Anda di halaman 1dari 42

CATATAN KULIAH

AKUNTANSI BIAYA

NAMA : WAHYUNI AKSA JUMIATI


KELAS/SEMESTER : 5B
JURUSAN : TEKNIK INDUSTRI

RINGKASAN MATERI :

1. Pengertian Biaya dan Ruang Lingkup Akuntansi Biaya.


2. Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost Method)
3. Metode Harga Pokok Proses (Process Cost Method)
4. Metode Harga Pokok Proses (Variable Costing)
5. BOP (Biaya Overhead Pabrik)
6. Departementalisasi BOP
7. Biaya Bahan Baku
BAB I
Pengertian Biaya & Ruang Lingkup
Akuntansi Biaya
1. Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya

Pengertian Akuntansi Biaya  proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian


biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu serta penafsiran
terhadapnya.

Biaya  Dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
arti sempit biaya merupakan bagian daripada harga pokok yang dikorbankan di dalam usaha
untuk memperoleh penghasilan.

Tujuan Akuntansi Biaya  untuk menyediakan informasi biaya bagi kepentingan


manajemen guna membantu mereka di dalam mengelola perusahaan atau bagiannya.

Perusahaan Manufaktur  Kegiatan pokok perusahaan manufaktur yakni mengolah bahan


baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual.

Fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur


a. Fungsi produksi
b. Fungsi pemasaran
c. Fungsi administrasi dan umum.

2. Klasifikasi Biaya (Penggolongan Biaya)

Biaya dapat digolongkan menjadi beberapa golongan atas dasar, yakni sebagai berikut :
a. Obyek Pengeluaran
b. Fungsi-Fungsi Pokok Perusahaan.
c. Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai.
d. Atas Dasar Tingkah Lakunya terhadap Perubahan Volume Kegiatan.
e. Jangka Waktu

3. Metode Pengumpulan Biaya Produksi

a) Produksi atas dasar pesanan  menggunakan metode harga pokok pesanan (job order cost
method) .
b) Produksi massa  menggunakan metode harga pokok proses (proses cost method) .

4. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

(1) Full Costing  metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua
unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi baik yang bersifat variabel maupun tetap.
(2) Variable Costing.  metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi.

5. Perbandingan Laporan Laba Rugi Perusahaan Manufaktur dengan Laporan Laba Rugi
Perusahaan Dagang.

Perusahaan dagang  Perusahaan yang kegiatannya membeli barang dagangan dari


perusahaan lain dan melakukan penjualan barang tersebut kepada konsumen atau perusahaan
manufaktur.

Untuk mendapatkan barang dagangan, perusahaan dagang mengeluarkan biaya, yang dalam
laporan laba rugi dikelompok kan menjadi 3 golongan yakni :

(1) Harga pokok penjualan


(2) Biaya pemasaran
(3) Biaya administrasi dan umum

Perusahaan Manufaktur  Perusahaan yang kegiatannya mengolah bahan baku menjadi


produk jadi dan melakukan penjualan produk tersebut kepada konsumen atau perusahaan
manufaktur lain.

Kegiatan pengolahan bahan baku, menjadi produk jadi memerlukan 3 kelompok pengorbanan
sumber ekonomi, yakni :

(1) Pengorbanan bahan baku


(2) Pengorbanan jasa tenaga kerja,dan
(3) Pengorbanan jasa fasilitas.

Dalam pemasaran produk jadi, juga memerlukan pengorbanan sumber ekonomi, yakni

(1) Biaya produksi : terdiri biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik.
(2) Biaya pemasaran
(3) Biaya administrasi dan umum.

Persamaan :

1. Kedua tipe akuntansi tersebut merupakan sistem pengolah informasi yang menghasilkan
informasi keuangan.
2. Sebagai penyedia informasi keuangan yang bermanfaat bagi seseorang untuk
pengambilan keputusan

Perbedaan.:
Perbedaan pokok antara akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen terletak pada:

1. Pemakai laporan akuntansi dan tujuan mereka


2. Lingkup informasi 5. Kriteria bagi informasi akuntansi
3. Fokus informasi 6. Disiplin sumber
4. Rentang waktu 7. Isi Laporan
8. Sifat informasi

Gambar berikut ini merupakan penjelasan mengenai perbedaan antara kedua tipe tersebut :

Perbedaan Pokok Akuntansi Keuangan dan


Akuntansi Manajemen

No. Keterangan Akuntansi Keuangan Akuntansi Manajemen


1. Pemakai Utama Para manajer puncak dan pi- Para manajer dari berbagai
hak luar perusahaan. jenjang organisasi
2. Lingkup Perusahaan secara keselu- Bagian dari perusahaan
Informasi ruhan
3. Fokus Berorientasi pada masa Berorientasi pada masa
Informasi Yang lalu yang akan datang.
4. Rentang waktu Kurang fleksibel. Biasanya Fleksibel : bisa harian, minggu
Mencakup jangka waktu ku- an, bulanan, bahkan bisa 10
Artalan, tengah tahun, th-an tahunan.
5. Kriteria bagi Dibatasi oleh prinsip akunt- Tidak ada batasan, kecuali
Informasi Akun- Ansi yang lazim manfaat yang dapat dipero-
Tansi. leh oleh manaj dari informasi
dibandingkan dg pengorban
an untuk memperoleh informa
si tersebut.
6. Disiplin Sumber Ilmu Ekonomi Ilmu Ekonomi dan Psikologi
Sosial
7. Isi Laporan Laporan berupa ringkasan Laporan bersifat rinci menge-
Mengenai perusahaan seba- nai bagian dari perusahaan.
Gai keseluruhan.
8. Sifat Informasi Ketepatan informasi merupa- Unsur taksiran dalam infor-
Kan hal yg penting Masi adalah besar.
PT. AKSA SEJAHTERA
LAPORAN LABA-RUGI
Per 31 Desember 2017
(Perusahan Perdagangan)

Penjualan …………………………………………………… Rp.1.000,-


Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal produk jadi ……………… Rp. 200,-

Pembelian ……………………………………… Rp. 600,- +


Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Rp. 800,-
Persediaan akhir produk jadi …………… Rp. 75,- –
Rp. 725,- –
Laba Bruto Rp. 275,-
Biaya Usaha
Biaya administrasi & Umum Rp. 100,-
Biaya Pemasaran Rp. 150,- +
Rp. 250,- –

Laba Bersih Usaha Rp. 25,-


PT. AKSA SEJAHTERA
LAPORAN LABA-RUGI
Per 31 Desember 2017
Penjualan Rp.1.000,-
Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal produk jadi Rp. 200,-

Harga Pokok Produksi:


Persediaan awal barang dalam proses Rp. 150
Biaya Produksi:
Biaya bahan baku Rp. 200,-
Biaya tenaga kerja langsung Rp. 200,-
Biaya overhead pabrik Rp. 150,- +
Rp. 550,- +
Rp. 700,-
Persediaan akhir barang dalam proses Rp. 100,- –

Harga pokok produksi Rp. 600,-

Pembelian Rp. 600,-

Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Rp. 800,-


Persediaan akhir produk jadi Rp. 275,- –

Harga Pokok Penjualan Rp. 525,-


Laba Bruto Rp. 275,-
Biaya Usaha
Biaya administrasi & Umum Rp. 100,-
Biaya Pemasaran Rp. 150,-
Rp. 250,-
Laba Bersih Usaha Rp. 25,-
AKUNTANSI BIAYA
BERDASARKAN METODE HARGA POKOK PESANAN
DAN METODE HARGA POKOK PROSES
Akuntansi Biaya dalam perusahaan manufaktur bertujuan untuk menentukan harga pokok
per satuan produk yang dihasilkan. Siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur harus
mengikuti proses pengolahan produk, sejak dari bahan baku dimasukkan dalam proses sampai
menjadi produk jadi, seperti dalam skema berikut ini:

Siklus Siklus
Pembuatan Produk Akuntansi Biaya

Pembelian dan Harga Pokok


Penyimpanan Persediaan
Bahan Baku Bahan Baku
Biaya Biaya
Tenaga Kerja Overhead
Langsung Pabrik

