PENDAHULUAN
1
BAB II
BAKTERI STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE
2
2. Kultur
Streptococcus Pneumoniae membentuk koloni bundar kecil, pertama
berbentuk kubah dan kemudian berkembang berbentuk pusat plateau dengan
tepi yang mengalami peninggian. Streptococcus Pneumoniae merupakan
hemolitik α pada agar darah. Pertumbuhannya ditingkatkan oleh 5-10% CO2.
3. Sifat pertumbuhan
Kebanyakan energi didapat dari fermentasi glukosa, disertai oleh produksi
asam laktat secara cepat, yang menghambat pertumbuhan. Netralisasi kultur
broth dengan alkali dalam selang waktu tertentu akan terjadi pertumbuhan
besar.
C. Struktur Antigen
1. Struktur komponen
Polisakarida kapsuler secara imunologi dibedakan menjadi 84 tipe.
Polisakarida merupakan suatu antigen yang mendapatkan respon sel B. Bagian
somatik pneumococcus mengandung protein M dimana karakteristik untuk
masing-masing tipe dan kelompok karbohidrat spesifik bersifat umum bagi
semua pneumococci. Karbohidrat dapat dipresipitasi oleh protein reaktif C,
yakni substansi yang didapat dalam serum pasien-pasien tertentu.
2. Reaksi Quellung
Ketika pneumococcus dari tipe tertentu dicampur dengan serum
antipolisakarida dari tipe sama atau dengan antiserum polivalen diatas slide
mikroskop, kapsul dapat berkembang secara nyata. Reaksi ini bermanfaat
untuk identifikasi cepat dan penentuan tipe organisme baik dalam sputum dan
dalam kultur. Antiserum polivalen yang berisi antibodi hingga 84 tipe
merupakan reagent yang baik untuk determinasi pneumococcus pada sputum
segar pada pemeriksaan mikroskopis.
3
D. Patogenesis
1. Produksi Penyakit
Streptococcus Pneumoniae menyebabkan penyakit melalui
kemampuannya untuk berkembang biak didalam jaringan. Mereka tidak
menghasilkan toksin. Virulensi dari organisme merupakan fungsi kapsulnya,
yang dapat mencegah atau menunda pencernaan oleh fagosit. Serum yang
mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik dapat melindungi dari
infeksi. Jika serum tersebut diserap oleh polisakarida tipe tertetu, maka serum
tersebut akan kehilangan daya proteksinya. Hewan atau manusia yang
diimunisasi dengan tipe pneumococcus tersebut dan memiliki antibodi
presipitasi dan antibodi opsonisasi untuk tipe polisakarida tersebut.
2. Resistensi Alamiah
40-70% dari manusia kadang-kadang merupakan carrier pneumococcus
yang virulen, maka mukosa pernapasan normal harus memiliki daya tahan
alamiah bagi pneumococcus. Diantara faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan rendahnya resistensi dan berpengaruh pada infeksi
pneumococcal adalah sebagai berikut :
a. Ketidak normalan saluran pernapasan
Virus dan infeksi-infeksi lain yang merusak sel permukaan : akumulasi
abnormal mucus (alergi) yang melindungi pneumococcus dari fagositos,
obstruksi bronchus (missal atelectasis) dan kerusakan saluran pernapasan
disebabkan oleh bahan iritan yang mengganggu fungsi mucocilary.
b. Alkohol atau intoksikasi obat
Menyebabkan menekan kegiatan fagositik, menekan reflex batuk, dan
memudahkan aspirasi bahan asing.
c. Mekanisme lain
Kekurangan gizi, kelemahan umum, anemia sickle cell, hiposplenisme, nefrosis
atau difisiensi bahan tambahan.
4
E. Patologi
Infeksi pneumococcus menyebabkan pengeluaran cairan edema fibrin
secara berlebihan kedalam alveoli, yang diikuti oleh sel darah merah dan
leukosit yang menyebabkan konsolidasi dari paru-paru. Sebagian
pneumococcus terdapat dalam eksudat ini, dan mereka dapat mencapai aliran
darah melalui saluran limfa dari paru-paru. Dinding alveolar tetap utuh secara
normal selama infeksi. Kemudian sel-sel mononuklear secara aktif melakukan
fagosit pada debris, dan fase cairan ini secara bertahap diserap kembali.
Pneumococcus ditangkap oleh fagosit dan dicerna secara intraseluler.
Angka kematian pada pneumonia tergantung pada ras, seks, umur dan keadaan
umum penderita, tipe kumannya, luasnya bagian paru-paru yang terkena, ada
tidaknya septikemia, ada tidaknya komplikasi, pemberian terapi spesifik, dan
faktor-faktor lainnya.
F. Tanda-Tanda Klinis
Serangan pneumonia oleh pneumococcus biasanya mendadak, diikuti
dengan demam, menggigil dan nyeri tajam pada pleura. Sputum mirip dengan
eksudat alveolar, secara karakteristik berdarah atau berwarna merah
kecoklatan. Awal penyakit ini, ketika demam menggigil, maka bakteremia
tampak dalam 10-20% kasus. Dengan terapi antimikroba, penyakit biasanya
hilang secara bertahap. Jika obat-obat diberikan secara awal, maka
perkembangan konsolidasi terganggu.
