Anda di halaman 1dari 17

Activity Based Costing (ABC)

Sistem pembiayaan (costing system) secara umum terbagi menjadi dua tipe, yaitu sistem
akuntansi biaya konvensional. Sistem akuntansi biaya konvensional menggunakan unit /
kuantitas produk yang dihasilkan sebagai dasar pembebanan. Metode pembebanan semacam ini
sering disebut juga Unit Based System. Pada sistem ini biaya-biaya yang timbul dicatat,
dikumpulkan, dan dikendalikan berdasar atas elemen-elemennya ke dalam pusat-pusat
pertanggungjawaban. Dengan cara semacam ini maka biaya-biaya produksi juga ditentukan
menurut banyaknya sumber daya yang diserap oleh masing-masing pusat biaya. Ada dua metode
yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk yaitu sebagai berikut :

1. Metode Harga Pokok Penuh (Full Costing)


Metode harga pokok penuh merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produk yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat
tetap maupun variabel. Metode harga pokok penuh ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak
eksternal perusahaan.

2.Metode Harga Pokok Variabel (Variable Costing)


Metode harga pokok variabel merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
mempehitungkan biaya produksi yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produksi. Biaya
tersebut meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik
variabel. Metode harga pokok variabel ini lebih ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak
internal.

Lingkungan teknologi manufaktur maju memerlukan sistem informasi akuntansi yang dirancang
untuk mengelola aktivitas dan mempertahankan keunggulan bersaing. Sistem tersebut dinamakan
akuntansi aktivitas (Activity Accounting) atau disebut pula Activity Based Costing
System (ABC System). Sistem ini juga dapat digunakan untuk menilai kinerja dengan cara-cara
yang baru. Dalam ABC System, aktivitas dianggap sebagai penyebab timbulnya biaya produksi.
Namun lebih dari itu, ABC System juga menekankan pada aspek perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan oleh manajer.
Hongren mendefinisikan ABC Sistem sebagai : ”… is a System that first accumulates the costs
of each activity of an organization and then applies the costs of activities to the products,
services, or other cost objects using appropriate cost drivers”. (Charles T. Hongren, Sundem, &
Stratton, 1996 : 502). Secara umum pengertian Activity Based Costing System (ABC
System) adalah suatu sistem biaya yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas
yang terjadi dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada produk
atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut pada manajemen agar
selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, pengendalian biaya, dan pengambilan
keputusan.
Activity Based Costing System timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan produk. Kebutuhan akan informasi biaya yang akurat tersebut disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut:
1. Persaingan global (Global Competition) yang dihadapi perusahaan manufaktur memaksa
manajemen untuk mencari berbagai alternatif pembuatan produk yang cost effective.
2. Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk menyebabkan proporsi biaya
overhead pabrik dalam product cost menjadi dominan.
3. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam kompetisi global, perusahaan manufaktur
harus menerapkan market–driven strategy.
4. Market–driven strategy menuntut manajemen untuk inovatif.
5. Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan
dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang sangat bermanfaat dengan
cukup akurat.

Manfaat sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan adalah :
1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka
harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya,
mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada
pengurangan biaya yang memungkinkan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana
benar-benar mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu
aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.
2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif
yang lebih wajar.
3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan
(management decision making) membuat-membeli yang manajemen harus lakukan,
disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka maka keputusan yang
akan diambil oleh phak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa
dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim
kompetisi dewasa ini.
4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement), melalui
analisa aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan
terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat
dengan masalah produktivitas perusahaan.
5. Memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction), pada sistem
tradisional, banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC
yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan
dieliminasi.
6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, piliak manajemen dapat melakukan analisis yang
lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas
(break even) atas produk yang bervolume rendah.

Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam penentuan biaya
produksi adalah sebagai berikut :
1. Biaya produk yang lebih realistis, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi
dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.
2. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modem,
terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya
ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang
non lantai pabrik dapat ditelusuri.
3. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
(activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan
membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah
nilai terhadap produk.
5. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modem dengan
menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya
tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volume
produk.
6. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk
variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang relevan terhadap
pengambilan keputusan yang strategik.
7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area
tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.

