Anda di halaman 1dari 33

Teori Filsafat Hukum Sebagai Sumber Inspiratif Terhadap Nilai Luhur Pancasila

OPINI | 08 February 2012 | 10:57 Dibaca: 223 Komentar: 0 Nihil

Latar Belakang
Perkembangan Filsafat hukum dimulai dengan sejarah filsafat barat, yang merupakan filsafat kuna
dan terbagi dalam beberapa zaman seperti zaman Filsafat Pra – Sokrates, tokoh pertamanya adalah
Thales (+ 625 -545 SM) samapai kepada zaman yang terakhir adalah Leukippos dan Demokritos,
keduanya yang mengajarkan tentang atom. Akan tetapi yang paling dikenal adalah Demokritos
(+460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik. Dalam Perkembangan sejarah filsafat yang terkenal
dengan para ahli filsafat, seperti kaum sofis dan Sokrates, Protagoras dan ahli sofis yaitu Gorglas
yang terkenal diathena. Masih banyak lagi para ahli filsafat dari beberapa periode seperti pada
masa Filsafat pada abad Petengahan, filsafat masa peralihan ke zaman modern dan Filsafat Modern.
Perkembangan filsafat tersebut adalah merupakan sebagai akar dari fisafat hukum yaitu pada era
abad ke 19, dimana filsafat hukum menjadi landasan ilmu-ilmu dibidang hukum, seperti Ilmu Politik,
Ilmu Ekonomi, dan lain-lainnya.
Berkaitan dengan sejarah perkembangan filsafat hukum, di Indonesia perkembangan filsafat hukum
dapat dilihat pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, dimana pembudayaan nilai dasar
negara Pancasila sebagai ideologi nasional secara filosofis-ideologis dan konstitusional adalah
imperatif. Karenanya, semua komponen bangsa, lebih-lebih kelembagaan dan kepemimpinan negara
berkewajiban melaksanakan amanat dimaksud.
Demi tegaknya sistem kenegaraan Pancasila, negara (i.c. Pemerintah) berkewajiban mendidikkan
dan membudayakan nilai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional) bagi generasi penerus
demi integritas NKRI. Pemikiran-pemikiran untuk pelaksanaan pembudayaan nilai dasar negara
Pancasila seyogyanya dikembangkan secara melembaga, konsepsional dan fungsional oleh negara
dengan mendayagunakan semua kelembagaan dan komponen bangsa.
Tujuan dan Maksud
Bertujuan untuk mengetahui secara mendalam filsafat Hukum yang merupakan sumber dari sagal
ilmu pengetahuan, dengan bercermin kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang
merupakan proyeksi di unsur-unsur filsafat hukum, dengan maksud untuk memperdalam nilai-nilai
filsafat hukum yang terkandung didalam nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
yang diselaraskan dengan kondisi dan sistim hukum di Negara Indonesa. Proyeksi nilai-nilai luhur
tersebut adalah sebagai realisasi dari filsafat hukum yang merupakan sumber dari segala sumber
Ilmu Pengetahuan di dunia.

Kerangka Teori dan Konseptual


Dengan didasari oleh Kerangka teori dan konsep dari filsafat hukum adalah Filsafat Kuna yaitu Thales
dari Milotos yang difinisinya adalah :
“ Bahwa asal mula segalanya dari air, yang dapat diamati dalam bentuk yang bermacam-maca,
tampak sebagai benda halus (uap), benda cair (air), dan sebagai benda keras (es) ”.
Teori dan Konsep dari Filsafat Abad Pertengahan (Skolastik)bernama Johanes Eriugena yaitu :
“ Bahwa makin umum sifat sesuatu, makin nyatalah sesuatu itu, yang paling bersifat umum itulah
yang paling nyata, oleh karena itu zat yang sifatnya paling umum tentu memiliki realitas yang paling
tinggi dan zat yang demikian itu adalah alam semesta, alam semesta keseluruhan realita, hakekat
alam adalah satu, esa “.
George Friderich Hegel (1770 – 1831) adalah tokoh besar filsafat modern; ajarannya, terkenal
sebagai idealisme murni.
”Hegel mengajarkan bahwa alam semesta dan peradaban berkembang dalam asas dan pola dasar
dialektika: thesis; melahirkan antithesis; dan berkembang sebagai sinthesis….. berpuncak dalam
kesempurnaan semesta, dalam makna sebagai ciptaan Yang Maha Sempurna (Tuhan). Karenanya,
filsafat Hegel dianggap bersifat theokratis (theokratisme)”.

Landasan Hukum
Nilai-nilai filsafat kuna sampai filsafat abad petengahan, Pancasila, pasal yang terkandung didalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapam MPR yang berkaitan dengan filsafat hukum Pancasila,
dimana tantangan dan ancaman ini dihadapi oleh MPR RI dalam menegakkan Tap MPRS No.
XXV/MPRS/1966 dan UU RI No. 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum
Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (terutama pasal 107a – 107f).

Metode Penelitian
Didalam penulisan makalah ini, penulis hanya menggunakan data primair yang terdiri dari bahan-
bahan Pengetahuan lapangan yaitu data-data kepustakan filsafat hukum, serta bahan Pengetahuan
Hukum primair yaitu produk-produk hukum undang-undang dan Ketetapan MPR yang terkait dengan
filsafat hukum sera bahan-bahan/artikel di internet : www. yahoo.com, www.google.com dan media
cetak lainya yang berkaitan dengan judul makalah penulis.

Perumusan Masalah
Terdapat permasalahan pada pemahaman filsafat hukum Pancasila yaitu :
- Mengapa pemahaman moral dari setiap warga negara yang tidak konsisten terhadap falsafat
negara yaitu Pancasila, yang mengakibatkan seringnya terjadi pelanggaran terhadap hukum yang
dapat merugikan orang lain maupun negara ?

Asumsi
Asumsi sementara dari penulisan adalah sebagai berikut :
- Pelanggaran terhadap hukum yang sering terjadi adalah disebabakan kurangnya atau semakin
pudarnya tingkat pemahaman terhadap nilai-nilai luhur dari Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945, yang mengakibatkan moral dari pelaku pelanggaran terhadap hukum tersebut semakin
bertambah atau mungkin karena prodak hukum yang diberlakukan mengadung unsur-unsur politis
saja, yang mengakibatkan tingkat penjenjeraan pada para pelaku elanggaran hukum tersebut
semakin banyak.

Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat adalah berasal dari kata Yunani yaitu Filosofia berasal dari kata kerja Filosofein
artinya mencintai kebijaksanaan, akan tetapi belum menampakkan hakekat yang sebenarnya adalah
himbauan kepada kebijaksanaan. Dengan demikian seorang filsuf adalah orang yang sedang mencari
kebijaksanaan, sedangkan pengertian “ orang bijak” (di Timur) seperti di India, cina kuno adalah
orang bijak, yang telah tahu arti tahu yang sedalam-dalamnya(ajaran kebatinan), orang bijak/filsuf
adalah orang yang sedang berusaha mendapatkan kebijaksanaan atau kebenaran, yang mana
kebenaran tersebut tidak mungkin ditemukan oleh satu orang saja.
Difinisi bermacam-macam, terdapat satu difinisi filsafat yaitu “Usaha manusia dengan akalnya untuk
memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati” ( difinisi ini sepanjang abad).
Pertama-tama difinisi tersebut diatas adalah terdapat kata-kata “ Dengan akalnya” mendapat
tekanan artinya tidak dapat disangkal, bahwa semua orang, melalui agama masing-masing, telah
memiliki suatu pandangan dunia dan hidup. Dari mana asal dunia dan manusia serta hidupnya,
bagaimana manusia harus hidup didalam dunia ini, semuanya itu telah diajarkan oleh agama, baik
oleh agama-agama dunia yang besar maupun agama-agama suku yaitu dengan melalui wahyu.
Bahwa difinisi tersebut diatas adalah menerima pandangan dunia dan hidup orang lain, jika hal
tersebut memuaskan dirinya, jika tidak memuaskan ia akan berusaha terus, mengoreksi pandangan
orang lain dan seterusnya.
Yang melatar belakangi filsafat kuna adalah rasa keingin tahuan dari manusia dan rasa keingin
tahuan manusia dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak/ susah untuk mencari jawabannya. Akan
tetapi akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-mite dan mulai manusia
mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Dan kemenangan
serta jawaban tersebut diperoleh secara berangsur-angsur, berjalan hingga berabad-abad
lamanya. Berawal dari mite bahwa pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari
surge, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa :”pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras
bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan ( pendapat ini adalah pendapat pemikir yang
menggunakan akal). Dimana pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat yang
dapat dikontrol, dapat diteli akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya.
Para pemikir filsafat yang pertama hidup dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad
tersebut tentang pemikiran mereka disimpulkan dari potongan-potongan, yang diberitakan kepada
manusia dikemudian hari atau zaman. Dan dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsafat alam
artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran
para ahli filsafat tersebut (objek pemikirannya adalah alam semesta). Tokoh pertamanya yang
melakukan penyelidikan adalah Thales (+ 625 -545 SM) dikuti dengan tokoh kedua yaitu
Anaximandros ( + 610-540 SM) dan ada juga tokoh lain yang bernama Pythagoras (+ 580 – 500SM),
Xenophanesa (+ 570-430SM), Herakleitosa (+ 540-475SM), Parmenidesa (+540-475SM), Zeno (490
SM), Empedoklis (492-432 SM), Empedokles (492-432 SM), Anaxagoras (499-420 SM) dan yang
terakhir adalah Leukippos dan Demokritos, keduanya yang mengajarkan tentang atom. Akan tetapi
yang paling dikenal adalah Demokritos (+ 460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik.

Sejarah Filsafat Kuna.


Para ahli filsafat tersebut diatas adalah sebagai pintu pemikiran tentang filsafat yang mengenai alam
semesta.
1. Filsafat Pra Sokrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng atau
mite-mite yang diterima dari agama, yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Baik
dunia maupun manusia, para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang bijak, yang mencari-cari
jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya tersebut. Sedangkan arti filsafat
itu sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu Filosofia artinya bijaksana/pemikir yang menyelidiki
tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal dongeng-dongeng atau mite-
mite yang diterima dari agama. Pemikiran filsuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu,
baik dunia maupun manusia, yang menyebakan akal manusia tidak puas dengan keterangan
dongeng atau mite-mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan
akalnya, dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surge, mite ini
disanggah oleh Xenophanes bahwa :” pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras bahwa
pelangi adalah pemantulan matahari pada awan ( pendapat ini adalah pendapat pemikir yang
menggunakan akal). Dimana pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat yang
dapat dikontrol, dapat diteli akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya.
Para pemikir filsafat yang pertama hidup dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad
tersebut tentang pemikiran mereka disimpulkan dari potongan-potongan, yang diberitakan kepada
manusia dikemudian hari atau zaman. Dan dapat dikatakan bahwa nereka adalah filsafat alam
artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran
para ahli filsafat tersebut (objek pemikirannya adalah alam semesta).
2. Filsafat Sokrates, Plato dan Aristoteles

 Sokrates :

 Sokrates hidup pada tahun kurang lebih tahun 469 – 399 SM dan Demokritos pada tahun +
460 – 370 SM yang kedua hidup sejaman dengan Zeno yang dilahirkan pada tahun + 490 SM
dan lain-lainnya, serta disebut sebagai filsuf Pra Sokrates, dimana filsafat mereka tidak
dipengaruhi oleh Sikrates. Harus diketahui bahwa kaum sofis hidup bersama-sama denga
skrates. Diman hidup sokrates dan kaum sofis susah dipisahkan dan menurut Cicero, difinisi
Sokrates adalah memindahkan filsafat dari langi dan bumi artinya sasaran yang diselidikinya
bukan jagat raya melainkan manusia, dan bertujuan menjadikan manusia menjadikan
sasaran pemikiran filsuf tersebut.( pemikiran sokrates adalah menjadi kritik kepada kaum
sofis).

 Sofis sebenarnya bukan suatu maszab melainakn suatu aliran yang bergerak dibidang
intelek, karena istilah sofis yang berarti sarjana, cendikiawan seperi Pythagoras dan Plato
disebut kaum sofis. Yang pada abad ke 4 para sarjana atau cendikiawan tidak lagi disebut
Sofis melainkan menjadi Filosofos, Filsuf dan sebutan sofis dikenakan kepada para guru yang
berkeliling dari kota kekota dan kaum sofis tidak menjadi harum lagi, karena sebutan sofis
menjadi sebutan orang yang menipu orang lain/penipu karena para guru keliling tersebut
dituduh sebagai orang yang meminta uang bagi ajaran mereka. Akan tetapi pada masa
Pemerintahan Perikles (Athena) kaum sofis menjadi harum.

 Protagoras (+ 480-411) memberi pelajaran di Athena dan inti sari filsafatnya adalah bahwa
manusia menjadi ukuran bagi segala sesuatu, bagi segala hal yang ada dan yang tidak ada.
Dan menurutnya Negara didirikan oleh manusia, bukan karena hokum alam. Protagoras
meragukan adanya dunia dewa, oleh karenanya dia disebut orang munafik.

 Sokrates memungut biaya pengajaran dengan tujuan untuk mendorong orang supay
mengetahui dan menyadari sendiri dan dia juga menentang relativisme kaum sofis, karena
dia yakin bahwa kebenaran yang obyektif. Mengenai pemberitaannya yang dipandang
sebagai pemberitaan yang lebih dapat dipercaya adalah pemberitaan Plato dan Aristotele.
Sokrates melahirkan bermacam-macam orang atau ahli Politik, Pejabat, tukang dan lain-
lainya, dengan mencapai tujuan yaitu membuka kedok segala peraturan atau hokum yang
semu, sehingga tampak sifatnya yang semu dan mengajak orang melancak atau menelusuri
sumber-sumber hukum yang sejati (Dengan Hipotese). Dan menurut sokrates bahwa alat
untuk mencapai eudemonia atau kebahagiaan adalah kebajikan atau keutamaan (arête),
akan tetapi kebajikan atau keutamaan tidak diartikan sacara moral. Sokrates terkenal
dengan : Keutamaan adalah pengetahuan” yaitu Keutamaan dibidang hidup baik tentu
menjadi orang dapat hidup baik.
 Antisthenes adalah mengajar setelah kematian sokrates di gymnasium Kunosargos di Athena
(kunos = anjing) dan menaruh perhatian kepada etika. Dan menurutnya manusia harus
melepaskan diri dari segala sesuatu dan harus senantiasa puas terhadap dirinya sendiri.
Azasnya adalah bebas secara mutlak terhadap semua anggapan orang banyak dan hukum-
hukum mereka.