Pengolahan Harga Pokok


Bahan Baku Bahan Baku
Menjadi yang Dipakai
Produk Jadi

Persediaan Harga Pokok


Produk Jadi Produk Jadi

METODE PENGUMPULAN BIAYA PRODUKSI

 Metode pengumpulan biaya produksi tergantung dari sifat pengolahan produk. Pengolahan
produk dibedakan menjadi 2 golongan,: pengolahan produk berdasarkan pesanan dan
pengolahan produk yang merupakan produksi massa.
 Oleh karena itu metode pengumpulan biaya produksi dibedakan menjadi dua, yi:
(1). Metode Harga Pokok Pesanan (Job order cost method)
(2). Metode Harga Pokok Proses (Process cost method)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PROSES DAN METODE


HARGA POKOK PESANAN

Karakteristik kedua metode tersebut berkaitan dengan karakteristik proses pengolahan


produknya, yaitu:

Perusahaan yang Perusahaan yang


berproduksi massa berproduksi atas dasar
pesanan
Proses pengolahan produk Terus menerus (kontinyu) Terputus-putus (intermitten)

Produk yang dihasilkan Produk standar Tergantung spesifikasi


pemesan

Produksi ditujukan untuk Mengisi persediaan Memenuhi pesanan

Contoh perusahaan Perusahaan kertas, semen, Perusahaan percetakan,


tekstil, dll mebel, kontraktor, dll

PERBEDAAN KARAKTERISTIK PROSES PRODUKSI METODE HARGA POKOK


PROSES DAN METODE HARGA POKOK PESANAN

Metode Harga Pokok Metode Harga Pokok


Proses Pesanan
Biaya produksi dikumpulkan Setiap bulan atau periode Untuk setiap pesanan
penentuan harga pokok
produk

Harga pokok per satuan Pada akhir bulan/periode Apabila pesanan telah
produk dihitung penentuan harga pokok selesai diproduksi
produk

Rumus perhitungan harga Jumlah biaya produksi yang Jumlah biaya produksi yang
pokok per satuan telah dikeluarkan selama telah dikeluarkan untuk
bulan/periode tertentu dibagi pesanan tertentu dibagi
dengan jumlah satuan dengan jumlah satuan
produk yang dihasilkan produk yang diproduksi
selama bulan/periode ybs. dalam pesanan ybs.
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN METODE HARGA POKOK PESANAN

 Perusahaan yang berproduksi atas dasar pesanan, memulai kegiatan produksinya setelah
menerima order dari pembeli, tetapi sering juga terjadi, perusahaan mengeluarkan order
produksi untuk mengisi persediaan di gudang.

 Syarat penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan:


 Masing-masing pesanan, pekerjaan, atau produk dapat dipisahkan identitasnya
secara jelas dan perlu dilakukan penentuan harga pokok pesanan secara
individual.
 Biaya produksi harus dipisahkan ke dalam dua golongan, yaitu: biaya langsung
(BBB & BTKL) dan biaya tak langsung (selain BBB & BTKL).
 BBB dan BTKL dibebankan/diperhitungkan secara langsung terhadap pesanan
ybs., sedangkan BOP dibebankan kepada pesanan atas dasar tarif yang ditentukan
di muka.
 Harga pokok setiap pesanan ditentukan pada saat pesanan selesai.
 Harga pokok per satuan produk dihitung dengan cara membagi jumlah biaya
produksi yang dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk
dalam pesanan ybs.

 Untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan digunakan Kartu Harga Pokok (Job Cost
Sheet), yang merupakan rekening/buku pembantu bagi rekening kontrol Barang Dalam
Proses.

Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Pesanan


Pencatatan Biaya Bahan Baku (BBB)

Dibagi dua prosedur, yaitu:

1. Prosedur pencatatan pembelian bahan baku, jurnalnya:

Persediaan Bahan Baku xxx


Utang Dagang/Kas xxx

2. Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku, menggunakan metode mutasi persediaan


(perpetual). Dalam setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang
memerlukannya. Jurnalnya:

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx


Persediaan Bahan Baku xxx

Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

3. Diperlukan pengumpulan dua macam jam kerja, yaitu:


a. Jam kerja total selama periode kerja tertentu.
b. Jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan setiap pesanan.
4. Perusahaan harus menyelenggarakan kartu hadir masing2 karyawan, untuk mengumpulkan
informasi jam kerja total selama periode kerja tertentu, untuk pembuatan Daftar Upah.
Disamping itu, perusahaan harus mencatat penggunaan jam kerja masing2 karyawan untuk
mengerjakan pesanan. (Masing2 karyawan dibuatkan Kartu Jam Kerja/Job Time Ticket)

5. Jurnal untuk pembagian upah:

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx


Gaji dan Upah xxx

Pencatatan Biaya Overhead Pabrik (BOP)

6. BOP dikelompokkan menjadi bbrp golongan, yi:


a. Biaya Bahan Penolong
b. Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa pemakaian persediaan spareparts dan
persediaan supplies pabrik
c. Biaya tenaga kerja tak langsung
d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap (contoh: biaya
penyusutan aktiva tetap)
e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu (contoh: terpakainya asuransi
dibayar di muka)
f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran tunai
(contoh: biaya reparasi mesain pabrik, biaya listrik)

7. BOP dalam metode harga pokok pesanan harus dibebankan kepada setiap pesanan
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.

8. Tarif BOP ditentukan pada awal tahun/periode dengan cara sbb:

Tarif BOP = Taksiran jumlah BOP selama 1 periode


Jumlah Dasar pembebanan*

Dasar Pembebanan BOP:


a. Satuan produk
b. Biaya Bahan Baku
c. Biaya Tenaga Kerja Langsung
d. Jam Tenaga Kerja Langsung
e. Jam Mesin

9. BOP yang sesungguhnya terjadi dikumpulkan selama satu tahun yang sama, kemudian pada
akhir tahun dibandingkan dengan yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif

10. Pencatatan BOP yang Dibebankan kepada produk:

Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx


Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx
11. Jurnal penutupan rekening Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan (untuk mempertemukan
BOP Dibebankan dengan BOP Sesungguhnya)

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx


Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx

12. Pencatatan BOP yang Sesungguhnya:

Misal: 1. Pemakaian Bahan Penolong:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx


Persediaan Bahan Penolong xxx

2. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Tak langsung:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx


Gaji dan Upah xxx

Pencatatan Produk Selesai

13. Biaya produksi yang telah dikumpulkan dalam Kartu Harga Pokok dijumlah dan dikeluarkan
dari rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal sbb:

Persediaan Produk Jadi xxx


Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx

14. Harga Pokok Produk jadi dicatat dalam Kartu Persediaan (Finish Goods Ledger Card) dan
Kartu Harga Pokok Pesanan tersebut dipindahkan ke dalam arsip Kartu Harga Pokok
Pesanan yang telah selesai.

Contoh Kasus :

Metode harga pokok pesanan


Job Order Cost Method

SOAL 1

PT. Aksa Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan dengan
menggunakan metode harga pokok pesanan. Pada bulan September 2012 perusahaan mendapat
pesanan untuk mencetak kartu undangan sebanyak 2200 lembar dari PT. Raka dengan harga
yang dibebankan adalah Rp.2000,- per lembar. Pada bulan yang sama perusahaan juga menerima
pesanan sebanyak 200 spandoek dari PT. Mahendri dengan harga Rp.200.000,- per buah.
Pesanan dari PT. Raka diberi nomor KU-01 dan pesanan dari PT. Mahendri diberi nomor SP-02.
Data Kegiatan dan Produksi

1. Pada tanggal 2 September 2012 dibeli bahan baku dan penolong dengan cara kredit yakni
sebagai berikut :
Bahan baku
Kertas untuk undangan Rp.2.400.000
Kain putih 600 meter Rp.4.125.000

Bahan penolong
Bahan penolong X1 Rp. 200.000
Bahan penolong X2 Rp. 160.000

2. Dalam pemakaian bahan baku dan penolong untuk mem proses pesanan KU-01 dan SP-
02 diperoleh informasi sebagai berikut :
Bahan baku kertas dan bahan penolong X2 digunakan untuk memproses pesanan no KU-
01, sedangkan bahan baku kain dan bahan penolong X1 dipakai untuk memproses pesanan
no SP-02
3. Untuk penentuan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi
menggunakan dasar jam tenaga kerja langsung dengan perhitungan sbb :

Upah langsung untuk pesanan KU-01 180 jam a. Rp.5000 dan upah langsung untuk
pesanan SP-02 menghabiskan sebanyak 1000 jam a. Rp.5000,-. Sedangkan untuk upah
tidak langsung adalah Rp. 2,9 juta.
Untuk gaji karyawan Bagian pemasaran dikeluarkan sebesar Rp. 7.500.000,- dan gaji
karyawan administrasi dan umum Rp. 4.000.000,-

4. Pencatatan Biaya Overhead Pabrik. Perusahaan dalam hal ini menggunakan tarif BOP
sebesar 160 % dari biaya tenaga kerja langsung, baik pesanan KU-01 dan SP-02.