Suatu temuan yang konsisten dari buku akuntansi biaya tradisional adalah ketidaktepatan dalam
menggunakan informasi biaya untuk menjalankan suatu pabrik manufakturing. Hal ini berbeda
dengan sistem biaya ABC yang memberikan informasi biaya yang lebih akurat. Sistem biaya
ABC menelusuri biaya produksi tidak langsung ke unit, batch, lintasan produk, dan seluruh
fasilitas berdasarkan aktivitas tiap level. Metode penentuan biaya ini menghasilkan biaya akhir
produk yang lebih akurat dan lebih realistis.
Beberapa perbandingan antara sistem biaya tradisional dan sistem biaya Activity-Based
Costing (ABC) yang dikemukakan oleh Amin Widjaya dalam bukunya “Activity-Based
Costing untuk manufakturing dan pemasaran”, adalah sebagai berikut:
1. Sistem biaya ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu biaya (cost driver)
untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari setiap produk. Sedangkan
sistem biaya tradisional mengalokasikan biaya overhead secara arbitrer berdasarkan satu
atau dua basis alokasi yang non representatif.
2. Sistem biaya ABC memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem biaya
tradisional terfokus pada performansi keuangan jangka pendek seperti laba. Apabila
sistem biaya tradisional digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas produk,
angka-angkanya tidak dapat diandalkan.
3. Sistem biaya ABC memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem biaya ABC
memerlukan masukan dari seluruh departemen persyaratan ini mengarah ke integrasi
organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai
organisasi.
4. Sistem biaya ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian dari
pada sistem tradisional, karena kelompok biaya (cost pools) dan pemacu biaya
(cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu ABC dapat menggunakan data biaya
historis pada akhir periode untuk menghilang biaya aktual apabila kebutuhan muncul.
5. Pada sistem biaya tradisional penentuan tarif suatu produk berdasar aktivitas level unit
(bahan baku dan tenaga kerja). Sedangkan pada ABC System pembebanan
biaya overhead berdasarkan aktivitas berlevel unit maupun non unit sehingga penentuan
biaya lebih akurat karena ditelusuri ke masing-masing produk.