 Aristippos dari Kirene, pandangannya kebalikan dari Antishenes, dimana satu-satu tujuannya
perbuatan adalah kenikmatan (hedone), sekalipun demikian tugas orang bijak bukan untuk
dikuasai oleh kenikmatan melainkan untuk menguasainya. Dengan demikian zaman sokrates
adalah zaman yang sangat penting sekali, karena merupakan zaman mewujudkan zaman
penghubung, yang menghubungkan pemikiran pra sokrates dan pemikiran Helenis. Misalnya
Aristippos menggabungkan diri dengan Demokritos, Antishenes menggabungkan diri dengan
Herakleitos dan kemudian ajaran ini timbul dalam bentuk lunak yaitu aliran Stoa.

 Plato :

 Adalah filsuf yunani petama yang berdasarkan karya-karyanya yang utuh. Dilahirkan dari
keluarga terkemuka dari kalangan politisi, semula ingin bekerja sebagai seorang politikus,
karena kematian Sokrates (muridnya selama 8 tahun), plato memendamkan ambisinya
tersebut.

 Kemudian Plato mendirikan sekolah akademi (dekat kuil Akademos) dengan maksud untuk
memberikan pendidikan yang instensip dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Bahwa
pembagian yang didasrkan atas patokan lahiriah, dalam 5 kelompok yaitu karyanya ketika
masih muda, karyanya pada tahap peralihan, karyanya mengenai idea-idea, karyanya pada
tahap kritis dan karyanya pada masa tuannya, yang diantara buku-buknya adalah Aspologia,
Politeia, Sophistes, Timaios.(plato dapat dipandang sebagai monument atau tugu peringatan
bagi sokrates.

 Plato yakin bahwa disanping hal-hal beraneka ragam dan yang dikuasai oleh gerak serta
perubahan-perubahan itu tentu ada yang tetap, yang tidak berubah. Menurut plato tidak
mungkin seandainya yang satu mengucilkan yang lain artinya bahwa mengakui yang satu,
harus menolak yang lain dan juga tidak mungkin kedua-duanya berdiri-sendiri, yang satu
lepas daripada yang lain.Plato inin mempertahankan keduanya, memberi hak berada bagi
keduanya.

 Pemecahan palto bahwa yang seba berubah itu dikenal oleh pengamatan dan yang tidak
berubah dikenal oleh akal. Demikianlah palto berhasil menjembatani pertentangan yang ada
antara Herakleitos, yang menyangkal tiap perhentian dan Parmenides yang menyangkal tiap
gerak dan perubahan.Yang tetap tidak berubah dan yang kekal itu oleh plato disebut “ Idea”.

 Perbedaan antara sokrates dengan plato adalah dimana Sokrates mengusahakan adanya
difinisi tentang hal yang bersifat umum guna menetukan hakekat atau esensi segala sesuatu,
karena tidak puas dengan mengetahui, hanya tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan
sutu persatu, sedangkan Plato meneruskan usaha itu secara lebih maju lagi dengan
mengemukakan, bahwa hakekat atau esensi segala sesuatu bukan hanya sebutan saja, tetapi
memiliki kenyataan, yang lepas daripada sesuatu yang berada secara kongkrit yang disebut
“Idea”, dimana Idea itu nyata ada, didalam dunia idea (hanya satu yang bersifat kekal).

 Pada akhirnya Plato menekankan kepada kebenaran yang diluar dunia ini, hal itu tidak
berarti bahwa ia bermaksud melarikan diri dari dunia. Dunia yang kongrit ini dianggap
penting, hanya saja hal yang sempurna tidak dapat dicapai didalam dunia ini. Namun kita
harus berusaha hidup sesempurna mungkin, yang tampak dalam ajarannya tentang Negara
yang adalah puncak filsafat Plato.

 Menurut Plato, golongan didalam Negara yang idea harus terdiri dari 3 bagian yaitu :
a.Golongan yang tertinggi terdiri dari para yang memerintah (orang bijak/filsuf), b.Golongan
pembantu yaitu para prajurit yang bertujuan menjamin keamanan, c. Golongan terendah
yaitu rakyat biasa, para petani dan tukang serta para pedagang yang menanggung hidup
ekonomi Negara.

 Aristoteles :

 Dilahirkan di Stagerira Yunani utara anak seorang dokterpribadi raja Makedonia dan pada
umur kira-kira 18 tahun dikirim ke Athena untuk belajar kepada Plato. Dan setelah Plato
meninggal Aristoteles mendirikan sekolah di Assos( Asia Kecil) pada tahun 342 SM kembali
ke Makedonia untuk menjadi pendidik Aleksander yang agung.

 Ketika Aleksandra meninggal pada tahun 322 SM, Aristoteles dituduh sebagai mendurhaka
dan lari ke Khalkes sampai meninggal. Karyanya banyak sekali akan tetapi sulit menyusun
secara sistematis, ada yang membagi-bagikannya, ada yang membagi atas 8 bagian yang
mengenai Logika, Filsafat alam, psikologis, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi,
dan akhirnya retorika dan poetika.

 Bukan saja pengertian-pengertian, akan tetapi pertimbangan-pertimbangan dapat


digabungkan-gabungkan, sehingga menghasilkan penyimpulan. Penyimpulan adalah suatu
penalaran dengannya dari dua pertimbangan dilahirkan pertimbangan yang ketiga, yang
baru yang berbeda dengan kedua pertimbangan yang mendahuluinya. Umpamanya manusia
adalah fana, gayus adalah manusia, jadi gayus adalah fana.

 Cara menyimpulkan ini disebut syllogisme (uraian penutup), suatu syllogisme terdiri dari tiga
bagian yaitu suatu dalil umum, yang disebut mayor (manusia adalah fana), suatu dalil
khusus, yang disebut minor (Gayus adalah manusia) dan kesimpulannya (Gayus adalah fana),
syllogisme mewujudkan puncak logika Aristoteles.

 Para filsuf Elea (Parmenides, Zero) berpendapat bahwa gerak dan perubahan adalah
hayalan. Dimana Aristoteles menentang dimana “Yang Ada” secara terwujud “yang ada”
secara mutlak atau menjadi “ yang ada” secar terwujud, jikalau melalui sesuatu. Seperti
dengan Plato, Aristoteles mengajarkan dua macam pengenalan yaitu pengenalan inderawi
dan pengenalan rasional. Dan menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberikan
pengetahuan tentang bentuk benda tanpa materinya. Sedangkan pengenalan rasional
adalah pengenalan yang ada pada manusia tidak terbatas aktivitasnya, yang dapat
mengetahui hakekat sesuatu, jenis sesuatu yang bersifat umum.
3. Filsafat Helenisme dan Romawi

 Helenisme berasal dari bahasa yunani yaitu Hellenizein adalah roh dan kebudayaan yunani,
yang sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan cirri-cirinya kepada para bangsa yang
bukan yunani disekitar laut tengah, mengadakan perubahan dibidang kesusasteraan, agama
dan keadaan bangsa-bangsa itu.

 Pada zaman ini ini ada perpindahan filsafat yaitu dari filsafat yang teoritis menjadi filsafat
yang praktis, yang makin lama menjadi suatu seni. Dimana orang bijak adalah orang yang
mengatur hidupnya menurut akal dan rasionya. Yang termasuk aliran yang bersifat etis
adalah aliran Epikuros dan Stoa, sedangkan yang lainnya diwarnai oleh agama diantaranya
Filsafat Neopythagoris, filsafat Plattonis Tengah, filsafat Yahudi dan Neoplatonisme.

 Epikuros (341-271SM) dilahirkan di Samos mendapat pendidikan di Athena, dan filsafat yang
mempengaruhi pikirannya adalah Demokritos, 2. Stoa didirikan oleh Zeno dari Citium
disiprus (336-264SM) dan Zeno mengajarkan ajarannya di gang diantara tiang-tiang (Stoa
poikila) sebutan Stoa diturunkan daripada Stoa Poikila, 3. Skeptisisme dimana aliran yang
menonjol adalah aliran Pyrrho dari Elis ( 360-270SM) yang berpangkal kepada
realitivisme. Pengamatan memberikan pengetahuan yang sifatnya realtif, dimana manusi
sering keliru melihat dan mendengar, seandainya pengalaman manusi benar, kebenaran itu
hanya berlaku bagi hal-hal yang lahiriah saja, bukan bagi hakekatnya, 4.Filsafat Platonis
Tengah adalah factor agama mengambil tempat yang penting sekali (kira-kira 117 M) dan
Noumenios (akhir abad ke 2 M). Ajarannya adalah Yang ilahi berada jauh lebih tinggi
daripada yang bendawi.Hakekatnya tidak dapat dikenal, namanya tidak dapat diucapkan,
sifat-sifatnya, tidak dapat dimengerti. Diantara yang ilahi dan dunia ini terdsapat tokoh-
tokoh setengah dewa, para demon, yang mempengaruhi jalannya segala sesuatu didunia ini,
5. Filsafat Yahudi yaitu diantara bangsa yahuni yang tersebar diluar tanah Palestina yaitu asia
kecil, yunani, mesir dan disekitar laut tengah. Dimesir pusat pemukiman Yahudi dikota
Aleksandra (kira abad ke 2 SM) orang yahudi dimesir ada 3 kelompok yaitu : a. Mereka yang
setia pada ajaran nenek moyang dengan mengharapkan Mesias,b. mereka yang jatuh
kepada aliran ortodoks seperti yang dipeluk oleh kaum Parisi dan 3. mereka yang mencoba
mencampur agama yahudi dengan filsafat Helenis.Membicarakan Philo dilahirkan di
Alexsandra dari keluarga imam adalah menyesuaikan agama yahudi dengan Helenisme.
Agama yahudi diseintesekan dengan filsafat yunani, menurutnya kitab perjanjian lama (kitab
agama yahudi bahkan juga terjemahan didalam bahasa yunani (y.i.Kitab Septuaginta)
diwahyukan oleh Allah dengan para nabi sebagai alat-alatnya, 6. Neoplatonisme pada akhir
dunia kuna kira-kira 5 abad sesudah Aristoteles, system ini dibentuk pada abad kedua
masehi dan bertahan sampai pada abad ke 6 M.. Dapat dipandang sebagai usaha terakhir
roh Yunani untuk menentang agama Kristen yang sedang tumbuh. Yang ingin menghidupkan
ajaran Plato demi keselamatan dunia, dengan memperkaya segala yang terbaik dari
segala sistim yang kemudian, disesuaikan dengan kebutuhan zaman, dimana unsur-unsur
yang dimasukan adalah ajaran plato, Aristoteles, Stoa dan Philo. Pendiri Neoplatonisme
adalah Ammonius Sakkas dari Aleksandra(175-242), akan tetapi ajaran ini tidak diketahui
karena tidak meninggalkan tulisan apapun. Sedangkan penciptanya adalah Plotinos murid
Ammorius.
4. Filsafat Patristik

 Berasal dari kata latin yaitu Pater = bapa yang dimaksud adalah para bapa gereja).Zaman
meliputi zaman para rasul (abad pertama) mengambil sikap yang bermacam-macam. Ada
yang menolak filsafat yunani, karena dipandang sebagai hasil pemikiran manusia semata-
mata, akan tetapi ada juga yang menerima filsafat yunani, karena perkembangan pemikiran
yunani itu dipandang sebagai persiapan bagi injil. (keduanya tetap menggema di zaman
pertengahan).

 Patristik Barat.

 Terdapat dua macam sikap terhadap filsafat yaitu aliran yang menolak filsafat dan yang
menerimanya.

 - Tertullianus (160-222), adalah menghasilkan karya yang ortodok Nampak dia menolak
filsafat. Bagi orang Kristen wahyu sudah cukup, tiada hubungannya antara telogia dengan
filsafat, antara Yerusalem dengan Athena, antara gerja dengan akademi, antara Kristen
dengan bidat.

 - Aurelius Augustinus (354-430) dilahirkan di Thagaste di Numedia, ayahnya adalah seorang


bukan Kristen dan semasa hidupnya dia menuruti hawa nafsu, diombang-ambingkan dari
Manikheisme kedalam Skeptisisme dan Neoplatonisme yang akhirnya bertobat. Karena
kesalehan dan kecakapannya diangkat menjadi uskup di Hippo (392) dan membentuk
“Filsafat Kristen” berpengaruh pada abat pertengahan. Ajaran yang terpenting adalah
Confessiones (Pengakuan-pengakuan), De Trinitate (tentang Trinitas) dan De Civiate Dei(
tentang Negara Allah). Aliran ini adalah dibidang Teologis dan Filsafat, pemikirannya bersifat
filsafati semata-mata.(dia menetang aliran Skeptisisme, karena Skeptisisme disebabkan
karena adanya pertentangan batiniah).

 - Dionisios dari Areopagos, artinya Dionisios adalah bertobat karena pemberitaan rasul
Paulus di Areopagos (kisah rasul 17:34), karyanya disebut Pseudo Dioysios Areopagita (abad
ke 6 ada 4 buku dan 10 surat yang dikaitkan dengan nama tersebut). Yang menguraikan
teologi kristiani, yang mengenal Neoplatonisme dan menurutnya Allah adalah asal segala
yang ada, yang keadaannya transenden secara mutlak, sehingga tidak mungkin memikirkan
tentang Dia dengan cara yang benar, dan memberikan kepadaNya nama yang tepat.

 C. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan.

 Filsafat pada abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan
pemikiran dunia kuna, yaitu filsafat yang menggambarkan suatu zaman yang baru sekali
ditengah-tengah suatu rumpun bangsa baru, bangsa eropa barat(disebut filsafat Skolastik).

 Sebagian soklastik mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan


disekolah-sekolah dan ilmu terikat pada tuntutan pengajaran disekolah-sekolah. Skolastik
timbul di dibiara di Ballia Selatan tempat pengungsian ketika ada perpindahan bangsa-
bangsa. Pengaruh skolastik sampai ke Irlandia, Nederland dan Jerman dan kemudian timbul
disekolah kapittel yaitu sekolah yang dikaitkan dengan geraja.
 Pelajaran sekolah meliputi tujuh kesenian bebas(Artes Liberales) yang dibagi menjadi 2
bagian yaitu Trivium, 3 matapelajaran bahasa, 4 mata pelajaran matematika, yang meliputi
ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan music, yang dimaksud bagi mereka ingin
belajar lebih tinggi teologia) atau ingin menjadi sarjana.

