibersihkan setiap kali
selesai pemerahan.

3. Pelaksanaan (Actuating)

Pemerahan yaitu tindakan mengeluarkan


susu dari ambing yang bertujuan untuk
mendapatkan produksi susu yang maksimal.
Pelaksanaan pemerahan di PT. UPBS sendiri
terdapat beberapa tahapan meliputi manajemen
sebelum pemerahan, manajemen saat pemerahan,
dan manajemen setelah pemerahan, berikut
penjelasannya:

A. Manajemen Sebelum Pemerahan

Penanganan sebelum pemerahan


merupakan perlakuan yang ada di PT. UPBS
85
untuk mengurangi kontaminasi pada susu.
Perlakuan meliputi menyediakan sarana
pemerahan, membersihkan kandang, menggiring
sapi dari grup kandang laktasi, membersihkan
ambing, dan pemerahan awal. Sebelum diperah
dilakukan pembersihan pada puting dan ambing
sapi dengan air hangat agar dapat mengurangi
angka bakteri dan mempermudah rangsangan
dalam keluarnya susu.
Ambing dicuci terlebih dahulu sebelum di
perah agar susu tidak terkontaminasi dengan
kotoran. Peralatan yang digunakan yaitu : milk
can, dan penyaring susu disiapkan. Proses
pemerahan yang dilakukan oleh peternak adalah
cara manual, teknik pemerahan yang sering
dilakukan adalah dengan cara strippen yaitu
dengan cara puting dijepit antara ibu jari dan jari
telunjuk yang digeserkan pada pangkal puting
bawah sambil dipijat (Bakar,A., 2014).
Manajemen PT. UPBS sebelum pemerahan
adalah sebagai berikut:

• Persiapan Pemerahan dan Sarana

Pemerahan

Sebelum melakukan kegiatan pemerahan,


karyawan PT. UPBS selalu melakukan
pengecekan air, listrik, tangki penampung

86
susu (cooling unit) dan pembukaan jalur sapi
untuk jalan keluar sapi menuju tempat
pemerahan. Karyawan mengacu pada SOP
perusahaan dengan memakai penutup kepala,
masker, dan sarung tangan. Di milking parlour
terdapat selang selang air yaitu larutan HCL
yang digunakan untuk membersihkan milking
parlour yang mulai kotor dan untuk
membersihkan tangan peternak. Larutan HCL
(Hydrocloric acid) juga berfungsi untuk
mencuci tangan karyawan sebelum memakai
sarung tangan lateks untuk mengurangi
bakteri yang ada di tangan, terdapat pula
penutup bagian belakang sapi, sehingga feses
tidak sepenuhnya jatuh di lantai milking
parlour, hal ini sesuai dengan Widaningrum
(2006) penetapan titik-titik kritis ini
dilakukan dengan asumsi sapi perah dalam
keadaan sehat, sumber air bersih, kualitas
pakan baik dan tidak tercemar, lingkungan di
luar kandang bersih, serta operator dalam
keadaan sehat sehingga keamanan susu hanya
dipengaruhi oleh proses pemerahan dan
kebersihan lingkungan di dalam kandang serta
alat-alat yang digunakan dalam proses
pemerahan.

87
• Persiapan Sapi Diperah

Tahap awal yang dilakukan yaitu


penggiringan sapi dari grup kandang laktasi ke
milking area biasanya dimulai dari group low
laktasi terlebih dahulu kemudian high laktasi..
Sapi tidak dimandikan mengingat jumlah sapi
yang diperah lebih dari 1000 ekor dan untuk
menjaga efisiensi waktu pemerahan, akan
tetapi sebagai gantinya terdapat sebuah alat
seperti sikat besar di setiap kandang yang
bergerak 360o secara otomatis bila terkena
gesekan dari badan sapi dan membersihkan
badan sapi, hal ini sesuai dengan Ikhwan
Khairul (2013) bahwa upaya menjaga
lingkungan lingkungan agar selalu bersih
sangat dianjurkan agar dapat mencegah
bahaya pencemaran susu pada saat
pemerahan, pemerahan dilakukan di tempat
yang bersih, peralatan yang higienitas dan
kebersihan ternak, serta dengan metode yang
tepat.

B. Manajemen Saat Pemerahan

Penanganan sapi perah di milking parlour


adalah dipping dengan iodine konsentrasi 3%.
Tujuan dilakukan dipping yaitu untuk
melaksanakan Cleaning (pembersihan) dan

88
sanitasi puting sapi (teat), agar puting bersih
sehingga mengurangi pencemaran kontaminasi
bakteri, sekaligus merupakan penyembuhan luka
dan penutupan puting dari kemungkinan bakteri
masuk kedalamnya. Bahan yang digunakan pada
proses pembuatan larutan dipping dengan bahan
iodine povidone 10% per ml dan air dengan
perbandingan 1 : 9. Bahan yang digunakan pada
proses pembuatan larutan dipping dengan bahan
neo antiseptik 1% per ml dan air dengan
perbandingan 2,6 : 17,4. Desinfektan Iodine
Povidone di PT. UPBS digunakan setiap hari
senin sampai kamis sedangkan desinfektan
dengan bahan neo antisep digunakan pada hari
jumat sampi dengan hari minggu, fungsi
keduanya sama namun kedua bahan tersebut
tidak dicampur dalam penggunaannya dilihat dari
segi ekonomi dan ketersediaan barangnya. Neo
antisep dan Iodine povidone digunakan dengan
konsentrasi yang berbeda. Milking parlour
Gambar 5. merupakan tempat yang di gunakan
untuk mempermudah proses pemerahan dan
aman dari resiko cidera.

89
Gambar 5. Milking parlour di PT.UPBS

Teat dipping iodine pada puting sapi untuk


menjaga kualitas susu dan mencegah bakteri
masuk pada putting, hal ini sesuai dengan Putra
(2009), pemberian antiseptik iodine bertujuan
untuk mencegah masuknya bakteri pada puting.
Stripping atau pemerahan awal bertujuan untuk
mengeluarkan susu pancaran pertama yang sudah
bercampur dengan cairan iodine dan atau untuk
tujuan pengecekkan mastitis klinis. Stripping
(pemerahan awal) dilakukan sebanyak 3-4 kali
pada setiap puting. Stripping dilakukan untuk
mengetahui apakah ada gumpalan.

Cara mengetahui apakah ternak mengidap


penyakit mastitis, pemerahan awal adalah
mengeluarkan 3 – 4 pancaran susu dari masing-
masing puting dengan tujuan sebagai berikut :

90
a) Mengeluarkan air susu yang kotor.
Mikroba berkumpul pada susu yang
pertama kali diperah.
b) Mengetahui adanya perubahan pada
susu seperti adanya gumpalan atau
susu encer serta suhu susu yang
tinggi.

Pemerahan dilakukan dengan


menggunakan mesin perah otomatis, dengan
harapan mengurangi kandungan bakteri yang
terdapat dalam susu. Mesin perah yang otomatis
juga memudahkan dalam pencatatan produksi
susu per ekor dan berapa lama masa laktasi sapi
perah (days in milk). Penggunaan mesin perah
juga berarti mengurangi kontak langsung susu
dengan udara luar dan tangan pemerah sehingga
bisa dikatakan susu yang diperah menggunakan
mesin perah cukup higienis.
Milking parlour terdapat sebuah monitor
MPC (Monitor Probable Count) seperti pada
Gambar 6. MPC berfungsi untuk mencatat id sapi
atau nomer ear tag sapi yang diperah, dan juga
produksi susu yang dihasilkan sapi tiap ekor
dalam kilogram, MPC juga di gunakan untuk
menurunkan cluster pemerahan.

91
Gambar 6. MPC (Monitor probable count)

Menurut Firman (2010), rata-rata


pemerahan dalam sehari dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Menurut
Sudono, dkk (2003), pemerahan sapi dapat
dilakukan tiga kali dalam satu hari, namun
produksi yang dihasilkan harus melebihi 25 liter
per hari. PT. UPBS sendiri pemerahan dilakukan
2 kali dalam sehari untuk grup low laktasi dan
grup 22 untuk sapi pincang bahkan sampai 3 kali
dalam satu hari untuk sapi grup high laktasi yaitu
pada pukul 7.00,12.00 dan 19.00 jadi interval
pemerahan di PT. UPBS tergolong baik.
Produksi susu pada ambing setelah diperah
bertambah karena kondisi ambing yang kosong
dan produksi susu pada alveolus akan bertambah
dengan lama jika selang watu pemerahan
dilakukan setelah 20 jam. Hal ini sesuai dengan

92
pendapat Soedono (2003), semakin sering sapi
diperah, maka hasil produksi susu akan semakin
banyak. Untuk mendapatkan kualitas dan
kuantitas susu yang optimal dibutuhkan
manajemen pemerahan dengan selang waktu
yang baik (Resti, 2009).
Pencatatan produksi susu dilakukan dengan
menggunakan Alpro Herd Management System.
Data produksi susu yang didapatkan ialah data
individu setiap sapinya. Sapi yang akan diperah
di milking parlour akan melewati sensor RFID
untuk mendeteksi nomor ID sapi yang nantinya
diterima oleh sistem Alpro Herd Management
System dan dicatat hasil produksi susu tiap
masing-masing sapi. Produksi susu yang
dihasilkan PT. UPBS tiap harinya berkisar antara
47 ton bahkan pernah lebih. Susu yang dihasilkan
PT. UPBS termasuk susu yang berkualitas baik,
sebab diperah dengan menggunakan mesin perah
yang otomatis dengan pencatatan recording sapi
yang jelas.