Sistem biaya tradisional mengutamakan satu atau dua pemacu biaya yang berbasis unit
sebagai pembeban biaya sehingga menciptakan biaya produk yang terdistorsi. Distorsi yang
terjadi berupa subsidi silang (cross subsidy) antar produk, satu produk mengalami kelebihan
biaya (overcosting) dan produk lainnya mengalami kekurangan biaya (undercosting). Tingkat
distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap biaya produksi total.
Semakin besar proporsinya, semakin besar distorsi yang terjadi demikian juga sebaliknya. Hal
inilah yang melandasi dikembangkannya sistem biaya Activity-Based Costing.
Perkembangan aktivitas berdasarkan pembiayaan (ABC system) pada awalnya didasari oleh
adanya perbaikan kecermatan dalam perhitungan biaya produk dalam perusahaa manufaktur
yang pada umumnya menghasilkan banyak produk. Permasalahan yang dihadapi oleh
perusahaan pada umumnya adalah bagaimana menghasilkan banyak jenis produk dengan
membebankan biaya overhead pabrik ke produk-produk tersebut. Dalam aplikasi akuntansi biaya
tradisional, konsep volume-related drivers digunakan untuk membebankan biaya overhead
pabrik ke pabrik, sehingga beban biaya produk yang dihasilkan dari cara pembebanan ini
menjadi tidak akurat. Pada sistem ABC menawarkan dasar pembebanan yang lebih bervariasi,
seperti batch-related drivers, product sustaining drivers dan facility sustaining drivers untuk
membebankan biaya overhead pabrik kepada berbagai jenis produk yan dihasilkan oleh
perusahaan . Dengan berbagai drivers yang sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan maka
akuntansi biaya dapat menghasilkan informasi beban biaya produk yang akurat, sehingga hal ini
akan memudahkan pihak manajemen dalam proses pengambilan keputusan tentang harga jual
dan dalam melakukan analisis profitabilitas setiap jenis produk.
Pada perkembangan selanjutnya, ABC system tidak lagi terbatas pemanfaatannya hanya
untuk menghasilkan informasi beban biaya produk yang akurat. ABC sistem pada saat ini
merupakan konsep yang didefinisikan secara luas sebagai sistem informasi untuk memotivasi
individu dalam melakukan improvement terhadap proses yang digunakan oleh perusahaan untuk
menghasilkan produk/jasa bagi customer. ABC sistem dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan
akuntansi baiaya tradisional yang didesain khusus untuk perusahaan manufaktur. Semua jenis
perusahaan (manufaktur, jasa, dagang) dan organisasi (sektor publik dan nirlaba) sekarang dapat
memanfaatkan ABC system sebagai sistem akuntansi biaya, baik untuk tujuan pengurangan biaya
(cost reduction) maupun untuk perhitungan secara akurat beban biaya fitur produk/jasa. Jika
pada tahap awal perkembanannya, ABC system hanya difokuskan pada biaya overhead pabrik,
sedangkan pada tahap perkembangan selanjutnya, ABC system diterapkan ke semua biaya, mulai
dari biaya desain, biaya produksi, biaya penjualan, biaya pasca jual, sampai biaya administrasi
dan umum. ABC sistem menggunakan aktivitas sebagai titik pusat (focal point) untuk
mempertanggungjawabkan biaya. Oleh karena aktivitas tidak hanya dijumpai di perusahaan
manufaktur, dan tidak terbatas di tahap produksi, maka ABC system dapat dimanfaatkan di
berbagai jenis organisasi dan mencakup biaya di luar produksi.
Activity-Based Costing (ABC) telah dikembangkan pada organisasi sebagai suatu solusi
untuk masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh sistem biaya tradisional.
Sistem ABC merupakan suatu sistem yang baru sehingga konsepnya masih dan terus
berkembang, sehingga ada berbagai definisi yang menjelaskan tentang sistem biaya ABC itu
sendiri. Beberapa ahli manajemen biaya memberikan defenisi mengenai sistem biaya Activity-
Based Costing sebagai berikut :
1. Wayne J. Morse, James R. Davis dan A. L. Hartgraves. Dalam bukunya Management
Accounting (1991) memberikan defenisi mengenai Activity-Based Costing (ABC),
sebagai sistem pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya ke objek biaya dengan
dasar aktivitas yang menyebabkan biaya. Sistem ABC ini didasarkan pada pemikiran
bahwa aktivitas penyebab biaya dan biaya aktivitas harus dialokasikan ke objek biaya
dengan dasar aktivitas biaya tersebut dikonsumsikan. Sistem ABC ini menelusuri biaya
ke produk sebagai dasar aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
2. Ray H. Garrison. Dalam bukunya Managerial Accounting (1991) memberikan definisi
mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai suatu metode kalkulasi biaya yang
menciptakan suatu kelompok biaya untuk setiap kejadian atau transaksi (aktivitas) dalam
suatu organisasi yang berlaku sebagai pemacu biaya. Biaya overhead kemudian
dialokasikan ke produk dan jasa dengan dasar jumlah dari kejadian atau transaksi produk
atau jasa yang dihasilkan tersebut.
3. Douglas T. Hick. Dalam bukunya Activity-Based Costing for Small and Mid-sized
Busines An Implementation Guide (1992) memberikan defenisi mengenai Activity-Based
Costing (ABC), sebagai merupakan sebagai suatu konsep akuntansi biaya yang
berdasarkan atas pemikiran bahwa produk mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas yang
menimbulkan biaya. Dalam sistem biaya ABC ini dirancang sedemikian rupa sehingga
setiap biaya yang tidak dapat dialokasikan secara langsung kepada produk, dibebankan
kepada produk berdasarkan aktivitas dan biaya dari setiap aktivitas kemudian dibebankan
kepada produk berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas tersebut.
4. L. Gayle Raybur. Dalam bukunya Cost Accounting-Using Cost Management
Approach (1993) memberikan definisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai
suatu sistem yang mengakui bahwa pelaksanaan aktivitas menimbulkan konsumsi sumber
daya yang dicatat sebagai biaya, atau dengan kata lain bahwa ABC tersebut adalah
merupakan pendekatan kalkulasi biaya yang berbasis pada transaksi. Sistem biaya ABC
itu sendiri adalah mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan
dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke
produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.
5. Charles T. Horngren, Gary L. Sundem dan William O. Stratton. Dalam
bukunya Introduction to Management Accounting (1996) memberikan defenisi
mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai suatu sistem yang merupakan
pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang
fundamental istem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar
untuk mengalokasikan biaya keobjek biaya yang lain seperti produk, jasa, atau
pelanggan.
Konsep tentang ABC System berubah sesuai dengan perkembangan implementasi
ABC System itu sendiri. Pada awal perkembangannya, ABC System dipakai sebagai alat untuk
memperbaiki akurasi perhitungan biaya produk, namun perkembangannya terkini,
ABC System telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi ”cara baru dalam
menjalankan bisnis”. Tabel 1. menggambarkan mitos dan realitas tentang ABC System dalam
perkembangannya.

