Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM IPA I

FOTOSINTESIS
Pengaruh Suhu dan Jenis Kelamin Terhadap Kecepatan Respirasi pada
Jangkrik (Gryllus bimaculatus)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

1. Andriyanto 15312241026
2. Eka Sri Rahayu 15312241050
3. Nindiasari Agung P 15312241052
4. Hana Rahmawati 15312244009

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
A. Judul
Pengaruh suhu dan jenis kelamin terhadap kecepatan respirasi pada jangkrik (Gryllus
bimaculatus)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan respirasi pada jangkrik?
2. Bagaiamana pengaruh suhu lingkungan terhadap kecepatan respirasi pada jangkrik
jantan dan betina?

C. Tujuan
1. Menyelidiki pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan respirasi pada jangkrik.
2. Menganalisis pengaruh suhu lingkungan terhadap kecepatan respirasi pada
jangkrik jantan dan betina.

D. Dasar Teori
Respirasi
Respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta
membuang CO2 dari dalam tubuh. Sebenarnya, hewan dapat menghasilkan ATP tanpa
oksigen. Proses semacam itu diebut dengan respirasi anaerob. Akan tetapi, proses
tersebut tidak dapat menghasilkan ATP dalam jumlah banyak. Respirasi yang dapat
menghasilkan ATP dalam jumlah banyak adalah respirasi aerob. Dalam respirasi
anaerob, sebuah molekul glukosa hanya menghasilkan dua molekul ATP. Dalam proses
aerob, molekul yang sama akan menghasilkan 36 atai 38 molekul ATP. Respirasi sel
akan menghasilkan zat sisaberupa CO2 dan air, yang harius dikeluarkan dari sel (Wiwi,
2006: 191-192).
Fungsi utama dari respirasi adalah untuk menyediakan oksigen bagi darah dan
mengambil karbon dioksida dari dalam darah. Fungsi lainnya adalah untuk mengatur
keasaman cairan tubuh, membantu pengendalian tubuh, ekaresi air dan fonasi
(pembentukan suara).
Faktor yang mempengaruhi konsumsi O2:
a. Ukuran tubuh : makin kecil ukuran tubuh, maka konsumsi 02 relatif meningkat,
metabolisme juga meningkat
b. Aktifitas : aktivitas meningkat maka, konsumsi 02 meningkat
c. Suhu lingkungan : suhu lingkungan tinggi maka konsumsi 02 meningkat
d. Sex : jantan > betina
e. Faktor lain : nutrisi, hormonal, ras, dll. (Anonim,-: 1)

Respirasi pada serangga


Sistem trakea (trachela system) serangga, yang terbuat dari pipa udara bercabang
diseluruh tubuh., yang merupakan salah satu variasi permukaan respirasi internal yang
melipat-lipat. Pipa terbesar, yaitu disebut trakea, membuka kearah luar. Cabang yang
paling halus menjulur dan memanjang ke permukaan hampir setiap sel., dimana gas
dipertukarkan melalui difusi melewati epitelium lembab yang melapisi ujung terminal
system trakea.
Untuk serangga kecil, proses difusi dapat membawa cukup O2 dari udara ke
dalam system trakea dan membuang cukup CO2. Untuk mendukung respirasi seluler.
Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energy yang lebih tinggi memventilasi
system trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memaparkan dan
menggembungkan pipa udara seperti alat penghembus. Seekor serangga yang sedang
terbang mempunyai laju metabolism yang tinggi, dan mengkonsumsi 10 sampai 100
kali lebih banya O2 dibandingkan dengan yang dikonsumsi saat istirahat. Faktor lain
yang mendukung laju metabolisme yang tinggi, adalah bahwa sel-sel otot terbang
dibungkus dengan mitokondria, dan pipa trakea menyuplai oksigen yang menyukupi
bagi tiap-tiap organel yang membangkitkan ATP (Campbell, 2004:61)

Gambar 1. Alat respirasi pada serangga


Sumber: http://www.rugusavay.com/information-about-respiration-sytem-
of-insects/
Jangkrik
Jangkrik merupakan serangga atau insekta berukuran kecil sampai besar yang
berkerabat dekat dengan belalang dan kecoa karena diklasifikasikan ke dalam ordo
Orthoptera. Jangkrik juga merupakan hewan yang aktif pada malam hari dan berdarah
dingin.

