c. “Trait” yang dituntut bagi pemimpin adalah berbeda dari satu situasi ke situasi
yang lainnya.
Blake & Mauton (1964,1969) telah merumuskan model yang secara umum dikenal
sebagai kisi/jaringan manajerial atau kepemimpinan. Model ini dipandang sebagai
pengembangan dari “ Dua Dimensi Tingkah Laku Pemimpin” dari O.S.U. Walaupun
demikian, Blake & Mauton lebih memilih penempatan secara kontinum angka 1 s/d
9, dari pada melakukan dikotomi seperti O.S.U. Angka 1 berarti lemah sedangkan 9
adalah tinggi. Sebagai tambahan, mereka menggunakan istilah lain untuk dimensi
Consideration sebagai “ Concern for People “, dan “ Concern for mission
performance “ untuk Initiating Structure.
Ada lima butir utama yang dikenali dalam model Blake & Mauton sebagai ancangan
utama terhadap kepemimpinan, yaitu:
1) Rendahnya tingkat kepentingan untuk misi kinerja maupun manusia (Quadrant 4).
Untuk itu diberi istilah “Impoverish Leadership” atau miskin akan kepemimpinan.
4) Kepentingan yang moderat baik untuk misi kinerja maupun untuk manusia
(persilangan antara keempat Quadrant), dan disebut sebagai “Middle of The Road”
Leadership.
5) Tingginya kepentingan untuk manusia dan misi kinerja (Quadrant 2), disebut
sebagai “Team” Leadership.
Hersey dan Blanchard (1969) mengajukan teori siklus hidup dari kepemimpinan.
Istilah yang digunakan dalam O.S.U dalam dua dimensi tingkah laku pemimpin
diganti dengan istilahnya sendiri, yaitu : Consideration menjadi Relationship
(Tingkah laku hubungan), Initiating Structure menjadi Task (Tingkah laku tugas)
dimana masing-masing adalah tingkah laku pemimpin. Kepemimpinan pada visi
Hersey dan Blanchard dalam Teori kepemimpinan situasional, merupakan proses
mempengaruhi kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mencapai
tujuan tertentu dalam situasi tertentu.
Rumusan ini menekankan tentang adanya tiga faktor penting yang berperan dalam
proses kepemimpinan, yaitu orang yang memimpin, orang yang dipimpin dan situasi
yang dihadapi. Pada hakekatnya proses kepemimpinan meliputi usaha mencapai
tujuan dengan atau melalui orang lain. Oleh karena itu seseorang pemimpin harus
memikirkan kepentingan-kepentingan tugas dan hubungan antar manusia, karena
pada dasarnya kepemimpinan melibatkan faktor : pemimpin, bawahan, tujuan yang
akan dicapai dalam situasi tertentu. Dengan modal “power” yang dimiliki maka
seorang pemimpin dapat menggerakkan bawahannya pada tujuan yang akan
dicapai. Di sini bawahan menunjukkan/menampilkan tingkah laku yang terarah pada
tujuan sebagai akibat dari adanya upaya kepemimpinan yang diperolehnya.
Dari berbagai Hasil Penelitian antara keterkaitan antara Variabel Tuga, Variabel
Hubungan dengan ditambah Faktor Kematangan Jadi, kepemimpinan situasional ini
menitik beratkan pada kesesuaian ataupun efektivitas dari pada suatu gaya
kepemimpinan dalam hubungan “kematangan” bawahan dalam suatu tugas tertentu.
Kepemimpinan situasionaal (teori siklus – hidup) menguraikan bahwa :
1) Bila bekerja dengan bawahan/ orang yang memiliki “kematangan” rendah (MI),
maka gaya kepemimpinan dengan kombinasi tingkah laku tugas yang tinggi dan
tingkah laku hubungan yang rendah (SI) akan memberikan kemungkinan terbesar
hasil yang efektif.
3) Dalam bekerja dengan orang yang memiliki “kematangan” tugas antara sedang
sampai tinggi (rata-rata atas = M4), maka gaya kepemimpinan dengan kombinasi
tingkah laku hubungan yang tinggi dengan tingkah laku tugas-tugas rendah (S-3)
akan memiliki kemungkinan terbesar untuk memberikan hasil yang efektif.
4) Akhirnya, dalam menghadapi orang yang “matang” (M4), maka gaya
kepemimpinan dengan kombinasi tingkah laku tugas maupun hubungan yang
rendah (S-4) adalah paling disukai.
Keempat gaya kepemimpinan ini apabila diterapkan secara efektif disebut sebagai
berkut :
a. Tingkah laku tugas tinggi dan tingkah laku hubungan yang rendah (S-1), disebut
sebagai kasi searah dimana pemimpin yang merumuskan tentang peranan bawahan
serta mengatakan tentang apa, bagaimana, bilamana, dimana mereka
melaksanakan tugas-tugas.
b. Tingkah laku tugas dan hubungan yang tinggi (S-2), disebut sebagai “Selling”
karena gaya ini sebagian besar pengarahan tetap diberikan oleh pemimpin dimana
ia melaksanakan usahanya dengan mempergunakan komunikasi dua arah maupun
dukungan sosio-emosional untuk menciptakan kondisi psikologi bagi bawahan agar
mau mengambil keputusan-keputusan yang telah dibuat.
c. Tingkah laku tugas rendah dan tingkah laku hubungan yang tinggi (S-3), disebut
sebagai “Participating” karena pemimpin dan bawahan secara bersamasama terlibat
dalam proses pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah dan dimana
pemimpin lebih banyak bertingkah laku membantu selama bawahan memiliki cukup
kemampuan dan pengetahuan untuk melaksanakan tugastugasnya.
d. Tingkah laku tugas dan hubungan yang rendah (S-4), disebut sebagai
“Delegatting” karena menunjukkan adanya suatu keadaan dimana pemimpin lebih
banyak membiarkan bawahan “bekerja seperti apa yang ingin mereka lakukan”.
Pemimpin melimpahkan tanggung jawab adalah selama bawahan memiliki
“kematangan” yang tinggi serta memiliki kemauan dan kemampuan untuk menerima
tanggung jawab untuk mengarahkan tingkah laku mereka sendiri.