1. Awal Skolastik : Johanes Scotus Eriugena (810-870) dari irlandia adalah seorang yang ajaib
yang menguasai bahasa yunani dengan amat baik pada zaman itu dan menyusun suatu
sistim filsafat yang teratur serta mendalam pada zaman ketika orang masih berfikir hany
dengan mengumpulkan pendapat-pendapat orang lain, masih dikenal pula tokoh-tokoh lain
yaitu Augustinus dan Dionisios dan Areopagos. Pangkal pemikiran metafisis adalah, makin
umum sifat sesuatu, makin nytalah sesuatu itu, yang paling bersifat umum itulah yang paling
nyata.Oleh karena itu zat yang sifatnya paling umum tentu memiliki realitas yang paling
tinggi. Zat yang demikian adalah alam semesta, alam adalah keseluruhan realita dan oleh
karena hakekat alam adalah satu,esa. Alam yang esa.Pada abad ke 12, dimana persoalan-
persoalan yang timbul pada abad ke 11 tetap diteruskan pada abad ke 12 yaitu suatu usaha
untuk mendapatkan suatu arah yang tetap, dengan dimungkinkan adanya suatu
penelitian yang lebih mendalam tentang universalia dan akal. Anselmus dari Canterbury
memberikan jawaban, yang ternyata telah memberi arah kepada pemikiran filsafat selama
dari 150 tahun. Sedangkan pada persoalan kedua yaitu Universalia Abaelardus memberikan
jawaban yang dalam pokoknya diambil alih oleh semua tokoh Skolastik.

 Anselmus dari Canterbury(1033-1109) dilahirkan di Aosta,Piemont, yang kemudian menjadi


uskup di Canterbury, pola-pola pemikiran berasal dari pemikir Skolastik, bahwa skolatikus
pertama dalam arti yang sebenarnya. Karya yang penting adalah” Cur dues homo” (mengapa
Allah menjadi manusia), Manologion, Proslogion. Pemikiran dialektika atau pemikiran
dengan akal diterima sepenuhnya bagi pemikir teologia, akan tetapi bukan dalam arti bahwa
hanya akalah yang dapat memimpin orang kepada kepercayaan melainkan bahwa orang
harus percaya dahulu supaya dapat mendapatkan pengertian yang benar akan kebenaran.
Nisbah antara iman dan pengetahuan dengan akal dirumuskan demikian “ fides quaerens
intelligam “ (iman berusaha untuk mengerti). Jadi pangkal pemikirannya sama dengan
Augustinus dan Johanes Scotus Eriugema yaitu bahwa keberatan-keberatan yang
diwahyukan harus dipercaya terlebih dahulu, sebab akal tidak memiliki kekuatan pada
dirinya sendiri, guna menyelidiki kebenaran-kebenaran yang termasuk wahyu.

 Petrus Abaelardus (1079-1142) dilahirkan di Le Pallet dekat nantes, pandangannya tajam


sekali dank arena wataknya yang keras sering bentrok dengan para ahli piker dan para
pejabat gerejani. Jasa-jasanya terletak dalam pembaharuan metode pemikiran dan dalam
memikirkan lebih lanjut persoalan-persoalan dialektis yang actual. Metode yang dipakai
adalah rasionalistis, yang menundukkan iman kepada akal.Iman harus mau diawasi oleh akal.
Yang wajib dipercaya adala apa yang telah disetujui akal dan telah diterima olehnya.

 Zaman Kejayaan Skolastik. (abad ke 12).Dalam abad ini ilmu pengetahuan berkembang,
hingga timbul harapan-harapan baru bagi masa depan yang cerah. Metode yang dipakai
Abaelardus ternyata membuka perspektif yang tidak terduga bagi filsafat dan ilmu teologia
dan membangkitkan studi dalam ilmu kemanusia dan ilmu alam.
D. Macam-Macam Aliran Filsafat.
Aliran filsafat Ini terlihat dengan jelas dari beberapa zaman para ahli filsafat ini yaitu seperti :

1. Aliran filsafat Kuna yang terdiri dari beberapa maszab seperti 1. Filsafat Pra Sokrates, 2.
Filsafat Sokrates, Plato dan Aristoteles aliran ini dibagai lagi menjadi a.Kaum Sofis dan
Sokrates, b.Plato dan c. Aristoteles, 3. Filsafat Helenisme dan Romawi dan 4. Filsafat Patristik
yaitu : a. Patristik Timur dan b. Patristik Barat.

2. Aliran Filsafat Abad Pertengahan yang terdiri dari a. Aliran Awal Skolastik, b. Aliran Zaman
Kejayaan Skolastik dan c. Akhir Skolastik.

3. Aliran Filsafat Modern Dalam Pembentukannya. Yang terdiri dari :

4. Renaissance, 2. Filsafat Dalam Abad ke 17 : a. Rasionalisme, Rene Descartes, Blaise Pascal


dan Baruch Spinoza, b. Empirisme, Thomas Hobbes, John Locke, c. Filsafat di Jerman,
G.W Leibbniz, Chistian Wolff dan 3. Filsafat Abad ke 18 : a.Pencerahan ( Aufklarung), b.
Pencerahan di Inggris : George Berkeley, David Hume,c. Pencerahan di Prancis : Voltaire,
Jean Jacques Rousseau dan d. Pencerahan di Jerman : Immanuel Kant.

Aliran Filsafat Abad ke 19 dan abad ke 20.


adalah 1.filsafat Abad ke 19 : a. Idealisme di Jerman : J.C.Fichte, FWI.Schelling, GWF.Hegel, Arthur
Schopenhauer, b. Positivisme : August Comte, John Stuar Mill, Herbert Spencer dan c. Kemunduran
Filsafat Hegel dan Timbulnya Materialisme di Jerman : Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Soren
Kierkegaard, Friedrich Nietzsche. 2. Aliran Filsafat Abad ke 20 : a. Pramatisme : William James, John
Dewey, b. Filsafat hidup : Henri Bergonm, c. Fenomenologi : Edmund Husserl, Max Scheler, d.
Eksistensialisme : Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel.
Dimana filsafat tersebut berkembang terus sampai mempunai cabang-cabang Ilmu Pengetahuan
yang salah satunya filsafat hukum dalam hal ini adalah filsafat hukum yang terkandung didalam nilai-
nilai luhur dari Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

A. Ilmu Hukum Indonesia


Ilmu hukum Indonesia yang dibangun dari teori hukum Indonesia dan filsafat hukum Indonesia jika
ditopang dari bangunan kefilsafatan ilmu, maka memiliki landasan ontologis dualisme (materialisme
dan spiritualisme sekaligus), landasan epistimologi rasionalisme, empirisme dan wahyu sekaligus,
serta landasan aksiologi nilai moral atau etika dan bahkan nilai keagamaan yang sakral. Manusia
yang hidup didalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan, yang tercapai dengan
terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana seharusnnya manusia itu
betingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman
tersebut merupakan patokan atau ukuran berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama yang
kemudian disebut kaidah sosial, yang pada hakekatnya merupakan rumusan pandangan mengenai
perilaku atau sikap yang seharusnnya dilakukan atau tidak, yang dianjurkan maupun yang dilarang
untuk dijalankan. Dengan kaidah sosial hendak dicegah gangguan-gangguan maupun konflik
kepentingan manusia, sehingga diharap manusia dapat terlindungi kepentingan-
kepentingannya. Kaidah keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman manusia terhadap
kewajibannya terhadap tuhan dan dirinya sendiri. Sumbernya adalah ajaran-ajaran agama yang oleh
pengikutnya dianggap sebagai perintah tuhan sehingga sanksinya pun berasal dari tuhan. Kaidah
kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu yang bersangkutan dengan kehidupan
pribadinya, terutama mengenai nurani individu manusia tersebut dan bukan sebagai mahluk sosial
atau sebagai anggota masyarakat. Fungsinya untuk melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi
dan mencegah kegelisahan diri sendiri dengan tujuan agar terbentuk kebaikan ahlak pribadi manusia
serta menyempurnakannya agar tidak berbuat jahat. Kaidah kesopanan didasarkan pada kebiasaan
kepatutan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Ditujukan terhadap sikap lahir
pelakunya yang konkrit demi penyempurnaan/ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan
perdamaian, tata tertib atau membuat sedap lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah dengan
mementingkan yang lahir atau yang formal. Sanksinya bersifat tak resmi dari masyarakat yang
berupa celaan atau cemoohan. Ketiga kaidah sosial tersebut dirasakan kurang memberikan
perlindungan terhadap kepentingan manusia sehingga manusia berharap kepada kaidah hukum
untuk dapat melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingannya. Kaidah hukum lebih ditujukan
kepada sikap lahir manusia dan bukan sikap batinnya. Pada hakekatnya apa yang dibatin, yang
dipikirkan manusia tidak menjadi soal asalkan secara lahiriah tidak melanggar kaidah hukum. Asal
kaidah hukum dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan (heteronom) dan masyarakat
secara resmi diberi kuasa untuk menjatuhkan sanksi melalui alat-alat negara.2 Jika kaidah
keagamaan, kesusilaan dan kesopanan hanya memberikan kewajiban-kewajiban (normatif) saja
maka kaidah hukum selain membebani kewajiban-kewajiban juga memberikan hak-hak (atributif).
Menurut Satjipto Raharjo (2000: 17) kaidah hukum merupakan resultan dari tegangan antara norma
kesusilaan dengan norma kebiasaan. Norma kesusilaan bersifat ideal sedangkan norma kebiasaan
bersifat empirik dan norma hukum berada diantara keduanya.
Hukum sebagai disiplin ilmu mengarahkan sasaran studinya terhadap kaidah atau norma yang
menghasilkan ilmu tentang kaidah hukum (norm wissenschaft), terhadap pengertian-pengertian
dalam hukum yang menghasilkan ilmu tentang pengertian hukum (begriffen wissenschaft), dan
terhadap kenyataan-kenyataan dalam hukum yang menghasilkan ilmu tentang kenyataan hukum
(sein wissenschaft). Bedasarkan latar belakang masalah yang menunjukkan keterkaitan erat antara
hukum dengan masyarakat beserta sistem nilainya yang berlaku dan mengingat pula hukum sebagai
disiplin ilmu, maka yang menjadi permasalahn dalam tulisan ini adalah: Bagaimanakah aspek
ontologi dari bangunan ilmu hukum, terutama dalam konteks keindonesiaan dengan pluralisme
hukumnya? bagaimanakah dengan aspek
epistemologinya? bagaimana pula dengan aspek aksiologinya, terutama dalam menjawab perso
alan euthanasia?

B. Aspek Ontologis dari Ilmu Hukum


Disiplin ilmu hukum dalam mengarahkan sasaran studinya terhadap kaidah atau norma (norm
wissenschaft), maka akan dapat dibedakan antara kaidah dalam arti yang luas dengan asas-asas
hukum dan norma (nilai) yang merupakan kaidah dalam arti yang sempit, serta peraturan hukum
kongkrit.. Kaidah dalam arti yang luas adalah rumusan pandangan masyarakat pada umumnya
(bukan rumusan pandangan kelompok atau individu) tentang apa yang baik yang seharusnya
diperbuat dan apa yang buruk yang seharusnya tidak diperbuat, sehingga berisi rumusan pandangan
yang merupakan amar makruf nahi mungkar.
Asas-asas hukum merupakan peraturan atau pedoman yang bersifat mendasar tentang bagaimana
seharusnya orang berperilaku dan pedoman tersebut berupa pikiran dasar yang tersirat, berlaku
umum, abstrak, mengenal pengecualian-pengecualian dan merupakan persangkaan (presumption)
serta bersifat ideal mengingat manusia akan menemukan cita-citanya dengan asas hukum rersebut
dan bersifat dinamis. Norma atau kaidah dalam arti yang sempit adalah nilai yang dapat kita gali
atau temukan dari peraturan hukum kongkrit, sedangkan peraturan hukum kongkrit sendiri berupa
pasal-pasal suatu peraturan perundang-undangan.. Sebagai contoh peraturan hukum kongkrit
adalah Pasal 362 KUHP, maka asasnya adalah asas legalitas, norma atau nilai yang dapat kita gali
adalah bahwa perbuatan mencuri itu merupakan perilaku yang buruk sehingga dilarang untuk
dilakukan. Sasaran studi ilmu hukum terhadap pengertian pengertian (begriffen wissenschaft) tidak
diarahkan untuk mencari pengertian dari hukum itu sendiri, melainkan mencari pengertian-
pengertian dari konsep-konsep yang terdapat dalam hukum baik itu konsep dasar (fundamental)
maupun konsep-konsep operasional sebagai tindak lanjut dari konsep dasar. Misalnya saja tentang
pengertian dari konsep peristiwa hukum, hubungan hukum, subyek hukum, manusia sebagai subyek
hukum, badan hukum, hak dan kewajiban serta demikian seterusnya yang kemudian secara
sistematik bangunan pengertian-pengertian tersebut akan membentuk ilmu hukum. Sasaran studi
ilmu hukum terhadap kenyataan-kenyataan yang terjadi di masyarakat (sein wissenschaft) akan
melahirkan ilmu-ilmu hukum baru yang bersifat empirik yaitu sejarah hukum (terkait dengan
kenyataan masyarakat di masa lampau), sosiologi hukum (terkait dengan kenyataan masyarakat di
masa kini), antropologi hukum (terkait dengan nilai-nilai budaya masyarakat), psikologi hukum dan
perbandingan hukum (bukan merupakan ilmu namun hanya sekedar memperbandingkan hukum
yang masih berlaku dengan metodenya functional approach). Selain kaidah sebagai sasaran studi
ilmu hukum, sistem hukum dan penemuan hukum juga menjadi sasaran yang penting untuk dikaji
(Hartono, 1989: 13-20). Sistem hukum adalah tatanan yang utuh yang didalamnya terdapat unsure-
unsur pembentuk sistem yang masing-masing saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan dari
sistem, serta tidak dikehendaki adanya konflik atau kontradiksi dalam diri sistem, namun jika terjadi
konflik maka akan diatasi oleh dan didalam sistem hukum itu sendiri. Penemuan hukum adalah
menemukan hukumnya atau peraturannya karena tidak jelas, tidak lengkap atau tidak ada. Ketidak
jelasan peraturan akan digunakan metode interpretasi atau penafsiran dengan jalan menafsirkan
bagian peraturan yang tidak jelas (Loudoe; 1985: 124-125). Ketidaklengkapan atau ketiadaan
peraturan hukum akan digunakan metode argumentasi baik argumentum peranalogiam maupun
argumentum acontrario, serta metode konstruksi hukum (penyempitan maupun penghalusan
hukum) serta metode fiksi hukum, yaitu apa yang ada dianggap tiada dan sebaliknya apa yang tiada
dianggap ada (Scholten, 1992: 67).

