Anda di halaman 1dari 12

Perencanaan Pajak untuk Pajak Penghasilan

Laba Akuntansi Pada Penghasilan Kena Pajak

Laba Akuntansi

Laba akuntansi (accounting income) atau disebut juga laba kmersial adalah pengukuran
laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba akuntansi dihitung berdasarkan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Laba akuntansi tersebut perhitungannya bertumpu pada prinsip penandingan antara


pendapatan dengan biaya-biaya terkait (matching cost against revenue). Dalam salah satu prinsip
tersebut terdapat konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk
masa yang akan datang bukanlah merupakan aset sehingga harus dibebankan sebagai biaya.
Dengan demikian, dalam akuntansi seluruh pengeluaran atau beban perusahaan, sepanjang
memang harus dikeluarkan oleh perusahaan diakui sebagai biaya atau beban.

Berdasarkan laba akuntansi, penghasilan (income) adalah penambahan aset atau


penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains).
Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dikenal dengan
sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan
sewa.

Pendapatan timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi berikut ini:

1. Penjualan barang
Barang meliputi barang yang diproduksi oleh perusahaan untuk dijual dan barang yang
dibeli untuk dijual kembali.
2. Penjualan jasa
Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang secara kontraktual telah
disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu yang disepakati oleh
perusahaan. Jasa tersebut dapat diserahkan selama satu periode atau lebih.
3. Penggunaan aset perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan
dividen.
a. Bunga, pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas atau jumlah terutang
kepada perusahaan.
b. Royalti, pembebanan untuk penggunaan aset jangka panjang perusahaan, misalnya
paten, merk dagang, hak cipta, dan peranti lunak (software) komputer.
c. Dividen, distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi
mereka dari jenis modal tertentu.

Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat
diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh
persetujuan antara perusahaan dengan pembeli atau pengguna aset tersebut. Pada umumnya
imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas.

Biaya (cost) adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode
akuntansi, pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran atau belanja modal (capital
expenditure), yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan
dicatat sebagai aset, dan pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) yang hanya memberi
manfaat untuk satu periode akuntansi yang bersangkutan dicatat sebagai beban.

Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dalam bentuk arus kas keluar, berkurangnya aset, atau terjadinya kewajiban yang menyebabkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

Beban juga mencakup kerugian yang belum direalisasi, misalnya kerugian yang timbul
dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar
hubungan langsung antara biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh.

Jika manfaat ekonomi yang timbul lebih dari satu periode akuntansi dan hubungannya
dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung, beban diakui
berdasarkan alokasi yang rasional dan sistematis. Misalnya, pengakuan beban yang berkaitan
dengan penggunaan aset tetap, goodwill, paten, dan merk dagang. Beban ini dikenal dengan
istilah penyusutan (depreciation) atau amortisasi (amortization).
Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak˗PKP (taxable income) merupakan laba yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
yang diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya.

Penghasilan kena Pajak berdasarkan prinsip taxability deductability, dengan prinsip ini
suatu biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak yang menerima
pengeluaran atas biaya yang bersangkutan melaporkannya sebagai penghasilan, dan penghasilan
penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable). Misalnya, tunjangan yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan dapat dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor jika
karyawan yang menerima tunjangan tersebut mengakui tunjangan yang diberikan sebagai bagian
daripenghasilan bruto dan dikenakan pajak (PPh Pasal 21).

Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, minimal ada lima komponen yang perlu
diperhatikan, yaitu:

1. Penghasilan yang menjadi objek.


2. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
3. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final.
4. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak

Berdasarkan pasal 4 ayat 1 undang-undang pajak penghasilan objek pajak penghasilan


adalah setiap tambahan ekonomi yang di terima atau peroleh wajib pajak baik yang dari
indonesia ataupun luar indonesia.yang dapat untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan dengan nama atau bentuk apapun termasuk:

Berdasarkan pasal 4 ayat 1 undang-undang pajak penghasilan objek pajak penghasilan


adalah setiap tambahan ekonomi yang di terima atau peroleh wajib pajak baik yang dari
indonesia ataupun luar indonesia.yang dapat untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan dengan nama atau bentuk apapun termasuk:
1. Penggantiaan atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau di
peroleh termasuk gaji,upah ,tunjangan honorarium kecuali di tentukan lain dalam
undang-undang ini..

