Anda di halaman 1dari 7

SEKSUALITAS MANUSIA DAN MASALAH GENDER:

DEKONSTRUKSI SOSIAL DAN REORIENTASI

Yulfita Raharjo*

Abstract
Up to now the residual product from the social construction of sexuality and
gender is still considered as a reference by most of the society so that they put women
in the subordinate position. In the sexuality sphere, the women's powerlessness is
obviously seen as reflected in the constraint of sexual intercourse, violation, wives
who take high risk of HIV/AIDS,and so on. Yulfita Raharjo reveals several sexuality
lamenesses and gender problems. This writing,further, describes the solution of the
problems through a deconstruction and reorientation in understanding the gender
relationship, i.e. the partnership relation between men and women.

Pendahuluan
Konsep seksualitas dan gender serta prosesnya, atau bagaimana orang
akhir-akhir inimenjadi isu penting dan dapat mempunyai kehidupan seks
semakin ramai dibicarakan, terutama yang memuaskan dan aman, ada atau
dengan permasalahan hak-hak tidaknya kebebasan seseorang untuk
reproduksi dan kesehatan reproduksi, menentukan cara-cara berkeluarga
yang menjadi salah satu pokok bahasan berencana, pelayanan kesehatan
dalam Konferensi Kependudukan berkualitas, aborsi, melainkan juga
se-Dunia di Kairo baru-baru ini. Hasil amat penting, tanpa bermaksud
dari konferensi itu adalah kesepakatan- mengecilkan yang lain, adalah
kesepakatan untuk melakukan pemahaman mengenai seksualitas dan
Program Aksi Kependudukan, di hubungan gender. Kedua yang terakhir
dalamnya termasuk Program Aksi ini, seksualitas dan hubungan gender,
untuk Hak-Hak Reproduksi dan justru menjadi dasar kita dalam
Kesehatan Reproduksi. Masalahnya memahami duduk persoalan hak dan
adalah dalam melaksanakan ke- kesehatan reproduksi.
sepakatan-kesepakatan itu diperlukan Tujuan dari tulisan ini adalah
pemahaman yang lebihluas,bukansaja menguraikan tentang konsep
yang berkaitan dengan ada atau tidak seksualitas dan hubungan gender dan
adanya penyakit ataupun kelemahan- keterkaitannya dengan hak dan
kelemahan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, serta implikasi-
sistem reproduksi dan fungsi-fungsi nya terhadap kesepakatan Kairo.

* Dr. Yulfita Raharjo, adalah Ketua Pusat Penelitian Kependudukan dan


Ketenagakerjaan, LIPI, Jakarta.

Populasi, 8(1), 1997 ISSN: 0853 - 0262


Yulfita Raharjo

Adapun harapannya adalah dapat kodrati. Sekslah yang menentukan


memberikan sumbang pemikiran dan seseorang adalah laki-laki atau
saran untuk rencana ProgramAksi bagi perempuan. Seorang yang dilahirkan
Indonesia di bidang Hak dan dengan bentuk jenis kelamin tertentu
Kesehatan Reproduksi. diberi atribut laki-lakiatau perempuan.
Pemahaman yang berkaitan dengan
Seks, Seksualitas, dan Gender seks ini bersifat universal, baik itu di
Telaah seksualitas dan gender dalam masyarakat Indian Amerika, di
permasalahan hak dan kesehatan masyarakat Jawa, ataupun pada
reproduksi masih baru. Bahkan, dalam masyarakat Nilote di Afrika, atau di
bidang ilmu sosial telaah di kedua mana saja dan kapan saja. Akan tetapi,
bidang ini masih relatif baru. sering orang mengartikan sifat, peran,
Kontribusi antropologi sangat besar dan kedudukan tertentu dihubungkan
dalam pengembangan pemahaman sebagai feminin ataupun maskulindan
seksualitas dan gender, khususnya dipercayai seperti sesuatu yang
karena tradisi antropologi yang kodrati, misalnya perilaku lembut,
memberikan banyak perhatian pada peka, emosional, mengalah adalah
etnografi dari berbagai macam budaya. perilaku feminin, yang menjadi sifat
Bukti-bukti etnografis memperlihatkan kodrati perempuan; sebaliknya,
betapa beragamnya pemahaman perilaku agresif,berani, rasional adalah
budaya mengenai seksualitas, seperti perilaku maskulin dan dipercayai
juga beragamnya masyarakat dalam sebagai sifat kodrati laki-laki. Dalam
memahami arti "kategori laki-laki" dan kenyataan, sifat-sifat feminin atau
"kategori perempuan". Para pendekar maskulin bisa berada pada setiap
hak-hak perempuan, terutama di manusia (androgini), apakah ia berjenis
sekitar tahun 1970-an, memperguna- kelaminlaki-laki ataupun yang berjenis
kan pemahaman ini untuk menerang- kelamin perempuan. Oleh sebab itu,
kan subordinasi perempuan dan kita jumpai laki-laki dengan sifat
mengembangkan analisis simbol- lemah-lembut, perasa, mengalah,
simbol gender dan stereotipe penyedih, seperti kita juga sering
seksualitas, terutama dalam usahanya menjumpai perempuan dengan
untuk menerangkan bahwa perilaku sifat-sifat tegar, agresif, dan sifat-sifat
dan orientasi seksualitas serta lain yangjauh dari feminin. Begitujuga
hubungan gender bukan saja sesuatu orang sering mengartikanbahwa peran
yang berdasar pada sifat-sifat kodrati, laki-laki adalah pencari nafkah,
melainkan selalu saja merupakan suatu kedudukannya sebagai kepala rumah
kontruksi sosial. tangga, dan peran perempuan adalah
Selama ini pemahaman orang pengelola rumah tangga dan
tentang seks, gender, dan seksualitas, kedudukannya sebagai ibu rumah
sering bercampur baur. Sebenarnya tangga, sebagai sesuatu yang kodrati.
dari ketiga terminologi di atas, hanya Dalam kenyataannya tidak selalu
seks yang benar-benar mengungkap- demikian, seperti terbukti dari data
kan keadaan objektif anatomi-biologi, etnografis yang memperlihatkan
betapa beragamnya masyarakat dalam