C. Masa Proklamasi Kemerdekaan


Proklamasi Kemerdekaan Negara RI yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berhasil
mendobrak sistem hukum kolonial dan menggantinya dengan sistem hukum nasional. Terlepas pro
dan kontra antara kubu yang berpendapat bahwa saat ini kita telah memiliki sistem hukum nasional
sendiri dan kubu yang berpendapat bahwa kita belum memiliki sistem hukum nasional sendiri
karena sistem hukum yang ada ini masih merupakan warisan atau kelanjutan dari sistem hukum
kolonial, maka penulis berpendapat bahwa sistem hukum itu bersifat historisch bestimmt (dinamis
terkait dengan aspek-aspek kesejarahannya dan terikat dengan dimensi waktu dan tempatnya). Kita
tidak dapat membangun sistem hukum nasional yang sama sekali baru karena sistem hukum itu
bersifat given dan sistem hukum nasional yang telah ada, yang merupakan kelanjutan dari sistem
hukum kolonial secara step by step akan dilakukan perbaikan-perbaikan dan perobahan-perobahan
serta penyempurnaan-penyempurnaan untuk diselaraskan dan diserasika dengan Grundnorm kita,
karena semenjak kemerdekaan RI kita telah mempunyai Undang-Undang Dasar Negara sendiri yaitu
UUD Negara RI Tahun 1945 yang di dalamnya memuat dasar Negara RI yaitu Pancasila yang
merupakan sumber dari segala sumber hukum dan dalam hirarki peraturan perundang-undangan
Negara RI menempati kedudukan sebagai grundnorm. Demikian pula dalam operasionalisasi
peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang masih berlaku karena ketentuan Pasal II
Aturan Peralihan UUD Negara RI Tahun 1945, terutama dalam pelaksanaannya di lembaga peradilan,
hakim-hakim Indonesia telah menyesuaikan peraturan-peraturan warisan kolonial Belanda yang
berjiwa materialistik, kapitalistik dan individualistik tersebut dengan Pancasila yang berjiwa
monodualistik (asas keseimbangan). Plularisme hukum sudah dikenal di Indonesia sejak jaman
kolonial Belanda. Bahkan dilegalkan dengan pasal 131 I.S. (Indische Statsregeling) yang berisi
ketentuan bahwa di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) berlaku 3 macam sistem hukum perdata
yaitu: 1. Hukum perdata barat (Eropa), 2 Hukum pertdata Islam dan 3. Hukum perdata Adat. Saat ini
di masa kemerdekaan plularisme hukum tersebut masih merupakan sebuah kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri dan dalam pembangunan hukum sekarang yang bercorak modern melalui
peraturan perundang-undangan hukum barat, hukum adat maupun hukum Islam saling berebut
pengaruh untuk mewarnai pembangunan hukum nasional tersebut dalam berbagai bidang melalui
proses legislasi nasional Hukum barat yang bercorak kapitalistik dan individualistik memiliki
dasar ontologis monisme yaitu materialisme,bahwa hakekat dari kenyataan yang ada3yang
beraneka ragam itu semua berasal dari materi atau benda yaitu sesuatu yang berbentuk dan
menempati ruang serta kedudukan nilai benda/badan/materi adalah lebih tinggi daripada
roh/sukma/jiwa/spirit. 4
Hukum Islam yang memberikan kostribusi terhadap pembangunan hukum nasional bukanlah hukum
Islam yang bersifat universal5 yang meliputi peraturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia secara komprehensif, melainkan sebatas hukum Islam yang menyangkut aspek keperdataan
tertentu saja. Itulah yang menjadi hukum yang hidup (living law) dan selebihnya seperti aturan-
aturan yang menyangkut aspek peribadatan dan lain sebagainya masih belum menjadi hukum yang
hidup dimasyarakat melainkan masih merupakan moral positif meskipun masyarakat telah
menjalankan secara nyata dalam kehidupannya sehari-hari.
Dasar ontologis dari hukum Islam bersifat monisme yaitu idealisme atau spiritualisme, bahwa
hakekat dari kenyataan yang ada yang beraneka ragam itu semua berasal dari roh/sukma/jiwa, yaitu
sesuatu yang bersifat ghoib yang tidak berbentuk dan tidak menempati ruang serta kedudukan nilai
roh adalah lebih tinggi daripada nilai benda/materi/badan.
Hukum adat yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan hukum nasional adalah hukum
adat yang diketahui sepanjang masih merupakan hukum yang hidup(living law) dalam masyarakat
dan yang masih sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dasar ontologis dari
hukum adat adalah bersifat dualisme bahkan pluralisme, apalagi dengan mengingat sifat hukum
adat itu yang magis religius. Hakikat dari kenyataan yang ada sumber asalinya berupa baik materi
maupun rohani yang masing-masing bersifat bebas dan mandiri dan bahkan segala macam bentuk
merupakan kenyataan. Hal tersebut berkaitan erat dengan banyaknya wilayah atau daerah hukum
adat (Rechtskringen) di Indonesia dan bahkan menurut catatan Van Vollen Hoven terdapat 19
daerah hukum adat (Mertokusumo, 1999: 126), sehingga keberadaan hukum adat sendiri di
Indonesia sudah bersifat pluralistik.

D. Aspek Epistemologis dari Ilmu Hukum


Epistemologi adalah yang terkait dengan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan6
(Masruri dan Rosidy dalam Fadjar, 2007: 4) (Suriasumantri, 1990: 106). Ia membahas tentang
sumber, sarana dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan ilmiah,
serta tolok ukur bagai sebuah kebenaran dan kenyataan ilmiah. Sarana ilmiah dalam epistemologi
adalah akal atau akal budi, pengalaman atau kombinasi diantaranya, serta intuisi. Dalam konteks
keindonesiaan dengan plularisme hukumnya, aliran epistemologi yang dianut oleh hukum barat yang
positivistik dan menitik beratkan pada peraturan perundang-undangan menurut hemat penulis
adalah idealisme atau rasionalisme dengan menekankan peranan akal sebagai sumber pengetahuan.
Aliran epistimologi yang dianut oleh hukum adat yang bersifat riil, terang atau jelas dan kontan,
serta menitik beratkan pada kebiasaan atau perilaku masyarakat (die normatieve kraft des
factischen demikian kata Jellineck), menurut hemat penulis adalah realisme atau empirisme dengan
menekankan peranan indra dan pengalaman empirik (realitas) sebagai sumber pengetahuan.
Adapun aliran epistemologi dari hukum Islam menurut hemat penulis tidak dapat dikatakan
idealisme atau rasionalisme yang menekankan pada peranan akal. Demikian pula tidak dapat
dikatakan realisme atau empirisme yang menekankan pada peranan indra dan pengalaman empirik
(realitas), sebab Hukum Islam yang berasal dari Ajaran Agama Islam bersumberkan kepada wahyu
sebagai sumber pengetahuan, baik yang didasarkan kepada kitab suci Al-Qur’an yang berkedudukan
sebagai wahyu primer maupun Al-hadist yang berkedudukan sebagai wahyu sekunder. Keduanya
dalam agama Islam dikenal sebagai sumber hukum atau dalil Naqli. Disamping itu hukum Islam
juga mengakui peranan akal (al-ra’yu) sebagai sumber pengetahuan dan sekaligus sebagai sumber
hukum yang dalam agama Islam disebut sebagai sumber hukum atau dalil Aqli, tetapi kedudukanya
tergantung dari sumber hukum atau dalil aqli, yakni untuk menjelaskan sumber hukum Naqli
tersebut apabila tidak ditemukan kejelasannya. Dengan catatan sumber hukum Aqli tersebut yang
berupa ijma’ (kesepakatan para ulama) dan qias (analogi) tidak boleh menyimpang dari
ketentuan sumber hukum Naqli. Dan apabila dikaitkan dengan penggunaan indra atau pengalaman
empirik (realitas) sebagai sumber pengetahuan dalam hukum Islam, maka menurut hemat penulis
hal itu pun dijumpai seperti pada asas hukum (kaidah ushul fiqih) al-aadatu al- muhakkamah
(kebiasaan atau adat yang melembaga). Ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia melalui sarana
akal atau akal budi, indra atau pengalaman empirik (realitas) dan lain sebagainya, telah
menghasilkan beberapa metode ilmu pengetahuan yaitu metode induksi, deduksi, positivisme,
kontemplatif dan dialektika. Hukum sebagai ilmu pengetahuan dalam menyusun obyek atau bahan
ilmunya ke dalam struktur ilmu hukum yang konstruktif dan sistematis, juga menggunakan metode-
metode tersebut. Metode Induksi adalah metode berpikir dari yang khusus kepada yang umum,
sedangkan metode deduksi bersifat sebaliknya, yaitu metode berpikir dari yang umum kepada yang
khusus. Metode positivisme yang dipelopori oleh August Comte berpangkal dari apa yang telah
diketahui, yang faktual dan positif serta menolak diluar yang positif termasuk metafisika. Sedangkan
metode kontemplatif mengakui metode lain berupa intuisi dan perenungan mengingat keterbatasan
indra dan akal. Apabila ditarik ke dalam dunia peradilan yang dikuasai oleh postulat keadilannya
Aristoteles, bahwa peristiwa yang sama diperlakukan sama (analogi) dan peristiwa yang tidak sama
tidak diperlakukan sama (a contrario), maka ada dua sistem untuk merealisir pokok pikiran tersebut
yaitu sistem Anglo-Amerika dan Sistem Eropa Kontinental. Sistem Anglo-Amerika mengikat hakim
pada precedent (The binding force of Precedent). Hakim Amerika akan berfikir secara induktif, yaitu
berfikir dari yang khusus kepada yang umum/ilmu pasti. Penemukan peraturan yang dijadikan dasar
putusannya dari deretan putusan-putusan sebelumnya (reasoning by analogy, reasoning from case
to case). Sedangkan Sistem Eropa Kontinental bertujuan mewujudkan postulat kesamaan dengan
mengikat hakim pada undang-undang, yaitu peraturan yang sifatnya umum yang menentukan agar
sekelompok peristiwa tertentu yang sama diputus sama. Dalam hal ini hakim terikat pada jalan
pikiran deduktif, yaitu berpikir dari yang umum kepada yang khusus. Ia harus mengkonkritisasi
peraturan dan harus mengabstraksi peristiwa. Subsumpsie dan sillogisme atau dialektika merupakan
ciri khas dari cara berfikir deduksi. Dalam sillogisme atau dialektika bunyi pasal undang-undang
adalah premis mayor atau thesenya, fakta atau peristiwa atau kasus konkritnya adalah premis minor
atau antithesenya dan bunyi putusan hakim adalah konklusi atau sinthesenya. Dengan demikian
sillogisme atau dialektika hanyalah memberi bentuk untuk membenarkan putusan, sedangkan untuk
menemukan putusannya diperlukan analogi dan acontrario.7Dalam bagan siklus ilmu pengetahuan
sebagaimana digambarkan oleh L. Wallace di dalam bukunya The Logic of Science in Sociology8,
dikatakan bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang karena dibantu oleh riset yang dilakukan
secara terus menerus. Riset atau penelitian tersebut memiliki dua ciri khas yaitu penggunaan logika
dan pengamatan empirik. Penggunaan logika meliputi baik logika deduksi maupun induksi. Logika
deduksi digunakan manakala hendak menyusun hipotesis, logika induksi digunakan manakala
hendak melakukan genaralisasi empirik dengan melakukan abstraksi, sedangkan pengamatan
empirik digunakan manakala hendak melakukan uji hipotesis dengan melakukan observasi di
lapangan.

E. Pancasila Sebagai Sistim Filsafat


Pancasila sebagai paham filsafat dalam kehidupannya manusia selalu menghadapi persoalan-
persoalan pokok manusia yang meliputi : hubungan manusia dengan dirinya sendiri, orang lain atau
sesama, alam sekitar, serta dengan Tuhan Sang penciptanya.
Sedangkan Pancasila sebagai Sistim Nilai yang pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang
melekat pada suatu objek dan macam-macam nilai tersebut menurut Walter G. Everet adalah nilai-
nilai manusiawi menjadi 8 kelompok, yaitu :

1. Nilai ekonomis (ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli).

2. Nilai kejasmanian (mengacu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan badan).

3. Nilai hiburan ( nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbang pada
pengayaan kehidupan).

4. Nilai sosial ( berasal mula dari berbagai bentuk perserikatan manusia).

5. Nilai watak ( keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan).

6. Nilai estetis ( nilai keindahan dalam alam dan dan karya seni).

7. Nilai intelektual ( nilai-nilai pengetahuan dan pengejaran kebenaran).

8. Nilai keagamaan (nilai-nilai yang ada dalam agama).

Sedangkan menurut notonagoro nilai tersebut dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Nilai material, yaitu segala
sesuatu yang yang berguna bagi unsur jasmani manusia, 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas dan 3.Nilai kerohanian, yaitu
segala seuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Menurut dasar kaedah nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. 1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak,karena pada hakikatnya
pancasila adalah nilai.
2. 2. Inti nilai pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang.

3. 3. Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD’45, menurut ilmu hukum memenuhi
syarat sebagi pokok kaidah negara yang fundamental, sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia.

4. Pandangan berdasarkan Darmoduharjo nilai pancasila yang bersifat subjektif adalah 1. Nilai-
nilai pancasila timbul dari bangsa indonesia sendiri, sehingga bangsa indonesia sebagai
kuasa materialis, 2. Nilai pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia dan 3.Nilai pancasila
merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia.

Dimana bentuk dan susunan pancasila tersebut adalah 1. Pancasila sebagai suatu sistem nilai yang
mempunyai ciri-ciri yaitu merupakan sebagai kesatuan yang utuh dari setiap unsur pembentuk
pancasila merupakan unsur mutlak yang membentuk kesatuan, bukan unsur komplementer dan
sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi, dan 2. Susunan pancasila
adlah susunan sila-sila pancasila merupakan kesatuan yang organis, satu sama lain membentuk
suatu sistem yang disebut dengan istilah majemuk tunggal. Majemuk tunggal artinya pancasila
terdiri dari 5 sila tetapi merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri secara utuh.

Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Pancasila adalah sebagai ideologi terbuka dan dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-
nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Pancasila dikatakan memiliki dimensi terbuka
memiliki dimensi identitas karena memiliki nilai-nilai yang dianggap baik, benar oleh masyarakat
Indonesia.
Perbandingan antara ideologi liberalisme, komunisme, dan pancasila
Liberalisme ciri-cirinya adalah: memiliki kecenderungan untuk mendukung perubahan, mempunyai
kepercayaan terhadap nalar manusiawi, bersedia menggunakan pemerintah untuk meningkatkan
kondisi manusiawi, mendukung kebebasan individu, bersikap embivalen terhadap sifat manusia.
Liberalisme yang menyuarakan kebebasan hak-hak manusia yang hampir tanpa batas ini berbeda
dengan UUD’45 . dalam UUD’45 juga menyuarakan hak azasi manusia tetapi juga mencantumkan
kewajiban- kewajiban warga negara.