C. Manajemen Setelah Pemerahan

Susu yang telah diperah harus segera


mungkin ditangani dengan cepat dan benar, sebab
susu sangat mudah rusak dan terkontaminasi
(Putra, 2009). Susu yang berkualitas dipengaruhi

93
oleh manajemen setelah pemerahan. Manajemen
setelah pemerahan yang dilakukan di PT.UPBS
pencelupan putting dengan iodin, pencatatan
produksi susu, menyaring susu, dan
mengumpulkan susu ke TPS (Hidayat, 2002), hal
ini sesuai dengan kegiatan yang dilakukan
dilapangan. Cluster akan terlepas dari puting
setelah pemerahan telah selesai, akan tetapi
cluster seringkali terlepas sebelum susu dalam
ambing habi, sehingga perlu diulangi proses
pemasangan cluster. Pemberian iodine (dipping)
di lakukan setelah proses pemerahan selesai
untuk mencegah bakteri E. Coli masuk ke puting
dan menyebabkan mastitis.
Sapi yang selesai diperah digiring untuk
memasuki kandang kembali, sapi digiring
melewati sort gate untuk penyortiran sapi yang
akan lakukan pemotongan kuku maupun akan
dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan
juga melawati breeding rail untuk dilakukan cek
birahi dan atau dilakukan inseminasi buatan.
Susu hasil pemerahan akan ditampung di
tabung penampung atau receiver selanjutnya susu
dipompa dan disaring. Penyaringan susu
menggunakan white filter. Penyaringan
dilakukan untuk menyaring benda asing seperti
feses, bulu, benda-benda kecil dan lain-lain. Susu
yang telah disaring masuk dalam PHE (Plate

94
Heat Exchanger) dengan tujuan agar suhu susu
dari 37oC menjadi 20oC. Kemudian ditampung di
tangki pendingin (cooling unit). Cooling unit
yang berada di PT. UPBS sebanyak 4 tangki, 3
tangki berkapasitas 5 ton dan 1 tangki
berkapasitas 8 ton. Susu yang ada di cooling unit,
didinginkan hingga mencapai suhu ± -1oC.
Cooling Unit mampu menyimpan untuk 5000
liter sebelum dilakukan pengangkutan susu.

D. Pembersihan Tangki Susu

Tahap awal pembersihan tangki susu ialah


dengan dibilas menggunakan air panas dengan
suhu 60oC kemudian tangki dibersihkan
menggunakan liquid alkaline atau acid sebanyak
250 –300 ml dengan takaran air yang disesuaikan
dengan mesin perah (otomatis). Liquid alkaline
(basa) berfungsi untuk mengangkat mineral dan
vitamin sedangkan liquid acid (asam) untuk
mengangkat lemak. Bahan kimia tersebut untuk
digunakan secara bergantian dengan rasio 3 : 1.
Tangki dibilas kembali menggunakan air panas
dan air dingin. Susu yang berada di cooling unit
dimasukkan ke tangki susu melalui selang yang
telah terhubung. Dosis liquid alkaline atau acid
yang digunakan sebanyak 2,4 liter ditambah 400
liter air suhu 80oC,kemudian peralatan

95
penampung susu dibersihkan dengan air hangat
bersuhu 60-70oC untuk menghilangkan lemak
dan membersihkannya dari mikroba (Usmiati,
2009).

E. Pengangkutan Susu

Truk pengangkut susu di PT. UPBS


mempunyai kapasitas 11,9 ton dan 9,6 ton.
Tangki truk pengangkut susu suhunya mencapai
4oC–6oC. Susu biasanya dikirim ke pabrik PT.
Ultra Jaya sebanyak tiga kali dalam sehari pagi,
siang dan sore. Pembersihan dengan larutan
alkaline dan acid dilakukan pada saat truk tangki
telah sampai di PT. UPBS. Sebelum dikirim ke
PT Ultra Jaya selalu dilakukan penyegelan pada
saluran keluar susu pada truk tangki, hal ini
dilakukan untuk menghindari kecurangan pada
saat di perjalanan, apabila terjadi masalah yang
dapat menghambat pengiriman susu atau
produksi susu yang berlebih maka susu disimpan
dahulu pada cooling unit.
Pengujian susu dilaksanakan di
laboratorium PT. UPBS meliputi uji kualitas
susu, identifikasi SCC, uji residu antibiotik, dan
juga uji organoleptik. PT. UPBS sendiri rata-rata
10.000 – 20.000 TPC, 200 SCC, total solid 12%,
berat jenis susu 1,030, protein 3% dan kandungan
lemak 3%. Kualitas susu yang tercantum dalam
96
peraturan pemerintah (milk codex) yaitu minimal
kadar lemak 2,7% , bahan kering 12,10%, berat
jenis 1,028 dan protein 3,00%.

F. Cleaning In Place

PT. UPBS merupakan peternakan sapi


perah yang telah menggunakan peralatan dan
metode penanganan susu yang modern. Cleaning
in place adalah salah satu metode yang digunakan
oleh PT. UPBS dalam hal penanganan sanitasi
mesin perah. Penggunaan metode cleaning in
place dilakukan untuk membersihkan pipa
saluran susu dengan desinfektan (larutan alkaline
dan acid). Cleaning in place yang dilakukan di
PT. UPBS dalam sehari ada dua kali, yakni per
12 jam sekali proses CIP dapat di pantau pada
monitor control CIP seperti pada gambar 7.
Menurut Spreer (1998), Cleaning in place
merupakan suatu rangkaian proses yang meliputi
sirkulasi larutan pencuci dan desinfektsi dalam
suatu jalur yang tidak memerlukan
pembongkaran. Metode sanitasi mesin perah
yang digunakan PT. UPBS cukup baik, karena
pembersihan tanpa dilakukan pembongkaran
sehingga lebih efisien waktu. Cleaning in place
dilakukan setelah semua sapi selesai diperah,
setelah selesai pemerahan dan pembersihan

97
cluster bagian luar, dilakukan pemasangan
cluster pada tempatnya. Pastikan semua cluster
tertutup rapat dan saluran lain dalam keadaan
tertutup. Cleaning in place yang dilakukan di
milking area PT. UPBS berdurasi ± 60 menit.
Sedangkan untuk pergantian cluster sendiri setiap
2500 jam harus diganti dengan yang baru.

Gambar 7. Monitor kontrol CIP

4. Pengawasan (Controlling)

Pemerahan tidak dapat berjalan dengan


baik tanpa adanya controlling dari karyawan PT.
UPBS dikarenakan belum menggunakan sistem
mesin sepenuhnya, jadi masih terdapat campur
tangan karyawan yang bertugas dalam
mengoperasikan semua mesin. Kandang high

98
laktasi maupun low laktasi setiap kali sapi diperah
dilakukan sanitasi kandang mulai dari beeding,
lantai kandang dan juga tempat minum sapi
dibersihkan. Sapi akan diperah menuju area
milking parlour dan terdapat dua karyawan yang
bertugas untuk membersihkan beeding dengan
kapur untuk mencegah sapi terkena mastitis,
kemudian dilakukan flushing pada lantai kandang
untuk mencegah sapi terpleset disebabkan karena
lantai kandang yang masih licin karena feses
menumpuk.
Karyawan yang bertugas dalam
mengontrol kualitas susu yang berda di
laboratorium terdapat satu orang yang menguji
kualitas susu meliputi kandungan fat, lactose,
protein, sel somatic count, density, solid, total
solid, f.point, watering capacity, antibiotik dan
juga organoleptik. Uji kualitas susu untuk
mengetahui kualitas sampel susu yang akan
dikirim ke PT. Ultra Jaya. Proses pemerahan di
milking parlour ditangani lebih dari 10 karyawan
yang masih dibagi lagi dalam dua shift yaitu shif
pagi dan shift malam.
Sistem manajamen pemerahan di PT.
UPBS sangat baik dari SOP yang diberlakukan
untuk setiap karyawan yang bertugas untuk
mencegah kontaminasi langsung dengan susu,
sehingga higienitas pada susu tersebut terjaga

99
kualitasnya. Bagian pemerahan data produksi susu
setiap harinya dicatat dalam sistem rekording mis
data untuk mengetahui jika adanya penurunan
produksi maupun peningkatan produksi.
Penurunan produksi susu dapat dilihat mulai dari
suhu hingga pengecekan matitis melalui stripping,
jika terkena mastitis segera diberi perlakuan seperti
pemberian antibiotik. Jika dalam suatu waktu
produksi susu mengalami peningkatan maka
sistem pemerahan yang dilakukan sudah benar dan
diharuskan terdapat peningkatan produksi susu
setiap harinya karena di PT. UPBS sendiri
memiliki target mencapai 60 ton per hari.

4.2.6 Manajemen Kesehatan Ternak

Kesehatan ternak adalah salah satu


manajemen pemeliharaan yang dapat berpengaruh
terhadap produktivitas sapi perah. Cara pendekatan
mendasar oleh suatu perusahaan agar tidak terjadi
kerugian secara ekonomi yaitu mempertahankan
kesehatan dan melakukan pencegahan penyakit
dengan cara tanggap terhadap kondisi kesehatan sapi
perah. PT. UPBS telah dilakukannya kegiatan rutin
dalam kontrol kesehatan ternak.Kontrol kesehatan
dapat dilakukan dengan melihat data riwayat
kesehatan tiap ternak, suhu ternak, days in milk,
sampai treatment yang diberikan sebelumnya.

100
4. Perencanaan (Planning)

Perencanaan dalam manajemen kesehatan


ternak terdiri atas perencanaan pencegahan yang
meliputi sanitasi, biosecurity, dan vaksinasi.
Perencanaan pengobatan seperti pemberian obat
pada sapi mastitis, endometritis, abses, LDA (Left
Displaced Abomasum) dan footroot dan
perencanaan pengendalian dan kontrol penyakit
seperti isolasi sapi-sapi yang sakit ke kandang
transisi.
Faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kesehatan ternak yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan manajemen
kesehatan ternak antara lain 1) lingkungan seperti
kondisi kandang, perubahan cuaca di lokasi
peternakan, ketersediaan sumber air, serta suhu
dan kelembaban udara. 2) konsumsi pakan-minum
seperti ketersediaan hijauan, ketersediaan bahan
baku pakan, ketersediaan pakan tambahan
(mineral, vitamin, protein dll), ketepatan dalam
penyusunan formulasi pakan untuk memenuhi
nutrisi sapi-sapi laktasi, dan kualitas air minum. 3)
ketersediaan dokter hewan, 4) ketersediaan obat-
obatan.