Mitos Realita
ABC System merupakan sistem
analisis biaya berbasis aktivitas
ABC System merupakan sistem untuk memenuhi kebutuhan
pencatatan, penggolongan, personel dalam pengambilan
peringkasan, penyajian, dan keputusan, baik yang bersifat
pengintepretasian informasi strategik dan maupun
1 biaya. 1 operasional
ABC Systemmerupakan sistem
informasi biaya yang dapat
diterapkan dalam semua jenis
organisasi-perusahaan
ABC Systemmerupakan sistem manufaktur, jasa, dan dagang,
akuntansi dengan perusahaan serta organisasi sektor publik
2 manufaktur sebagai modelnya 2 dan organisasi nirlaba.
ABC System mencakup seluruh
biaya. Dalam perusahaan
manufaktur,
ABC System berfokus ke biaya ABC System mencakup biaya
3 produksi 3 desain dan pengembangan,
biaya produksi, biaya dukungan
intern, biaya pemasaran, biaya
distribusi, biaya layanan purna
jual.
ABC Systemberfokus ke
perhitungan biaya produk ABC System berfokus ke long-
4 dan cost control 4 term strategic cost reduction
ABC System hanya akan
optimum hasilnya jika
ABC Systemdapat diselesaikan dengan teknologi
5 diselenggarakan secara manual 5 infornasi.
ABC System mengubah cara
menjalankan bisnis, oleh karena
itu ABC System menjadi
ABC Systemmerupakan tanggung jawab semua
tanggung jawab fungsi personel, terutama operating
6 akuntansi 6 persone

Ada dua keyakinan dasar yang melandasi ABC System :


1. Cost is caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan
demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya
biaya akan menempatkan personal perusahaan pada posisi yang dapat mempengaruhi biaya.
ABC System berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan
untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya harus
dialokasikan.
2. The causes of cost can be managed. Penyebab terjadi biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola.
Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel
perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai
informasi tentang aktivitas.
Dua keyakinan dasar yang melandasi ABC System tersebut disajikan lebih jelas pada Gambar
3. Pada Gambar 3, menggambarkan bahwa pengelolaan aktivitas ditujukan untuk mengarahkan
seluruh aktivitas organisasi ke penyediaan produk/jasa bagi kepentingan pemenuhan
kebutuhan costumers. Seluruh yang digunakan untuk menghasilkan produk/jasa dinilai
manfaatnya ditinjau dari sudut pandang costumers. Contoh informasi tentang aktivitas
adalah: customers yang mengkonsumsi keluaran aktivitas, value-and non-value-added activities,
resources driver, activity driver, driver quantity, cycle effectiveness (CE), capacity resource,
budget type (fixed type, variable type, step type).
Meskipun secara teoritis dapat diketahui bahwa ABC System memberikan banyak manfaat
bagi perusahaan, namun tidak semua perusahaan dapat menerapkan sistem ini. Ada dua hal
mendasar yang harus dipenuhi oleh perusahan yang akan menerapkan ABC System, yaitu :
1. Biaya-biaya berdasar non-unit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead.
Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam
pengalokasiannya pada tiap produk.
2. Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar
unit dan aktivitas-aktivitas berdasar non-unit harus berbeda. Jika berbagai produk
menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio kira-kira sama, maka tidak ada masalah
jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada
setiap produk. Jika berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem konvensional atau
ABC System membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang
produknya homogen (diversifikasi produknya rendah) dapat menggunakan sistem
konvensional tanpa ada masalah.