Makna Sila-Sila Pancasila


Arti dan makna sila ketuhanan yang maha esa adalah mengandung arti pengakuan adanya kuasa
prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa untuk menjamin penduduk agar memeluk agama dan beribadat
menurut kepercayaannya masing-masing, tidak memaksa warga negara untuk beragama serta
menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama yang berorientasi pada alam
kehidupan beragama dan Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warganya. Arti dan makna sila kemanusian yang adil dan beradab menempatkan manusia sesuai
dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan, menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala
bangsa serta mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah
Arti dan makna sila persatuan indonesia.
Pokok-pokok pikiran yang perlu dipahami antara lain : Nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air,
menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan
maupun warna kulit dan keturunan, menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan. Sedangkan arti
dan makna sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan pada hakikatnya sila ini adalah demokrasi. Permusyawaratan artinya mengusahakan
putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.Dalam melaksanakan
keputusan dibutuhkan kejujuran bersama arti dan makna sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat seluruh
kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagian bersama menurut potensi masing-
masing dengan melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya. Tiga macam keadilan legalis, yaitu keadilan yang arahnya dari diri pribadi ke
seluruh masyarakat, keadilan distributuf, yaitu keseluruhan masyarakat wajib memperlakukan
manusia pribadi sebagai manusia yang sama martabatnya dan keadilan komutatif, yaitu
memperlakukan warga lain sebagi pribadi yang sama martabatnya.

Pancasila Sebagai Pradigma Pembangunan Bangsa


Pancasila sebagai orientasi pembangunan yang memberi orientasi untuk terbentuknya struktur
kehidupan sosial politik dan ekonomi yang manusiawi, demokratis dan adil bagi seluruh rakyat.
Pancasila sebagai kerangka acuan pembangunan Pancasila sebagai nilai- nilai dasar yang menjadi
referensi kritik sosial budaya dimaksudkan agar proses perubahannya yang sangat cepat yang
terutama diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang luar biasa yang terjadi dalam derap dan
langkah pembangunan tetap dijiwai nilai-nilai pancasila. Implementasi pancasila sebagai paradigma
dalam berbagai bidang Pancasila sebagai paradigma pembangunan pendidikan.
Pendidikan nasional harus dipersatuan atas pancasila. Tak sesogyanya bagi penyelesaian-
penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional dipegunakan secara langsung sistem-sistem
aliran-aliran ajaran, teori, filsafat, praktek pedidikan berasal dari luar.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan ideologi Pengembangan pancasila sebagai ideologi yang
memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog yang tiada henti
dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian
tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik untuk mengatasi permasalahan politik, tidak ada
jawaban lain kecuali bahwa kita harus mengembangkan sistem politik yang benar-benar demokratis.
Demokratisasi merupakan upaya penting dalam mewujudkan civil society.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi nasional harus juga berarti pembangunan
sistem ekonomi yang kita anggap paling cocok bagi bangsa indonesi. Dalam penyusunan sistem
ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sudah
semestinya pancasila sebagai landasan filosifinya.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial buadaya dalam kehidupan sosial buadaya
masyarakat masing- masing melalui pengembangan kehidupan yang bermakna dan kemampuan
untuk memuliakan kehidupan itu sendiri.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan ketahanan nasional
Penyelenggaraan ketahanan nasional itu dengan sendirinya berbeda-beda sesuai dengan letak dan
kondisi geografisnya serta budaya. Bangsa.bangsa itu terpeliraha persatuannya berkat adanya
seperangkat nilai yang duhayati bersama oleh para warganegaranya. Perangkat nilai bangsa yang
satu berbeda dengan perangkat nilai bangsa lain. Bagi bangsa indonesia perangkat nilai ,perangkat
nilai itu ialah pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum terahadap sistim hukum menurut wawasan
pancasila yang merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem kehidupan masyarakat sebagai
satu keutuhan dan karena itu berkaitan secara timbal balik, melalui berbagai pengaruh dan
interaksinya.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama, kita hidup dalam berbagai
perbedaan, salah satunya ialah perbedaan dalam beragama.

Pada hakikatnya semua agama dianggap sama hanya cara beribahnya berbeda satu dengan yang
lain. Dengan adanya pancasila sebagai falsafah hidup diharapkan tidak ada batasan pergaulan antar
agama. Saling menghormati dan menghargai satu sama lain, sehingga persatuan dan kesatuan tetap
terjaga.
Begitu pula Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu dan teknologi, Pancasila mengandung
hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Dari sila 1 hingga 5 merupakan tolak
ukur bagaimana manusia mengembangkan ilmu dan teknologi tersebut.

FILSAFAT HUKUM SUMBER INSPIRATIF PANCASILA DIDALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

Semua perkembangan budaya dan peradaban modern termasuk pemikiran ipteks juga bukan
berawal dari Barat; sebab peradaban Timur Tengah telah berkembang melalui berbagai bidang
keilmuan, sampai pendidikan tinggi (universitas) dirintis 750 – 1300 M. Budaya ipteks mulai
berkembang di Barat sekitar abad XVI ditandai dengan Renaissance dan Aufklarung. Namun, abad
XXI keunggulan kepeloporan Barat memukau dunia ilmu pengetahuan, sehingga masyarakat
modern, mengenal Barat sebagai perintis dan pengembang ipteks, yang mulai berkembang abad
XVIII – sekarang.

Makna dan Fungsi Filsafat


Sesungguhnya nilai filsafat amat fungsional dalam mendorong pengembangan ipteks, sebagai
sumber motivasi pengembaraan dan pengabdian manusia. Fenomena ini dilukiskan dalam skema 1;
bagaimana peranan nilai filsafat (Timur Tengah) menjadi sumber energi manusia dalam
pengembangan dan pengabdian (nilai) ipteks. Sedemikian besar pengaruh nilai filsafat Timur Tengah
sehingga hampir semua umat manusia pada semua benua di dunia menganut nilai filosofis theisme
religious yang memberikan motivasi kebajikan, cinta-kasih dan pengabdian.

1. Konsepsi Filsafat

2. Sejarah budaya dan ilmu pengetahuan mengakui bahw abidang filsafat dianggap sebagai
induk atau ratu ilmu pengetahuan, dan merupakan bidang pemikiran tertua dalam
peradaban (Avey 1961: 3 – 4).

3. Filsafat mencari dan menjangkau kebenaran fundamental dan hakiki untuk dijadikan filsafat
hidup sebagai kebenaran terbaik. Nilai filsafat yang bersumber dari Timur Tengah terpadu
dengan nilai ajaran agama, karena nilai intrinsik agama yang metafisis-supranatural sinergis
dengan nilai filsafat yang cenderung fundamental, komprehensif (kesemestaan), metafisis,
universal dan hakiki. Demikian pula nilai agama (Ketuhanan, keagamaan) berwatak
fundamental-universal, suprarasional dan supranatural. Identitas filosofis theisme religious
Timur Tengah dapat diakui sebagai sumur madu peradaban —dibandingkan filsafat Barat
sebagai sumur susu peradaban. Karenanya, manusia sehat, sebaiknya minum susu dengan
madu; demikian pula bangsa yang jaya seyogyanya menegakkan nilai theisme religious
sinergis dengan filsafat dan ipteks.

4. Filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur; karenanya ajarannya
memancarkan identitas dan martabat theisme-religious sebagai nilai keunggulannya.
Artinya, keunggulan sistem filsafat Pancasila terpancar dari asas theisme religious yang
menjadi tumpuan keyakinan (kerokhanian) dan moral kepribadian manusia. Tegasnya,
keunggulan (kepribadian) manusia, bukanlah penguasaan keunggulan ipteks; melainkan
keunggulan moralitas manusia.

5. Fungsi Filsafat, sebagai nilai kebenaran fundamental dan hakiki, ajaran filsafat oleh
penganutnya dijadikan pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung). Ajaran ini bagi
bangsa merdeka dan berdaulat umumnya dijadikan sebagai dasar negara (filsafat negara,
ideologi negara, ideologi nasional). Ajaran filsafat demikian ditegakkan sebagai sistem
kenegaraan; yang menjiwai, melandasi dan memandu kehidupan berbangsa, bernegara dan
berbudaya. Pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional suatu bangsa, terutama kepada nilai
dasar negara dan ideologi negara; yang terjabar secara konstitusional di dalam UUD
negara.Dinamika dunia modern berpacu antar sistem filsafat (baca: sistem kenegaraan)
untuk merebut supremasi ideologi sebagai pembuktian kebenaran dan keunggulan sistem
filsafatnya.

6. Sifat filsafat

7. Aliran, tepatnya sistem filsafat menjelma dalam tatanan (sistem) budaya dan sistem
kenegaraan yang dominan adalah bersifat integralisme, existentialisme, phenomenology,
universalisme dan berpandangan Pancasila dengan dilandasi kepada Neo-Positivisme,
Hukum Positivisme, Sociological Jurisprudence, berdasarkan keanekaragaman
Agama, eksistensialisme, fenomenologi berdasarkan Pancasila.

8. Ajaran dan Sistematika Filsafat

9. Sepanjang sejarah dari Barat dan Timur telah berkembang berbagai aliran filsafat yang
mempengaruhi pemikiran dan sistem budaya sampai sistem kenegaraan, melalui sistem
ideologi dan sistem hukum yang ditegakkan bangsa negara modern. Aliran-aliran filsafat
makin berkembang sebagai sistem filsafat yang masing-masing menganggap ajarannya yang
terbaik. Karenanya, secara filosofis terjadi kompetisi untuk membuktikan validitas dan
keunggulan ajarannya. Dalam dinamika dunia dan budaya modern, sampai era
postmodernisme kompetisi demikian makin meningkat sebagai perebutan supremasi
(keunggulan) demi citra dan cita masing-masing penganutnya. Dunia modern mengenal
sistem filsafat dimaksud sebagai ajaran dan sistem ideologi: theokratisme, zionisme,
kapitalisme-liberalisme, sekularisme; marxisme-komunisme-atheisme, sosialisme,
fundamentalisme dan filsafat Pancasila. Berbagai negara modern tegak dan berkembang
berdasarkan ajaran berbagai sistem filsafat dan atau sistem ideologi dimaksud.