101
5. Pengorganisasian (Organizing)

Petugas yang menangani kesehatan ternak


dan perawatan ternak di PT. UPBS yaitu divisi
hospital yang terdiri dari dokter hewan dan tim
paramedik, divisi fresh cow terdiri dari tim
paramedik dan staff karyawan, dan divisi hooftrim
yang terdiri dari dokter hewan dan staff karyawan
:
A. Hospital

Hospital merupakan divisi yang menangani


kondisi sapi yang darurat. Tim hospital terdiri
dari dokter hewan dan para medik. Kegiatan
rutinnya melakukan pemerahan untuk sapi
kolostrum dan sapi mastitis setiap paginya,
selanjutnya dilakukannya pemeriksaan
kesehatan atau cek kesehatan yang dapat dilihat
pada Gambar 8. Pemeriksaan meliputi suhu
tubuh, gerak peristaltik rumen, dan
pengecekkan ping sound pada bagian rusuk ke
12 untuk mengetahui posisi abomasum. Suhu
sapi yang melebihi suhu normal maka diberikan
treatment berupa penyuntikan obat anti
inflamasi, sedangkan suhu sapi tinggi (demam)
dikarenakan bakteri maka diberikan obat
antibiotik. Siang harinya melakukan
pengecekan sapi-sapi mastitis. Tim hospital
sering menangani sapi-sapi terkena mastitis,
102
Milk fever, dan LDA (Left Displaced
Abomasum) dan lain sebagainya.

Gambar 8. Pengecekan kesehatan rutin

B. Fresh Cow

Fresh cow merupakan divisi yang


memeriksa sapi-sapi yang baru melahirkan atau
fresh agar kesehatan sapi tetap terkontrol dan
terjaga.Tim fresh cow kegiatan rutin yang
dilakukan adalah cek kesehatan ternak.
Pengecekan kesehatan meliputi : pemeriksaan
suhu, penghitungan jumlah kunyahan per menit
(cudding) dengan standart 68-72
kunyahan/menit, diperiksa pergerakan rumen
turn overnya dengan standart 2,5-3 kali/menit,
dan pengecekkan ping sound menggunakan
stetoskop pada bagian rusuk ke 12 untuk
memastikan sapi tidak mengalami LDA maupun

103
RDA. Tim fresh cow sering menangani
endometritis, mastitis, dan milk fever dan lain
sebagainya.

C. Hooftrim

Hooftrim merupakan divisi yang


menangani perawatan pemotongan kuku sapi dan
menangani sapi-sapi pincang. Kegiatan rutin dari
tim hooftrim yang dilakukan adalah pemotongan
kuku yang dapat dilihat pada Gambar 9. Program
potong kuku dilakukan 2 kali dalam setahun
syaratnya yaitu setiap sapi (pada DIM >150 dan
pada saat akan di kering kandang). Kelainan kuku
yang terjadi di divisi hooftrim antara lain
footroot, ulcer, knockling, white line, dan abses.
Serta memberikan treatment untuk kuku-kuku
sapi yang terjadi kelainan.

Gambar 9. Pemotongan kuku

104
6. Pelaksanaan (Actuating)

A. Endometritis

Endometritis merupakan peradangan


dinding rahim yang terkontaminasi berbagai
mikroorganisme (bakteri) selama masa
puerpurium. Meneurut Melia, J., dkk (2014)
infeksi bakteri pada endometritis terjadi melalui
vagina dan menerobos serviks. Penyebab lain
terjadinya endometritis selain dari bakteri yaitu
retensi plasenta (keterlambatan pelepasan
plasenta), repeat breeder (kawin berulang), dan
perlakuan saat membantu kelahiran.
Gejala yang sering timbul pada sapi yang
terkena endometritis di PT. UPBS antara lain
keluarnya discharge (cairan) encer berwarna
coklat dan berbau amis tampak lesu, produksi
susu rendah, dan demam. Metode penanganan
untuk sapi yang terkena metritis di PT. UPBS
menggunakan metode flushing yaitu
mengeluarkan plasenta dan memasukkan
antiseptic atau iodine yang telah dicampur
dengan air kedalam uterus. Flushing diawali
dengan dilakukan palpasi rectal untuk
mengetahui kondisi uterus dan mengeluarkan
cairan (discharge) encer berwarna coklat.
Antiseptik berupa iodine di masukkan kedalam

105
uterus menggunakan insemination gun dan spet
yang bertujuan untuk membersihkan bakteri di
dalam uterus, apabila berkelanjutan maka diberi
bolus yang diberikan lewat rectal dan
penyuntikan antibiotic pada vulva.

B. Mastitis

Mastitis merupakan peradangan pada


ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme
dan mudah menular pada sapi yang sehat.
Mastitis ini terjadi akibat adanya luka pada puting
ataupun jaringan ambing, sehingga terjadi
kontaminasi mikroorganisme melalui puting
yang luka tersebut. Menurut Sani, (2010) bahwa
jenis kuman yang dapat menimbulkan mastitis
pada sapi perah antara lain Streptococcus sp.,
Staphylococcus sp., dan Coliform serta jamur
seperti Candida sp. Bakteri-bakteri tersebut akan
menyebabkan kerusakan-kerusakan sel-sel
alveoli pada ambing, sehigga kerusakan tersebut
akan menurunkan produksi susu dan menurunkan
dari kualitas susu yang dihasilkan (Riyanto,
2016).
Mastitis yang menyerang sapi-sapi di PT.
UPBS ada dua macam yaitu pertama mastitis
klinis tanda-tanda dapat dilihat secara kasat mata,
kedua mastitis subklinis gejala yang

106
menunjukkan keabnormalan susu tidak kelihatan
kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi
mastitis. Gejala yang ditimbulkan pada mastitis
klinis antara lain ambing terasa panas bila
dipegang, pembengkakan ambing, peningkatan
suhu tubuh, apabila dilakukan stripping akan
keluar cairan bening, susu yang menggumpal,
bahkan nanah.
Pencegahan mastitis di PT. UPBS dengan
menempatkan sapi-sapi di badding yang alasnya
terdapat kapur, fungsi dari kapur ini mengurangi
terjadinya mastitis. Sapi-sapi dilakukan
pemerahan dan petugas kebersihan secara rutin
membersihkan alas bedding dengan
penyemprotan larutan PA dan penaburan kapur.
Pencegahan selanjutnya dapat dilakukan dengan
melalui post dipping setelah pemerahan dengan
penyemprotan antiseptik berupa iodine ke bagian
putting ambing untuk mencegah terjadinya
kontaminasi bakteri. Menurut Mahardika, (2016)
Teat dipping berpengaruh terhadap kejadian
mastitis pada sapi perah FH karena setelah proses
pemerahan selesai kemudian dilakukan upaya
untuk menjaga kesehatan ambing, salah satunya
adalah dengan melakukan teat dipping atau celup
puting dengan larutan antiseptik, hal ini agar
tidak ada bakteri yang masuk dalam lubang
puting.

107
Penanganan sapi-sapi yang terkena mastitis
dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Mastitis
subklinis di ketahui dengan cara pengujian CMT
(California Mastitis Test). Pengujian CMT
menggunakan alat paddle dengan penambahan
reagent CMT, dikatakan positif susu yang diuji
akan menggumpal. Sapi-sapi yang terkena
mastitis kemudian dilakukan pemerahan pada
divisi hospital yang sekaligus akan dilakukannya
pengobatan. Tahapan pengobatan pada sapi-sapi
mastitis yaitu sapi digiring ke tempat pemerahan
hospital seperti pada Gambar 10., untuk
penampungan susu dipisahkan dengan susu yang
normal, setelah pemerahan diberikan antibiotik
melalui intramamae. Antibiotik tersebut antara
lain lactolocx 5 ml untuk sapi mastitis pada
tingkat keparahan rendah, terrexine 10ml pada
sapi e.coli dan synulox 3 ml sapi mastitis pada
tingkat keparahan tinggi. Penandaan puting yang
terkena mastitis dilakukan dengan pemberian
rantai kaki dengan tiga warna antara lain kuning
(kiri depan), merah (kiri belakang), dan biru
(mastitis subklinis). Sapi-sapi yang terkena
mastitis tetap dilakukan pemerahan jika produksi
susu masih tinggi, namun puting yang terkena
mastitis tidak dipasang cluster.

108
Gambar 10. Pemerahan di hospital

C. LDA (Left Displaced Abomasum)

LDA (Left Displaced Abomasum) salah


satu kelainan pada sapi perah yang biasanya
terjadi setelah melahirkan. Left Displaced
Abomasum merupakan suatu kejadian
berpindahnya abomasum kearah kiri karena
adanya ruang bagi abomasum untuk bergerak ke
kiri. Menurut Kocak (2006) definisi Left
Displaced Abomasumadalah kondisi dimana
abomasum diperbesar oleh cairan atau gas yang
secara mekanis terjebak dalam sisi kiri rongga
perut.
Left Displaced Abomasum rentan terhadap
sapi yang baru melahirkan, karena sapi yang baru
melahirkan pada awalnya terdapat foetus dalam
rahim yang menekan abomasum, namun setelah

109
foetus keluar maka terdapat cukup space yang
berpotensi membuat abomasum bebas bergerak
(displaced abomasum). Displaced abomasum
diawali dengan adanya timbunan gas di dalam
abomasum sehingga memudahkan pergeseran
abomasum. Sedangkan menurut Winden (2002)
terjadinya displaced abomasum jika difusi tidak
cukup untuk menurunkan jumlah gas maka
motilitas abomasum harus melepaskan diri dari
gas. Pada sapi sehat, adanya keseimbangan dalam
produksi gas, difusi gas, dan transportasi gas.
Keseimbangan yang tidak teratur menyebabkan
terjadinya akumulasi gas di dalam abomasum,
sehingga menyebabkan pergeseran abomasum.
Left Displaced Abomasum tidak hanya
disebabkan timbunan gas dan kekosongan ruang
setelah foetus keluar, melainkan juga disebabkan
karena kekurangan nutrisi akibat dari penurunan
nafsu makan, sehingga kebutuhan nutrisi ternak
belum tercukupi. Sedangkan pemberian kalium
yang tinggi pada masa kering selama 2 sampai 3
minggu sebelum melahirkan juga dapat
mengakibatkan displasia abomasum
(Yanuartono, dkk., 2016).
Displaced abomasum dapat diketahui
melalui pemeriksaan ping sound dengan
menggunakan stetoskop yang dilakukan dengan
cara menyentil pada rusuk ke 12, jika terdengar

110
bunyi ping, maka terjadi kelainan displaced
abomasum. Penanganan displaced abomasum di
PT. UPBS dengan cara operasi seperti pada
Gambar 11. Operasi LDA dilakukan oleh dokter
hewan dan paramedik di divisi hospital. Teknik
operasi yang digunakan yakni left flank
abomasopexy. Teknik tersebut mempunyai
kelebihan yaitu ternak dalam keadaan berdiri dan
cara terbaik dalam penanganan left displaced
abomasum pada masa kebuntingan tua.