Sistem akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik melalui dua tahap
pembebanan yaitu pembebanan biaya overhead seperti sistem akuntansi biaya tradisional.
Perbedaan antara kedua metode tersebut terletak pada dasar pembebanan (cost driver) yang
digunakan. Sistem akuntansi biaya tradisional hanya menggunakan satu dasar pembebanan
(cost driver) yaitu unit produksi, sedangkan ABC System menggunakan lebih dari satu cost driver
sehingga informasi yang dihasilkan juga lebih akurat dan teliti. Tahap-tahap pembebanan biaya
overhead pabrik pada ABC System adalah :
Tahap 1
1. Biaya overhead pabrik dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang sesuai.
2. Biaya-biaya aktivitas tersebut dikelompokkan dalam beberapa cost pool yang homogen.
3. Menentukan tarif untuk masing-masing kelompok (cost pool). Tarif dihitung dengan cara
membagi jumlah semua biaya didalam cost pool dengna suatu ukuran aktivitas yang
dilakukan. Tarif pool ini juga berarti biaya per unit pemacu biaya (cost driver).

Tahap II
Biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau permintaan
aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi pada tahap ini biaya-biaya tiap pool aktivitas ditelusur
ke produk dengan menggunaan tarif pool dan ukuran besarnya sumber daya yang dikonsumsi
oleh tiap produk. Ukuran besarnya sumber daya tersebut adalah penyederhanaan dari kuantitas
pemacu biaya dikonsumsi oleh tiap produk.
Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan kepada aktivitas,
aktivitas yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok, kelompok biaya sejenis dibentuk,
dan tarif kelompok dihitung. Pada tahap kedua, setiap permintaan produk untuk sumber daya
kelompok diukur dan biaya-biaya dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan
ini dan tarif kelompok yang mewakili. Namun, untuk menghindari kerancuan pada konsep dasar,
kita menghindari setiap pembahasan detail dari beberapa langkah prosedur tahap pertama. Kita
sekarang beralih ke penjelasan yang lebih rinci dari dua langkah pertama : (1) identifikasi
aktivitas dan (2) klasifikasi aktivitas ke dalam kelompok sejenis. Bagaimana biaya-biaya
dibebankan ke aktivitas dibahas dalam bagian yang berbeda.

Konsep ABC System, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh aktivitas, baik aktivitas yang
berkaitan dengan volume produk maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume produk.
BOP merupakan biaya yang akan diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu biaya
(cost drivers), bukan berdasarkan volume produk.

Aktivitas merupakan tindakan yang berulang-ulang untuk memenuhi fungsi bisnis. Setiap
aktivitas dapat ditentukan sebagai value added atau non value added. Kaplan (1991), menyatakan
bahwa, sistem manajemen biaya mempunyai dua sisi pengukuran kinerja, yaitu finansial dan non
finansial. Pengukuran kinerja yang bersifat finansial digunakan untuk pengukuran kinerja
periodik dan untuk penentuan biaya produk yang akurat. Sedangkan pengukuran kinerja non
finansial dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki secara terus menerus proses
produksi dengan mengurangi non value added time. Continuous improvement ini mengacu pada
falsafah pengolahan bernilai tambah (value added manufacturing), yang mengacu pada kegiatan
manufaktur yang terbaik dan sederhana, sehingga sistem manufaktur menjadi lebih efisien.

Dalam value added manufaturing, pemborosan diartikan secara luas, yaitu setiap kegiatan
dalam pengolahan yang tidak menghasilkan nilai tambah, seperti inspection time, waiting
time dan moving time. Dengan demikian apabila tidak terdapat pemborosan maka nilai masing-
masing inspection time, waiting time dan moving time sama dengan nol. Non value added dapat
disebabkan oleh faktor yang bersifat sistemik, fisik dan manusiawi, misalnya mesin mempunyai
sistem yang mengharuskan setiap proses produksi harus dalam batch yang besar, tenaga kerja
yang kurang terampil mengakibatkan meningkatnya biaya tenaga kerja.

1. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit


Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu
unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang
diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi) digunakan
setiap saat satu unit produk dihasilkan.
2. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali
suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk
yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup,
aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerakan bahan dan order
pembelian), aktivitas inspeksi.
3. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas-aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung
berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk
mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas
yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk,
perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
4. Aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan
secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk
memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume
atau bauran produk yang diproduksi. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya : manajemen
pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan, penerangan pabrik, kebersihan, pajak
bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik.