Gambar 2. Bagian-bagian tubuh jangkrik

Sumber:
http://www.enchantedlearning.com/subjects/insects/orthoptera/Cricket.shtml

Klasifikasi hewan jangkrik adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Hexapoda (Insecta)

Ordo : Orthoptera

Sub ordo : Ensifera

Famili : Gryllidae

Sub famili : Gryllinae

Genus : Gryllus

Spesies : Gryllus bimaculatus (Jangkrik Kalung)


(JE. Hasibuan, 2016:1)

Jangkrik ini kebanyakan hidup didaerah panas dan berkeliaran di kebun kacang
kacangan seperti kacang kedelai dan kacang hijau. Di alam aslinya jangkrik hidup aktif
seperti makan, mengerik dan kawin di malam hari . Akan tetapi apabila di budidayakan
kegiatan tersebut dapat juga dilakukan pada siang hari . Jangkrik senang tinggal di
semaksemak, tumpukan batu, tanah kebun, dan sawah kering yang terbelah-belah pada
belahannya, atau di tempat sampah . Pakan utamanya adalah tanaman sayuran dan
palawija . Lama siklus hidup yang jantan±78 hari sedangkan yang betina dapat
mencapai umur + 105 hari . Ukuran tubuh yang betina lebih panjang dan besar di
bandingkan dengan yang jantan. Jangkrik betina bertelur di sela-sela tumpukan kayu
atau ranting yang lembab, pada lipatan padi/jerami, atau dapat juga pada gulungan daun-
daunan yang basah dan lembab (A. Udjianto, 1999:2)
Jangkrik termasuk serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna.
Siklus hidupnya dimulai dari telur kemudian menjadi jangkrik muda (nimfa) dan
melewati beberapa kali stadium instar terlebih dahulu sebelum menjadi jangkrik
dewasa(imago) yang ditandai dengan terbentuknya dua pasang sayap. Jangkrik dewasa
siap kawin pada usia ± 45 hari yang ditandai dengan telah lenyapnya sayap. Jangkrik
jantan akan ngengkrik dengan suara nyaring yang merupakan isyarat bahwa jangkrik
tersebut siap untuk membuahi betina, sedangkan jangkrik betina yang siap untuk
dibuahi dan mengetahui isyarat tersebut akan mencari sumber suara dan mendekatinya
(JE. Hasibuan, 2016:1)

Jangkrik merupakan serangga yang hidup berkoloni di alam bebas, jangkrik


banyak beraktivitas dimalam hari, terutama untuk mencari makanan. Jangkrik kalung
(Gryllus bimaculatus) dikenal oleh sebagian masyarakat dengan sebutan jangkrik
genggong. Ukurannya lebih besar daripada jangkrik alam. Ciri-ciri fisik jangkrik adalah
berwarna hitam saat dewasa, coklat kehitaman atau bergaris kuning di punggung.
Panjang tubuh jangkrik antara 2-3 cm. jangkrik ini mempunyai dua ras yaitu, jeliteng
dan jerabang (Ade, 2016:12-14).
Komunikasi Jangkrik

Jangkrik saling berkomunikasi dengan cara mengepakkan kedua sayapnya


hingga terdengar suara mengerik. Cara semacam ini dilakukan oleh jangkrik jantan
untuk menarik perhatian jangkrik betina. Jadi, yang memiliki kemampuan mengerik
hanya jangkrik jantan. Jika suhu disekitar kandang meningkat, biasanya suara mengerik
akan semakin keras. Suara mengerik jangkrik jantan ini juga untuk mengusir jangkrik
jantin lain yang berusaha mendekati daerah teritorialnya (Ade, 2016:15-16).

Suara yang disebabkan gesekan sayap depan. Pada sayap depan terdapat alat
stridulasi yang terletak di bagian vena cubitus. Vena cubitus memilki paku-paku dawai
yang tersusun seperti gigi-gigi pada sisir. Jika penggaruk digerakkan, maka sayap akan
maju mundur pada permukaan paku-paku dawai dan mengeluarkan suara (Farry, 1999:
9).