Gambar 11. Operasi LDA

D. Milk Fever

Milk fever terjadi pada sapi perah yang


disebabkan adanya gangguan metabolisme
mineral pada saat menjelang melahirkan dan
setelah melahirkan selang waktu 72 jam setelah
beranak yang ditandai dengan kekurangan
kalisum dalam darah. Menurut Wulansari (2017)

111
munyatakan bahwa, kalsium berperan penting
pada sapi perah terutama kebutuhan tertinggi
pada masa laktasi, kadar kalsium normal pada
sapi adalah 9-12mg/dL. Milk fever juga disebut
dengan hipokalsemia klinis ditandai dengan
penurunan kadar kalsium mencapai kisaran 3-
5mg/dL, secara klinis ternak ambruk dan tidak
dapat berdiri. Gejala sapi yang terkena milk fever
antara lain sapi terlihat lemah, waktu berdiri
tampak berat, terjatuh, dan lain sebagainya.
Penanganan milk fever di PT. UPBS yaitu
pemberian calciject dengan cara diinjeksikan
melalui subcutan. Pemberian calciject dilakukan
2 kali sehari selama 3 hari dan diberikan setelah
dilakukan pemerahan. Pemberian calciject
tersebut merupakan asupan sumber kalsium bagi
ternak yang kekurangan kalsium. Hal ini berbeda
dengan Safitri (2011) bahwa Pengobatan sapi
yang menampakkan gejala milk fever adalah
dengan menyuntikan 1000 ml calcium
brogluconas 40% secara intravena pada vena
jugularis, suntikkan dapat diulangi kembali
setelah 8-12 jam, apabila belum menampakkan
hasil, maka dapat diberikan preparat yang
mengandung magnesium.

112
E. Footroot

Footroot merupakan kuku busuk yang


disebabkan oleh bakteri Fusiformis necrophorus.
Penyebaran bakteri tersebut masuk melalui luka
serta kotoran yang tersangkut di celah kuku,
sehingga menjadi penyebab awal terjadinya
footroot. Penyebab lain terjadinya footroot yaitu
keadaan kuku sapi yang lembek atau biasanya
terdapat luka di salah satu bagian kuku. Keadaan
kandang yang kotor dan basah menjadi faktor
predeposisi terjadinya footroot, dimana bakteri
akan mudah masuk dicelah-celah kuku, sehingga
menyebabkan pembusukan kuku. Menurut
Budhi, (2007) bahwa lumpur yang bercampur
kotoran hewan dapat menciptakan lingkungan
anaerob dalam celah kuku dan dapat merangsang
pertumbuhan kuman. Celah kuku yang terlalu
lebar akan mempermudah masuknya kuman.
Gejala yang ditimbulkan dari footroot yaitu
selaput pada kuku mengelupas akibat jaringan
tersebut mati dan sapi terlihat pincang.
Pencegahan penyakit pada footroot di PT.
UPBS ialah dengan cara dilakukan pencelupan
kaki yang disebut foot bath. Campuran yang
digunakan untuk foot bath ialah cupri sulfat 3%,
formalin 10% serta sabun cair, hal ini sesuai
dengan pendapat dari Anonymous (1995) bahwa

113
pencegahan footroot dapat dilakukan dengan
perendaman kuku dengan larutan copper
sulphate 3%, atau larutan formalin 10%.
Penanganan pada sapi yang terkena
footroot di PT. UPBS ialah pemotongan jaringan
kuku yang terkena footroot agar tidak menyebar
dan diberikan treatment inject limoxin LA dan
penyemprotan limoxin spray pada bagian
footroot yang telah dilakukan pemotongan.
Kondisi footroot terlihat parah maka sapi tersebut
dipasang new wootblock pada bagian kuku yang
sehat, agar kuku terkena footroot tidak
bersentuhan langsung dengan lantai dan sapi
tersebut tidak dikembalikan ke group asalnya
melainkan digembalakan di padang
penggambalaan untuk mengurangi infeksi yang
terlalu parah.

F. Diare

Diare merupakan suatu gejala penyakit


yang yang disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya agen dan lingkungan. Diare dapat
menimbulkan kerugian yang besar akibat
peningkatan biaya pemeliharaan, angka
kematian, dan menurunnya jumlah produkstivitas
ternak masa akan datang. Penyebab diare
biasanya adalah E. coli, Salmonella sp. Menurut

114
Chotiah, S. (2008) timbulnya kejadian diare yaitu
kegagalan dalam penyerapan cairan dari usus ke
dalam tubuh dan sebaliknya terjadi pengeluaran
tubuh ke dalam usus. Cairan tubuh yang keluar
membawa garam-garam mineral atau elektrolit,
sehingga anak sapi tersebut mengalami dehidrasi.
Akibat dari kurangnya cairan elektrolit bisa
terjadi asidosis, sehingga dapat menyebabkan
kematian. PT. UPBS Selatan ternak yang sering
mengalami diare yaitu pada pedet. Pedet yang
mengalami diare menunjukan gejala feses yang
dikeluarkan cair tidak seperti feses normal,
kondisi pedet lemah, konsumsi susu menurun,
dan suhu tubuh meningkat.
Penanganan diare pada pedet di PT. UPBS
yaitu melihat tingkat keparahan dari kondisi
diare. Jika kondisi diare tidak begitu parah pedet
hanya diberi suplemen untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan antibiotik. Kondisi diare yang
parah parah, maka pedet akan diinfus untuk
penambahan ion tubuhnya melalui vena leher.
Tindakan pengendalian penyakit diare yang dapat
dilakukan antara lain pengobatan dengan
antibiotik, menekan tingkat pencemaran agen
penyebab, sanitasi lingkungan, peningkatan
kualitas kolostrum dan pakan tambahan saat
musim dingin. Pengobatannya dengan pemberian

115
avante, duphafral, vetadryl, dan biosolamine
(Rahayu, I.D., 2014).

7. Pengawasan (Controlling)

Manajemen kesehatan di PT. UPBS


dilakukannya pengontrolan kesehatan setiap
harinya dengan berbagai cara salah satu kontrol
kesehatan dengan pengambilan sampel darah
untuk dilakukan pengujian. Pengujian sampel
darah dilakukan untuk mengetahui ternak tersebut
mengalami ganggauan atau tidak. Pengujian
sampel darah bukan merupakan satu-satunya
tindakan, namun juga dilakukan pengujian
mastitis. Sapi perah sangat rentan terhadap
penyakit mastitis. Pengujian mastitis dapat
dilakukan dengan cara uji CMT (California
Mastitis Test). Uji CMT ini menggunakan alat
paddle dan menggunakan reagent CMT. Mastitis
di indikasikan dengan susu yang terlihat
menggumpal. Ternak yang telah dilakukan
pengobatan, namun masih tidak sembuh dapat
dilakukan dengan cara culling. Culling harus
disesuaikan dengan beberapa kriteria menurut SOP
PT. UPBS antara lain ternak harus sudah di
inseminasi setidaknya 8 kali, sudah diinseminasi
dengan sapi pejantan setidaknya 4 kali, memiliki
masalah organ reproduksi (sering metritis, kista

116
ovarium, infeksi ovasri, dan pembengkakan
disaluran ovarium), sering mengalami pincang,
terinfeksi mastitis lebih dari 5 kali, berproduksi
rendah dan komposisi susunya rendah.

4.2.7 Vaksinasi

Vaksinasi merupakan pemberian


antigen dalam merangsang sistem kekebalan
tubuh ternak terhadap penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh virus, protozoa, dan
bakteri.Vaksinasi juga mendukung kepentingan
ekonomi yang disebabkan oleh penyakit.
Menurunkan kejadian penyakit berarti
mengurangi biaya pemeliharaan, mencegah
menurunnya pertumbuhan berat badan,
produksi susu ataupun fertilitas yang
diakibatkan oleh penyakit (Sudarisman, 2014).
PT. UPBS juga memilki program vaksinasi
yang teratur dan terprogram dengan baik.
Program vaksinasi disajikan pada Tabel 5.
Vaksin yang digunakan terdapat dua macam
vaksin antara lain :
• Bravoxin berfungsi sebagai
imunitas dan produktivitas
• Brucella berfungsi untuk mencegah
dari brucelliosis.

117
Tabel 5. Program vaksinasi
Umur/Berat Dosis Keterangan
V1 7 hari 1 Bravoxin
V2 30 Hari 1 Bravoxin
V3 6 bulan 1 Bravoxin
V4 >250 kg 1 Brucella

V5 V4 + 3 1 Brucella
minggu

V6 >300kg 1 Bravoxin Umur 1 tahun


V7 14 hari 1 Bravoxin Heifer
menuju bunting/ sapi
kelahiran kering
kandang
V8 15 setelah 1 Brucella
kelahiran
V9 V8 + 3 1 Brucella
minggu
Kembali ke
V7
V1 Jika 250 hari 1 Bravoxin Hanya bagi
0 setelah sapi yang
kelahiran belum
belum bunting
bunting

Sumber: PT. UPBS (27 September 2017)


118
4.2.8 Pemeliharaan Kandang dan Sanitasi

Sanitasi adalah suatu kegiatan yang meliputi


kebersihan kandang dan lingkunganya, karena dengan
keadaan kandang serta lingkungan yang
bersih,kesehatan ternak maupun pemiliknya akan
terjamin. Sanitasi merupakn salah satu tindakan dari
pencegahan penyakit, dengan cara menjaga
kebersihan di sekitar lingkungan ternak. Kebersihan
kandang di atur sesuai dengan kebutuhan seperti
halnya kapasitas jumlah ternak sehingga keadaan
lingkungan tidak menimbulkan bau dan lembab.
Menurut pendapat siregar (2003), ternak karus
dimandikan 2 hari sekali. Seluruh induk sapi
dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan
dan sebelum dilakukan pemerahan susu. Faktor yang
berhubungan langsung dengan kesehatan ternak dan
hal yang harus diperhatikan untuk pencegahan
penyakit antara lain : ternak harus selalu bersih,
dilakukan faksinasi secara teratur, kandang dan
lingkungan harus selalu kering dan bersih, sirkulasi
udara lancar, dipisahkan ternak yang sakit dan yang
sehat dan bila terlihat ternak yang sakit segera
dilakukan pengecekan dan pengobatan, hal ini tidak
sesuai dengan manajemen yang dilakukan di PT.
UPBS, karena sapi tidak pernah dimandikan dan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya

119
perkembangan penyakit dikarenakan badan ternak
yang terlalu kotor, oleh karena itu diperlukan sanitasi
agar bibit penyakit tidak mudah menyerang ternak
tersebut.