Cost Pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas yang bersama dengan satu
dasar pembebanan (cost driver). Cost pool digunakan untuk mempermudah manajemen dalam
membebankan biaya-biaya yang timbul. Cost pool berisi aktivitas yang biayanya memiliki
korelasi positif antara cost driver dengan biaya aktivitas. Tiap-tiap cost pool menampung biaya-
biaya dari transaksi-transaksi yang homogen. Semakin tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang
dilaksanakan dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebankan
biaya-biaya tersebut. Sistem biaya yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih
menjelaskan hubungan sebab-akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.
Cost pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang merupakan tarif biaya overhead pabrik
per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung
dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran
aktivitas kelompok tersebut.
Cost driver atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output
yang secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya konvensional. Atau
faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. Cost driver merupakan dasar yang
digunakan untuk membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada produk.
Identifikasi cost driver adalah komponen yang penting dalam pengendalian biaya tak bernilai
tambah. Jika kinerja individual dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengendalikan biaya tak
bernilai tambah, maka pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut digunakan dapat
mempengaruhi perilaku para individu. Jika cost driver biaya untuk biaya setup yang dipilih
adalah waktu setup, maka insentif harus diciptakan bagi pekerja agar mereka dapat mengurangi
waktu setup.
Cara menghitung biaya produksi per unit menggunakan metode tradisional (konvensional)
dan metode ABC (activity based costing)

PT Trend. Tbk menjual 2 produk yaitu tas dan sepatu, datanya akan disajikan sebagai berikut:

Produk
Keterangan
Tas Sepatu
Volume produksi Rp 10.000 Rp 40.000
Harga Jual Rp 12.000 Rp 6.000
Biaya Utama Rp 6.000 Rp 3.000
Jam Kerja
Rp 5.000 Rp 10.000
Langsung

Akuntan manajemen PT Trend. Tbk mengidentikasi aktivitas cost yang dianggarkan, datanya
sebagai berikut:

Aktivitas Anggara Cost

Rekayasa Rp 300.000

Set up Rp 1.000.000

Perputaran
Rp 3.000.000
mesin

Pengemasan Rp 200.000

Total Rp 4.500.000

Aktivitas sesungguhnya produk Tas dan Sepatu, disajikan data sebagai berikut:

Konsumsi/Realisasi
Aktivitas Total
Tas Sepatu

Rekayasa (jam) 6.000 9.000 15.000

Set up (jam) 400 600 1.000

Perputaran mesin
50.000 100.000 150.000
(jam)

Pegemasan 5.000 20.000 25.000


Diminta:
1. Hitunglah biaya per unit menggunakan metode tradisional (konvensional)?
2. Hitunglah biaya per unit menggunakan metode ABC (activity based costing)?
Jawab

1. Menghitung biaya per unit menggunakan metode tradisional


· Total Jam kerja langsung = Jam kerja langsung tas + Jam kerja langsung sepatu
= 5000 + 10.000
= 15.000
Tarif Overhead Pabrik : Jam Kerja Langsung
= Rp. 4.500.000 : 15.000
= 300/JKL
· Biaya Overhead yang di bebankan

Total
(Biaya JKL per Overhead/Unit
Produk Unit
unit X jam kerja (Total:Unit)
langsung
Rp 1.500.000
Tas (Rp 300 X 10.000 Rp 150
5.000)
Rp 3.000.000
Sepatu (Rp 300 X 40.000 Rp 75
10.000)

· Menghitung biaya per unit produk

Keterangan Tas Sepatu


Rp 60.000.000 Rp 120.000.000
Biaya Utama (Rp 6.000 X (Rp 3.000 X
10.000) 40.000)
Biaya Rp 3.000.000 Rp 12.000.000
Overhead (Rp 300 X 10.000) (Rp 300 X 40.000)
Total Biaya Rp 63.000.000 Rp 132.000.000
Unit Produksi 10.000 40.000
Biaya/Unit Rp 6.300 Rp 3.300
Menghitung biaya per unit menggunakan metode ABC (activity based costing)