56
Seksualitas Manusia

menafsirkan sifat peran, ataupun perempuan harus menurut apa yang


kedudukan seseorang menurut jenis menjadi kehendak suaminya. Sebalik-
kelamin. Karena konsep maskulin dan nya, laki-laki harus lebih dominan,
feminim, seperti juga peran dan agresif, dan berinisiatif, dapat
kedudukan menurut jenis kelamin, dimengerti jika 'jajan'. Masih banyak
gender keduanya adalah suatu lagi contoh dapat ditambahkan untuk
konstruksi sosial, yang sifatnya menggambarkan bagaimana kontruksi
dinamis menurut ruang dan waktu. sosial mempengaruhi perilaku dan
Konstruksi sosial yang berkaitan orientasi seksual.
dengan sikap, perasaan, nilai, yang Kontribusi sosial ini melembaga
berkaitan dengan perilaku dan dan dipakai sebagai pegangan untuk
orientasi seksual disebut seksualitas. perilaku dan orientasi seksual yang
Meskipun dasarnya seksualitas dianggap normal dan sebagai suatu
adalah suatu kebutuhan biologis yang realitas objektif, bahkan dapat
kodrati sifatnya, seperti halnya dengan dipercayai sebagai suatu yang kodrati,
kebutuhan makan, pemahaman dikukuhkan dengan bermacam-
seksualitas tidak terlepas dari konteks macam peraturan, nilai-nilai, dan
sosial budaya yang telah ikut me- sebagainya. Karena sudah dilembaga-
ngaturnya. Oleh sebab itu,pemahaman kan, peraturan-peraturan itu pun
perilaku dan orientasi seksual dapat mempunyai implikasi kontrol.
berbeda dari satu budaya ke budaya Penyimpangan-penyimpangan dari
lain ataupun dari satu waktu ke waktu apa yang lazim dapat berakhir pada
yang lain. Di semua kebudayaan sanksi-sanksi; baik sanksi sosial
masyarakat, perilaku seksual maupun sanksi fisik. Akan tetapi, apa
anggotanya diatur, yang dimanesfasi- yang dianggap normal atau realitas
kan dalam berbagai bentuk peraturan, objektif bagi suatu masyarakat belum
bisa juga dalam bentuk larangan- tentu dapat diterima oleh masyarakat
larangan, petunjuk-petunjuk, upacara- yang lain.
upacara, tabu, moral, etika, dan nilai. Dari uraian tersebut di atas, ingin
Bentuk dan isi dari pengaturan itujuga digarisbawahi bahwa (1) antara gender
bermacam-macam, dari yang dan seksualitas jelas bertautan, bahkan
sederhana sampai berkembang ke contoh yang diberikan memperlihat-
tingkat yang sangat canggih. Ada kan betapa sebenarnya perkembangan
budaya yang melihat perilaku seksual hubungan seksual masih dalam
sebagai sesuatu yang sakral, penuh kerangka hubungan gender; (2) dalam
tabu, dosa, dan aib jika dilanggar; membicarakan gender dan seksualitas
dalam budaya lainmemahami perilaku ada persamaan yang mendasar, bahwa
seksual merupakan suatu kenikmatan, kedua-duanya bermula dari yang
bahkan sebagai suatu yang dapat kodrati, yaitu realitas biologis, tetapi
menambah kekuatan. Ada budaya keduanya diberi muatan lain sebagai
yang menuntut perempuan harus hasil dari kontruksi sosial; (3) dengan
perawan sebelum resmi menikah, demikian, keduanya bersifat dinamis,
perempuan menunggu dalam bercinta, dapat berubah. Dari perspektif ketiga
aib besar kalau menyeleweng; butir ini, saya bermaksud melihat