2. Hadiah dari undiaan ,pekerjaan atau penghargaan

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk:

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroaan ,persekutuaan,dan badan lain


sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

 Keuntungan yang di peroleh perseroaan ,persekutuaan dan badan lain karena pengalihan
harta kepada pemegang saham,sekutu atau anggota.

 Keuntungan karena likuidasi,penggabungan ,pemekaran, peleburan ,pemecahan.

 Keuntungan karena pengalihan harta berupa bantuan ,hibah atau sumbangan kecuali yang
di berikan kepada keluarga sedarah dalam gari satu keturunan.

 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan sebagai biaya.

 Bunga termasuk premium,diskonto,dan imbalan karena jaminan pengembaliaan uang.

 Divedendengan nama dan bentuk apapun,termasuk deviden dari perusahaan asuransi


kepada pemegang polisdan sisa hasil usaha koporesi

 Royalti

 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

 Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu

 Selisih lebih karena penilaian kembali aset

 Premi asuransi
 Iuran yang di terima atau di perolehperkumpulan dari anggota

 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum di kenakan

 Imbalan bunga

 Surplus bank indonesia

Penghasilan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak

Pengecualian objek pajak di atur dalam pasl 4 ayat 1 UU pajak penghasilan,Yang meliputi:

1. Bantuan atau sumbangan

Harta hibahan

2. Warisan

3. Harta termasuk setoran tunai

4. Penggantiaan atau imbalan

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi

6. Deviden atau bagian laba yang di terima atau peroleh perseroaan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri ,koperasi,BUMN yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :

a) diveden berasal dari cadangan laba yang di tahan

b) Bagi perseroaan terbatas ,BUMN, BUMD,yang menerima devein paling rendah


25 persen dari jumlah modal yang di setor dan harus mempunyai usaha aktif di
luar kepimilikan saham tersebut.

7. Iuran yang diterima atau peroleh dana pension telah di sahkan oleh Mentri Keuanganbaik
yang di bayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

8. Bagian laba yang di peroleh yang tidak terbagi atas saham- saham persekutuan ,firma
dan kongsi
9. Bunga obligasi yang di peroleh oleh reksadana selama 5 th pertama sejak pendiriaan
perusahaan.

10. Penghasilan yang di terima atau peroleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan yang didirikan.

Penghasilan yang Pajaknya Dikenakan secara Final

Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan wewenang kepada


pemerintah untuk mengatur beberapa pajak tertentu secara khusus di luar yang diatur dalam
Pasal 4 ayat 1 yang dikenal dengan istilah PPh final.

Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final adalah :

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transakasi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

Biaya yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak
diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan usaha, antara lain :
a. Biaya pembelian bahan;
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
grafikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c. Bunga, sewa, dan royalti;
d. Biaya perjalanan;
e. Biaya pengolahan limbah;
f. Premi asuransi;
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri
keuangan;
h. Biaya administrasi;
i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortiasi ata
pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun.
3. Iuran pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat sebagai berikut :
a. Telah dibebankan sebagai baiya dalam laporan laba rugi komersial.
b. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jendral Pajak.
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditor dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikais dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk junmlah
utang tertentu.
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang
tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf k; yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diataur dengan Peraturan Pemerintah.
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam rangka menghitung Penghasilan Kena
Pajak adalah sebagai berikut :

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen, termasuk
dividenyang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali;
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c. Cadangan penjamin untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
5. Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta pengganti atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bangunan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimakskud
dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat 1 huruf i sampai huruf m, serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan berdasarkan peraturan pemerintah.
8. Pajak Penghasilan.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.
Biaya yang Boleh Dikurangkan Sebesar 50 Persen

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50 persen (lima puluh persen) dalam rangka
menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah :

1. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk oegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
2. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaanya.
3. Atas biaya perolehan, atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan dan sejenis
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya.
4. Atas biaya pemeliharaannya atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai karena jabatan atau pekerjaannya.

Jenis – Jenis Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Perencanaan pajak nasional (national tax planning).