Ciri fisik
a. Jangkrik jantan
Suara mengerik merupakan ciri khas bagi jangkrik jantan. Tubuh berbentuk
pendek dengan sepasang antenna yang panjang. Punggung jangkrik memiliki tekstur
kasar (Ade, 2016: 19). Jangkrik jantan memiliki bulu punggung cenderung kasar dan
bergelombang.
b. Jangkrik betina
Jangkrik betina memiliki ciri khas di bagian ekornya. Dibagian ekor jangkrik
betina terapat ovipositor atau alat kelamin betina yang berbentuk seperti jarum yang
tidak dimiliki oleh jangkrik jantan (Ade, 2016: 19). Bulu punggung dan sayap halus.
Gambar 2. Jangkrik jantan dan jangkrik betina

Respirometer

Sebuah respirometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju respirasi
dari organisme hidup dengan mengukur laju pertukaran oksigen dan / atau karbon
dioksida. Memunginkan penyelidikan bagaimana faktor-faktor seperti usia, bahan kimia
atau efek cahaya mempengaruhi laju respirasi. Respirometers dirancang untuk
mengukur respirasi baik pada tingkat hewan keseluruhan (tanaman) atau pada tingkat
sel.

Seluruh respirometer tanaman sederhana yang dirancang untuk mengukur


penyerapan oksigen atau pelepasan CO2 terdiri dari wadah tertutup dengan spesimen
hidup bersama-sama dengan zat untuk menyerap karbon dioksida yang dilepaskan
selama respirasi, seperti pelet lime soda atau gumpalan kapas yang dibasahi dengan
kalium hidroksida. Penyerapan oksigen terdeteksi oleh manometri. Biasanya,
manometer U-tabung yang digunakan, yang secara langsung menunjukkan perbedaan
tekanan antara wadah dan atmosfer. Sebagai suatu organisme membutuhkan O2, itu
menghasilkan sejumlah proporsional CO2 (lihat quotient pernapasan), tetapi semua CO2
yang diserap oleh soda kapur. Oleh karena itu, semua penurunan tekanan dalam
chamber dapat dikaitkan dengan penurunan dari O2 tekanan parsial dalam wadah. Laju
perubahan memberikan pembacaan langsung dan cukup akurat untuk tingkat organisme
respirasi.

Seperti perubahan suhu atau tekanan juga dapat mempengaruhi perpindahan


cairan manometric, respirometer kedua sama dengan yang pertama kecuali dengan
spesimen mati (atau sesuatu dengan massa yang sama sebagai spesimen di tempat
organisme) kadang-kadang diatur. Mengurangkan perpindahan dari respirometer kedua
dari yang pertama memungkinkan untuk mengendalikan faktor-faktor ini.

Kristal KOH/NaOH pada respirometer digunakan sebagai pengikat CO2 agar


tekanan dalam respirometer menurun. Jika tidak diikat maka tekanan parsial gas dalam
respirometer akan tetap dan eosin tidak dapat bergerak. Akibatnya volume oksigen yang
dihirup serangga tidak dapat diukur. Reaksi KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:

(i) KOH + CO2 →KHCO3


(ii) KHCO3 + KOH → K2CO3 + H2O
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi respirasi adalah:

1. Berat tubuh, semakin berat tubuh suatu organisme maka semakin banyak oksigen yang
dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya
2. Ukuran tubuh, semakin besar ukuran tubuh maka keperluan oksigen akan semakin
banyak.
3. Kadar O2, apabila kadar O2 rendah maka keperluan oksigen semakin cepat
4. Aktivitas, semakin tinggi aktivitasnya banyak kebutuhan energinya, sehigga
pernafasannya semakin cepat.