57
Yulfita Raharjo

tantangan, hambatan, dan peluang sebagai istri. Bisa dibayangin


pelaksanaan program Aksi ya."
Kesepakatan Kairo di Indonesia, yang (Petikan interviu dengan responden
berkaitan dengan hak dan kesehatan wanita berumur 41 tahun, istri seorang
reproduksi. pejabat, diambil dari catatan lapangan
studi Wanita Kelas Menengah di
Seksualitas Manusia dan Hubungan Jakarta, 1974).
Gender, antara Teori dan Praktik.

"Sudah delapan tahun kami II


tidak saling bicara. Pada mula- Seorang gadis umur 17 tahun
nya kami sering bertengkar terbaring di tempat tidur sebuah
ketika saya ketahui ia suka rumahsakit diSerang. Wajahnya
selingkuh, suka main cewek, pucat pasi, kuning kehijau-
selingkuh, suka memberi hijauan. Badannya panas, lemah
apa-apa pada saudara-saudara- tak berdaya lagi. Dari rahimnya
nya tanpa saya diberi tahu, telah mengucur darah segar, dua
padahal ia tidak pernah ember banyaknya. Hanya
mengacuhkan saudara-saudara sempat dua jam saja ia berbaring
saya yang juga perlu bantuan. Ia di rumah sakit itu, sebelum ajal
juga pemarah dan suka menjemputnya.
memukul, apalagi kalau tidak
Gadis itu korban dari aborsi liar.
diikuti kemauannya. Memang
Setelah mengetahui ia hamil 2
hidup seperti neraka, tetapi saya
(3?) bulan, dan pacarnya tak mau
"mupus", apakah kehidupan
bertanggung jawab akan
saya akan jauh lebih baik jika
saya meninggalkannya. Saya tak
perbuatannya, gadis tersebut
nekad untuk menggugurkannya
mempunyai kepandaian apa-
ke seorang paraji. Usaha-usaha
apa. Apalagi rasanya saya tidak
kuat berpisah dengan anak-
lainnya yang dilakukan antara
lain minumjamu peluntur entah
anak. Sebab itu, saya tahan saja
karena kalau sampai cerai saya
beberapa bungkus, pil kina, dan
sendiri yang rugi. Tak ada yang
berbagai ramuan, tetapi tidak
berhasil. Oleh sebab itulah, ia
tahu keadaan saya inikarena jika
minta tolong dukun untuk
keluar, saya tetap isterinya.
Anak-anak saya, kalau sudah menggugurkannya. Rupa-
agak besar barangkali akan tahu rupanya tidak berhasil. Apa
sendiri." yang terjadi adalah perdarahan.
Ia masih sempat menyembunyi-
"Aneh ya, tidak saling ngomong kan ini semua pada kedua orang
selama delapan tahun, tetapi tuanya, selama 4 hari,berdiam di
masih punya anak-anak di kamar dengan alasan sakit
bawahumur delapan. Meskipun datang bulan. Ia tak berani
tidak saling ngomong, saya bercerita pada siapa-siapa,
masih menjalankan tugas apalagi pada ibu dan bapaknya.
Cerita berakhir dengan amat