1. Perencanaan (Planning)

Sanitasi kandang dikaukan setiap hari


dengan tujuan menjaga kebersihan kandang agar
tidak menyababkan timbulnya penyakit akibat
kotoran ternak yang menumpuk serta timbulnya
amonia yang terjadi akibat keadaan kandang yang
terlalu kotor dan padat dengan demikian kesehatan
ternak akan terjamin dan mengurangi potensi
timbulnya penyakit pada ternak. PT. UPBS telah
menerapkan manajemen sanitasi kandang yang
baik yaitu dengan pembersihan kotoran ternak
setiap hari.
Sanitasi ternak yang di lakukan oleh PT.
UPBS tidak sesuai dengan pendapat (Siregar,
2003) yang menyatakan bahwa, ternak harus
dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk
dimandikan setiap hari setelah kandang
dibersihkan dan sebelum dilakukan pemerahan
susu. Faktor yang berhubungan langsung dengan
kesehatan ternak dan hal yang harus diperhatikan
untuk pencegahan penyakit antara lain : ternak
harus selalu bersih, dilakukan faksinasi secara

120
teratur, kandang dan lingkungan harus selalu
kering dan bersih, sirkulasi udara lancar,
dipisahkan ternak yang sakit dan yang sehat dan
bila terlihat ternak yang sakit segera dilakukan
pengecekan dan pengobatan. Sanitasi ternak di PT.
UPBS meliputi celup kaki footh bath, pemotonga
kuku, teat dipping, pencukuran bulu pada pangkal
ekor dan pemotongan ekor.
Sanitasi peralatan dan fasilitas kandang di
PT. UPBS selalu diperhatikan dengan serius
karena hal ini menjadi kunci penting dalam
kenyamanan ternak yang dipelihara, sanitasi
peralatan dan fasilitas kandang meliputi tempat
minum, pakan dan kasur sebagai alas kandang.
Sanitasi karyawan mutlak dilakukan di dalam
seluruh lingkup dan jenis peternakan tak terkecuali
di PT. UPBS, biosecurity yang diterapkan untuk
mengontrol sanitasi pada karyawan dilakukan di
pintu masuk kandang dan gerbang kandang yang
khusus untuk kendaraan keluar masuk kanadang
serta tamu atau pengunjung.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Sanitasi kandang secara keseluruhan


dilakukan oleh bagaian kebersihan dan
maintenance, untuk penanggun jawab kebersihan
sendiri langsung dibawa naungan penanggung

121
jawab kandang yaitu bapak Mikaiel, sedangkan
bagian kebersihan mayoritas dijalani oleh warga
sekitar peternakan yang direkrut oleh perusahaan
sebagai tanggung jawab perusaan atas tersedianya
lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal. Sanitasi
ternak dilakukan oleh setiap divisi atau bagian
yang berbeda sebagai contoh footbath dilakukan
oleh 3 bagian yaitu pada sapi heifer dilakukan oleh
divisi heifer, pada sapi laktasi dilakukan oleh divisi
milking dan untuk sapi mastitis serata sapi pasca
partus dilakukan oleh bagian fresh. Pemotongan
kuku dilakuakan oleh bagian hooftrim yang mana
mengontrol dan memotong kuku-kuku sapi. Teat
deeping dilakukan oleh divisi milking dan hospital
sebelum dan setelah proses pemerahan.
Pencukuran bulu dipangkal ekor dilakukan oleh
divisi fresh saat pengecekan kesehatan dan divisi
heifer saat proses penimbangan bobot badan
sebelum pindah kandang dan untuk pemotongan
ekor hanya dilakukan oleh bagian heifer yang
bersamaan dengan pencukuran bulu saat
penimbangan.
Sanitasi peralatan dan fasilitas kandang
seperti tempat minum dilakuakan oleh bagian
kebersihan dan maintenance, untuk pembersihan
tempat pakan dan karpet kandang hanya dilakukan
oleh bagian maintenance, jika terjadi kerusakan
peralatan kandang seperti yang telah disebutkan

122
serata pagar ataupun pintu kandang yang rusak
karyawan hanya cukup melaporkannya pada
bagian maintenance. Higiene terhadap karyawan di
PT. UPBS yaitu saat memasuki area kandang
karyawan diharuskan melakukan dipping atau
pencelupan sepatu dengan antiseptik di pintu
tempat masuk keluarnya karyawan dan larangan
merokok untuk karyawan. Sanitasi kendaraan yang
masuk dilakukan pencelupan ban kendaraan
sebagai tindakan biosecurity dan tamu atau
pengunjung harus melewati biosecurity yang telah
desediakan oleh perusahaan.

3. Pelaksanaan (Actuating)

Pembersihan kandang untuk sapi-sapi


laktasi dilakukan setiap sapi-sapi sedang dilakukan
pemerahan atau 4 kali pembersihan kandang dalam
24 jam. Tujuannya adalah untuk mencegah
penyebaran bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya mastitis. Tindakan sanitasi yang
dilakukan oleh PT. UPBS setiap hari adalah
membersihkan tempat pakan dan minum, dan
dilakukan beberapa tahap setelah pembersihan
kandang meliputi membersihkan tempat pakan
dan tempat minum dan membersihkan kotoran
sapi perah yang berada di dalam kandang. Proses
pembersihan kandang di PT. UPBS antara lain :

123
• Disingkirkan kotoran yang menumpuk
dansusah dibersihkan. Kegiatan ini bias
dilakukan dengan menggunakan sorok atau
hand tractor.
• Dibilas lantai kandang dengan dengan air
flushing untuk membersihkan sisa kotoran
yang sudah disimgkirkan dengan sorok dan
hand tractor
• Dibersihkan kapur bekas pada matras
kandang disapu menggunakan boreco
• Disemprotkan larutan Peroxid Acid dan
ditburkan kapur pada matras kandang
dengan mengggunakan boreco.

Pembersihan kandang pedet berbeda


dengan kandang lainya karena menggunakan
sawdust yang bertujuan untuk meberikan
kenyamanan dan kebersihan kandang, sehingga
alas kandang tetap kering dan tidak lembab. Proses
pemebersihan kandang pedet di PT. UPBS antara
lain :
1. Dibilas lantai kandang dengan
menggunakan air flushing
2. Dilakukan penggantian matras kandang
berupa sawdust, untuk calf feeder 1
pengganian dilakukan setiap 2 minggu, calf
feeder 2 penggantian dilakukan setiap 1

124
bulan dan sedangkan pada kandang Pasca
sapih penggantian dilakukan setiap hari.

Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan


yang dilakukan oleh peternak untuk kebersihan
kandang dan lingkungannya. Kandang dan
lingkungannya harus selalu bersih, karena
produksi sapi perah berupa air susu yang mudah
rusak. Mikroba yang mengkontaminasi susujuga
dapat disebabkan oleh faktor eksternal akibat
sanitasi kandang dan peralatan susu yang tidak
higienis. Mikroba yang sering mengkontaminasi
susu adalah Streptococcus, Staphylococcus,
Coliform, Pseudomonas, Corynebacterium,
Clostridium Mycobacterium, dan Nocardia
(Prasetyo, 2011).
Secara statistik sanitasi kandang
berpengaruh sangatnyata (P<0,01) terhadap
terjadinya penyakit mastitis. Ambing sapi yang
terinfeksi mastitis akan meningkatkan jumlah
bakteri dalam susu. Peternak yang melakukan
sanitasi lantai kandangdengan frekuensi 3kali/hari
menghasilkan susu yang lebih bersih sehingga susu
berada pada grade 1 dengan perkiraan 500.000
sel/ml. Sampel susu pada grade 2 dan 3 berasal
dari peternak yang melakukansanitasi kandang
dengan frekuensi 2 kali/hari (Utami, 2010).
Frekuensi sanitasi sapi adalah frekuensi
memandikan seluruh badan sapi sebelum
125
memerah. Tujuan membersihkan sapi adalah
supaya pemerahan dapat dilakukan di bawah
kondisi bersih, serta menghindari terjadinya
kontaminasi berupa kotoran yang masih
menempel pada kulit sapi kedalam susu yang
diperah (Utami, 2010). Sanitasi tubuh di PT.
UPBS tidak di lakukan penyiraman air atau
dimandikan sehingga debu banyak yang menempel
ditubuh ternak. Proses sanitasi tubuh di PT. UPBS
hanya meliputi pemotongan kuku, pencelupan
kaki, teat deepig dan pencukuran bulu pada
pangkal ekor dan sekitar vulva, waktu dilakukan
footbath antara lain :

A. Heifer dan Dry dilakaukan footbath setiap


1 minggu sekali yaitu pada hari senin
dengan menggunakan caustic soda dan
cupri sulfat setelah proses inseminasi
buatan dan pemeriksaan kebuntingan.
B. Laktasi dan mastitis dilakukan footbath 1
minggu sekali yaitu pada hari minggu
dengan menggunakan larutan formalin dan
cuprisulfat setelah proses pemerahan di
area milking.

