Aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain adalah kesehatan. Setiap
orang melakukan berbagai cara untuk memperoleh kesehatan yang prima. Seseorang yang
menderita sakit biasanya akan berusaha untuk mengatasi dan mengobati penyakit yang
dideritanya hingga sembuh. Seseorang dalam mencapai kesembuhan yang diharapkannya
terkadang membutuhkan bantuan dari pihak lain, dalam hal ini adalah rumah sakit. Rumah sakit
merupakan salah satu instansi yang berwenang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat luas. Keadaan ini membuat rumah sakit perlu memperhatikan kualitas pelayanan
yang ditawarkan kepada pasien yang akan menggunakan jasa rumah sakit sehingga mereka
merasakan kepuasan terhadap kualitas yang ditawarkan (Zahrotul, 2008).
Rumah sakit di Indonesia terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Jika dahulu
rumah sakit hanya didirikan oleh badan-badan keagamaan, sosial ataupun pemerintah (nonprofit
oriented), sekarang banyak didirikan oleh berbagai badan usaha swasta yang usahanya
berorientasi pada laba (profit oriented).
Rumah sakit merupakan unit usaha pelayanan kesehatan yang berfungsi sosial, tetapi harus
dikelola secara profesional. Berbicara tentang kualitas pelayanan, rumah sakit pada dasarnya
bertujuan memberikan kepuasan bagi pasiennya. Dalam konsep perspektif mutu total (perspectif
total quality) dikatakan bahwa pasien merupakan penilai terakhir dari kualitas sehingga kualitas
dapat dijadikan salah satu senjata untuk mempertahankan pasien di masa yang akan datang.
Kualitas pelayanan sangat penting dalam meningkatkan kepuasan pasien dan dengan sendirinya
akan menumbuhkan citra rumah sakit tersebut.
Menurut (Kotler, 2003), citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat, dan kesan-
kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Lantas menurut Gonroons (2000), citra
rumah sakit merupakan wujud nyata dari persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan
melalui apa yang diperoleh pelanggan sebagai hasil dari transaksi antara penyedia dan pengguna
jasa serta bagaimana pelanggan memperoleh jasa tersebut. Citra yang buruk atau negatif akan
memberikan pengaruh yang buruk pula terhadap perusahaan/rumah sakit, sebaliknya
citra yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula pada organisasi.
Citra pelayanan kesehatan di Aceh beberapa tahun ini semakin menurun. Indikasinya,
minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura semakin tinggi.
Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan oleh faktor
kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan pasien.
Indikasi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat tercermin dari persepsi pasien atas
pelayanan kesehatan yang telah diterimanya. Persepsi pasien/pelanggan tentang kualitas
pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa atau pelayanan. Menurut
Gummesson, persepsi pelanggan terhadap kualitas total akan mempengaruhi citra perusahaan
dalam benak pelanggan (Tjiptono, 2004).Kualitas pelayanan sangat penting dalam meningkatkan
kepuasan pasien dan dengan sendirinya akan menumbuhkan citra rumah sakit tersebut.
Dari data yang didapatkan dari hasil survei Medical Tourism Malaka diperoleh data bahwa
pada 2011 57% pengguna jasa kesehatan di Malaysia yang berasal dari luar negeri merupakan
masyarakat yang berasal dari Indonesia. Pasien yang berdomisili di Aceh lebih memilih berobat
ke Malaysia karena jarak yang tidak begitu jauh dari Aceh. Mungkin secara biaya juga lebih
murah, begitu juga dari Sumut ke Malaysia jauh lebih murah dibanding harus ke kota lainnya di
Indonesia.
Salah satu kelebihannya jika pasien merasa cocok dengan tawaran, rumah sakit tersebut
akan memfasilitasinya. Staf-staf marketing akan menjemput pasien di bandara kedatangan
dengan keramahan yang ‘profesional’. Jika punya uang lebih, berbagai paket wisata dapat
dipesan seraya menunggu selesainya pengobatan. Seperti di Aceh, beberapa kantor perwakilan
pemasaran rumah sakit di Malaysia pun telah berdiri dan membuka cabangnya. Salah satu di
antaranya adalah KPJ (Kumpulan Perubatan Johor) Tawakkal Specialist Hospital Kuala Lumpur,
Malaysia. Mereka siap antarjemput pasien di Aceh tanpa melalui calo, jasa informasi, dan
konsultasi pun gratis.
Rumah sakit lain yang sudah membuka kantor cabang pemasarannya di Banda Aceh adalah
LohGuanLye Specialists Centre Penang. Mereka juga katanya berpromosi, punya kemampuan
terapi lebih baik menyembuhkan orang bisu agar bisa mendengar dan berbicara.
Banyak hal yang membuat warga Aceh lebih tertarik berobat ke Malaysia. Beberapa orang
yang ditanyai mengaku terkait dengan kompetensi, integritas, dan pelayanan tenaga medis di
Aceh/Indonesia yang dinilai masih kurang. Namun, jawaban tersebut belum tentu mewakili suara
mayoritas.
Hal ini menjadi tantangan bagi pemegang kekuasaan di Indonesia, khususnya Aceh dan
juga menjadi pekerjaan rumah bagi para pemimpin di rumah sakit untuk memperbaiki kualitas
pelayanannya dengan segera. Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan
kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas, banyak hal
dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus dibenahi, khususnya kualitas pelayanan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Assauri (2003:28) yang menyatakan bahwa dimensi mutu
dari suatu jasa atau pelayanan tidak terlepas dari penilaian atas komponen jasa dari produk yang
ditawarkan, di mana di antaranya yang terpenting adalah sistem penyampaian jasa tersebut
(service delivery system).
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kualitas layanan tidak hanya ditentukan oleh
satu faktor seperti kemampuan karyawan ketika menghadapi pelanggan. Akan tetapi, lebih
penting lagi bagaimana rumah sakit dengan segala sumber daya yang dimilikinya dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Selanjutnya, kepuasan pelanggan akan muncul apabila
sesuatu yang mereka harapkan dari layanan jasa tertentu terpenuhi. Dengan kata lain, antara
harapan dengan layanan yang mereka rasakan tidak berbeda sama sekali.