Biaya overhead pabrik sesungguhnya terjadi dalam kaitannya dengan pesanan di atas,
adalah sebagai berikut

Biaya pemeliharaan gedung Rp. 500.000


Biaya depresiasi gedung pabrik Rp.2.000.000
Biaya depresiasi mesin Rp.1.200.000
Biaya pemeliharaan mesin Rp.1.000.000
Biaya asuransi gedung pabrik dan mesin Rp. 600.000

5. Pencatatan harga pokok produk jadi. Berdasarkan informasi untuk pesanan no KU-01
telah selesai dikerja kan

2. Pencatatan harga pokok produk dalam proses. Berdasarkan informasi diketahui bahwa
untuk pesanan no SP-02 masih dalam proses penyelesaian.
3. Pencatatan harga pokok produk yang dijual. Pesanan no KU-01 telah diserahkan kepada
pemesan. Dan dari penyerahan tersebut pemesan akan membayar dengan cara kredit.

Diminta

Berdasarkan informasi di atas, buatlah jurnal yang diperlukan berdasarkan metode harga
pokok pesanan.

Penyelesaian :

Metode Harga Pokok Pesanan


Job Order Cost Method
Jurnal-Jurnal yang Diperlukan

1. Pencatatan Pembelian Bahan baku & penolong

Persediaan Bahan baku Rp.6.525.000


Hutang Dagang Rp.6.525.000

Persediaan Bahan penolong Rp. 200.000


Hutang Dagang Rp. 200.000

2. Pencatatan Pemakaian Bahan baku & penolong

BDP – Biaya bahan baku Rp.6.525.000


Persediaan Bahan baku Rp.6.525.000

BOP – Sesungguhnya Rp. 360.000


Persediaan Bahan penolong Rp. 360.000

3. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja

a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang


Gaji dan Upah Rp. 20.300.000
Utang Gaji & Upah Rp.20.300.000
b. Pencatatan Distribusi Biaya TK
Biaya TK Langsung Rp. 5.900.000
Biaya TK Tdk Langsung Rp. 2.900.000
Biaya Pemasaran Rp. 7.500.000
Biaya Administ & Umum Rp. 4.000.000
Gaji dan Upah Rp. 20.300.000

c. Pembayaran Gaji dan Upah


Utang Gaji dan Upah Rp. 20.300.000
Kas Rp.20.300.000

4. Pencatatan Biaya Overhead Pabrik.

BDP – Biaya Overhead Pabrik Rp. 9.440.000


BOP yg Dibebankan Rp. 9.440.000

BOP yang Sesungguhnya Rp. 5.300.000


Persediaan bhn bangunan Rp. 500.000
Akum. depresiasi gedung pabrik Rp. 2.000.000
Akum. depresiasi mesin Rp. 1.200.000
Persediaan suku cadang Rp. 1.000.000
Persekot Asuransi Rp. 600.000

BOP yg Dibebankan Rp. 9.440.000


BOP yg Sesungguhnya Rp.9.440.000

Selisih BOP :

Untuk menentukan selisih BOP dicari dengan cara memban- dingkan antara jumlah BOP yang
dibebankan dengan jml seluruh BOP yang sesungguhnya terjadi.

Berdasarkan soal di atas, selisih BOP dapat ditentukan dengan cara :


BOP yang Sesungguhnya:

Jurnal no #2 Rp. 360.000


Jurnal no #3b Rp. 2.900.000
Jurnal no #5 Rp. 5.300.000
Jml BOP yang Sesungguhnya Rp. 8.560.000

BOP yang Dibebankan Rp. 9.440.000


(Selisih pembebanan lebih)

Jurnal Selisih BOP

BOP yang Sesungguhnya Rp. 880.000


Selisih BOP Rp. 880.000

5. Pencatatan Harga Pokok produk jadi (KU-01)


Persediaan produk jadi Rp. 4.740.000
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 2.400.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 900.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 1.440.000

6. Pencatatan Harga Pokok produk dlm proses (SP-02)


Persediaan produk dalam proses Rp. 17.125.000
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 4.125.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 5.000.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 8.000.000

7. Pencatatan Harga pokok produk yang dijual


Harga Pokok Penjualan Rp. 4.740.000
Persediaan Produk jadi Rp. 4.740.000

Piutang Dagang Rp. 4.800.000


Harga Pokok Penjualan Rp. 4.800.000
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN METODE HARGA POKOK
PROSES
Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Proses

4. Biaya Bahan
Pencatatan pemakaian Bahan Baku di Departemen A:

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen A xxx


Persediaan Bahan Baku xxx

Pencatatan pemakaian Bahan Penolong pada Bagian Produksi:

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen A xxx


Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen B xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen C xxx
Persediaan Bahan Penolong xxx

5. Biaya Tenaga Kerja (Langsung & Tak Langsung):


Pencatatan biaya tenaga kerja (langsung & tak langsung) di Departemen Produksi:

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen A xxx


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen B xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen C xxx
Gaji dan Upah xxx

6. Biaya Overhead Pabrik

a. BOP pada Metode Harga Pokok Proses adalah biaya produksi selain biaya bahan
baku, biaya bahan penolong, dan biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tak
langsung yang terjadi di departemen produksi.
b. BOP dapat dibebankan kepada produk atas dasar tarif dan dapat juga dibebankan atas
dasar BOP yang sesungguhnya terjadi dalam satu periode.
c. Pembebanan BOP sesungguhnya kepada produk dapat dilakukan jika:
i. Produksi relatif stabil dari periode ke periode
ii. BOP, terutama yang tetap, bukan merupakan bagian yang berarti
dibandingkan dengan jumlah seluruh biaya produksi
iii. Hanya diproduksi satu macam produk.
d. Pencatatan berbagai jenis BOP di Departemen Produksi:
Metode Harga Pokok Proses
Proces Cost Method

SOAL 1
A. Produk diolah melalui satu departemen. Dalam ketentuan ini anggapan yang digunakan ;

(4) Tidak terdapat persediaan produk dalam proses awal


(5) Tidak terdapat produk yang rusak atau hilang dalam proses pengolahan.
(6) Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk.