G. Kekebalan
Kekebalan terhadap infeksi oleh pneumococcus adalah tipe spesifik yang
tergantung pada antibodi terhadap polisakarida kapsuler dan pada fungsi
fagositik. Vaksin dapat menimbulkan produksi antibodi terhadap polisakarida
kapsuler.
H. Pengobatan
Karena pneumococcus bersifat sensitif terhadap antimikroba, perawatan
awal biasanya berlangsung pada proses pemulihan yang cepat dan respon
antibodi agaknya kurang berperan. Penisilin G merupakan obat pilihan. Tapi di
5
Amerika Serikat 5-10% pneumococcus resisten terhadap penisilin dan kira-kira
20% agak resisten (MIC 0,1-1µg/ml). penisilin G dosis tinggi dengan MICs
sebesar 0,1-2µg/mL ternyata efektif untuk menangani pneumonia yang
disebabkan oleh pneumococcus tetapi tidak efektif menangani meningitis yang
disebabkan oleh strain yang sama. Beberapa strain yang resisten penisilin
ternyata juga resisten terhadap cefrizoxime, juga resisten terhadap tetrasiklin
dan eritromisin. Pneumococcus peka terhadap vankomisin.
6
BAB III
BAKTERI STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA
PENYAKIT PNEUMONIA
Peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi
disebut pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap
tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. Meskipun telah
ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap merupakan penyebab
kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat. Munculnya organisme
nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik,
ditemukannya organisme-organisme yang baru (seperti Legionella), bertambah
banyaknya pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti
AIDS semakin memperluas spectrum derajat kemungkinan penyebab-penyebab
pneumonia, dan ini juga menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan
masalah kesehatan yang mencolok.
Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk
transmisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi
pada orofaring.
2. Inhalasi aerosol yang infeksius.
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernapasan. Kolonisasi basilus gram negatif pada
orofaring akibat aspirasi dan mekanisme patogenik banyak pneumonia gram
negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit
gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya,
adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling
umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia
7
sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi,
bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan
paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat,
napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku
mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang ekstrim,
pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk
mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa
diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia.
Penting juga untuk membedakan antara pneumonia yang didapat dari
masyarakat dengan pneumonia yang didapat dari rumah sakit. Frekuensi relatif
dari agen-agen penyebab pneumonia berbeda dari kedua sumber ini. Infeksi
nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif atau
Staphylococcus aureus dan jarang oleh pneumococcus atau Mycoplasma.
Streptococcus pneumoniae adalah penyebab yang paling sering dari
pneumonia bakteri, baik yang didapat dari masyarakat maupun dari rumah sakit.
Diantara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumococcus
merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumococcus umumnya mencapai
alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering
terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumococcus
menimbulkan respons khas yang terdiri dari empat tahap berurutan :
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) : eksudat serosa masuk kedalam alveoli
melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : paru tampak merah dan bergranula
karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi ( 7 sampai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh
makrofag sehimgga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Penisilin merupakan obat yang sangat efektif. Yang berbahaya bila terjadi
infeksi sekunder oleh Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin dan
antibiotika lainnya. Dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mengobati
8
meningitis agar dapat mencapai selaput otak. Namun, akhir-akhir ini
pneumococcus sudah resisten terhadap banyak preparat antibiotika, misalnya
tetrasiklin, eritromisin, dan linkonmisin. Peningkatan resistensi terhadap penisilin
juga terlihat pada Pneumococcus yang diisolasi dari New Guinea. Imunisasi
menjadi pengalaman sukses dunia kedokteran. Program Pengembangan Imunisasi
(PPI) yang dicanangkan di seluruh dunia, terbukti menurunkan angka kematian
balita. Begitu pula dengan program imunisasi terhadap penyakit infeksi
pernapasan akut memberikan kontribusi cukup besar dalam menurunkan angka
kematian balita. Upaya pencegahan dengan pemberian vaksin merupakan
komponen penting dalam menurunkan mortalitas.
9
BAB IV
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
BAB II BAKTERI STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE ............................................ 2
A. Streptococcus Pneumoniae (Pneomococcus) ......................................................... 2
B.Morfologi dan Identifikasi ........................................................................................ 2
C. Struktur Antigen ...................................................................................................... 3
D. Patogenesis ................................................................................................................ 4
E. Patologi ...................................................................................................................... 5
F. Tanda-Tanda Klinis ................................................................................................. 5
G. Kekebalan ................................................................................................................. 5
H. Pengobatan ............................................................................................................... 5
I. Epidemiologi, Pencegahan dan Pengawasan .......................................................... 6
BAB III BAKTERI STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA PENYAKIT
PNEUMONIA ................................................................................................................... 7
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 11
12
13