E. Metode Percobaan
1. Waktu dan Tempat
a. Hari, tanggal : Rabu, 23 November 2016
b. Tempat : Laboratorium IPA 2 FMIPA UNY
c. Pukul : 11.00-12.50 WIB
2. Alat dan Bahan
a. Respirometer
b. Termometer
c. Vaselin
d. Pewarna makanan
e. Pipet
f. Neraca
g. Es batu
h. Air hangat
i. Kristal KOH
j. Kapas
k. Jangkrik
l. Mangkok
3. Variabel Percobaan
a. Variabel bebas : jenis kelamin, suhu lingkungan
b. Variabel kontrol : massa jangkrik, jenis jangkrik, volume air, massa KOH
c. Variabel terikat : kecepatan respirasi

4. Langkah Kerja
Menyiapkan alat dan bahan

Mengukur massa jangkrik dengan neraca

Memasukkan kristal KOH yang telah dibungkus kapas ke dalam tabung


respirometer

Memasukkan jangkrik jantan dan betina pada tabung respirometer I dan


respirometer II secara berturut-turut

Meletakkan air es ke dalam mangkok dan meletakkan respirometer di atasnya

Mengukur suhu lingkungan pada respirometer (air es)

Memberikan
Mengamati pergerakan eosin
eosin pada
pada ujung
skala pipa respirometer
respirometer dan mencatat hasilnya

Mengulangi langkah di atas dengan mengganti air es menjadi air hangat


5. Rangkaian Alat

F. Tabel Hasil Pengamatan

Jenis Suhu Pergerakan eosin menit ke (ml)


Massa
No kelamin lingkungan Keterangan
(gram) 1 2 3 4 5
jangkrik (°C)

7 11 7 4 3 10 35
1 Jantan 0,61
48 10 13 13 20 12 68
7 7 11 6 3 6 33
2 Betina 0,61
48 16 10 5 3 4 38

G. Analisis Data
1. Pengaruh Suhu Lingkungan pada Respirasi Jangkrik Jantan

Pengaruh Suhu pada Respirasi Jangkrik Jantan


80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5

suhu dingin suhu hangat


2. Pengaruh Suhu Lingkungan pada Respirasi Jangkrik Betina

Pengaruh Suhu pada Respirasi Jangkrik Jantan


40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5

suhu dingin suhu hangat

3. Pengaruh Jenis Kelamin pada Respirasi Jangkrik di suhu dingin

kecepatan respirasi jangkrik pada suhu 7°C


40
35
VOLUME OKSIGEN ( ml )

30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6
WAKTU ( menit )

jantan betina
4. Pengaruh Jenis Kelamin pada Respirasi Jangkrik di suhu hangat

kecepatan Respirasi jangkrik pada suhu 48 °C


80
volume oksigen yang diserap ( ml )

70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
waktu (menit)

jantan betina

H. Pembahasan
Percobaan ini berjudul Pengaruh Jenis Kelamin dan Suhu terhadap kecepatan
Respirasi pada jangkrik. Percobaan dilaksanakan pada hari rabu,23 November 2016 di
Laboratorium IPA 2 FMIPA UNY. Tujuan dari percobaan ini adalah menyelidiki
pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan respirasi pada jangkrik dan menganalisis
pengaruh suhu lingkungan terhadap kecepatan respirasi pada jangkrik jantan dan
betina. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah jangkrik
jantan,dan jangkrik betina, alat respirometer, vaselin sebagai pelumas pada
respirometer untuk meminimalisir agar tidak bocor udara, kemudian eosin sebagai
indikator pewarna, pipet, wadah, air hangat dan air dingin, termometer untuk
mengukur suhu udara, dan neraca digital untuk mengukur massa jangkrik.
1. Faktor Jenis Kelamin pada Respirasi Jangkrik

Percobaan ini dilakukan dengan mengukur kecepatan respirasi pada jangkrik


jantan dan betina menggunakan alat respirometer pada kondisi suhu panas dan dingin.
Pertama-tama praktikan memilih jangkrik jantan dan betina yang akan digunakan
percobaan. Karakteristik jangkrik jantan yaitu tubuh berbentuk pendek dengan sepasang
antenna yang panjang. Punggung jangkrik memiliki tekstur kasar (Ade, 2016: 19).
Jangkrik jantan memiliki bulu punggung cenderung kasar dan bergelombang.
Kemudian karakteristik jangkrik betina adalah memiliki ciri khas di bagian ekornya.
Dibagian ekor jangkrik betina terdapat ovipositor atau alat kelamin betina yang
berbentuk seperti jarum yang tidak dimiliki oleh jangkrik jantan (Ade, 2016: 19). Bulu
punggung dan sayap halus. Dari akrakteristik tersebut praktikan mengidentifikasi
jangkrik jantan dan betina kemudian memilih 2 jangkrik jantan dan 2 jangkrik betina.
Kemudian massa dari masing-masing jangkrik harus sama, praktikan mengukur massa
jangkrik menggunakan neraca digital,dan didapatkan masa masing masing jangkrik
sebesar 0,61 gram.