CV Aksa dalam pengolahan produknya dilakukan secara massal dan melalui satu departemen
produksi. Berikut ini disajikan data produksi dan kegiatan selama bulan September 2012, yakni
sbb ;
Produk yang dimasukkan dlm proses 5.000 unit
Produk jadi 3.800 unit
Produk dlm proses dengan
tkt penyelesaian Bhn baku dan
penolong 100 %; biaya
konversi 40 %. 1.200 unit

Jumlah produk yang diproses 5.000 unit

Data Biaya produksi


Berdasarkan informasi berikut ini adalah biaya produksi yang telah dikeluarkan yakni sebagai
berikut
Biaya bahan baku Rp. 200.000
Biaya bahan penolong Rp. 550.000
Biaya tenaga kerja Rp. 600.600
Biaya overhead pabrik Rp. 555.000

Total Biaya produksi Rp. 1.905.600

Berdasarkan data tersebut di atas, maka tentukan


1. Berapa biaya produksi per unit untuk mengolah produk tersebut
2. Tentukan berapa harga pokok produk jadi
3. Berapa harga pokok produk dalam proses akhir bulan September 2012.
4. Buatlah jurnal-2 yang diperlukan.
Penyelesaian Soal 1:

Metode Harga Pokok Proses


Proces Cost Method

1. Perhitungan Harga Pokok produksi per unit

No. Jenis Biaya Jml Biaya Unit Equivalen Biaya/Unit

1. Bia Bhn baku Rp. 300.000 3800+(1200 x 100%) Rp. 60

2. Bia Bhn Penolong Rp. 450.000 3800+(1200 x 100%) Rp. 90

3. Bia Tenaga Kerja Rp. 513.600 3800+(1200 x 40%) Rp. 120

4. Bia Overhead Pabrik Rp. 642.000 3800+(1200 x 40%) Rp. 150.

Biaya Produksi Per Unit Rp. 420

2. Harga Pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang yakni sebesar :


3800 unit x Rp. 420 = Rp. 1.596.000

3. Harga Pokok produksi yang masih dalam proses akhir


Biaya bahan baku :
( 1200 x 100% ) x Rp. 60 = Rp. 72.000
Biaya bahan penolong
( 1200 x 100% ) x Rp. 90 = Rp. 108.000
Biaya Tenaga Kerja
( 1200 x 40% ) x Rp. 120 = Rp. 57.600
Biaya Overhead Pabrik
( 1200 x 40% ) x Rp. 150 = Rp. 72.000
Jumlah Harga Pokok produksi = Rp. 309.600
yg masih dlm proses akhir

Jurnal-Jurnal yang Diperlukan.


1. Jurnal untuk mencatat biaya bahan baku :

BDP – Biaya Bahan baku Rp. 200.000.


Persediaan Bahan Baku Rp. 200.000

2. Jurnal untuk mencatat biaya bahan penolong :

BDP – Biaya Bahan Penolong Rp. 550.000


Persediaan Bahan Penolong Rp. 550.000

3. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja

BDP – Biaya Tenaga Kerja Rp. 600.600


Gaji dan Upah Rp. 600.600

4. Jurnal untuk mencatat biaya Overhead Pabrik

BDP – Biaya Overhead pabrik Rp. 555.000


Berbagai Rekening yang Di Rp. 555.000
kredit.

5. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang.

Persediaan produk jadi Rp. 1.596.000


BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 128.000
BDP- Biaya Bahan Penolong Rp. 442.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 543.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 483.000

6. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk yang masih dalam proses akhir :
Persediaan produk dlm proses Rp. 309.600
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 72.000
BDP- Biaya Bahan Penolong Rp. 108.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 57.600
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 72.000
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
Metode Variable Costing & Full Costing
Perbandingan Metode Full Costing dengan Metode Variable Costing.

Full Costing
Yakni merupakan metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya
produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Dikenal juga dengan
Absortion atau Conventional Costing.

Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai
akibat pada :

7. Perhitungan harga pokok produksi dan


8. Penyajian laporan laba-rugi.

Metode Full Costing


Harga Pokok Produksi :
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik tetap Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx


Dengan menggunakan Metode Full Costing,

(3). Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk
atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya
overhead yang sesungguhnya.

(4). Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang dibebankan berbeda dengan BOP yang
sesungguh- nya terjadi.

Catatan :

Pembebanan BOP lebih (overapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih besar dari BOP yang sesungguhnya terjadi.

Pembebanan BOP kurang (underapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih kecil dari BOP yang sesungguhnya terjadi.

Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka
pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan untuk mengurangi
atau menambah harga pokok yang masih dalam persediaan (baik produk dalam proses
maupun produk jadi)

Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya
sampai saat produk yang bersangkutan dijual.
Variable Costing :
Merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah : direct costing

Harga Pokok Produksi :

Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx


Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx

Dengan menggunakan Metode Variable Costing,

Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga
pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode
terjadinya.

Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada
persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.

Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan datang.

Penyajian Laporan Laba Rugi

Laporan Laba-Rugi
( Metode Full Costing )

Hasil penjualan Rp. 500.000


Harga pokok penjualan Rp. 250.000 -
Laba Bruto Rp. 250.000

Biaya administrasi dan umum Rp. 50.000 -


Biaya pemasaran Rp. 75.000 -
Laba Bersih Usaha Rp . 125.000

Ket :
Laporan Laba-rugi tsb menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok
dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi
dan umum.
Laporan Laba-Rugi
( Metode Variable Costing )

Hasil penjualan Rp. 500.000


Dikurangi Biaya-biaya Variabel :
Biaya produksi variabel Rp. 150.000
Biaya pemasaran variabel Rp. 50.000
Biaya adm. & umum variabel Rp. 30.000
Rp. 230.000
Laba kontribusi Rp. 270.000

Dikurangi Biaya Tetap


Biaya produksi tetap Rp. 100.000
Biaya pemasaran tetap Rp. 25.000
Biaya Adm & umum tetap Rp. 20.000
Rp. 145.000
Laba Bersih Usaha Rp 125.000
Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Variable Costing
Laporan keuangan yang disusun berdasar metode Variable Costing bermanfaat bagi manajemen
untuk :

1. Perencanaan laba jangka pendek


2. Pengendalian biaya dan
3. Pembuatan keputusan.

(1) Perencanaan laba jangka pendek

Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan,
sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
Laporan laba-rugi variable costing menyajikan dua ukuran penting : (1) laba kontribusi dan
(2) operating laverage.

Hasil Penjualan : Rp. 1000


Biaya Variabel : Rp. 600
Laba Kontribusi : Rp. 400
Biaya Tetap : Rp. 300
Laba Bersih : Rp. 100

Ratio Laba Kontribusi : Laba kontribusi = 400/1000


Hsl Penjualan

Operating Laverage : Laba kontribusi = 400/100


Laba bersih
Misal :
Dalam rencana anggaran diputuskan untuk menaikkan harga jual 12%. Maka dampak dari
kenaikan ini terhadap laba jangka pendek dapat ditentukan :
12% x 40% = 4,8%

Laporan laba rugi yang memisahkan biaya tetap dan variabel, memungkinkan juga
manajemen melakukan analisis hubungan biaya, volume dan laba.

(2) Pengendalian Biaya


Biaya tetap dalam variable costing dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yakni :
discretionary fixed cost dan committed fixed cost.

Discretionary fixed cost merupakan biaya yang berperila- ku tetap karena kebijakan
manajemen. Dalam jangka pendek biaya ini dapat dikendalikan oleh manajemen.

Sedangkan committed fixed cost merupakan biaya yang timbul dari pemilikan pabrik,
ekuipmen dan organisasis pokok. Dalam jangka pendek biaya tersebut tidak dapat
dikendalikan oleh manajemen.

(3) Pengambilan Keputusan


Pihak manajemen dengan menggunakan metode variable costing dapat menentukan
pengambilan keputusan misal dalam hal pesanan khusus.

1. Perbandingan metode Full Costing dengan Variabel Costing


2. Perhitungan Rugi/Laba menurut metode Variable Costing
3. Pengumpulan biaya dalam metode Variable Costing
4. Manfaat Informasi yang dihasilkan oleh metode Variabel Costing
5. Kelemahan metode Variable Costing
6. Variable Costing dengan metode Harga Pokok Pesanan
7. Variable Costing dengan metode Harga Pokok Proses
BIAYA OVERHEAD PABRIK I

I. Pengertian
Biaya-biaya produksi yang tidak dapat di kategorikan kedalam biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung atau yang wujud riilnya adalah biaya bahan baku tidak langsung dan
biaya tenaga kerja tidak langsung serta biaya pabrik lainnya dikelompokkan tersendiri yang
disebut biaya overhead pabrik.