Pencelupan kaki dengan menggunakan


berbagai macam larutan bertujuan untuk mencagah
terjadinya penyakit pada kuku sapi, adapun
kegunaan setiap larutan yang digunakan
126
mempunya tujuan yang berbeda antara lain caustic
soda bertujuan menjaga kuku agar tidak halus dan
mudah terpeleset akibat lantai kandang yang licin,
cupri sulfat bertujuan membunuh bakteri pada
kuku sapi agar tidak terjadi kontaminasi penyakit
sedangkan formalin bertujuan untuk mengeraskan
kuku sapi. Pemotongan kuku rutin dilakukan setiap
1 tahun 2 kali namun jika sapi perah mengalami
penyakit kuku dan pincang akan langsung
dilakukan pemotongan kuku. Pemotongan kuku
bertujuan untuk menjaga kuku sapi tetap dalam
kondisi yang baik dan agar sapi dapat berdiri
dengan tegap selain itu juga mencegah terjadinya
penyakit kuku. Proses teat dipping dilakukan
setiap sebelum pemerahan dan setelah pemerahan
secara tuntas dengan menggunakan larutan iodin
dengan konsentrasi 7% yang bertujuan untuk
menghilangkan bakteri dan mencegah terjadinya
kontaminasi bakteri pada ambing pasca pemerahan
yang mengakibatkan mastitis sehingga
menimbulkan kerugian untuk perusahaan.
Pencukuran di PT. UPBS jarang dilakukan,
hanya pada waktu-waktu tertentu saja dengan
melihat kondisi ternak tersebut, adapun waktu
dilakukan pencukuran antara lain :
• Heifer dilakukan pencukuran setiap 1 bulan
sekali pada saat penimbangan bobot badan
dan sebelum dipasangkan rubber pada ekor

127
sapi heifer, hal ini dilakukan pada tanggal
20,21 dan 23 setiap bulanya.
• Laktasi dilakukan pencukuran pada saat
pasca partus dan ternak tersebut masih
dalam pemeriksaan divisi fresh, sedangkan
waktu pencukuranya tidak ditentukan
hanya melihat kondisi ternak tersebut.

Peralatan pemerahan susu seperti : milk


can, ember, saringan susu, gelas ukur dan alat lain,
harus di suci hamakan sebelum digunakan.
Caranya di cuci dengan air panas karena peralatan
ini langsung berhubungan dengan susu, sehingga
di peroleh kualitas susu yang bersih, tidak mudah
asam atau rusak (Ernawati,2000). Pembersihan
alat-alat kandang di PT. UPBS dilakukan dengan
cleaning in place yaitu pembersihan alat-alat
kandang dengan menggunakan air panas dan sabun
untuk membunuh bakteri yang terdapat pada
peralatan setelah dilakukan pemerahan.
Upaya menjaga sanitasi tempat pakan dan
minum agar selau bersih PT. UPBS melakukan
pembersihan tempat minum setiap hari dengan
menguras dan menyikati bagian tempat minum
yang kotor untuk diganti dengan air yang baru.
Ketersediaan air bersih yang cukup pada usaha
pemeliharaan sapi perah mutlak diperlukan
(Qomarudin, 2011). Penerapan biosecurity dalam
suatu perusahaan menjadi sebuah keharusan untuk
mencapai keuntungan yang lebih di dalam usaha

128
peternakan. Di PT. UPBS telah menerapkan
biosecurity dengan adanya penyediaan bak dipping
alas kaki di pintu masuk kandang, bak dipping
kendaraan pengangkut, dan kran pencuci tangan.
Higiene merupakan salahsatu faktor pendukung
dalam keberhasilan biosecurity. Tindakan higiene
wajib dilakukan untuk mengurangi jumlah
kontaminasi bakteri yang dapat menyerang ternak
secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan
higiene yang terdapat di PT. UPBS antara lain :
• Higiene terhadap karyawan di PT. UPBS
yaitu saat memasuki area kandang
karyawan diharuskan melakukan dipping
atau pencelupan sepatu booth dengan
antiseptik di pintu tempat masuk keluarnya
karyawan dan larangan merokok untuk
karyawan. Karyawan dibagian pemerahan
atau milking yang harus dilakukan
mencelupkan sepatu booth ke dalam
antiseptik kembali di pintu masuk milking,
karyawan milking memakai perlengkapan
sebelum melakukan kegiatan pemerahan
antara lain masker, sarung tangan (gloves),
celmek, dan penutup kepala. Semua itu
berguna untuk menjaga kebersihan diri dan
mencegah dari terkontaminasi bakteri.
Menurut Wijiastutik (2012) bahwa higiene
pemerah merupakan faktor penting yang

129
dapat mempengaruhi kualitas susu sapi
agar kontaminasi bakteri yang berasal
pekerja yang sakit maupun dari pekerja
yang tidak bersih dapat dihindari dan
dikurangi. Pemerahan di lakukan
memperhatikan kebersihan diri seperti
kebersihan kuku tangan, tangan, pakaian
dan kesehatan pekerja.

• Higiene terhadap kendaraan di PT. UPBS


yaitu setiap kendaraan pengangkut baik
mengangkut pakan, sisa pakan, ternak, dan
lain sebagainya yang masuk maupun keluar
harus melewati bak dipping antiseptik yang
berada di depan gerbang pintu masuk
kendaraan, hal ini untuk menghindari
kontaminasi bakteri yang menempel pada
bagian kendaraan.

• Hiegiene terhadap pengunjung di PT.


UPBS yaitu saat pengunjung datang dan
sebelum memasuki area kandang,
pengunjung diharuskan memakai cover
booth yang berwarna biru. Setelah itu
pengunjung melewati proses dipping
seperti yang dilakukan para karyawan.

130
4. Pengawasan (Controlling)

Kontrolan sanitasi kandang dilakukan oleh


setiap penanggung jawab divisi serta penanggung
jawab kandang yang dilakukan setiap hari pada
saat jam kerja berlangsung, tidak ada jadwal
khusus kapan diadakan pengontrolan oleh
penanggung jawab kandang sehingga seluruh
karyawan dan penanggung divisi harus selalu
menjaga kebersihan kandang, jika penanggung
jawab kandang mengetahui maka pihak penangung
jawab divisi akan diberikan teguran dan arahan
langsung. Pengontrolan sanitasi pada ternak
dilakukan dilakukan oleh setiap divisi yang
berbeda, jika ditemukan ternak yang perlu
dilakukan pemotomngan kuku maka ternak akan
didata oleh bagian miss data untuk dilaporkan ke
divisi yang menangani ternak tersebut. Kontrol
sanitasi ternak di PT. UPBS ternak tidak
dimandikan sehingga tubuh ternak banyak terdapat
debu yang menempel.
Kontrol peralatan kandang hanya
dilakukan oleh bagian kebersihan dan
maintenance, jika terjadi kerusahkan akan
langsung ditangani oleh bagian maintenance,
namun jika kerusakan peralatan kandang tidak
diatasi maka pihak penanggung jawab akan
menegur langsung bagian maintenance serat

131
menanyakan alasan atau kendala belum
terselesaikanya perbaikan. Pengontrolan sanitasi
karyawan dilakukan oleh bagian security yang
menjaga pintu masuk kandang untuk memastrikan
bahwa karyawan, kendaraan dan tamu melakukan
rangkaian prosedur biosecurity perusahaan.
Karyawan, kendaraan ataupun tamu yang tidak
melakukan biosecurity maka akan diberikan sanksi
berupa larangan masuk ke dalam area kandang.
Evaluasi yang dilakukan untuk sanitasi
kandang ialah pembatasan jumlah populasi
sehingga tidak menimbulkan kapasitas kandang
berlebih yang dapat menimbulkan kematian akibat
tingkat persaingan individu yang tinggi serta kadar
amoniak dalam kandang kandang yang lebih.
Ternak harus selalu dalam keadaan bersih
sehingga mengurangi terjadinya penyebaran
penyakit akibat ternak yang tidak pernah
dibersihkan, untuk itu PT. UPBS berupaya dengan
memandikan sapi sehingga tiadak ada sapi yang
kotor dan sakit.
Peralatan kandang sering terjadi kerusakan
yang diakibatkan oleh kurangnya kepedulian
karyawan dan rusak akibat ternak itu sendiri, hal
ini tentu dapat menimbulkan pengeluaran yang
lebih oleh perusahaan serta menambah pekerjaan
bagian maintenance dalam memperbaiki peralatan
dan fasilitas kandang yang rusak. Penerapan

132
biosecurity masih belum efektif karena sebagian
karyawan masuk dan tidak melalui celup kaki serta
lengahnya pihak security dalam mengontrol
biosecurity sehingga hal demikian sering terjadi.

4.3 Penanganan Limbah

Pengelolaan limbah di PT. UPBS adalah sebagai


berikut : semua limbah dari kandang menuju tempat
penampungan berwujud kolam (lagoon) yang di kolam
tersebut terdapat sebuah mixer dan pompa penyedot .
Lagoon seperti pada Gambar 12. Merupakan kolam
penampungan ari limbah yang telah di saring oleh
separator seperti pada Gambar 13. Timbulnya bau tak
sedap yang terjadi dilingkungan usaha peternakan sapi
perah menurut informan dikarenakan peternak kurang
memahami betul tatalksana dalam memelihara sapi perah
terutama terhadap limbah yang dihasilkan. Menurut
Hikmatian, (2007) Penanganan limbah yang baik
seharusnya diimbangi dengan tatalaksana pemeliharaan
yang baik pula, baik dari segi konstruksi kandang yang
dilengkapi oleh bak penampungan limbah, sehingga
limbah berupa kotoran sapi perah, air bekas cuci alat
kandang, tertampung dan diolah menjadi pupuk sehingga
menambah penghasilan peternak. Limbah dari kolam
pertama di alirkan oleh pompa melewati separator (alat
pemisah limbah cair dan padat). Limbah padat berada di
suatu tempat penyimpanan seperti silo dengan wujudnya

133
yang kering dan renyah dan sudah bisa disebut pupuk
kompos yang dimanfaatkan untuk pemupukan hijauan
makanan ternak ataupun dijual ke petani lokal.

Gambar 12. Kolam penampungan air limbah

Gambar 13. Pemisah limbah padat dan cair


(Separator)

Limbah cair yang terpisah dari limbah padat masuk


menuju kolam ke dua yang jauh lebih besar. Limbah yang
berada di kolam tersebut dapat dimanfaatkan sebagai

134
pupuk yang langsung di siramkan ke hijauan makanan
ternak dan sebagian dialirkan menuju torn-torn di dekat
kandang yang airnya dimanfaatkan untuk proses flushing
(pembersihan kandang dengan cara disiramkan pada lantai
kandang). Menurut Permana (2011), pupuk organik cair
dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair
dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator
pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik
cair yang stabil yang stabil dan mengandung unsur hara
lengkap, pupuk cair dapat diproduksi dari limbah industri
peternakan (limbah cair dan setengah padat atau slurry)
yaitu melalui pengomposan dan aerasi. Pupuk organik
cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak
beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan
diaplikasikan melalui daun atau disebut pupuk cair foliar
yang mengandung unsur hara makro dan mikro esensial
(N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn dan bahan
organik).