Untuk mengukur kecpatan respirasi pada jangkrik jantan dan jangkrik betina.
Langkah yang dilakukan pertama yaitu dengan memasukan kristak KOH sebesar 1
gram, kemudian membungkusnya menggunakan kapas kedalam tabung respirometer.
Kristal KOH ini berfungsi sebagai pengikat CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi
jangkrik dan KOH ini bertujuan agar tekanan dalam respirometer menurun. Jika tidak
diikat maka tekanan parsial gas dalam respirometer akan tetap dan eosin tidak dapat
bergerak. Akibatnya volume oksigen yang dihirup serangga tidak dapat diukur dan guna
pembungkusan dengan kapas agar kristal KOH tidak melukai jangkrik karena sifatnya
yang iritan.

Kemudian praktikan memasukan jangrik jantan dan jangkrik betina pada


masing-masing tabung respirometer. Setelah itu praktikan mengolesi mulut tabung
respirometer dengan vaselin,dan kemudian menutupnya. Pemberian vaselin ini
bertujuan untuk mencegah adanya kebocoran udara yang dapat menyebabkan gagalnya
percobaan. Setelah itu praktikan menempatkan 2 tabung respirometer yang masing-
masing telah berisi jangkrik jantan dan jangkrik betina pada suhu dingin,yaitu pada air
es. Dan menempatkan 2 tabung respirometer yang masing-masing telah berisi jangkrik
jantan dan jangkrik betina pada suhu panas,yaitu pada air hangat ,sebagaimana skema
berikut :

Setalah menyusun rangkaian, pastikan bahwa kedudukan tabung dan selang


sejajar, kemudian praktikan menutup lubang selang pada masing-masing respirometer
selama 1 menit, hal ini bertujuan untuk menghabiskan kandungan O2 pada tabung.
Setalah itu memberikan eosin pada mulut selang respirometer dan mengukur titik awal
eosin kemudian mencatat perpindahan eosin pada skala tiap 1 menit. Dari percobaan
yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

a. Pada Suhu Dingin ( 7°C )


Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap respirasi makhluk hidup adalah
suhu lingkungan. bila suhu lingkungan tinggi maka konsumsi O2 akan meningkat.
Dengan kata lain suhu berbanding lurus terhadap konsumsi O2 makhluk hidup. Pada
percobaan di suhu 7°C ini didapatkan hasil sebagai berikut :

kecepatan respirasi jangkrik pada suhu 7°C


40
VOLUME OKSIGEN ( ml )

35
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6
WAKTU ( menit )

jantan betina

Dari grafik kecepatan respirasi pada jangkrik jantan dan betina pada suhu 7°C
menunjukan hasil yang berbeda. Pada jangkrik jantan oksigen yang diserap sebanyak
35 ml, sedangkan pada jangkrik betina oksigen yang diserap sebanyak 33 ml. Jangkrik
jantan menyerap oksigen lebih banyak dari pada jangkrik betina. Salah satu
penyebabnya adalah jangkrik jantan lebih agresif dibanding jangkrik betina. Pada saat
percobaan jangkrik betina cenderung pasif diam ditempat sedangkan jangkrik laki-laki
lebih agresif dengan bergerak-gerak.Perbedaan aktifitas ini mengakibatkan konsumsi
oksigen yang berbeda. Semakin banyak dan tinggi aktivitasnya maka banyak energi yag
dibutuhan, sehigga pernafasannya semakin cepat dan membutuhkan oksigen yang
semakin banyak.

b. Pada Suhu Hangat (48 °C)


Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap respirasi makhluk hidup adalah
suhu lingkungan. bila suhu lingkungan tinggi maka konsumsi O2 akan meningkat.
Dengan kata lain suhu berbanding lurus terhadap konsumsi O2 makhluk hidup. Pada
percobaan di suhu 48°C ini didapatkan hasil sebagai berikut :

kecepatan Respirasi jangkrik pada suhu 48 °C


80
volume oksigen yang diserap ( ml )

70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
waktu (menit)

jantan betina

Dari grafik kecepatan respirasi pada jangkrik jantan dan betina pada suhu 48°C
menunjukan hasil yang berbeda. Pada jangkrik jantan oksigen yang diserap sebanyak
68 ml, sedangkan pada jangkrik betina oksigen yang diserap sebanyak 38 ml. Jangkrik
jantan menyerap oksigen lebih banyak dari pada jangkrik betina. Pada suhu 48°C ini
jangkrik menyerap oksigen lebih banyak dibandingan pada suhu 7°C. Pada suhu 48°C
jangkrik jantan menyerap oksigen sebanyak 68 ml, sedangkan pada suhu 7°C hanya 35
ml. Pada suhu 48°C jangkrik betina mnyerap oksigen sebanyak 38 ml,sedangkan pada
suhu 7°C hanya 33 ml. Hal ini menunjukan bahwa bila suhu lingkungan tinggi maka
konsumsi O2 akan meningkat. Dengan kata lain suhu berbanding lurus terhadap
konsumsi O2 makhluk hidup.

Suhu lingkungan 48°C merupakan suhu ekstream pada jangkrik, hal ini tidak
sesuai dengan suhu normal jangkrik di lingkungan. Akibat suhu ekstream ini jangkrik
lebih agresif dari sebelumnya, jangkrik akan berusaha menghindari suhu ekstream ini
dan berusaha untuk memepertahankan suhu tubuhnya. Terlihat pada aktivitas jangkrik
yang semakin agresif pada suhu 48°C , dan banyak bergerak dibandingkan kondisi
jangkrik pada suhu 7°C yag cenderung diam . Perbedaan aktifitas ini mengakibatkan
konsumsi oksigen yang berbeda. Semakin banyak dan tinggi aktivitasnya maka banyak
energi yag dibutuhan, sehigga pernafasannya semakin cepat dan membutuhkan oksigen
yang semakin banyak.