Contoh konkrit dari biaya overhead pabrik adalah :


 Biaya bahan penolong
 Biaya tenaga kerja tidak langsung
 Biaya penyusutan aktiva tetap
 Biaya reparasi & pemeliharaan aktiva tetap pabrik
 Biaya listrik & air untuk pabrik
 Biaya asuransi pabrik
 Serta semua biaya pada departemen pembantu

II. Tarif Biaya Overhead Pabrik


Biaya overhead pabrik dibebankan ke harga pokok produk berdasarkan tarip yang ditentukan
dimuka. Berikut ini akan dibahas proses perhitungan untuk menentukan tarip BOP.
Kemudian analisa dan perlakuan terhadap selisih antara BOP yang dibebankan ke produk
berdasarkan tarip dengan BOP yang sesungguhnya.

Memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk terbagi atas dasar
pembebanan sebagai berikut:
a) Produk atau Satuan Produk

Taksiran BOP
Tarip BOP = ———————————————————
Taksiran Jumlah Produk Yang Dihasilkan

b) Biaya Bahan Baku

Taksiran BOP
Tarip BOP = ————————————— x 100%
Taksiran BBB yang dipakai

c) Biaya Tenaga Kerja


Jika sebagian besar elemen BOP berhubungan erat dengan jumlah upah tenaga kerja
langsung (misalnya pajak penghasilan atas upah karyawan yang menjadi tanggungan
perusahaan) maka dasar pembebanannya adalah biaya tenaga kerja.

Taksiran BOP
Tarip BOP = ————————————————— x 100%
Taksiran biaya tenaga kerja langsung

d) Jam Tenaga Kerja Langsung


Hal ini apabila BOP berhubungan erat dengan waktu kerja untuk membuat produk.

Taksiran BOP
Tarip BOP = ————————————— x 100%
Taksiran jam kerja langsung

e) Jam Mesin
Hal ini apabila BOP berhubungan dengan waktu kerja mesin untuk membuat produk.

Taksiran BOP
Tarip BOP = x 100%
Taksiran jam mesin

Apabila perusahaan mempunyai lebih dari satu departemen produksi maka proses penentuan
tarip BOP adalah sebagai berikut :
1. Ditentukan anggaran BOP untuk masing-masing departemen produksi tersebut.
2. Ditentukan dasar pembebanan BOP tersebut, sesuai dengan sifat departemen produksi yang
bersangkutan.
3. Ditetapkan tarip BOP berdasarkan anggaran BOP dibagi dengan dasar pembebanan.

III. Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik


Pada akhir suatu periode diketahui besarnya BOP yang sesungguhnya dan jumlah BOP yang
dibebankan, langkah selanjutnya adalah menghiitung selisih BOP yang terdiri :
1. Perhitungan selisih biaya overhead pabrik.
Dalam menghitung selisih BOP, harus membandingkan antara BOP sesungguhnya
dengan BOP yang dibebankan, jika BOP sesungguhnya lebih besar dari BOP dibebankan
disebut underapplied factory overhead yang sifatnya tidak menguntungkan sebaliknya
bila biaya dibebankan lebih besar maka disebut overapplied factory overhead yang
sifatnya menguntungkan atau laba.
2. Analisis selisih BOP.
Selisih BOP yang timbul akan dianalisis kedalam 2 macam selisih yaitu :
a) Selisih Anggaran
Selisih anggaran adalah selisih yang disebabkan oleh perbedaan antara BOP
sesungguhnya dibandingkan budget BOP pada kapasitas sesungguhnya. Selisih
anggaran dapat pula dihitung dari perbedaan BOP variabel sesungguhnya
dibandingkan dengan budget BOP variabel pada kapasitas sesungguhnya.

SA = BOPsesg - FKSB
atau
SA = BOP sesg - [ Btb + (KS X TV) ]
= bop SESG - [ (KN x TT) + (KS x TV) ]
atau
SA = BOP sesg - (KN x TT) - (KS x TV)

SA = Selisih anggaran
FKBS = Fleksibel budget BOP pada kapasitas sesungguhnya
BTb = BOP tetap dibudgetkan
TV = Tarip BOP variabel
KN = Kapasitas nornal
KS = Kapasitas sesungguhnya
TT = Tarip BOP tetap

Apabila BOP sesungguhnya lebih besar dibandingkan dengan fleksibel budget pada
kapasitas sesungguhnya, maka selisih anggaran bersifat tidak menguntungkan.
Sebaliknya apabila biaya overhead paabrik sesungguhnya lebih kecil maka selisih
anggaran bersifat menguntungkan.

b) Selisih Kapasitas
Selisih kapasitas berhubungan dengan BOP tetap yang disebabkan kapasitas
sesungguhnya yang dicapai lebih kecil dibandingkan kapasitas yang dipakai untuk
menghitung tarip.

Cara menghitung tarip dapat digunakan rumus sebagai berikut :

SK = FBKS - BOPsesg
atau
SK = (KN - KS) TT

3. Perlakuan selisih biaya overhead pabrik.


Ada dua cara perlakuan terhadap selisih BOP :
a) Selisih BOP disebabkan karena selisih anggaran.
Selisih BOP dibebankan kembali ke dalam rekening persediaan produk dalam proses
persediaan produk selesai dan harga pokok penjualan.

Jurnal yang dibuat apabila selisih menguntungkan adalah :

Selisih BOP xxx


Persediaan produk dalam proses xxx
Persediaan produk selesai xxx
Harga pokok penjualan xxx

Jurnal yang dibuat apabila sifatnya tidak menguntungkan :

Persediaan produk dalam proses xxx


Persediaan produk selesai xxx
Harga pokok penjualan xxx
Selish BOP xxx
b) Selisih BOP disebabkan karena selisih kapasitas
Selisih BOP diperlakukan langsung ke dalam elemen rugi laba.

Jurnal yang dibuat apabila selisih BOP menguntungkan :

Selisih BOP xxx


Rugi-laba xxx
Rugi-laba xxx
Laba yg ditahan xxx

Jurnal yang dibuat apabila BOP sifatnya tidak menguntungkan :

Rugi-laba xxx
Selisih BOP xxx
Laba yg ditahan xxx
Rugi-laba xxx

CONTOH SOAL

PT “AKSA SEJAHTERA” menentukan tarip BOP ditentukan dimuka bulan januari 2011,
perusahaan membuat angggaran BOP dengan kapasitas normal 30.000 jam mesin dengan data
produksi sebagai berikut :

Jenis Biaya Tetap/Variabel Jumlah

Biaya bahan baku Rp 5.000.000


Biaya tenaga kerja langsung Rp 2.500.000
Biaya bahan penolong V Rp 1.100.000
Biaya depresiasi pabrik T Rp 500.000
Biaya bahan bakar V Rp 750.000
Biaya listrik V Rp 1.600.000
Biaya reparsi & pemeliharaan V Rp 675.000
T Rp 400.000
Biaya asuransi bangunan T Rp 800.000
Biaya promosi V Rp 1.250.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung V Rp 1.400.000
T Rp 1.850.000
Biaya kesejahteraan karyawan T Rp 1.050.000

Data-data lain yang berkaitan dengan produksi :


Jam kerja langsung 42.000 jam
Unit produksi 60.000 unit
Pada akhir bulan BOP sesungguhnya terjadi pada kapasitas sesungguhnya 27.500 jam
Jenis Biaya Tetap/Variabel Jumlah

Biaya bahan baku Rp 5.000.000


Biaya tenaga kerja langsung Rp 2.500.000
Biaya bahan penolong V Rp 1.000.000
Biaya depresiasi pabrik T Rp 500.000
Biaya bahan bakar V Rp 750.000
Biaya listrik V Rp 1.400.000
Biaya reparasi & pemeliharaan V Rp 600.000
T Rp 400.000
Biaya asuransi bangunan T Rp 800.000
Biaya promosi V Rp 1.050.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung V Rp 1.200.000
T Rp 1.850.000
Biaya kesejahteraan karyawan T Rp 1.050.000

Diminta :

1. Berapakah BOP tetap & variabel yang dianggarkan.


2. Hitung tarip BOP bulan Januari berdasarkan:
a. Jam mesin (Rp)
b. Biaya bahan baku (%)
c. Biaya tenaga kerja langsung (Rp)
d. Jam kerja langsung (Rp)
e. Unit produksi (Rp)
3. Hitunglah pada BOP sesungguhnya ;
a. Tarip BOP variabel & tetap.
b. selisih BOP.
c. Selisih anggaran |& kapasitas.
4. Buatlah jurnal yang diperlukan.