58
Seksualitas Manusia

tragis, gadis itu tak tertolong, hamil di luar perkawinan? Cara-cara


ibunya menyesali berke- yang mereka ambil berbeda. Dalam
panjangan, mengapa ia sampai kasus I, si istri tetap bertahan dengan
tak mengetahui anaknya segala justifikasinya, yang sebenarnya
mempunyai masalah. cerminan dari ketidakberdayaan.
(Gadis malang tersebut masih Dalam kasus II, mungkin karena umur
berstatus saudara sepupu penulis, muda, kurang pengalaman, mudah
terjadi di Serang tahun 1975) panik, dan tidak berdaya, ia telah
Dua kasus di atas sengaja diambil mengambil jalan pintas yang
untuk mengawali bagian seksualitas berbahaya itu.
dan hubungan gender, dengan maksud
memperjelas bagaimana keterkaitan Reorientasi dan Dekonstruksi Sosial
seksualitas dan hubungan gender. Di samping kemajuan-kemajuan
Dengan dua ilustrasi itu, bahasan yang yang telah banyak dicapai perempuan,
rumit mengenai seksualitas dan permasalahan hubungan gender yang
hubungan gender dapat dihindarkan. asimetris masih tetap mengganjal dan
Apa yang ingin digambarkan di sini dianggap sebagai sebab utama dari
adalah ketidakberdayaan perempuan permasalahan-permasalahan yang
dalam menghadapi permasalahan masih dihadapi oleh perempuan saat
seksualitas, yang pada dasarnya ini, termasuk yang berkaitan dengan
bertumpu pada hubungan gender yang hak dan kesehatan reproduksi. Meski-
tidak berimbang. Dihadapkan pada pun masalah kesehatan reproduksi
ketidakberdayaan, kedua perempuan juga berhubungan dengan kedua jenis
inimemilih mecanism defence yang sama kelamin karena fungsi biologis alat
dengan cara yang berbeda. Kedua- reproduksinya, dan lebih-lebih lagi
duanya menerima keadaan yang karena permasalahan hubungan
menimpa dirinya itu sebagai nasib gender, hal ini membuat pembahasan
perempuan yang harus ditanggung- kesehatan reproduksi selalu saja lebih
nya sesuai dengan nilai-nilai yang berat pada masalah-masalah yang
disosialisasikan pada mereka. Kedua- berkaitan dengan kesehatan reproduk¬
nya berusaha untuk menyembu- si perempuan. Kalau salah satu isu
nyikan dan menghilangkan keadaan pokok yang dibahas di Kairo berfokus
yang menimpa dirinya karena malu pada hak dan kesehatan reproduksi,
dan merasa bersalah. Masyarakatnya sebabnya antara lain karena
akan menyalahkan keduanya, permasalah hubungan gender itu. Hal
mengapa keadaan itu bisa terjadi. ini tercermin dari munculnya isu-isu
Dalam kasus I, mengapa suami bisa kontroversial seperti aborsi, kekerasan
selingkuh? Artinya, istri tidak pandai terhadap perempuan/dosmetik, hak
menjaga, padahal itu menjadi reproduksi, pengaturan kelahiran,
kewajiban seorang istri. Dalamkasus II, mutu pelayanan kesehatan, yang
mengapa ia tidak pandai menjaga kesemuanya adalah isu-isu yang
dirinya sebagai seorang gadis, bahkan menjadi kepedulian dan kebutuhan
memberikan aib pada keluarga karena perempuan.