135
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelsksanaan praktek kerja


lapang di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Manajemen pemeliharaan sapi perah periode
laktasi berpengaruh dalam meningkatkan
produksi susu sapi perah. Terutama manajemen
pemberian pakan di karenakan pakan yang
berkualitas tinggi dapat menghasilkan produksi
susu yang maksimal dan berkualitas tinggi.
2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
manajemen pemeliharaan sapi perah periode
laktasi bergantung pada semua aspek
manajemen mulai dari
perencanaan,pengorganisasian,pelaksanaan dan
pengawasan. keberhasilan manajemen di PT.
UPBS dipengaruhi oleh kemampuan
pengelolah untuk menanamkan sifat kerjasama,
sehingga terjalin komunikasi yang cukup baik
antar karyawan.

3. Manajemen pemeliharaan sapi perah periode


laktasi di PT. UPBS sangat baik, karena mampu

136
menerapkan semua aspek manajemen.
Sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

5.2. Saran

Peningkatan pengawasan terkait perilaku


karyawan sangat penting dan harus mematuhi SOP
perusahaan seperti penggunaan atribut yang baik dan
benar untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri.
Sanitasi kandang dengan flushing sebaiknya
menggunakan air bersih dikarena untuk mengurangi
jumlah penyakit kuku.

137
DAFTAR PUSTAKA

Budhi, S., B. Sumiarto, dan S. Budiharta. 2007. Prevalensi


dan Faktor Resiko Penyakit Footroot pada Sapi
Perah di Kabupaten Sleman. Jurnal Sains
Veteriner. 25(2) : 57-61.

Budiasih,Y. 2012. Struktur organisasi, desain kerja,


budaya organisasi dan pengaruhnya terhadap
produktivitas karyawan. J. Liquidity. 1(2): 99-105.

Chotiah, S.,. 2008. Diare pada Anak Sapi: Agen


Penyebab, Diagnosa dan Penanggulangan.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah
Menuju Perdagangan Bebas-2020 : Balai Besar
Penelitian Veteriner Bogor.

Ernawati, 2000. Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknlogi


Manajemen Usaha Pemeliharaan Sapi Perah
Rakyat. Deptan Badan Litbag Pertanian. BPTP
Ungaran.

Firman, A. 2010. Agribisnis Sapi Perah dari Hulu sampai


Hilir. Widya Padjajaran: Bandung.

138
Hastuti D., 2008. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan
sapj potong di tinjau dari angka konsepsi dan
service per conception. 4(1):12-20.

Hidayat, A. 2002. Buku petunjuk Teknologi Sapi Perah di


Indonesia : Kesehatan pemerahan. Dairy
Technology Improvement Project. Bandung :
PT.Sonysugema Presindo.

Hikmatian A. M., L. Nurlina dan S. Alim. 2015. Respon


masyarakat terhadap pengelolaan limbah usaha
peternakan sapi perah. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran.

IKAPI. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah.


Yogyakarta : Penerbit kanisus.

Kocak, O., and B. Ekiz. 2006. Effects Of Left Displaced


Abomasum, Ketosis AndDigestive Disorders On
Milk Yield In Dairy Cows. Bulgarian Journal Of
Veterinary Medicine. 9(4) : 1-8.

Mahardika, dan Happy A.,. 2016. Pengaruh Suhu Air


Pencucian Ambing Dan Teat DippingTerhadap
Jumlah Produksi, Kualitas Dan Jumlah Sel
Somatik Susu Pada Sapi Peranakan Friesian
Holstein.Buletin Peternakan. Vol. 40 (1) : 11-20.

139
Mardalena. 2008. Pengaruh Waktu Pemerahan dan
Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Ssusu Sapi
Perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal ilmu-ilmu
Peternakan. 11: 107-111.

McKusick, B.C., D.L. Thomas, Y. M. Berger, and P.G.


Marnet. 2002. Effect Of Milking Interval On
Alveolar Versus Cisternal Milk Accumulation And
Milk Production And Composition In Dairy Ewes.
Jurnal Dairy Sci. 85: 2197-2206.

Melia, J., Amrozi, dan L. ITA Tumbelaka. 2014.


Dinamika Ovarium Sapi Endometritis yang
Diterapi dengan Gentamicine, Flumequine dan
Analog Prostaglandin F2 Alpha (Pgf2α) secara
Intra Uterus. Jurnal Kedokteran Hewan. 8(2) :
111-115.

Prasetyo, A. dan H. Herawati. 2011. Pengaruh Kualitas


susu Terhadap Keuntungan Agribisnis Sapi Perah
Sekala Kecil di Jawa Tengah. Prosiding Semiloka
Nasional.

Prihatno. 2009. Manajemen pemeliharaan induk laktasi di


peternakan sapi perah CV. Mawar Mekar Farm
Kabupaten Karanganyar. (Skripsi) Program
diploma III agribisnis peternakan fakultas
pertanian universitas sebelas maret.

140
Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada
Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus
Pemerahan Susu Sapi Moeria Kudus Jawa
Tengah).Tesis. Ilmu Lingkungan Undip.
Semarang.

Putro P.P., 2013. Dinamika folikel ovulasi setelah


perlakuan sinkronisasi estrus dengan implan
progesteron intravagina pada sapi perah. J. Sains
Veteriner. 31(2):128- 138.

Putro P.P., R. Wasito, H. Wuryastuty, S. Soedarmanto.


2008. Dinamika folikel ovulasi setelah sinkronisasi
estrus dengan prostaglandin F2a pada sapi perah.
32(3): 202-212.

Rahayu, I.D,. 2014. Identifikasi Penyakit pada Pedet


Perah Pra-Sapih di Peternakan Rakyat dan
Perusahaan Peternakan. Jurnal Gamma. 9(2) : 40-
49.

Ratnawati D. Dan L. Affandhy. 208. Implementasi


sinkronisasi ovulasi menggunakan gonadotropin
releasing hormone (gnrh) dan prostaglandin
(pgf2a) pada induk sapi bali. 72-77.

141
Resti, Y. 2009. Pengaruh Selang Waktu Pemerahan
Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland.
Respository IPB. Bogor.

Riyanto, J., Sunarto, B.S. Hertanto, M. Cahyadi, Hidayah,


R. dan W. Sejati.2016. Produksi dan Kualitas Susu
Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat
Pengobatan Antibiotik.Sains Peternakan. 14(2) : 30-
41.

Rizqiani N.F., E. Ambarwati, dan N.W. Yuwono. 2006.


Pengaruh dosis dan frekuensi pemberian pupuk
ornaik cair terhadap pertumbuhan dan hasil
buncis (Phaseolus vulgaris L.) dataran rendah. J.
Ilmu Pertanian. 13(2): 163-178
Rusadi R.P., M. Hartono, dan Siswanto. 2015. Service per
conception pada sapi perah laktasi di balai besar
pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan
ternak (BBPTU-HPT) Baturraden Purwokerto
Jawa Tengah. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(1):
29-37.

Rusmita. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi


produksi susu sapi FH(Fries Holland) pada laktasi
yang berbeda di UPT Ruminansia Besar Dinas
Peternakan Kabupaten Kampar. Skripsi. Fakultas
Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

142
Safitri, Winda. 2011. Hipokalsemia pada Sapi.
Pekanbaru: Penerbit Balai Pengkajian
Teknologi,Pertanian Riau.

Saleh, A. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil


Ikutan Ternak. Universitas Sumatera Utara digital library.

Sani. 2010. Kesehatan Sapi Perah Dalam Rangka


Gerakan Nasional Industri Persusuan Di
Indonesia.Balai Besar Penelitian Veteriner : 22-70.

Siregar S.B. 2003. Pemeliharaan sapi perah laktasi di


daerah dataran rendah. Balai penelitian ternak.
5(1) : 1-8.

Soedono, A., R. F. Rosdiana dan B. S Setiawan. 2003.


Beternak Sapi Perah Secara Intensif.

Sudarisman. 2014. Penyakit-Penyakit Utama Pada Sapi


Perah Yang Harus Dikendalikan Melalui
Vaksinasi.Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi
Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 : 344-350.

Sulistyowati Y. 2009. Pemeriksaan mikrobiologik susu


sapi murni dari Kecamatan Musuk Kabupaten
Boyolali. (Skripsi) Fakultas farmasi universitas
muhammadiyah surakarta.

143
Syarief, M. Z dan C. D. A. Sumoprastowo. 1990. Ternak
Perah. Jakarta : C.V. Yasaguna.

Usmiati, S dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan


Susu. Seminar Nasional Hari Pangan. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor.

Utami, K. B., Lilik. E. R. dan Puguh. S. 2014. Kajian


Kualitas Susu Sapi Perah PFH (studi kasus pada
anggota Koprasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung
Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan.
24(2) : 1-8.

Wijiastutik, D. 2012. Hubungan Higiene Dan Sanitasi


Pemerahan Susu Sapi Dengan Total Plate Count
Pada Susu Sapi Di Peternakan Sapi Perah Desa
Manggis Kabupaten Boyolali. Urnal Kesehatan
Masyarakat. 1(2) : 934 – 944.

Winden, S. V. 2002. Displacement of the abomasum in


dairy cows -risk factors and pre-clinical alterations-
. Dissertation Utrecht University, Faculty of
Veterinary Medicine : 1-12.

144
Wulansari, R., S. Palanisamy, H. Pisestyani, M. B.
Sudarwanto, dan A. Atabany. 2017. Kadar Kalsium
pada Sapi Perah Penderita Mastitis Subklinis di
Pasir Jambu, Ciwidey. Acta Veterinaria
Indonesiana. 5(1) : 16-21.

Yovita M., dan R. Setiawan. 2016. Studi deskriptif


rekruitmen dan seleksi karyawan pada Pt. Darma
Mindra Prasetyo Surabaya. 4(2):181-18.

145
Lampiran 1. Struktur Organisasi

146
Lampiran 2. Denah Menuju ke Lokasi PT.UPBS dari
Kota Bandung

Transportasi ke PT.Ultra Peternakan Bandung Selatan


STASIUN KOTA BANDUNG
1. Stasiun via angkot : Dari stasiun kota Bandung
naik angkot warna kuning arah tol Padalarang,
turun di depan gerbang tol lalu naik bis tujuan LW.
Panjang . dari terminal LW. Panjang – naik bis
jurusan Pengalengan – Ojek (sampai di
Pengalengan naik ojek ke Alba/ Babakan
Kiara/Cieuri.
2. Grabcar/GoCar/Mobil carteran/Taxi : Dari
Stasiun kota Bandung langsung pesan
Grabcar/GoCar/Mobil carteran/Taxi – langsung
sampai di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan.