PENYELESAIAN :

1. BOP Tetap = Rp 4.600.000.


BOP Variabel = Rp 6.775.000.

2. Rp 4.600.000
Tarif BOP tetap = = Rp 153,3 jam mesin.
30.000

Rp 6.775.000
Tarif BOP variabel = = Rp 225,8 jam mesin.
30.000

Tarif BOP = (153,3 + 225,8) = Rp 379,1 jam mesin.


b. Biaya bahan baku :
Tarif BOP = Rp 11.375.000 x 100% = 227,5%
5.000.000

c. Biaya tenaga kerja langsung :

Tarif BOP = Rp 11.375.000 x 100% = 455%


2.500.000

d. Jam kerja langsung :

Tarif BOP = Rp 11.375.000 = Rp 270.8


42.000

e. Unit produksi :
Tarif BOP = Rp 11.375.000 = Rp 189,6
60.000

3.a. BOP tetap = Rp 4.600.000 : 27.500 = Rp 167,3


BOP variabel = 6.000.000 : 27.500 = Rp 218,2
Tarif BOP = Rp 167,3 + Rp 218,2 = Rp 385,5
b. Selisih BOP :
BOP yang dibebankan (27.500 x 379,1) Rp10.425.250
BOPsesungguhnya 10.600.000
Selisih BOP (R) Rp 174.750.

c. Selisih Anggaran :
BOP sesungguhnya Rp 10.600.000.
BOP dianggarkan pada kapasitas :
BOP variabel (27.500 x Rp 218,2) = Rp 6.000.500
BOP tetap Rp 4.600.000
Rp 10.600.500.
Laba (Rp 500).

Selisih kapasitas :
(metode 1)
BOP tetap dianggarkan Rp 4.600.000.
BOP tetap dibebankan pd produk (27.500 x Rp 153,3) Rp 4.215.750.
Rugi Rp 384.250.
(metode 2)
Kapasitas dianggarkan 30.000 jam mesin.
Kapasitas dicapai 27.500
2.500 jam mesin.
Tarif BOP tetap : Rp 153,3
Selisih kapasitas : (Rp 153,3 x 2500) = Rp 383.250
4. Mencatat pembebanan BOP :
BDP – BOP Rp 10.425.250 -
BOP yang dibebankan - Rp 11.425.250
Mencatat BOP sesungguhnya :
BOP sesungguhnya Rp 10.600.500 -
Berbagai rekening di kredit - Rp 10.600.500

Mencatat penutupan rekening BOP dibebankan ke BOP sesungguhnya dan mencatat


selisih :
BOP dibebankan Rp 10.425.250 -
Selisih kurang BOP Rp 175.250 -
BOP sesungguhnya - Rp 10.600.500
DEPARTEMENTALISASI BIAYA OVERHEAD PABRIK
B. KONSEP
1). Departementalisasi
Adalah pembagian perusahaan ke dalam unit-unit yang disebut departemen.
Departementalisasi BOP adalah proses pengumpulan dan penentuan tarif BOP per
departemen. Departementalisasi BOP lebih tepat jika pabrik memproduksi berbagai produk
yang tidak melewati departemen yang sama. Tujuan departementalisasi BOP adalah
menentukan biaya produk dengan teliti. Produk yang diproses melalui lebih dari satu
departemen akan dibebani dengan tarif yang berlaku di masing-masing departemen.
Departemen diklasifikasikan menjadi departemen produksi dan departemen jasa.
Departemen produksi memproses bahan baku menjadi produk jadi, contoh: departemen
pemotongan dan departemen penjahitan pada perusahaan garment. Departemen jasa
memberikan dukungan kepada departemen produksi dan tidak melakukan pekerjaan
produksi, contoh: penerimaan, inspeksi dan penyimpanan bahan baku pada perusahaan
garment.

2). Biaya Langsung & Tidak Langsung Departemen


Biaya langsung departemen adalah semua biaya yang dapat ditelusur ke departemen tertentu
dan dibebankan pada departemen tersebut tanpa melalui proses alokasi. Contoh depresiasi
mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan hanya oleh Departemen Perakitan merupakan
biaya langsung departemen tersebut. Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang
tidak dapat ditelusur ke departemen tertentu dan dibebankan kepada departemen tersebut
melalui proses alokasi. Contoh: depresiasi mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan
oleh beberapa departemen, tidak dapat ditelusur pemakaiannya secara langsung merupakan
biaya tidak langsung departemen. Biaya ini dibebankan kepada departemen pemakai melalui
proses alokasi.

3). Penentuan Tarif BOP Departemen & Metode Alokasi Biaya Departemen Jasa
Karakteristik departemen menyebabkan pemicu biaya yang berbeda, yang digunakan sebagai
dasar pembebanan biaya, sehingga berpengaruh pada perhitungan tarif setiap departemen.
Contoh departemen produksi yang banyak menggunakan mesin, maka tarif BOP lebih tepat
menggunakan jam mesin. BOP departemen produksi terdiri atas BOP departemen produksi
dan alokasi biaya dari departemen jasa yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi terlebih dahulu sebelum
menghitung tarif BOP departemen.
Langkah-langkah penentuan tarif BOP departemen:
1). Menyusun anggaran BOP departemen produksi dan anggaran biaya departemen
jasa.
Anggaran BOP departemen produksi dan biaya departemen jasa terdiri atas anggaran biaya
langsung dan biaya tidak langsung, baik yang bersifat variabel maupun tetap. Contoh biaya
langsung adalah supervisor, bahan penolong, pemeliharaan, bahan bakar dan telepon, karena
pemakaiannya dapat ditelusuri langsung melalui alat pengukur. Contoh biaya tidak langsung
adalah depresiasi gedung yang dipakai bersama-sama oleh beberapa departemen. Depresiasi
gedung tersebut dialokasikan pada setiap departemen berdasarkan luas lantai.
Contoh: biaya depresiasi gedung Rp70.600. Data luas lantai masing-masing departemen
sebagai berikut:
Departemen Luas Lantai (m2)
Departemen A 150
Departemen B 100
Departemen 1 63
Departemen 2 40
Jumlah 353

Alokasi biaya depresiasi gedung untuk setiap departemen sebagai berikut:


Departemen A = (150 / 353) x Rp70.600 = Rp30.000
Departemen B = (100 / 353) x Rp70.600 = Rp20.000
Departemen 1 = (63 / 353) x Rp70.600 = Rp12.600
Departemen 2 = (40 / 353) x Rp70.600 = Rp8.000

2). Menetapkan dasar alokasi biaya departemen jasa


Dasar alokasi biaya departemen jasa tergantung pada pemicu biayanya. Contoh: departemen
listrik menggunakan dasar alokasi konsumsi kwh departemen pengguna, departemen
kafetaria yang banyak menggunakan tenaga karyawan dasar alokasi yang sesuai adalah
jumlah karyawan atau jam kerja karyawan.

3). Mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi


Biaya departemen produksi yang digunakan untuk menghitung tarif meliputi biaya yang
terjadi di departemen tersebut ditambah dengan biaya alokasi dari departemen jasa. Biaya
departemen jasa dapat dialokasikan dengan menggunakan metode langsung, bertahap dan
aljabar.
a). Metode langsung
Pada metode ini biaya departemen jasa hanya dialokasikan ke departemen produksi. Metode
ini dapat diterapkan jika selisih hasil perhitungan biaya produk dibandingkan dengan metode
lain tidak material atau suatu departemen jasa tidak menggunakan jasa departemen jasa
lainnya.