59
Yulfita Raharjo

Isu-isu ini bukanlah isu-isu baru antara laki-laki dan perempuan dalam
karena hak-hak reproduksimerupakan hal seksual dan reproduksi, seperti
hak asasi manusia yang sudah diakui tercermin dalam kasus pemaksaan
dalam hukum, termasuk hukum hubungan kelamin, pemerkosaan,
nasional. Di samping itu, masih ada istri/ perempuan yang berisiko tinggi
bermacam-macam kesepakatan dan terkena HIV-AIDS, dan penyakit-
konsensus Perserikatan Bangsa-Bangsa penyakit lain yang ditularkan melalui
lain yang relevan, seperti Penghapusan hubungan seksual sebagai akibat dari
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan,
Perempuan (CEDAW), Indonesia juga bahkan bermacam-macam cara ber-
ikut meratifikasinya pada tahun 1979, keluarga berencana hampir seluruhnya
hak-hak anak perempuan (girl child) ditujukan untuk perempuan.
juga dilindungi melalui Konvensi Kalau mengacu pada tujuan
Hak-Hak Anak, yang ditandatangani Program Aksi di bidang Hak-hak
pada tahun 1989. Bahwa isu-isu itu Reproduksi dan Kesehatan
masih muncul di Kairo, apakah itu Reproduksi, sesuai dengan kesepakat¬
terwujud dalam bentuk perbedaan an Kairo, khususnya yang berkaitan
konsep, definisi ataupun cara-cara dengan seksualitas manusia dan
pelaksanaannya, dapat diduga bahwa hubungan gender, tertera di situ: (1)
penyebabnya adalah karena masih ada untuk mempromosikan perkembang-
permasalahan mendasar yang belum an seksualitas yang bertanggungjawab
diselesaikan, antara lain, belum secara memadai yang memungkinkan
terakomodasinya apa yang menjadi hubungan persamaan dan saling
kepedulian dan kebutuhan perempuan menghormati antara jenis kelaminserta
sebagai akibat dari hubungan gender membantu memperbaiki mutu hidup
yang asimetris. Oleh sebab itu,program dari pribadi-pribadi; (2) untuk
aksi yang berkaitan dengan hak dan menjamin bahwa wanita dan pria akses
kesehatan reproduksi haruslah terhadap informasi, pendidikan, dan
menyentuh pada permasalahan pelayanan yang diperlukan guna
dasamya yaitu menciptakanhubungan mencapai kesehatan seksual yang baik
gender yang seimbang dan bersifat dan memperjuangkan hak dan
kemitraan, dan memberikan pember- tanggung jawab reproduksi mereka.
dayaan perempuan sehingga dapat Jelas di sini dibutuhkan suatu
menentukan hak-hak dan kesehatan dekonstruksi sosial dan reorientasi
roproduksinya. dalam pemahaman hubungan gender
Ketidakberdayaan perempuan seperti yang selama inidisosialisasikan.
adalah sebagai akibat dari konstruksi Orientasi baru dalam pemahaman
sosial yang selama ini menempatkan hubungan gender yang harus
perempuan pada kedudukan yang disosialisasikan secara luas adalah
subordinat, memberikan nilai yang hubungan gender yang seimbang dan
kurang berarti bagi apa yang harmonis, hubungan kemitraan antara
dikerjakannya. Di bidang reproduksi, laki-laki dan perempuan. Hubungan
ketidakberdayaan itu terlihat dari kemitraan ini memungkinkan
hubungan yang tidak berimbang terjadinya hubungan persamaan dan

60
Seksualitas Manusia

hubungan salirtg menghormati antar reorientasi pemahamam hubungan


jenis kelamin, yang tercermin juga gender dan perilaku seksual adalah
dalam perilaku seksual yang salah satu jalan keluarnya. Untuk
bertanggung jawab. Hubungan yang jangka pendek adalah implementasi
seimbang dan kemitraan juga berarti secara efektif dari segala undang-
dapat menjamin,baik laki-laki maupun undang yang relevan. Indonesia
perempuan terhadap akses informasi, mempunyai cukup banyak peraturan
pendidikan, dan sebagainya. Kesemua- dan undang-undang yang dapat
nya ini pada gilirannya diharapkan mendukung program aksi. Sementara
dapat membangkitkan kesadaran itu, membangunkan kesadaran
seseorang akan hak-haknya. masvarakat untuk tidak meneruskan,
apalagi melegitimasi praktik-praktik
Penutup yang menjauhkan tumbuhnya hubung¬
Dukungan program aksi yang an gender yang sehat dan seimbang.
berkaitan dengan Hak dan Kesehatan Praktik-praktik di rumah tangga,
Reproduksi tidak cukup hanya membiasakan memberikan perlakuan
diwujudkan dengan kesepakatan- yang sama antara anak laki-laki dan
kesepakatan atau dengan peraturan- perempuan, di sekolah dengan
peraturan, sekalipun karena masalah- kurikulum dan buku bacaan yang juga
nya sangat mendasar, yang menyang- mendukung terciptanya hubungan
kut hubungan gender sebagai hasil dari kemitraan. Kelompok sasaran anak
konstruksi sosial yang sudah barangkali memang sangat efektif
mengakar. Begitu mengakarnya, sebagai pemutus rantai yang telah
bahkan bagi sebagian orang, hasil membelengguperempuanbegitu lama!
konstruksi sosial itu dipercayainya Kelompok target yang lain,yang sangat
sebagai sesuatu yang kodrati. Oleh instrumental, adalah media massa,
sebab itu, untuk jangka panjang, yang dapat membentuk opini massa.
cara-cara dekonstruksi sosial dan

Referensi

Caplan, P. 1987. "Sex, sexuality and Survakusuma,JuliaI. 1991. "Konstruksi


gender", dalam Caplan, P., ed. The sosial seksualitas". Prisma, 7: 3-14.
cultural construction of sexuality. Wilopo, Siswanto Agus. 1994. "Hasil
London: Tavistock. konferensi kependudukan di
Moore,Henrietta, L. 1988. Feminism and Cairo: implikasinya pada program
antrcrpology. s.l.: Polity Press. kesehatan reproduksi di
Indonesia". POPULASI, 5(2): 1-30.

61

Anda mungkin juga menyukai