· Menghitung Tarif Aktivitas

Aktivitas Total Biaya Konsumsi Aktivitas Tarif Aktifitas


Rekayasa (jam) Rp 300.000 Rp 15.000 Rp 20
Set up (jam) Rp 1.000.000 Rp 1.000 Rp 1.000
Perputaran mesin
Rp 3.000.000 Rp 150.000 Rp 20
(jam)
Pegemasan Rp 200.000 Rp 25.000 Rp 8
Total Rp 4.500.000 Rp 191.000 Rp 1.048

· Biaya Overhead yang dibebankan

Produk Tas

Aktivitas Tarif Konsumsi Total BOP BOP/Unit


Rekayasa (jam) Rp 20 Rp 6.000 Rp 120.000 Rp 20
Set up (jam) Rp 1.000 Rp 400 Rp 400.000 Rp 1.000
Perputaran mesin
Rp 20 Rp 50.000
(jam) Rp 1.000.000 Rp 20
Pegemasan Rp 8 Rp 5.000 Rp 40.000 Rp 8
Total Rp 1.048 Rp 61.400 Rp 1.560.000 Rp 1.048
Produk Sepatu

Aktivitas Tarif Konsumsi Total BOP BOP/Unit


Rekayasa (jam) Rp 20 9.000 Rp 180.000 Rp 20
Set up (jam) Rp 1.000 600 Rp 600.000 Rp 1.000
Perputaran mesin
Rp 20 100.000
(jam) Rp 2.000.000 Rp 20
Pegemasan Rp 8 20.000 Rp 160.000 Rp 8
Total Rp 1.048 Rp 129.600 Rp 2.940.000 Rp 1.048

· Menghitung biaya per unit produk

Keterangan Tas Sepatu


Biaya Utama Rp 60.000.000 Rp 120.000.000
Biaya
Rp 10.480.000 Rp 41.920.000
Overhead
Total Biaya Rp 70.480.000 Rp 161.920.000
Unit Produksi 10.000 40.000
Biaya/Unit Rp 7.048 Rp 4.048
SOAL

PT Sukses adalah perusahaan yang mengoperasikan sebuah pabrik pembuatan tongkat sihir
dengan produk utamanya. Produknya itu berupa “Tongkat Sihir Manual” dan “Tongkat Sihir
Otomatis”. Pemilik perusahaan saat ini menggunakan pendekatan tradisional untuk menentukan
harga pokok untuk setiap produk yang dihasilkan. Tuan Langko mempertimbangkan ingin
mengubah sistem penentuan harga pokoknya dari pendekatan tradisional (Volume Based
Costing) menjadi pendekatan ABC (Activity Based Costing). Sebelum mengubah sistem
penentuan harga pokok yang ada, Tuan Langko ingin melihat dampak dari perubahan kebijakan
tersebut. Berikut adalah data perusahaan 1 tahun terakhir.

Jam Kerja Set Up


Jenis Kuantitas Biaya Pembungkus
Langsung Mesin
Produk (Unit) Utama (Rp) (Rp)
(Jam) (Unit)
TSM 100.000 900.000 20.000 1.000.000 100
TSO 200.000 1.100.000 30.000 1.500.000 50
Total 300.000 2.000.000 50.000 2.500.000 150

Dengan sistem sekarang semua BOP ditetapkan pada setiap jenis tongkat dihasilkan berdasarkan
jam kerja langsung. Jika Tuan Langko mengubah pendekatan penentuan harga pokok dengan
menggunakan ABC (Activity Based Costing). Produk diubah menjadi 2 batch yaitu, “Batch-TSO
(Tongkat Sihir Otomatis)” dan “Batch-TSM (Tongkat Sihir Manual)” dimana semua BOP dapat
di trace ke masing-masing batch dengan hasil sebagai berikut:

Biaya
Biaya Biaya Set Total
Entertain
Batch Pengepakan Up Mesin Biaya
Karyawan
Plastik (Rp) (Rp) (Rp)
(Rp)
TSO 2.500.000 500.000 1.250.000 4.250.000
TSM 2.000.000 250.000 1.000.000 3.250.000

Jika anda sebagai manajer produksi, diminta:


Hitung unit cost berdasarkan pendekatan ABC (Activity Based Costing)?

Anda mungkin juga menyukai