Filsafat Sebagai Landasan Hukum


1. Ajaran Filsafat Hukum Alam, Ajaran filsafat hukum alam, lebih terkenal sebagai: Natural Law
Theory (Teori Hukum Alam). Filsafat ini mengajarkan bahwa HAM adalah anugerah alam, untuk
manusia sebagai individu. HAM terutama berwujud: life, liberty, and property (= hidup,
kemerdekaan dan hak milik). Teori ini melahirkan ajaran yang bersifat memuja individualisme dan
kebebasan (liberalisme); sekaligus memuja hak milik dalam makna: materi, kekayaan, dan kapital;
karenanya berwatak kapitalisme. Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh pemikir dan
pelopornya menjadi teori kenegaraan sebagai dianut dan dikembangkan oleh negara-negara Barat,
yang terkenal sebagai paham atau ajaran ideologi kapitalisme-liberalisme.
Ajaran ini melahirkan pemujaan atas kedudukan manusia sebagai individu, karenanya:
individualisme yang berkembang dalam asas demokrasi (demokrasi liberal) dan kemudian menjadi
karakter budaya negara Barat umumnya. Ideologi ini bersumber dari ajaran filsafat hukum alam,
atau dikenal dengan nama Natural Law Theory. Ajaran kapitalisme-liberalisme dikembangkan oleh
tokoh pemikirnya, Adam Smith (1723 – 1790). Dia adalah tokoh amat berpengaruh dalam politik
ekonomi Barat, yang semula lebih terkenal sebagai ahli filsafat moral, sebagai terbukti dari karyanya:
The Theory of Moral Sintements (1759) yang sinergis dengan psikologi moral.
Adam Smith lebih terkenal dengan karyanya: The Wealth of Nations (1776) yang mengajarkan bahwa
setiap bangsa memiliki dan mewarisi kekayaan nasional, baik sumber daya alam, sumber daya
manusia maupun nilai-nilai budaya. Kekayaan nasional berkembang atau menyusut; sebagai proses
alamiah yang ditentukan oleh potensi dan kebutuhan warga bangsanya. Bila bangsa itu berkembang
dan mampu mengembangkan sumber daya alam dengan menguasai komuditas ekonomi, bangsa itu
akan berjaya. Karyanya ini menjadi “landasan dan kitab suci” kaum penganut kapitalisme-
liberalisme. Pemikiran Smith sangat berpengaruh dalam budaya dan peradaban sosial politik dunia
Barat.
Ajaran kapitalisme-liberalisme menjadi budaya dan peradaban Barat; bahkan sebagai sistem nilai
dan budaya politik Eropa dan Amerika modern. Artinya, kapitalisme-liberalisme menjadi identitas
ideologi negara-negara Barat. Dapat juga diartikan bahwa paham individualisme dan liberalisme
sebagai ajaran HAM berdasarkan teori hukum alam dikembangkan dengan kapitalisme-liberalisme
dalam politik dan ekonomi. Makin berkembang dengan asas moral sekularisme, pragmatisme dan
behaviorisme; karenanya budaya politik mereka bersifat individualisme-kapitalisme (= materialisme)
dengan memuja kebebasan ( liberalisme) melalui tatanan demokrasi. Identitas atau watak
individualisme-materialisme berdasarkan liberalisme melahirkan budaya free fights liberalism, yang
berpuncak dengan penguasaan kekayaan alam (dan manusia), yang dikenal sebagai kolonialisme-
imperialisme. Sampai memasuki abad XXI budaya demikian terus memuncak dengan gerakan
globalisasi-liberalisasi dalam dinamika postmodernisme……yang sesungguhnya adalah neo dan
ultraimperialisme. Amerika Serikat dan Unie Eropa adalah sekutu untuk merebut supremasi politik
dan ekonomi dunia masa depan. Renungkan dan hayati apa yang kita saksikan dalam sejarah
modern abad XVI sampai abad XX; berlanjut dan berpuncak dalam abad XXI. Kita menyaksikan
bagaimana organisasi dunia (UNO/PBB) juga sudah dibawah supremasi USA, sekalipun mereka
menginvasi dan menduduki (menjajah) Afghanistan dan Irak.
2. HAM Berdasarkan Ajaran Filsafat Idealisme Murni (Hegel), George Friderich Hegel (1770 – 1831)
adalah tokoh besar filsafat modern; ajarannya, terkenal sebagai idealisme murni.Hegel mengajarkan
bahwa alam semesta dan peradaban berkembang dalam asas dan pola dasar dialektika: thesis;
melahirkan antithesis; dan berkembang sebagai sinthesis….. berpuncak dalam kesempurnaan
semesta, dalam makna sebagai ciptaan Yang Maha Sempurna (Tuhan). Karenanya, filsafat Hegel
dianggap bersifat theokratis (theokratisme). Secara ringkasnya menurut ajaran Hegel adalah 1. Hak
Asasi Manusia: Kedudukan Manusia dalam Negara, Hegel percaya bahwa manusia individu
manunggal di dalam kebersamaan (kolektivitas). Individu bermakna dan berfungsi dalam keutuhan
lingkungan peradabannya; kolektivitas atau negara merupakan organisme (totalitas). Hak asasi
manusia (HAM), dan martabatnya demi negara, dan kedaulatan negara. Jadi, Hegel mengutamakan
komunitas atau sosialitas dalam integritas negara. Hegel percaya manusia dan negara diciptakan
oleh Tuhan; demi kesejahteraan manusia sebagai masyarakat (kolektif). Manusia menikmati hak
asasi manusia (HAM) bukan sebagai individu, melainkan sebagai masyarakat (kolektif, negara).
Individu lebur dalam kebersamaan; bermakna dalam fungsi sosial. Sebaliknya, individu samasekali
tidak berfungsi dalam kesendirian (individualisme). Ajaran Hegel, yakni idealisme murni mengakui
asas Ketuhanan (theokratisme) sebagai Maha Pencipta dan Maha Pengatur semua ciptaannya: umat
manusia, bangsa-bangsa, budaya dan peradaban, termasuk negara. Masyarakat dan negara adalah
kelembagaan hidup bersama sebagai keluarga (makro); mereka bermakna di dalam dan untuk
masyarakat/negara. Manusia hidup, berkembang dan berfungsi berkat dan untuk komunitas.
Komunitas sosial dan nasional ialah Negara dan 2. ajaran Theokratisme adalah berpusat pada teori
negara dan kedaulatan negara. Hegel mengakui negara sebagai pelembagaan aspirasi nasional yang
terikat dengan hukum dialektika. Hegel menyatakan: negara adalah perwujudan karsa dan
kekuasaan (kedaulatan) Tuhan. Karenanya, teori Hegel tentang negara ialah berdasarkan asas
theokratisme. Maknanya, negara dan kedaulatan dalam negara diamanatkan oleh Tuhan untuk
ditegakkan oleh kepala negara atas nama Tuhan. Karena itu pula, teori negara menurut Hegel ialah
teori kedaulatan Tuhan (theokratisme). Dimana Negara memiliki kedaulatan sebagai amanat Tuhan;
karenanya diakui sebagai kedaulatan Tuhan (theokratisme). Sebagai penegak kedaulatan Tuhan di
dalam negara, diwakilkan dan dipercayakan kepada kepala Negara, karenanya kepala negara
memiliki otoritas mutlak atas nama Tuhan. Asas kedaulatan negara atas nama Tuhan, menjadi
paham pemujaan terhadap negara (Etatisme, serba negara); diktatorial, totalitarianisme,
authoritarianisme.
Berdasarkan ajaran dan teori Hegel ini, manusia mengemban amanat (moral) Ketuhanan, sehingga
masyarakat dan negara termasuk penegakan HAM berdasarkan asas moral dan nilai Ketuhanan.
(Encyclopaedia Britannica 1982, vol. 7 – 8: 612 – 731). Karl Marx (1818 – 1883) adalah murid Hegel
yang kemudian menjiplak teori Hegel (yang mengutamakan kolektivitas dan negara; kedaulatan
negara) menjadi teori komunisme. Ajaran Karl Marx mendegradasi dialektika Hegel sebagai ajaran
dialektika – historis – materialisme; yang kemudian dikembangkan melalui revolusi rakyat —kaum
buruh— untuk mendirikan negara komunis. Ajarannya, terkenal sebagai marxisme-komunisme-
atheisme.
3. Ajaran HAM Berdasarkan Filsafat Pancasila, sistem filsafat Pancasila diakui sebagai bagian dari
ajaran sistem filsafat Timur, yang secara kodrati memiliki integritas dan identitas sebagai sistem
filsafat theisme-religious; dan monotheisme-religious. Karenanya, identitas martabatnya yang
demikian secara intrinsik dan fungsional memancarkan integritas ajaran yang mengakui potensi
martabat kepribadian manusia, sebagai terpancar dalam integritas jasmani-rokhani. Integritas dan
martabat manusia yang luhur memancarkan potensi unggul dan mulia, sebagai makhluk mulia
ciptaan Allah Yang Maha Kuasa). Kemuliaan martabat manusia ialah kesadaran kewajiban asasi
untuk menunaikan amanat Ketuhanan dalam peradaban.
Berdasarkan asas dan wawasan sistem filsafat demikian, maka filsafat Pancasila mengajarkan asas-
asas fundamental Ketuhanan dan kemanusiaan sebagai inti ajaran moral; yang dapat dianalisis
secara normatif memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat
manusia (sila I dan II). Karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila memancarkan asas normatif
theisme-religious:
1. bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk
dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi
manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai
amanat Maha Pencipta.
3. kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila
I).
b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas
nasib dan takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan
amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus
sebagai integritas martabat moral manusia. Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia
berkat anugerah kerokhaniannya —sebagai terpancar dari akal-budinuraninya— sebagai subyek
budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160).
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas
martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa
Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas
fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan
Pancasila –UUD 45. Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya, karena sesuai dengan potensi
martabat dan integritas kepribadian manusia.
4. Pokok-Pokok Ajaran Filsafat Pancasila, memahami, membandingkan dan menghayati
kandungan nilai filsafat Pancasila, kita bersyukur mewarisi nilai dan ajaran filsafat Pancasila sebagai
bagian dari sistem filsafat Timur. Karenanya, identitas dan integritas Pancasila sebagai sistem filsafat
memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religius. Identitas dan
integritas demikian memancarkan keunggulan dibandingkan berbagai sistem filsafat lainnya, yang
beridentitas: polytheisme, monotheisme, sekularisme, pantheisme sampai atheisme dalam berbagai
aliran seperti: theokratisme, zionisme, kapitalisme-liberalisme; marxisme-komunisme-atheisme,
sosialisme; fundamentalisme dan Pancasila. Integritas fundamental ajaran filsafat Pancasila secara
ringkas terlukis dalam skema 4 dengan klarifikasi ringkas berikut:
1. makna dan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang kita yakini sebagai Maha Pencipta, Maha
Kuasa, Maha Berdaulat, Maha Pengatur dan Maha Pengayom semesta. Dalam kedaulatan Maha
Pencipta, kesemestaan berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat pengayoman abadi
Yang Maha Berdaulat melalui ikatan fungsional-integral-universal (imperatif, mutlak) dalam tatanan
hukum:
a. hukum alam; yang bersifat obyektif, fisis, kausalitas, mutlak, abadi, dan universal dan b.hukum
moral yang bersifat obyektif subyektif, psiko fisis, sosial subyektif, mutlak, teleologis, abadi dan
universal tercermin dalam budinurani dan kesadaran keagamaan.
2. alam semesta, makro kosmos yang meliputi realitas eksistensial fenomenal dan tidak terbatas
dalam keberadaan ruang dan waktu sebagai prakondisi dan prawahana kehidupan semua makhluk
(flora, fauna, manusia dsb). Alam semesta menjamin kehidupan semua makhluk, melalui
tersedianya: cahaya sebagai energi; udara, air, tanah, tambang, flora dan fauna. Semuanya
menjamin kehidupan dan berkembangnya kebudayaan dan peradaban.
3. manusia sebagai umat manusia keseluruhan di bumi. Subyek manusia dengan potensi dan
martabat kepribadiannya mengemban amanat Ketuhanan (keberagamaan), kebudayaan dan
peradaban berwujud kesadaran hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM).
Penghayatan dan pengamalan manusia atas HAM secara normatif berdasarkan asas keseimbangan
HAM dan KAM demi keharmonisan dan kesejahteraan jasmaniah-rokhaniah, dunia dan akhirat.
4. Sistem Budaya, sebagai prestasi cipta karya manusia, wahana komunikasi, perwujudan potensi
martabat kepribadian manusia, berpuncak sebagai peradaban dan moral. Sistem budaya warisan
sosio budaya: lokal, nasional dan universal, sebagai pancaran potensi keunggulan martabat manusia.
5. Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan dan prestasi perjuangan dan cita nasional; kemerdekaan
dan kedaulatan bangsa; pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional warga negara. Sistem kenegaraan
sebagai pusat dan puncak kelembagaan dan kepemimpinan nasional, pusat kesetiaan dan
pengabdian warga negara. SK sebagai pengelola kesejahteraan rakyat warga negara; penegak
kedaulatan dan keadilan; dan pusat kelembagaan dan kepemimpinan nasional dalam fungsi
pengayoman rakyat warga negara dan penduduk. SK berkembang dalam kejayaan berkat integritas
manusia waga negara dengan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan, keadilan demi kesejahteraan
dan perdamaian antar bangsa dalam semangat kerjasama umat manusia.
6. subyek manusia mandiri yang berkembang (pribadi, berkeluarga, berkarya, berkebajikan) dalam
asas dan wawasan horizontal dan vertikal (sebagai fungsi kerokhanian dan moral martabat manusia).
P berkembang dan mengabdi dalam antar hubungan diagonal dan vertikal sebagai subyek mandiri
dalam kategori integritas subyek budaya dan subyek moral,yang terus meningkat secara spiritual
(teleologis), dengan memancarkan cinta dan kebajikan dalam proses menuju Tuhan dan keabadian.
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional essensi ajaran filsafat moral Pancasila, berpedoman
kepada UUD 45 seutuhnya, terutama Pembukaan dan pasal 29. Lukisan dalam klarifikasi skematis di
atas, sebagai kandungan fundamental sistem filsafat Pancasila memancarkan integritas-identitas
martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious (monotheisme-religious) yang unggul dan
luhur karena sesuai dengan kodrat martabat kepribadian manusia. Uraian ringkas pokok-pokok
ajaran sistem filsafat Pancasila di atas, diakui sebagai suatu alternatif pemikiran, yang dapat
dikembangkan oleh para pakar demi pengayaan khanasah kepustakaan sistem filsafat Pancasila.

Analisa Masalah Secara Faktor Internal


Analisa secara faktor internal terhadap pemahaman moral dari setiap warga negara yang tidak
konsisten terhadap falsafat negara yaitu Pancasila, yang mengakibatkan seringnya terjadi
pelanggaran terhadap hukum yang dapat merugikan orang lain maupun negara adalah disebabkan
karena telah berkurangnya atau telah memudarnya nilat hukum adat yang tumbuh dan berkembang
didalam masyarakat, dimana nilai-nilai atau kedah-kaedah positif tersebut adalah merupakan
sebagai sosial kontrol terhadap segala tindak tanduk masyarakat apabila tidak adanya nilai-nilai yang
mendasar tersebut setiap masyarakat maupun manusia akan selalu berupaya melakukan tidakan-
tindakan yang dilarang oleh nilai/norma-norma atau kaedah yang hidup didalam masyarakat
tersebut.
Dimana secara internal pada umumnya baik kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan yang
berupa peratran Pemeintah tidak dapat mengontrol dan menjangkau manusia atau masyarakat
tersebut karena faktor-faktor internal yang menyebabkan tidak berfungsinya nilai-nilai yang
terkandung didalam Pancasia dan UU Dasar 1945 dan sebagai akibatnya fungsi dari peraturan
Pemerintah yang berdasarkan kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan menjadi
terdapatnya nilai-nilai yang ditumpangi oleh kepentingan sefelintir manusia saja atau unsur
kekuasaan dari Pemerintah.
D. Analisa Masalah Secara Faktor Eksternal
Analisa masalah secara faktor eksternal dimana kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan
juga akan dipengaruhi oleh kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan yang berkekuatan
sacara eksternal (dalam hal ini negara-negara super power), yang sangat berperan dan berpengaruh
terhadap nilai-nilai yang terkandung didalam Panasila, seperti kebijakan Ekonomi, Politik
Internasional, budaya, hak asasi manusia dan agama, yang mengakibatkan kebijakan dasar mapun
kebijakan pemberlakukan yang secara internal dari Pemerintah tidak dapat berdaya sama sekali dan
kadang kala melupakan nilai-nilai luhur dari Pancasila tersebut.