147
BUS
1. Terminal Leuwi Panjang : Dari Terminal Leuwi
Panjang langsung naik bis jurusan Pengalengan –
ojek (sampai di Pengalengan naik ojek ke
Alba/Babakan/Cieuri.
2. Tegalega : Dari terminal Leuwi panjang naik
angkot KUNING jurusan Tegalega
(Pemberhentian di halte Tegalega) – naik Elf
Pengalengan – Ojek (sampai di Pengalengan naik
ojek ke Alba/Babakan/Cieuri).
3. Grabcar/GoCar/Mobil carteran/Taxi : Dari
Terminal Leuwi Panjang langsung pesan
Grabcar/GoCar/Mobil carteran/Taxi – langsung
sampai di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan.

148
Lampiran 3. Denah Kandang Keseluruhan Di PT.UPBS

KENDARAAN

Keluar masuk Karyawan


Masuk : Karyawan yang datang harus memakai sepatu
booth dan wearpack, masuk melalu pintu masuk
karyawan, selanjutnya dilakukan pencelupan

149
sepatu booth dengan antiseptik sebelum
memasuki area kandang.
Keluar : Karyawan yang keluar dari area kandang harus
tetap menggunakan sepatu booth dan wearpack,
karyawan yang akan keluar lewat pintu sebelah
pintu dipping masuk.
Keluar masuk kendaraan
Masuk : Kendaraan pengangkut baik mengangkut pakan,
sisa pakan, ternak dan lain sebagainya yang
masuk ke area kandang harus melewati bak
dipping antiseptik yang berada di depan
gerbang pintu kendaraan. Pintu gerbang
harus selalu tertutup, jika ada kendaraanyang
akan masuk dan keluar pintu gerbang akan
dibuka oleh satpam.
Keluar : Kendaraan pengangkut yang keluar area
kandang harus melewati bak dipping
antiseptik yang berada di depan gerbang
kendaraan.

150
Lampiran 4. Denah Satuan Kandang Di PT.UPBS

151
Lampiran 5. Alur Sanitasi (Flushing) Di PT.UPBS

Alur sanitasi atau flushing kandang di PT. UPBS


dilakukan setiap hari dengan menggunakan limbah cair
ternak. Kotoran yang menumpuk dibersihkan
menggunakan sorok atau hand tractor kemudian dibilas
lantai kandang menggunakan limbah cair yang mengalir
dijalur flushing. Kemudian limbah padat dan limbah cair
yang tercampur akan masuk dalam alat pemisah atau

152
separator, kemudian limbah padat akan menumpuk
dibawah separator dan limbah cair akan masuk ke dalam
lagoon. Kemudian limbah cair dalam lagoon akan dibawa
naik ke melalui pipa untuk digunakan flushing kembali.

153
Lampiran 6. Produksi Susu Bulanan di PT.UPBS
No Jumlah Rata- Jumlah Jumlah
Sapi rata Produksi Sapi
yang di DIM Susu Bunting
Perah
1 2186 216,8 46863 1064
2 2178 217,5 46980 1068
3 2178 217,5 57295 1075
4 2163 217,5 43448 1068
5 2141 216,7 45280 1053
6 2145 216,6 47713 1063
7 2157 216,2 47689 1094
8 2150 216,6 43904 1045
9 2157 215,8 47708 1093
10 2151 215,1 47180 1082
11 2140 216,3 44385 1041
12 2136 215 43926 1035
13 2149 216,2 45321 1047
14 2169 216,1 48618 1064
15 2169 216,7 48467 1067
16 2168 216,8 46863 1064
17 2178 217,5 46980 1068
18 2178 217,5 47295 1075
19 2157 217 44635 1060
20 2157 216,8 44910 1059
21 2175 217,6 44518 1075
22 2150 216,4 45560 1049
23 2150 216,4 45443 1046
24 2164 217,3 47409 1055
25 2161 217,4 47676 1073
26 2133 215,8 43798 1052
27 2132 215,8 45054 1049
154
28 2155 216,7 45916 1078
29 2146 216 48948 1073
30 2146 216,3 46901 1071

155
Lampiran 7. Data Pemeriksaan Kebuntingan
ID HASIL
NO DIM
SAPI PKB
1 3022 - 156
2 KAIMI 3399 - 229
3 3477 + 240
4 10559 - 108
5 24996 - 113
6 3122 - 720
7 3147 - 133
8 ASRE 1079 - 167
9 BESEY 1940 - 111
10 DADIC 2629 - 111
11 MADDY 3045 + 109
12 SOZIZ 2959 - 84
13 3467 + 259
14 3032 - 111
15 3415 + 189
16 EMBUN 2568 + 216
17 3082 + 223
18 3118 - 225
19 3343 - 341
20 3257 - 203
21 82956 + 398
22 24109 - 108
23 BELIA 2407 + 345
24 DISU 3330 - 299
25 GENIUS 2952 - 112
26 GINO 2403 + 340
27 LINDA 3277 + 228
28 LUCY 2068 + 108
29 MARISA 3523 + 209
156
30 NIJI 2928 + 105
31 NORMA 1113 + 226
32 PELANGI 2247 - 394
33 SIZE 3651 - 112
34 SMASH 0319 + 128
35 TERRY 2865 + 151
36 TINAI 2240 - 260
37 TIWI 2903 - 111
38 VENUS 3158 - 292
39 DONITA 3208 + 261
40 IRFI 3746 + 107
41 KANDA 3687 + 128
42 MILA 3642 - 168
43 MILKY 3353 + 166
44 NEEDLE 3590 + 113
45 NIAT 3676 + 109
46 TAKSA 3449 + 159
47 VERDA 3611 + 111
48 22967 + 244
49 1163 - 203
50 52928 - 87
51 SITA 0381 - 113
52 OLIVIA 1933 - 353

157
Lampiran 8. SOP Pengelolaan Kandang

158
Lampiran 9. SOP Pengunjung ke Area PT. UPBS

159
Lampiran 10. Treatment Mastitis

160
Lampiran 11. Inseminasi Heifer

161
Lampiran 12. Pemisahan Induk dengan Pedet saat
Kelahiran

162
Lampiran 13. Pemberian Vaksin Bravoxin
UPBS Standard Operating
Procedure Revised date
Cow Management pemberian vaksin
Bravoxin 23.11.2013

SOP Vaksin Bravoxin


Cows : Every time move to transition
Heifer : When calf
3 Weeks
6 Weeks
6 months (160 kg)
12 months (320 kg)
18 months (450 kg)
Move to transition
SOP Vaksin Bravoxin
Sapi : Ketika sapi pindah dari kandang dry
menuju kandang transisi.
Pedet/dara : Ketika pedet
Umur 3 minggu
Umur 6 minggu
Umur 6 bulan (bobot 160 kg)
Umur 12 bulan (bobot 320 kg)
Umur 18 bulan (bobot 450 kg)
Ketika heifer bunting pindah dari
kandang dry menuju kandang
transisi.
Lampiran 14. Penanggungan Pemerahan Sapi Mastitis dan
Sehat

163
Penanganan Pemerahan Sapi Mastitis dan Sehat
1. Tujuan
Agar susu yang dihasilkan dari sapi mastitis dapat
dipisahkan dengan susu yang dihasilkan dari sapi
yang sehat, serta sapi mastitis bisa cepat sehat seperti
semula
2. Ruang lingkup
2.1 Pemisahan & Pemerahan
2.2 Cleaning dan sanitasi
3. Tahapan Penanganan
3.1 Pakai Bucket Milk BMS yang telah di bersihkan dan
didisinfeksi dengan PA
3.2 Perah sapi yang sehat terlebih dahulu, kemudian
setelah selesai ,perah sapi yang mastistis
3.3 Pisahkan hasil perahan antara susu mastitis, dan susu
sehat
3.4 Setelah selesai pemerahan maka lakukan cleaning dan
sanitasi tempat dan alat : risapol dan PA

4. Tahapan Pemerahan
4.1 Pemerahan Sapi sehat
Tip Dipping→ Stripping→ Towel→ Milking→
Tip Dipping

164
4.2 Pemerahan sapi mastitis
Tip Dipping→ Stripping→ Towel→ Milking→
Tip Dipping- Injection
Bucket milk dibersihkan dan Cluster dicelupkan
kedalam PA, tangan pemerahan juga harus
dibersihkan dan celupkan kedalam PA
Susu hasil pemerahan disaring dan dimasukan
kedalam Milk can
4.3 Cleaning dan sanitasi
Bersihkan semua bucket milk berikut clusternya
dengan air biasa dan risapol, kemudian dibilas
dengan air bersih dan celupkan cluster dengan PA

165
Lampiran 15. Penentuan Sapi Fresh yang Sudah Sehat

UPBS Standard Operating


Procedure Revised date
Cow Management (Menentukan Sapi Fresh yang
sudah Sehat) 01-07-12

S O P Menentukan Sapi Fresh yang telah siap


meninggalkan group 2
1. Sapi
Sapi tidak bisa meninggalkan group 2 setidaknya
sampai mereka berada di kandang fresh selama 10
hari, mereka tidak bisa meninggalkan group 2
tanpa mempunyai data yang bagus dalam periode
3 hari berturut-turut dari 3 kategori berikut ini :
Rumen Turn Over Setidaknya 2.5

Cudding sekitar 67-69 kali/menit

Temperatur yang normal.

Keputusan ini harus melalui persetujuan 2 orang,


jika kalian merasa ada yang tidak yakin mintalah
pendapat dari Jeremy.
2. Heifer (Laktasi 1)
Heifer bisa meninggalkan group 2 jika sudah
berada di fresh cow selama 7 hari jika 3 kategori

166
berikut sudah dinyatakan bagus dalam periode 3
hari berturut-turut :
Rumen Turn Over Setidaknya 2.5

Cudding sekitar 67-69 kali/menit

Temperatur yang normal.

Keputusan ini harus melalui persetujuan 2 orang,


jika kalian merasa ada yang tidak yakin mintalah
pendapat dari Jeremy.

Ditulis oleh Penanggung jawab Disetujui


oleh
Jeremy Hockin Mikaiel Putro Utomo
drh.

167

Anda mungkin juga menyukai