2. Faktor Suhu Lingkungan pada Respirasi Jangkrik


Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap respirasi makhluk hidup adalah
suhu lingkungan. Menurut (Anonim,-: 1) bila suhu lingkungan tinggi maka konsumsi
O2 akan meningkat. Dengan kata lain suhu berbanding lurus terhadap konsumsi O2
makhluk hidup. Untuk membuktikan hal tersebut maka praktikan melakukan percobaan
respirasi dengan naracoba jangkrik yang diberi perlakuan suhu lingkungan yang
berbeda.
Percobaan ini hampir sama dengan percobaan respirasi sebelumnya, yang
membedakan adalah pada saat percobaan, praktikan meletakkan respirometer diatas air
es (suhu rendah) dan di atas air panas (suhu tinggi). Air es maupun air panas
mempengaruhi suhu lingkungan di dalam tabung respirometer. Suhu rendah yang
terbaca pada skala termometer adalah sebesar 7 oC sedangkan pada suhu tinggi yaitu
sebesar 48 oC. Selisih dari kedua suhu tersebut ialah sebanyak 41 oC sehingga akan
terdapat pengaruh hasil yang terbaca pada skala respirometer. Massa jangkrik yang
digunakan oleh praktikan adalah 0.61 gram setiap jangkriknya, hal tersebut berarti
bahwa massa setiap jangkrik pada percobaan respirasi ini sama. Praktikan menghitung
volume oksigen yang diserap oleh jangkrik setiap 1 menit selama 5 menit. Berikut ini
merupakan gambaran rangkaian percobaan respirasi jangkrik dengan suhu rendah dan
tinggi.
(a) (b)
Gambar rangkaian alat percobaan suhu rendah (a) dan suhu tinggi (b).
Sumber : Dokumen pribadi
a. Jangkrik Jantan
Pada saat suhu menunjukkan skala 7 oC total oksigen yang diserap ialah 35 ml.
Setiap menitnya volume oksigen yang diserap oleh jangkrik jantan berbeda-beda. Pada
menit pertama, oksigen yang diserap sebanyak 11 ml, pada menit kedua sebanyak 7ml,
pada menit ketiga dan keempat volume oksigen yang diserap mengalai penurunan
menjadi 4 ml dan 3 ml, sedangkan pada menit terakhir mulai naik menjadi 10 ml.
Sedangkan pada suhu tinggi yaitu 48 oC sebanyak 68 ml total volume oksigen yang
diserap oleh jangkrik jantan. Pada menit pertama, oksigen yang diserap sebanyak 10 ml,
saat menit kedua ketiga dan keempat mengalai kenaikan yaitu masing-masing sebanyak
13 ml, 13 ml, dan 20 ml. Berbeda dari menit sebelum-sebelumnya, pada menit terakhir
volume oksigen yang diserap mengalami penurunan yaitu sebesar 12 ml.
Apabila total volume oksigen yang diserap oleh jangkrik jantan pada suhu rendah
dan tinggi dibandingkan, maka volume oksigen saat suhu rendah lebih sedikit daripada
saat percobaan dengan suhu tinggi. Hal tersebut berarti bahwa suhu lingkungan
berbanding lurus dengan volume oksigen yang diserap jangkrik. Makhluk hidup
menyeimbangkan suhu tubuhnya dengan beberapa cara, misalnya dengan beraktivitas
maka suhu tubuh akan cenderung naik. Dengan begitu, semakin banyak aktivitas yang
dilakukan jangkrik, maka oksigen yang diserap semakin banyak juga karena untuk
mendapatkan energi untuk berakivitas.
b. Jangkrik Betina
Pada percobaan dengan naracoba jangkrik betina, hasil respirasi menunjukkan hasil
yang berbeda dengan jangkrik jantan. Saat suhu menunjukkan skala 7 oC total oksigen
yang diserap ialah 33 ml. Pada menit pertama, oksigen yang diserap sebanyak 7 ml,
pada menit kedua sebanyak 11ml, pada menit ketiga oksigen yang diserap sebanyak 6
ml, menit keempat sebesar 3 ml, dan menit yang terakhir yaitu sebanyak 6 ml.
Ketika suhu menunjukkan skala 48 oC sebanyak 38 ml total volume oksigen yang
diserap oleh jangkrik betina. Pada menit pertama, oksigen yang diserap sebanyak 16 ml,
saat menit kedua, ketiga, keempat, dan kelima mengalami penurunan yaitu masing-
masing sebanyak 10 ml, 5 ml, 3 ml, dan 4 ml.
Sama seperti jangkrik jantan, volume oksigen yang diserap oleh jangkrik betina
pada suhu tinggi lebih banyak bila dibandingkan dengan suhu rendah. Hal tersebut
membuktikan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
respirasi adalah suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula
oksigen yang diserap untuk menyeimbangkan suhu tubuh makhluk hidup.

I. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Jumlah oksigen yang dibutuhkan jangkrik jantan melalui pengamatan
pergerakan eosin lebih banyak dibanding pada jangkrik betina baik di suhu
dingin maupun disuhu hangat karena jangkrik jantan menyerap oksigen lebih
banyak dari pada jangkrik betina.
2. Jangkrik jantan maupun betina yang berada di suhu hangat lebih banyak
menyerap oksigen dibanding jangkrik jantan maupun betina yang berada pada
suhu dingin karena semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula oksigen
yang diserap untuk menyeimbangkan suhu tubuh makhluk hidup.