Kesimpulan :
1. Pengertian Filsafat adalah berasal dari kata Yunani yaitu Filosofia berasal dari kata kerja
Filosofein artinya mencintai kebijaksanaan, akan tetapi belum menampakkan hakekat yang
sebenarnya adalah himbauan kepada kebijaksanaan. Dengan demikian seorang filsuf adalah orang
yang sedang mencari kebijaksanaan, sedangkan pengertian “ orang bijak” (di Timur) seperti di India,
cina kuno adalah orang bijak, yang telah tahu arti tahu yang sedalam-dalamnya(ajaran kebatinan),
orang bijak/filsuf adalah orang yang sedang berusaha mendapatkan kebijaksanaan atau kebenaran,
yang mana kebenaran tersebut tidak mungkin ditemukan oleh satu orang saja. Dengan demikian
difinisi filsafat yaitu “Usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan
hidup yang memuaskan hati” ( difinisi ini sepanjang abad).
2. Yang melatar belakangi filsafat kuna adalah rasa keingin tahuan dari manusia dan rasa keingin
tahuan manusia dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak/ susah untuk mencari jawabannya. Akan
tetapi akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-mite dan mulai manusia
mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Para pemikir
filsafat yang pertama hidup dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad tersebut
tentang pemikiran mereka disimpulkan dari potongan-potongan, yang diberitakan kepada manusia
dikemudian hari atau zaman. Dan dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsafat alam artinya para
ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran para ahli
filsafat tersebut (objek pemikirannya adalah alam semesta). Tokoh pertamanya yang melakukan
penyelidikan adalah Thales (+ 625 -545 SM) dikuti dengan tokoh kedua yaitu Anaximandros ( + 610-
540 SM) dan ada juga tokoh lain yang bernama Pythagoras (+ 580 – 500SM), Xenophanesa (+ 570-
430SM), Herakleitosa (+ 540-475SM), Parmenidesa (+540-475SM), Zeno (490 SM), Empedoklis (492-
432 SM), Empedokles (492-432 SM), Anaxagoras (499-420 SM) dan yang terakhir adalah Leukippos
dan Demokritos, keduanya yang mengajarkan tentang atom. Akan tetapi yang paling dikenal adalah
Demokritos (+ 460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik.
3. Terdapat macam-macam aliran filsafat yaitu 1. Aliran filsafat Kuna, 2. Aliran Filsafat, 3. Aliran
Filsafat Modern Dalam Pembentukannya dan 4. Aliran Filsafat Abad ke 19 dan abad ke 20.
Sedangkan terhadap sejarah kuna para ahli filsafat tersebut diatas adalah sebagai pintu pemikiran
tentang filsafat yang mengenai alam semesta yaitu pertama, Filsafat Pra Sokrates adalah filsafat
yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama,
yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu, kedua, Filsafat Sokrates, Plato dan
Aristoteles, ketiga, Filsafat Helenisme dan Romawi dan keempat, Filsafat Patristik.
4. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan, yaitu Pertama, filsafat yang menggambarkan suatu zaman
yang baru sekali ditengah-tengah suatu rumpun bangsa baru, bangsa eropa barat(disebut filsafat
Skolastik). Sebagian soklastik mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan
diusahakan disekolah-sekolah dan ilmu terikat pada tuntutan pengajaran disekolah-sekolah.
Skolastik timbul di dibiara di Ballia Selatan tempat pengungsian ketika ada perpindahan bangsa-
bangsa. Pengaruh skolastik sampai ke Irlandia, Nederland dan Jerman dan kemudian timbul
disekolah kapittel yaitu sekolah yang dikaitkan dengan geraja, Pertama, awal skolastik adalah
Johanes Scotus Eriugena (810-870) dari irlandia adalah seorang yang ajaib yang menguasai bahasa
yunani dengan amat baik pada zaman itu dan menyusun suatu sistim filsafat yang teratur serta
mendalam pada zaman ketika orang masih berfikir hanya dengan mengumpulkan pendapat-
pendapat orang lain, masih dikenal pula tokoh-tokoh lain yaitu Augustinus dan Dionisios dan
Areopagos. Pangkal pemikiran metafisis adalah, makin umum sifat sesuatu, makin nytalah sesuatu
itu, yang paling bersifat umum itulah yang paling nyata.Oleh karena itu zat yang sifatnya paling
umum tentu memiliki realitas yang paling tinggi. Zat yang demikian adalah alam semesta, alam
adalah keseluruhan realita dan oleh karena hakekat alam adalah satu,esa. Alam yang esa dan kedua,
zaman kejayaan sklolastik (abad ke 12).
5. Filsafat hukum Indonesia dan teori hukum Indonesia yang hendak dibentuk dan digagas serta
dikembangkan hingga ilmu hukum Indonesia secara sistematis tentunya didasarkan pada nilai
pandangan filsafat pancasaila yang memiliki aspek ontologi monodualisme atau mono plularisme.
Bahwa hakikat dari kenyataan yang ada sumber aslinya berupa baik materi atau rohani yang masing-
masing bersifat bebas dan mandiri serta bahkan segala macam bentuk merupakan kenyataan. Oleh
karena itulah pandangan filsafat Pancasila yang menjadi dasar dari filsafat hukum Indonesia, teori
hukum Indonesia. Demikian pula dengan aspek epistemologi dari bangunan ilmu hukum Indonesia
yang hendak digagas, dibangun dan dikembangkan tersebut, maka sebagai konsekuensi asas
keseimbangan dari nilai pandangan filsafat Pancasila tentunya sumber pengetahuan dari bangunan
ilmu hukum Indnesia tersebut akan mengakui baik idealisme atau rasionalisme yang menekankan
pada peranan akal juga akan mengakui realisme atau empirisme yang menekankan pada peranan
indra atau pengalaman empirik, serta mengakui pula peranan wahyu sebagai sumber pengetahuan
yang tidak kalah pentingnya. Terhadap aspek aksiologi dari bangunan ilmu hukum Indonesia, maka
tidak bebas nilai terutama jika dikaitkan dengan implementasi ilmu hukum tersebut dimasyarakat
dan sebagai proses seperti ditunjukkan dalam studi kasus euthanasia, nampak bahwa ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum pada khususnya, sarat dengan balutan
nilai-nilai moral atau etika, terutama nilai pandangan Pancasila tentang moral (perilaku yang baik
dan yang buruk) juga nilai-nilai keagamaan yang bersifat sakral dalam implementasinya pandangan
nilai keseimbangan dari filsafat Pancasila tersebut saat ini telah mengalami distorsi karena
perkembangan masyarakat Indonesia sendiri yang telah mengalami trasformasi sosial budaya, yaitu
yang dulunya sebagai masyarakat agraris yang bersifat paguyuban (gemeinschaft) menuju ke arah
masyarakat industri yang bersifat patembayan (gesselschaft), serta adanya pengaruh dari globalisasi
dunia yang sulit untuk ditolak, sehingga nilai-nilai spiritualisme telah tergerus oleh nilai-nilai
materialisme.
6. Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi
nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas
normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral
politik nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional : kedua,
Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III),
ditegakkan sebagai NKRI, kedua, Negara berkedaulatan rakyat (negara demokrasi: asas normati sila
IV), ketiga, Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang
adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan dan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai
budaya dan moral (manusia warga negara) politik Indonesia, keempat, Negara berdasarkan atas
hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk
semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila dan kelima, Negara berdasarkan asas
kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh
rakyat Indonesia, negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V) dijiwai
dan dilandasi sila I-II; dan ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila, sebagai demokrasi ekonomi
dan pemberdayaan rakyat sebagai SDM subyek penegak integritas NKRI. Asas-asas fundamental ini
ditegakkan secara normatif-fungsional dalam N-sistem nasional (sejumlah sistem nasional).
Sesungguhnya pendidikan nasional in casu pendidikan nilai dasar Pancasila adalah asas dan inti
nation and character building sinergis dengan System bildung (pembangunan dan pengembangan
sistem, yakni sistem nasional); terutama: sistem nasional dalam politik dengan asas kedaulatan
rakyat atau demokrasi (demokrasi berdasarkan Pancasila); sistem nasional dalam ekonomi (sistem
ekonomi Pancasila); dan sistem nasional dalam hukum (sistem hukum Pancasila)….. dan sebagainya.
7. Ajaran Filsafat Hukum Alam, Ajaran filsafat hukum alam, lebih terkenal sebagai: Natural Law
Theory (Teori Hukum Alam), yang mengajarkan bahwa HAM adalah anugerah alam, untuk manusia
sebagai individu yang berwujud life, liberty, and property (= hidup, kemerdekaan dan hak
milik). Ajaran ini melahirkan pemujaan atas kedudukan manusia sebagai individu, karenanya:
individualisme yang berkembang dalam asas demokrasi (demokrasi liberal) dan kemudian menjadi
karakter budaya negara Barat umumnya. Ideologi ini bersumber dari ajaran filsafat hukum alam,
atau dikenal dengan nama Natural Law Theory. Ajaran kapitalisme-liberalisme dikembangkan oleh
tokoh pemikirnya, Adam Smith (1723 – 1790), tokoh amat berpengaruh dalam politik ekonomi Barat,
yang semula lebih terkenal sebagai ahli filsafat moral, sebagai terbukti dari karyanya: The Theory of
Moral Sintements (1759) yang sinergis dengan psikologi moral.Kekayaan nasional berkembang atau
menyusut; sebagai proses alamiah yang ditentukan oleh potensi dan kebutuhan warga bangsanya.
Bila bangsa itu berkembang dan mampu mengembangkan sumber daya alam dengan menguasai
komuditas ekonomi, bangsa itu akan berjaya. Karyanya ini menjadi “landasan dan kitab suci” kaum
penganut kapitalisme-liberalisme. Pemikiran Smith sangat berpengaruh dalam budaya dan
peradaban sosial politik dunia Barat.
8. Ajaran kapitalisme-liberalisme menjadi budaya dan peradaban Barat; bahkan sebagai sistem
nilai dan budaya politik Eropa dan Amerika modern. Artinya, kapitalisme-liberalisme menjadi
identitas ideologi negara-negara Barat. Dapat juga diartikan bahwa paham individualisme dan
liberalisme sebagai ajaran HAM berdasarkan teori hukum alam dikembangkan dengan kapitalisme-
liberalisme dalam politik dan ekonomi. Makin berkembang dengan asas moral sekularisme,
pragmatisme dan behaviorisme; karenanya budaya politik mereka bersifat individualisme-
kapitalisme ( materialisme) dengan memuja kebebasan ( liberalisme) melalui tatanan demokrasi.
Identitas atau watak individualisme-materialisme berdasarkan liberalisme melahirkan budaya free
fights liberalism, yang berpuncak dengan penguasaan kekayaan alam (dan manusia), yang dikenal
sebagai kolonialisme-imperialisme.
9. Ajaran HAM Berdasarkan Filsafat Pancasila, sistem filsafat Pancasila diakui sebagai bagian dari
ajaran sistem filsafat Timur, yang secara kodrati memiliki integritas dan identitas sebagai sistem
filsafat theisme-religious; dan monotheisme-religious. Karenanya, identitas martabatnya yang
demikian secara intrinsik dan fungsional memancarkan integritas ajaran yang mengakui potensi
martabat kepribadian manusia, sebagai terpancar dalam integritas jasmani-rokhani. Integritas dan
martabat manusia yang luhur memancarkan potensi unggul dan mulia, sebagai makhluk mulia
ciptaan Allah Yang Maha Kuasa). Kemuliaan martabat manusia ialah kesadaran kewajiban asasi
untuk menunaikan amanat Ketuhanan dalam peradaban.
10. Filsafat Pancasila mengajarkan asas-asas fundamental Ketuhanan dan kemanusiaan sebagai inti
ajaran moral; yang dapat dianalisis secara normatif memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia
atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II). Karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila
memancarkan asas normatif theisme-religious: 1.bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha
Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia, 2.bahwa
menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia
(KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat
Maha Pencipta dan 3.kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila
I), b.manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk
atas nasib dan takdir manusia; dan c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha
Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
11. Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus
sebagai integritas martabat moral manusia. Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia
berkat anugerah kerokhaniannya, sebagai terpancar dari akal-budinuraninya sebagai subyek budaya
(termasuk subyek hukum) dan subyek moral.
11. Sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia,
menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan
NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini
memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila –UUD 45.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem
filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas
kepribadian manusia.
12. Pokok-Pokok Ajaran Filsafat Pancasila, memahami, membandingkan dan menghayati
kandungan nilai filsafat Pancasila, kita bersyukur mewarisi nilai dan ajaran filsafat Pancasila sebagai
bagian dari sistem filsafat Timur. Karenanya, identitas dan integritas Pancasila sebagai sistem filsafat
memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religius. Identitas dan
integritas demikian memancarkan keunggulan dibandingkan berbagai sistem filsafat lainnya, yang
beridentitas: polytheisme, monotheisme, sekularisme, pantheisme sampai atheisme dalam berbagai
aliran seperti: theokratisme, zionisme, kapitalisme-liberalisme; marxisme-komunisme-atheisme,
sosialisme; fundamentalisme dan Pancasila.
13. Integritas fundamental ajaran filsafat Pancasila secara ringkas adalah makna dan nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang kita yakini sebagai Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Berdaulat,
Maha Pengatur dan Maha Pengayom semesta. Dalam kedaulatan Maha Pencipta, kesemestaan
berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat pengayoman abadi Yang Maha Berdaulat
melalui ikatan fungsional-integral-universal (imperatif, mutlak) dalam tatanan hukum.
14. Secara filosofis-ideologis dan konstitusional essensi ajaran filsafat moral Pancasila,
berpedoman kepada UUD 45 seutuhnya, terutama Pembukaan dan pasal 29. Lukisan dalam
klarifikasi skematis di atas, sebagai kandungan fundamental sistem filsafat Pancasila memancarkan
integritas-identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious (monotheisme-religious)
yang unggul dan luhur karena sesuai dengan kodrat martabat kepribadian manusia.

Daftar Pustaka
Aroma Elmina Martha., Pengkajian Hak Untuk Mati padaMasyarakat Indonesia, Maka pada seminar
regional mahasiswa hukum se DIY dan Jateng di Unika Atmajaya Yogyakarta pada 24-25 April 1989

A.B. Shah., Metodologi Ilmu Pengetahuan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1986.
A.Wahab Khallaf., Ushul al Fiqh (Edisi Bahasa Indonesia oleh Tolchah Mansoer dan Nur Iskandar),
1980, Yogyakarta.

Agus Rahmat., Titik Sentuh antara Etika dan Ekonomi, Pro Justitia No.2 Tahun X, April 1992,
Bandung.

Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan
Pustaka Firdaus).
A.Muktie Fadjar., Aspek-Aspek Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis Kefilsafatan Ilmu (Hand Out
Mata Kuliah Filsafat Ilmu PDIH Unibraw ), Malang, 2007.
Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ,
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.
———-2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit
ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
———– Bertens.Dr.K. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, 1975.
———– Bertens. Dr.K Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta , 1976.
———– Beerling,Dr.R.F.Filsafat dewasa ini, Jilid I, II, Jakarta, 1958.
Bochenski, J.M.Contemporary European Philosophy, translated bay D. Nichol and K. Aschenbrenner,
London and Berkeley, 1956.

Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government,
Calabasas, California, U.S Departement of Education.
———– Collins,J.A .History of Modern Eurapean Philosophy, Milwaukee, 1954.
———– Copleston,F.A. Historys of Philosophy, London.
Vol. I. Greece and Rome 1946.
Vol II. Mediaevl Phalosophy, Augustine to Scotus, 1950.
Vol III . Ockham to Snarez, 1953.
Vol IV. Descartes to Leibniz, 1958.
Vol V . Hobbes to home, 1959.
Vol VI. The French Englightenment to Kent, 1960.
Vol VII. Fichte to Nietzsche, 1963.
Vol VIII. Britis Empirism and the Idealist Movement in Great Britain and Idealisme in Amirica, The
Pragmatist movement, The Revolt against Idealisme, 1967.

Charles L. Krammer., Ethics and Liberation, Orbit Books, New York, 1988.
———–Dewabrata., Makna Kode Etik, Kompas 13 Mei 1989, Jakarta

———– Dirjarkara, Prof.Dr.N.Pertjikan Filsafat, Jakarta, 1966.

———– Durant Wil, The Story of Philosophy, NewYork, 1952.

Darmodiharjo, Darji. 1996. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Endang Saifuddin Anshari., Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu,1987, Surabaya.
Fukuyama, F. 1989. The End of History, dalam National Interest. No. 16 (1989).
Fred Ameln., Euthanasia Ditinjau dari Segi Yuridis, seminar BPHN November 1984 di Jakarta.
Friedman, W.”Teori Dan Filsafat Hukum (Judul Asli : “LegalTheory”).Penerjemah Muhammad Arifin,
Jakarta : CV.Rajawali. 1990.
Fadjar, ”beraneka ragam itu semua berasal dari materi atau benda yaitu sesuatu yang berbentuk dan
menempati ruang serta kedudukan nilai benda/badan/materi adalah lebih tinggi daripada
roh/sukma/jiwa/spirit”, 2007: 1-2.

———– Fuller, B.A.G (Ph.D) History of Greek Philosophy, New York, 1923.
———– Gilson Etiene, History of Christian Philosophy in the Middie Ages, New York, 1954.

Hara Pan, Jakarta, 1990. J.E. Sahetapy., Euthanasia Suatu Kajian terhadap Legalitik Positivistik,
Makalah seminar Regional mahasiswa hukum se DIY dan Jateng di Unika Atmajaya Yogyakarta 24-25
April 1989.