Contoh:

Keterangan
Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp72.600 Rp40.000
Dasar alokasi:
Departemen 1 (jumlah 40 40 20
karyawan) 200 500 300
Departemen 2 (jumlah kwh)
Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
*(40/80)xRp72.600 ke Dept A dan B
**(200/700)xRp40.000 ke Dept A, (500/700)xRp40.000 ke Dept B

b). Metode bertahap/bertingkat/sekuensial


Pada metode ini biaya departemen jasa dialokasikan secara bertahap ke departemen jasa
lainnya dan departemen produksi yang telah menerima jasa, dimulai dari biaya departemen
jasa yang terbesar. Setelah alokasi biaya departemen jasa pertama dilakukan, departemen
tersebut tidak akan mendapatkan alokasi dari departemen jasa lain.
Contoh:

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp29.040 Rp29.040 *(Rp72.600) Rp14.520
Departemen 2 15.577 38.943 **(Rp54.520)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp164.617 Rp227.983 0 0
*(40/100)xRp72.600 ke Dept A dan B, (20/100)xRp72.600 ke Dept 2
**(200/700)xRp54.520 ke Dept A, (500/700)xRp54.520 ke Dept B

c). Metode aljabar/resiprokal/matriks/simultan


Metode ini dapat diterapkan jika antar departemen jasa saling memberikan jasa. Pada metode
ini biaya departemen jasa dialokasikan secara simultan dengan menggunakan teknik aljabar.
Metode ini mengalokasikan biaya ke departemen produksi dan antar departemen jasa.
Contoh:
Misalkan biaya departemen 1 setelah alokasi adalah Y dan biaya departemen 2 setelah
alokasi adalah Z, maka persamaan aljabar dirumuskan sebagai berikut:

Y = 72.600 + 0,30Z
Z = 40.000 + 0,20Y

penyelesaian persamaan diatas:


Y = 72.600 + 0,30(40.000 + 0,20Y)
= 72.600 + 12.000 + 0,06Y
0,94Y = 84.600
Y = 90.000

Z = 40.000 + (0,20x90.000)
Z = 58.000

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1/Y 2/Z
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.000 Rp36.000 *(Rp90.000) Rp18.000
Departemen 2 11.600 29.000 Rp17.400 **(Rp58.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.600 Rp225.000 0 0
*(40/100)xRp90.000 ke Dept A dan Dept B, (20/100)xRp90.000 ke Dept 2
**(200/1000)xRp58.000 ke Dep A, (500/1000)xRp58.000 ke Dept B,
(300/1000)xRp58.000 ke Dept 1

4). Menghitung tarif BOP departemen produksi dengan cara membagi BOP
departemen setelah alokasi dengan dasar pembebanan setiap departemen.
Contoh:
Perhitungan tarif BOP menggunakan metode langsung dalam mengalokasikan biaya
departemen jasa, jika diketahui estimasi jumlah jam mesin pada departemen produksi A
adalah 1000 jam dan estimasi jumlah jam kerja langsung pada departemen produksi B adalah
1500 jam.

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
Dasar pembebanan
1000 JM 1500 JKL
Tarif
Rp167,73 Rp224,88
JM (jam mesin), JKL (jam kerja langsung)
Soal-soal:
1. PT Sukses terdiri atas dua departemen produksi, pemotongan dan perakitan, dan dua departemen
jasa, pemeliharaan dan administrasi. Biaya departemen pemeliharaan didistribusikan berdasarkan
kaki persegi, dan biaya departemen administrasi didistribusikan berdasarkan jumlah karyawan.
Biaya departemen jasa hanya didistribusikan ke departemen produksi. Tarif BOP departemen
produksi dihitung berdasarkan jam mesin. Buat distribusi BOP dan hitung tarif BOP berdasarkan
data tahunan yang diestimasikan sebagai berikut:

Pemotongan Perakitan Pemeliharaan Administrasi


Jumlah karyawan 150 100 40 30
Kaki persegi 21.000 9.000 4.000 3.000
Jam mesin 25.000 20.000
Anggaran BOP Rp520.000 Rp420.000 Rp200.000 Rp150.000

2. PT Ikhtiar memiliki dua departemen produksi, pencampuran dan penyelesaian, serta dua
departemen jasa, kafetaria dan desain produk. Perusahaan membebankan biaya departemen jasa
ke departemen jasa lain, tetapi setelah biaya suatu departemen telah didistribusikan, tidak ada
biaya yang dibebankan kembali ke departemen tersebut. Kafetaria didistribusikan pertama kali,
berdasarkan jumlah karyawan, dan desain produk didistribusikan berdasarkan jumlah pesanan
produk. Dalam menghitung tarif BOP yang telah ditentukan sebelumnya, jam mesin digunakan
sebagai dasar di kedua departemen produksi. Hitung tarif BOP yang ditentukan sebelumnya
untuk departemen pencampuran dan departemen penyelesaian berdasarkan data yang diestimasi
sebagai berikut:
Kafetaria Desain Produk Pencampuran Penyelesaian
Anggaran BOP Rp10.000 Rp50.000 Rp104.000 Rp200.000
Jumlah karyawan 10 5 65 130
Jumlah pesanan produk 100 200
Jam mesin 40.000 60.000

3. BOP departemen yang diestimasikan untuk departemen produksi S dan T, serta biaya yang
diestimasikan untuk departemen jasa E, F dan G (sebelum distribusi dari departemen jasa
manapun) adalah:

Departemen Produksi Departemen Jasa


S Rp60.000 E Rp20.000
T Rp90.000 F Rp20.000
G Rp10.000

Saling ketergantungan antar departemen adalah sebagai berikut:


Jasa Disediakan Oleh
Departemen E F G
Produksi – S - 30% 40%
Produksi – T 50% 40% 30%
Jasa – E - 20% -
Jasa – F 20% - -
Jasa – G 30% 10% -
Pemasaran - - 20%
Kantor Umum - - 10%
100% 100% 100%
Diminta:
a). Hitung jumlah BOP yang diestimasikan untuk setiap departemen jasa setelah transfer biaya
resiprokal dihitung secara aljabar.
b). Hitung total BOP setiap departemen produksi dan biaya departemen G yang dibebankan ke
departemen pemasaran dan kantor umum.
BIAYA BAHAN BAKU
( RAW MATERIAL COST )

1. Pengertian

Bahan baku (raw material) adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana
bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau merupakan bagian terbesar
dari bentuk barang ).
Biaya bahan baku (raw material cost) adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan
bahan siap untuk digunakan yang meliputi harga bahan, ongklos angkut, penyimpanan dan lain-
lain.

2. Biaya yang diperhitungkan dalam harga pokok bahan yang dibeli

Unsur harga pokok bahan yang dibeli adalah semua biaya untuk memperoleh bahan
baku dan untuk menempatkan dalam keadaan siap pakai. Harga beli dan biaya angkut
merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku sedangkan biaya
pesan, biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, pergudangan dan biaya
akuntansi biaya merupakan unsur yang sulit diperhitungkan sehingga pada prakteknya harga
pokok bahan baku yang dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok sebagai
akibatnya biaya penyiapan bahan baku diperhitungkan dalam biaya overhead pabrik.

3. Penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi

 Metode pencatatan bahan baku :

A. Metode Fisik (Fhysical Inventory Method )


Dalam metode ini hanya tambahan persediaan bahan saja yang dicatat sedang mutasi
berkurangnya bahan tidak dicatat untuk mengetahui bahan baku yang diperoleh , harus
menghitung persediaan bahan baku digudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok
persediaan awal ditambah Harga pokok pembelian dikurang Harga pokok persediaan akhir
yang ada digudang merupakan biaya bahan baku yang dipakai selama periode akuntansi.

B. Metode Mutasi Persediaan ( Perpetual Inventory Method)


Dalam metode ini setiap mutasi dicatat dalam kartu persediaan . Pembelian
dicatat dalam kolom Beli di kartu persediaan ,pemakaian dicatat dalam kolom pakai di
kartu persediaan dan jumlah bahan yang tersedian digudang dapat dilihat dalam kolom
sisa di kartu persediaan.