J. Daftar Pustaka
A. Udjianto. 1999. Ruang Lingkup Pemeliharaan Jangkrik Kalung Kuning. Bogor:
Balai Penelitian Ternak.
Anonim. -. Fisiologi Respirasi. Bandung: Universitas Padjadjaran. Diunduh dari
blogs.unpad.ac.id/novim/files/2011/03/RESPIRASI_120311.pdf pada
tanggal 28 November 2016 pukul 17:49 WIB.
Ade Yusdira. 2016. Budi Daya Jangkrik. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Farry B. Paimin. 1999. Sukses Beternak Jangkrik. Bogor: Penebar Swadaya.
J.E. Hasibuan. 2016. Tinjauan Pustaka. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Diunduh dari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56593/4/Chapter%20II.pdf tanggal
27 November 2016 pukul 17:58 WIB.
Tri Eko Susilorini, dkk. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Bogor: Penebar Swadaya Grup.
Wiwi isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
LAMPIRAN

Gambar 1. Percobaan Respirasi pada Jangkrik untuk air dingin

Gambar 2. Percobaan Respirasi pada Jangkrik untuk air hangat


DISKUSI
1) Buatlah grafik gerakan cairan pada pipet setiap waktu pengamatan dalam kegiatan di
atas!
Jawab :
1. Pengaruh Suhu Lingkungan pada Respirasi Jangkrik Jantan

Pengaruh Suhu pada Respirasi Jangkrik Jantan


80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5

suhu dingin suhu hangat

2. Pengaruh Suhu Lingkungan pada Respirasi Jangkrik Betina

Pengaruh Suhu pada Respirasi Jangkrik Jantan


40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5

suhu dingin suhu hangat


3. Pengaruh Jenis Kelamin pada Respirasi Jangkrik di suhu dingin

kecepatan respirasi jangkrik pada suhu 7°C


40
35
VOLUME OKSIGEN ( ml )

30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6
WAKTU ( menit )

jantan betina

4. Pengaruh Jenis Kelamin pada Respirasi Jangkrik di suhu hangat

kecepatan Respirasi jangkrik pada suhu 48 °C


80
volume oksigen yang diserap ( ml )

70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
waktu (menit)

jantan betina

2) Bagaimana perbandingan kecepatan gerakan air dalam pipa respirometer pada setiap
botol percobaan?
Jawab : perbandingan kecepatan gerakan air dalam pipa respirometer pada botol
percobaan pengaruh suhu pada respirasi jangkrik yakni :
35
 Jangkrik jantan suhu dingin (7° C), = 7 ml/menit
5
68
 Jangkrik jantan suhu hangat (48° C), = 13,6 ml/menit
5
Perbandingan suhu dingin dan suhu hangat jangkrik jantan = 1 : 1,94285714
33
 Jangkrik betina suhu dingin (7° C), = 6.6 ml/menit
5
38
 Jangkrik betina suhu dingin (48° C), = 7,6 ml/menit
5
Perbandingan suhu dingin dan suhu hangat jangkrik betina = 1 : 1,15151515

Perbandingan kecepatan gerakan air dalam pipa respirometer pada botol percobaan
pengaruh jenis kelamin pada respirasi jangkrik yakni :
68
 Jangkrik jantan suhu hangat (48° C), = 13,6 ml/menit
5
38
 Jangkrik betina suhu hangat (48° C), = 7,6 ml/menit
5
Perbandingan suhu dingin dan suhu hangat jangkrik jantan = 1 : 1,78947368
35
 Jangkrik jantan suhu dingin (7° C), = 7 ml/menit
5
33
 Jangkrik betina suhu dingin (7° C), = 6.6 ml/menit
5
Perbandingan suhu dingin dan suhu hangat jangkrik betina = 1 : 1,06060606

3) Berdasarkan kegiatan dan data yang dihasilkan, bagaimana hasil analisis hubungan
antar variabel dalam perobaan di atas?
Jawab :
 Jangkrik jantan lebih banyak menyerap oksigen dibanding jangkrik betina
ditandai dengan rata-rata pergerakan air dalam pipa respirometer yang lebih
besar daripada jangkrik betina
 Semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula oksigen yang diserap jangkrik
untuk menyeimbangkan suhu tubuh makhluk hidup.
4) Buatlah kesimpulan berdasarkan kegiatan kalian!
Jawab :
Jenis kelamin dan suhu mempengaruhi kecepatan respirasi pada jangkrik. Jangkrik
jantan lebih banyak menyerap oksigen dibanding jangkrik betina. Suhu tinggi
menyebabkan oksigen yang diserap jangkrik lebih banyak dibanding suhu rendah.

Anda mungkin juga menyukai