2. Perencanaan pajak internasional (international tax planning).

Dalam melakukan perencanaan pajak, baik nasional maupun internasional, yang sering
dilakukan adalah dengan melakukan hal berikut ini:

1. Penghindaran tarif pajak tertinggi, baik dengan memanfaatkan bunga, investasi, maupun
arbitrase kerugian (losses arbitrage).
2. Percepatan pengakuan pendapatan (terutama untuk PPN).
3. Alokasi pajak ke beberapa Wajib Pajak maupun Tahun Pajak.
4. Penangguhan pembayaran pajak.
5. Tax exclusive maximization (misalnya, dengan pengaturan tempat melakukan jasa).
6. Transformasi pendapatan yang terkena pajak ke pendapatan yang tidak terkena pajak.
7. Transformasi beban yang tidak boleh dikurangi pajak ke beban-beban yang boleh
dikurangi pajak.
8. Penciptaan maupun percepatan beban-beban yang boleh dikurangi pajak.

Perbedaan utama antara perencanaan pajak nasional dengan perencanaan pajak internasional
adalah peraturan pajak yang akan digunakan. Dalam perencanaan pajak nasional hanya
memperhatikan undang-undang domestik, tetapi kalau perencanaan pajak internasional
disamping undang-undang domestik juga harus memperhatikan perjanjian pajak dan undang-
undang dari negara-negara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas
dilaksanakan atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya,
untuk menghindari/mengurangi pajak, Wajib Pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus
dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada (misalnya, akan terkena tarif pajak khusus
final atau tidak).

Prinsip Taxable dan Deductible

Pengertian dari prinsip deductible-taxable adalah apabila suatu pengeluaran oleh pihak yang
mengeluarkan dapat dikurangkan sebagai biaya (Pasal 6 UU PPh), maka di pihak penerima akan
dianggap sebagai objek pajak demikian juga sebaliknya.

Contoh deductible-taxable adalah Biaya gaji: disisi yang mengeluarkan yaitu perusahaan
dapat dikurangkan sebagai biaya (deductible) dan disisi yang menerima yaitu pegawai
merupakan objek pajak penghasilan (taxable).

Contoh non deductible-non taxable: Bantuan atau sumbangan pada umumnya bukan objek
pajak bagi penerimanya, maka bantuan atau sumbangan tidak boleh dibiayakan dalam
menghitung penghasilan kena pajak pemberinya.

Meskipun Undang-Undang Pajak Penghasilan secara umum menganut prinsip ini,


pertanyaannya adalah apakah prinsip ini berlaku mutlak? Artinya apakah setiap yang deductible
pasti taxable dan sebaliknya setiap yang taxable pasti deductible? Berikut adalah penjelasanya:

1. Sumbangan-sumbangan yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, j, k, l dan m


serta zakat dan sumbangan wajib keagamaan lain yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah merupakan deductible expense bagi perusahaan namun disisi lain bagi
penerimanya tetap bukan objek pajak (non taxable) bantuan dan sumbangan yang
tidak boleh dikurangkan diatur di Pasal 4 ayat (3) huruf a.
2. Pemberian Natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh
pegawai (non taxable bagi karyawan namun deductible bagi perusahaan). Penyediaan
makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai diatur dalam PMK Nomor
83/PMK.03/2009 dan PER- 51/PJ/2009.
3. Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja,
pakaian seragam keamanan/satpam, antar jemput pegawai, serta akomodasi untuk
awak kapal, hal ini diatur dalam PMK No.83/PMK.03/2009 dan PER- 51/PJ/2009,
pemberian ini non-taxable bagi karyawan tetapi deductible bagi Perusahaan.
4. Pemberian natura pada karyawan oleh perusahaan yang dikenakan Pajak Penghasilan
bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghasilan
khusus (deemed profit), pemberian tersebut taxable bagi karyawan tetapi non-
deductible bagi perusahaan.
5. Pemberian Natura dan kenikmatan di daerah terpencil, merupakan non-taxable bagi
karyawan tetapi deductible bagi perusahaan, hal ini diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan PMK No.83/PMK.03/2009 dan PER- 51/PJ/2009
6. Pembayaran gaji yang melebihi kewajaran, bonus, jasa produksi dan gratifikasi yang
dibayarkan kepada pemegang saham yang juga menjadi Komisaris atau Pegawai
merupakan pembagian laba yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak, namun berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g
merupakan dividen, sehingga merupakan objek Pajak Penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 23/26 UU PPh

Anda mungkin juga menyukai