 Metode Penilaian Bahan Baku


A. Pertama Masuk Pertama Keluar (Fifo)
Metode ini didasarkan anggapan bahwa bahan yang pertama kali dipakai
dibebani dengan harga perolehan persatuan dari bahan yang pertama kali masuk
kegudang bahan,atau harga perolehan bahan persatuan yang pertama kali masuk kegudang
bahan akan digunakan untuk menentukan harga perolehan persatuan bahan yang pertama
kali disusul harga perolehan per satuan bahan yang dipakai pertama kali ,disusul harga
perolehan persatuan yang masuk berikutnya.
B. Metode Rata-Rata (Weighted Average Method)
Pada metode ini dengan pencatatan fisik menghitung rata-rata harga perolehan
persatuan bahan sebagai berikut:

(X1 x P1) + (X2 x P2) +.......+(Xn x Pn)


Harga perolehan Rata =
rata persatuan X1 + X2 + .......+ Xn
Didalam kartu kartu persediaan dengan metode ini setiap terjadi tambahan bahan dan ada
bahan yang dipakai memiliki harga perolehan persatuan bahan yang paling baru.

C. Metode Terakhir Masuk , Pertama Keluar (Lifo)


Metode ini berdasarkan anggapaan bahwa bahan yang pertama kali dipakai
dibebani dengan harga perolehan persatuan bahan dari yang terakhir masuk ,disusul
dengan harga perolehan bahan persatuan yang masuk sebelumnya dan seterusnya.

D. Metode Persediaan Dasar


Metode ini didasarkan atas anggapan bahwa persediaan minimum atas bahan
harus dimiliki perusahaan pada setiap saat agar kegiatan kontinyu. Pada umumnya metode
persediaan dasar menggunakan metode Lifo .

4. Analisis Selisih Bahan Baku ( Raw material variance)

Dalam memgendalikan dan mengawasi biaya banyak perusahaaan menggunakan Biaya


standar (standard cost) yaitu menetapkan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan per satuan
produk , jadi perusahaan akan membuat perencanaan biaya dan pada akhir periode akan
diketahui biaya yang sebenarnya terjadi dan biasanya jarang sekali pengeluaran sesungguhnya
sama dengan standar dan perbedaan ini disebut selisih (Variances).

Selisih Bahan Baku = Biaya Bahan Baku Sesungguhnya - Biaya Bahan Baku Standar

Selisih bahan baku ini dapat dianalisis dalam:

A) Selisih Harga Bahan (raw material price – variance)


Selisih harga bahan disebabkan karena pengeluaran untuk biaya bahan harga persatuannya
tidak sama dengan standar

Selisih Harga = - Harga Bahan Standar - Harga bahan - x Jumlah sesungguhnya


per satuan sesungguhnya dibeli/digunakan
- per satuan -
B) Selisih Pemakaian Bahan
Perbedaan yang disebabkan oleh karena pemakaian bahan menurut standar tidak sama dengan
sesungguhnya.

Selisih Pemakaian = Pemakaian bahan - Pemakaian bahan x Harga bahan standar


Bahan standar sesungguhnya persatuan bahan

*** CONTOH SOAL BIAYA BAHAN BAKU ***

PT. AKSA SEJAHTERA adalah perusahaan manufaktur yang berlokasi di Jakarta,


data persediaan bahan baku (raw material inventory) yang ada dalam catatan perusahaan adalah
sebagai berikut :

Persediaan Tanggal 1 September 2012 = 200 Kg @ Rp 200,00

Pembelian
Tanggal Jumlah Harga /
(Kg) Kg
2 Sep 2012 400 Rp 250
20 Sep 2012 600 Rp 300
30 Sep 2012 200 Rp 400

Pemakaian
Tanggal Jumlah
10 Sep 2012 400
25 Sep 2012 200
Catatan:
28 Sep 2012 Dikembalikan ke suplier sebanyak 100 Kg berasal dari pembelian tanggal 25
Sep 2012
29 Sep 2012 Diterima oleh gudang bahan sebanyak 50 Kg dari bahan yang diminta tanggal 28
September dan berasal dari persediaan awal
Perhitungan fisik 30 Sep 2012 sebanyak 750 Kg

Dari data diatas saudara diminta menghitung bahan baku yang dipakai (raw material used) bulan
Sep 2012 dengan metode pencatatan fisik maupun Perpetual serta metode penilaian persediaan :

a. Metode FIFO
b.Metode LIFO
c.Metode Average
JAWABAN : *** CONTOH SOAL BIAYA BAHAN BAKU ***

A. 1. Metode Fisik FIFO


Persediaan (inventory) Per 1 Sep 2012 (awal = 200 Kg x Rp 200 ) Rp 40. 000
Pembelian Bahan (raw material purchase) :
Tgl 02/09/2012 = 400 x Rp 250 = Rp 100.000
20/09/2012 = 600 x Rp 300 = Rp 180.000
30/09/2012 = 200 x Rp400 = Rp 80.000
Pembelian kotor (gross purchase) Rp 360.000
Pengembalian pembelian 100 x Rp 300 = 30.000
Pembelian bersih (net purchase) sebanyak 1100 Kg Rp 330.000

Harga perolehan Bahan siap pakai (raw material available to use)1.300 Kg Rp 370.000
Persediaan Bahan per 30 Sep 2012
200 x Rp 400 = Rp 80.000
550 x Rp 300 = Rp 165.000
Rp 245.000
Harga perolehan bahan baku yang dipakai 350 Kg Rp 125.000

A.2. Perpetual FIFO

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
400 250 100.000
10 Sep 12 200 200 40.000
200 250 50.000 200 250 50.000
20 Sep 12 600 300 180.000 200 250 50.000
600 300 180.000
25 Sep 12 200 250 50.000
600 300 180.000
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 500 300 150.000
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 550 300 165.000
30 Sep 12 200 400 40.000 550 300 165.000
200 400 40.000
B. 1. Fisik LIFO
Persediaan (inventory) Per 1 Sep 2012 (awal = 200 Kg x Rp 200 ) Rp 40. 000
Pembelian Bahan (raw material purchase) :
Tgl 02/09/2012 = 400 x Rp 250 = Rp 100.000
20/09/2012 = 600 x Rp 300 = Rp 180.000
30/09/2012 = 200 x Rp400 = Rp 80.000
Pembelian kotor (gross purchase) Rp 360.000
Pengembalian pembelian 100 x Rp 300 = Rp 30.000
Pembelian bersih (net purchase) sebanyak 1100 Kg Rp 330.000

Harga perolehan Bahan Baku siap pakai 1.300 Kg Rp 370.000


Persediaan Bahan per 30 Sep 2012
200 x Rp 200 = Rp 40.000
400 x Rp 250 = Rp 180.000
150 x Rp 300 = Rp 45.000
Rp 265.000
Harga perolehan bahan baku yang dipakai 350 Kg Rp 105.000

B. 2. Perpetual LIFO

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
400 250 100.000
10 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
20 Sep 12 600 300 180.000 200 250 50.000
600 300 180.000
25 Sep 12 200 300 60.000 200 250 50.000
400 300 120.000
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 200 250 50.000
300 300 90.000
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 200 250 50.000
350 300 105.000
30 Sep 12 200 400 40.000 200 250 165.000
350 300 40.000
200 400 40.000
C.1. Fisik Rata-rata (Average)
Persediaan bahan per 1 Sep 12 = 200 Kg x Rp 200 = Rp 40.000
Pembelian bahan per 02/09/12 = 400 Kg x Rp 250 = Rp 100.000
Pembelian bahan per 20/09/12 = 600 Kg x Rp 300 = Rp 180.000
Pembelian bahan per 30/09/12 = 200 Kg x Rp 400 = Rp 80.000
Pengembalian Pembelian 28/09/12 = (100Kg) x Rp 300 = Rp (30.000)

1.300 kg a)*Rp 284,615 Rp 370.000


Persediaan bahan per 31 jan. 2011 = 750 Kg x Rp 284,615 = Rp 213.461

Harga perolehan bahan yang dipakai = 550 Kg x Rp 284,615 = Rp 156.539


*) = Rp 370.000 : 1.300 Kg = Rp 284,615

C.2. Perpetual Rata-rata

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 600 233,333 140.000
10 Sep 12 400 233,333 93,333 200 699,535 139.907
20 Sep 12 600 300 180.000 800 399,884 180.140
25 Sep 12 200 300 60.000 600 200,233 120.140
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 500 180,28 90.140
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 550 191,164 105.140
30 Sep 12 200 400 40.000 750 193,52 145.140

Anda mungkin juga menyukai