Harold H. Titus. Living Issues in Philosophya, New York : Amirika Book Company, Thirdd Edition 1959.

Hirschaberger,J.The History of Philosophy, translated by in Nineteenth Century, New York, 1967.

John Z Loudoe., Menemukan Hukum Melalui Tafsir dan Fakta, PT Bina Aksara, Jakarta, 1985.
Jujun S Suriasumantri., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar

Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung,
Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell.
L.R. Pudjawiyatna., Etika, Filsafat Tingkah Laku, Bina Aksara, Jakarta 1984.
Loewith,K.From hegel to Nietzsche, The revolution in Nineteenth Century, New York, 1967.

Maria SW Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, FH UGM, Yogyakarta,1989.

Moch. Fatich, penulis adalah dosen Fakultas Hukum Unisma dan sedang menyelesaikan program
Doktor Ilmu Hukum di PPS Unibraw

Mertokusumo, ”Dengan kaidah sosial hendak dicegah gangguan-gangguan maupun konflik


kepentingan manusia, sehingga diharap manusia dapat terlindungi kepentingan-
kepentingannya”, 1999- 10, 1999-12, 1999: 167.

Mohammad Noor Syam, ” Pembudayaan Nilai Pancasila Sebagai Sistim Filsafat Dan Idiologi
Nasional”Laboratorium Pancasila,Universitas Negeri Malang (UM), Malang, 30 November 2007

Masruri dan Rosidy dalam Fadjar, ”Epistemologi adalah yang terkait dengan cara ilmu memperoleh
dan menyusun tubuh pengetahuan”, 2007: 4.

McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain
Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan
Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San
Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln
Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Notonagoro. 1971. Pengertian Dasar bagi Implernentasi Pancasila unluk ABRI. Departemcn
Pertahanan dan Keamanan: Jakarta.

Paul Scholten., Mr.C.Assers, Hanleiding Tot De Beofening Van Het Nederlandsch Burgerlijk Recht :
Algemeen Deel (Edisi terjemahan Bahasa Indonesia oleh Siti Sumarti Hartono), Gadjah Mada
University Press, Jogyakarta, 1992.

Purnadi Purbacaraka dan Soeryono Soekanto., Perihal Kaedah Hukum,Alumni,Bandung, 1978.

Poespowardoyo, Soeryanto. 1989. Filsafat Pancasila. Gramedia: Jakarta. Pranarka, A.W.M. 1985.
Sejarah Pemikiran tantang Pancasila. CS1S: Jakarta.
Punadi Purbacaraka, Ridwan Halim.Filsafat Hukum Pidana.Jakarta :CV.Rajawali 1982.
Pound, roscoe.Pengantar Filsafat Hukum.Penerjemah : Muhammad Rajab. Jakarta : Bhratara, 1972.

———- Poedjowijatno, I.R, Pembimbing kearah Ilmu Filsafat, Jakarta, 1963.

Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George
Allen and Unwind Ltd.
Roihan A Rasyid., Hukum Acara Peradilan Agama, Rajawali Pers, Jakarta, 1991.
Rasyid, ”yang meliputi peraturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara
komprehensif, melainkan sebatas hukum Islam yang menyangkut aspek keperdataan tertentu saja.
Itulah yang menjadi hukum yang hidup (living law) dan selebihnya seperti aturan-aturan yang
menyangkut aspek peribadatan dan lain sebagainya masih belum menjadi hukum yang hidup
dimasyarakat”, 1991 : 6. ———- Rudi T.Erwin. Tanya jawab Filsafat Hukum.Jakarta : Aksara Baru,
1982.

———- Rupert, Lodge,F.R.S.The Great Thinkers, Boston, 1951.

———- Russel, Bertrant. A. History of Western Philosophy, London, 1947.

Suseno, Franz, Magnis. 1987. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Modern. PT Gramedia:
Jakarta.

———- Sutikno.Filsafat Hukum.Jakarta :CV.Prima,1973.

Satjipto Raharjo., Tinjauan Sosiologis terhadap Hak untuk Mati, Makalah Seminar Regional
Mahasiswa Hukum se DIY dan Jateng di Unika Atmajaya Yogyakarta 24-25 April 1989.——-., Ilmu
Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Siti Sumarti Hartono., Penemuan Hukum dari Montesque sampai Paul Scholten, Majalah Mimbar
Hukum FH UGM Jogyakarta No.8/I/1989 Hal. 13-21.

Sudikno Mertokusumo., Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988. ——-
.,MengenalHukum Suatu Pengantar, Liberty, Jogyakarta,1999.

Suriasumantri, ”Hukum barat yang bercorak kapitalistik dan individualistik memiliki dasar ontologis
monisme yaitu materialisme,bahwa hakekat dari kenyataan yang ada, 1990: 93.

Sumardjono, ”siklus ilmu pengetahuan sebagaimana digambarkan oleh L. Wallace di dalam bukunya
The Logic of Science in Sociology”, 1989: 3.
Sumardjono, ”siklus ilmu pengetahuan sebagaimana digambarkan oleh L. Wallace di dalam bukunya
The Logic of Science in Sociology”, 1989: 3.

Saptariani, N. Potret Perspektif Keadilan Gender dalam Pengelolaan SDA di Indonesia. Jurnal
Perdikan.

Soejono Soekanto, Mengenai Sosiologi Hukum, Bandung, PT. Citra Bakti, 1989.
Teguh Pudjo Mulyono, “Anlisis Laporan Keuangan untuk Perbankan”, Penerbit Djambatan , Jakarta,
1999. UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO.
Titus Harold, Marilyn S., Smith, and Richard T. Nolan. 1984. Living Issues Philosophy, diterjemahkan
oleh Rasyidi. Pcnerbit bulan Bintang: Jakarta.
Teuku Jacob., Hak untuk Mati: Aspek Biomedis, Makalah Seminar Regional Maha Siswa Hukum se
DIY dan Jateng di Unika Atmajaya Yogyakarta 24-25 April 19889.
Umar Seno Adji., Euthanasia (Dalam Varia Peradilan No.14 Bulan November 1986), Jakarta.
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003)
———- Wright,W.K, A history of modern European Philosophy, New York, 1941.
Wiliam Zelernyer. Internasional to Bussines Law The Macmillan Company, New York. London :
Collier-Macmillan Limited, 1964.
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard
College, University Press.
Zainuddi Ali, MA, Sosiologi Hukum. Penerbit : Yayasan Mayarakat Indonesia Baru. Palu, Hal. 2.
——— 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan
Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.

Prof. Hikmahanto Juwan

Komentator Terhadap Politik Hukum Undang Undang


Ekonomi di Indonesia.
Oleh Nuraini

1. Bekaitan dengan kebijakan dasar UU Pemilu yang baru, sebenarnya bukan sebagai kebijakan
Dasar yang murni untuk mewakili rakyat akan tetapi untuk suatu kepentingan tertentu, misalnya
pada Pemilu yang baru lalu, dimana kebijakan dasar tersebut murni malah membingungkan rakyat
apalagi yang buta huruf, sedangkan untuk yang orang perkotaan saja masih bingung apa maunya pra
elit politik dan mau dibawa kearah mana Negara yang sedang terseok-seok ibarat kapal tanpa
nakoda.
2. Kebijakan dasar kepailitan yang katanya untuk kepentingan terhadap keadaan jatuh pailit dan
tidak mampu membayar, akan tetapi pada kebijakan pemberlakukan undang-undang kepalitan
tersebut didalama prakteknya tetap diperhitungkan harta kekayaan bagi orang jatuh pailit, padahal
menurut undang-undang kepailitan, harta kekayaan tidak termasuk atau dalam hitungan yang
diperjanjikan antar kreditur dan debitur. Hanya apabila salah satu pihak didalam perjanjian tersebut
meninggal dunia, baru akan dibebaskan dari perjanjian pembayaran hutang.

3. Berkaitan dengan Kebijakan pemberlakuan dan juga terhadap penegakan hukum yag bersumber
kepada permasalahan tersebut adalah merupakan suatu pembentukan hukum. Pada dimensi
kebijakan pemberlakukan yang memang merupakan sebagai prodak kolonial adalah suatu ebijakan
pemberlakukan yang fudamental, yang mengakibatkan dari petinggi-petinggi yang hendak
menciptakan kebijakan dasar merasa tidak mampu (contoh KUHPerdata), karena ketidak mampuan
tesebut mengakibatkan prodak suatu kebijakan dasar (UU) selalu diusulkan untuk suatu kepentingan
instansi atau intitusi dari lembaga atau badan hukum yang diberi kewenangan oleh negara untuk
menjalankan kebijakan Pemberlakukan. Atas dasar masalah kebijakan pemberlakukan tersebut yang
seolah-olah dipaksakan olek kepentingan tertentu yang menjadikan kebijakan dasar dan kebijakan
pemberlakukan prodak yang didalamnya terdapat unsur kepentingan menjadi mandul dan tidak
mempunyai kepastian hukum.

4. Terhadap point menggantikan ketentuan yang telah usang yaitu mengenai kebijakan
pemberlakukan, pada dimensi suatu prodak prodak pemerintah yang sangat tidak efektif kebijakan
pemberlakuan, kita lihat contoh bencana situ gintung, banjir bandang dan luapan lumpur lapindo.
Kebijakan pemberlakukanya yaitu UU Lingkungan Hidup, UU Hak Asasi manusia, UU gangguan dan
lain-lain sebagainya, sampai sangat banyak kebijakan pemberlakukan tersebut mengakibatkan tidak
satupu dari masalah tersebut dapat diselesaian secara efektif demi kepentingan pihak korban yang
sehingga harga kepastian hukum hanya angan-angan. Mengapa demikian karena landasan hukum
untuk mencapai kepastian hukum masih menggunakan prodak kolonial belanda, yang mana
sebenarnya prodak hukum tersebut untuk kepentingan pihak kolonial.(seperti KUHP, KUHA Perdata),
yang mana didalam memperbaharui kebijakan pemberakuan tidak ada keberania untuk
membongkar secara murni atau total, dan terlihat didalam perubahan-prubahan serta pasal demi
pasalnya masih bersandar ada pasal-pasal yang tedapat didalam undang-undang atau ketentuan yag
akan tidak diberlakukan lagi/telah usang
5. Dalam kebijakan pemberlakukan UU Bidang Ekonomi adalah berkeinginan untuk memiliki
hukum modern, dengan bertujuan untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di
Indonesia. Akan tetapi pada negara-negara kapitalis pada masalah tersebut pada umumnya secara
eksteral terhadap kebijakan pemberlakukan yang mereka punyai akan dipaksakan untuk mencair
pada iklim perekonomian yang berdasarkan Pancasila. Masalah yang demikianlah yang
mengakibatkan kebijakan pemberlakukan internal akan terpengaruh oleh kebijakan pemberlakukan
eksternal (negara kapitalis), memang benar kebijakan pemberlakukan eksternal tersebut adalah
untuk menarik para investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Akan tetapi atas dasar
kebijakan pemberlakukan eksternal itu akan berdampak pada pengusaha-pengusaha mikro, karena
kebijakan pemberlakukan pemeintah pada umumnya tidak memperhatikan usaha mikri tersebut dan
sebagai akibat dari kebijakan pemberlakukan internal yang merupakan prodak pemerintah malahan
menbawa kesengsaraan bagi usaha disektor riil atau mikro.

6. Kebijakan pemberlakuan mengenai persyaratan utang dan hibah, hal ini adalah upaya dari
pemerintah agar mendapatkan pinjaman hutang atau pemberian hibah, akan tetapi walaupun
kebijakan pemberlakuan yang telah dirubah dengan standar kebijakan pemberlakukan negara
pemberi hutang adalah dengan tujuan untuk meninjau utang atau menambah hutang dengan
ketentuan pembayaran agar dapat diperpanjang. Sebarnya kebijakan pemberlakuan pemerintah
tersebut adalah suatu prodak memaksakan kehendap, jika kita analisa dan kaji secara mendalam
yang sebenarnya hutang-hutang tersbut tidak akan terbayar, malahan semakin menumpuk. Negara
pemberi pinjaman adalah negara kapitalis yang mana kebijakan pemberlakukan merea adalah
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, walaupun kebijakan pemberlakuan pemerintah terseut
telah dirubah menurut keinginan mereka tetap saja kemudahan-kemudahan ada pada negara yang
meminjamkan hutang, yang sebagai akibatnya dari kebijakan pemberlakuan tersebut adalah hanya
untuk menjaga kestabilan perekonomian semata, yang nyata-nyata ibarat gali lobang tutup lobang
sebagai akibat dari suatu kebijakan pemberlakuan yang semu.

7. Terhadap kebijakan pemberlakuan parktek monopoli adalah yang sebenarnya adalah suatu
kebijakan pemberlakuan yang semu, dimana kebijakan eksteral (negara Internasional) adalah
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya mengingat mereka mempunya
kemudahan-kemudahan didalam berinvestasi dengan dasar kebijakan pemberlakuan yang diberikan
pemerintah tersebut. Pada fakta yang sebenarnya dimana kebijakan pemberlakuan pemerintah
tersebut hanya sekian persen saja yang dapat diterima oleh pemeriktah (keuntunganny) sedangkan
kerugian yang sebenarnya adalah yang diderita oleh pengusaha-pengusaha domestik karena kalah
bersaing dengan negara investor tersebut. Kebijakan pemberlakuan yang demikianlah yang dianggap
tidak efektif dan terencana karena tujuan dan maksud dari kebijakan pemberlakuan untuk mendapat
keuntungan malahan tanpa disadari mengakibatkan kerugian pada sektor riil atau mikro.

8. Aspek melakukan harmonisasi hukum Indonesia, adalah dimana pada setiap kebijakan
pemberlakukan tidak dapat melepaskan diri dari kebijakan pemberlakukan kolonial belan yang
sudah berakar, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebijakan pemberlakukan kolonial belanda sedikit
demi sedikit akan ditinggalkan oleh mereka, hanya negara kita saja yang tidak mempunyai
keberaniat terutama dibidang hukum acara, agraria dan masih banyak lagi. Akan tetapi kebijakan
pemberlakuan perlu menyelaraskan diri dengan kebijakan pemberlaukan negalain selain belanda,
karena kesarasan dan keharmonisan kepijakan pemberlakukan akan memudahkan melakukan
interaksi internsional yang terutama dibidang hukum. Semua kebijakan pemberlakuan tersebut juga
harus memperhatikan secara internal tentang kebutuhan-kebutuhan dan keharmonisan bagi warga
negaranya, jangan sampai akibat kepijakan pemberlakukan yag menyelaraskan dengan kebijakan
pemerlakukan internasional malah mempersulit warga negaranya sendiri

Anda mungkin juga menyukai