Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kasus yang sangat marak terjadi di Indonesia dari dulu hingga kini adalah kasus
korupsi. Tak ayal lagi bahwa kasus ini sudah dianggap lumrah terjadi di Indonesia. Kasus
korupsi banyak melibatkan pejabat pemerintahan, dari berbagai tingkatan jabatan, mulai dari
institusi pemerintahan tingkat daerah, provinsi, bahkan hingga nasional. Yang lebih mirisnya
lagi, kasus korupsi ini pun tidak jarang terjadi di lingkup institusi pemerintahan berbasis
keagamaan.
Hal ini melatarbelakangi penulis dalam menyimpulkan bahwa semua kasus korupsi
yang terjadi hingga saat ini adalah karena kurang dekatnya para pelaku dengan Allah SWT
sehingga membuat mereka dengan mudahnya terperangkap dalam jaring-jaring kasus korupsi
tersebut. Lalu, apa yang dapat dilakukan kita sebagai masyarakat Indonesia, khususnya
mahasiswa yang beriman kepada Allah SWT?

I.2 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode telaah pustaka, di mana dalam
menyari sumber-sumber terkait, para anggota home group akan mengaitkan informasi yang
didapat dengan metode Problem Based Learning (PBL). Setiap mahasiswa dalam Home
Group akan mencari informasi-informasi dari berbagai sumber terkait dengan materi bahasan
yang harus dipelajari olehnya. Dengan begitu, masalah yang diberikan melalui pemicu akan
dengan lebih mudah diselesaikan.

I.3 Kerangka Tulisan


1. Pandangan Islam mengenai korupsi.
2. Sistem pemberantasan korupsi menurut syariat Islam; perbandingannya dengan
sistem pemberantasan korupsi di Indonesia.
3. Cara penanaman kembali nilai-nilai keislaman dalam diri setiap individu.
4. Implementasi nilai-nilai keislaman.
5. Hubungan antara tertanam dan implementasi nila-nilai keislaman dengan perilaku
anti korupsi
6. Sikap sebagai mahasiswa yang beriman dalam menyikapi kasus korupsi

1
Bab II
PEMBAHASAN

II.1 Pandangan Islam Mengenai Korupsi


Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum
(negara,rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi
biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Dalam
istilah politik Bahasa arab, korupsi sering disebut “al-fasad atau riswah”. Tetapi yang
lebih spesifik adalah “ikhtilas atau “nahb al-amwal al-ammah”. Perilaku korupsi
adalah masuk pada dimensi haram, karena korupsi menghalalkan sesuatu yang
haram, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan
dalam memperoleh rezeki Allah SWT.

Korupsi dalam islam terdapat pengungkapan “ghulul” dan “akhdul amwal bil
bathil”, sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an dalam surat al-baqarah:188.

َ‫اس ب ِا َِل ِثم َوأَنتُم تَعلَ ُمون‬


ِ َّ‫لي ال ُح َّك ِام ِلت َأ ُكلُوا فَ ِريقًا ِمن أَمواَ ِل الن‬
َ ِ‫اط ِل َوتُدلُوا بِ َها إ‬ َ ‫َو ََل ت َأ ُكلُو‬
ِ َ‫أموالَ ُكم بِالب‬

“dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui”.

Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknat penyuap, penerima suap dalam proses
hukum.”

Tidaklah Allah SWT melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung


keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan
ghulul (korupsi), tidak luput dari keburukan dan mudharat tersebut.

II.2 Perbandingan Hukum Korupsi pada Syariat Islam dengan penerapannya di


Indonesia

Agama Islam sendiri juga membagi istilah korupsi dalam beberapa dimensi yakni
risywah atau suap, saraqah atau pencurian, al gasysy atau penipuan dan juga khianat
atau penghianatan. Korupsi dalam dimensi suap atau risywah di dalam pandangan
hukum Islam adalah perbuatan yang tercela dan juga menjadi dosa besar dan Allah
sendiri juga melaknatnya.

2
Istilah dari penggunaan mempunyai pengartian yang luas seperti menyantap,
mengeluarkan untuk keperluan ibadah, keperluan sosial dan lain sebagainya.
Menggunakan harta kekayaan dari hasil tindak pidana korupsi sama saja dengan hasil
rampasan, hasil judi, hasil curian dan hasil haram lainnya. Dengan cara meraihnya
yang sama, maka hukum menggunakan hasilnya juga tentunya sama. Ulama fikih
dalam urusan ini juga sepakat jika menggunakan harta yang didapat dengan cara
terlarang maka hukumnya adalah haram karena prinsip harta tersebut bukan
menjadi milik yang sah namun milik orang lain yang didapat dengan cara terlarang.

Dasar yang menjadi penguat pendapat ulama fikih ini diantaranya adalah firman
dari Allah SWT sendiri, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).

Dalam ayat tersebut juga tertulis larangan mengambil harta orang lain yang
didapat dengan cara batil seperti menipu, mencuri dan juga korupsi. Harta yang
didapat dari hasil korupsi juga bisa diartikan menjadi harta kekayaan yang didapat
dengan cara riba, sebab kedua cara ini sama – sama berbentuk ilegal. Jika memakan
harta yang diperoleh secara riba itu diharamkan (QS. Ali Imran: 130).

Menurut Pasal 5 UU No 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara


paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara


negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya atau ;

b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 6 UU No 20 Tahun 2001 :

3
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk


mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau:

b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan


peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri
sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.

Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 :

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatan nya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian


bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi;

b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian


bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyeleng gara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

II.3 Cara Penanaman Nilai-Nilai Keislaman

Nilai Keislaman dapat didefinisikan sebagai konsep dan keyakinan yang


dijunjung tinggi oleh manusia mengenai beberapa masalah pokok yang berhubungan
dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam betingkah laku, baik nilai bersumber

4
dari Allah maupun hasil interaksi manusia tanpa bertentangan dengan syariat. Nilai-
nilai keislaman yang dimaksud antara lain adalah:

• Nilai Aqidah, merupakan nilai yang berupa beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang
tidak bercampur sedikitpun dengan keraguan.
• Nilai Ibadah, merupakan nilai yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diridhai oleh Allah Swt., baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-
terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah Swt dan
mengharapkan pahalaNya.

• Nilai Akhlak, merupakan segala hal yang berkaitan dengan sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia yang muncul dengan sendirinya tanpa melalui pemikiran maupun
pertimbangan, serta tidak ada dorongan dari luar.

• Dalam penanaman nilai-nilai keislaman terdapat beberapa cara yang mungkin sudah
lazim dilakukan namun tetap saja dinilai cukup ampuh dan penting untuk dilakukan.
Cara-cara tersebut adalah dengan:

• Metode Ceramah

Pembelajaran di Kelas

Kajian umum

Kultum mingguan/bulanan

Dakwah masyarakat

• Metode Diskusi

• Metode Tanya-Jawab

Pembelajaran di Kelas

Kajian Umum

5
II.4 Implementasi Nilai-nilai Keislaman

Dalam ajaran Islam, secara gamblang mengharamkan bahkan mengutuk


perbuatan korupsi seperti yang tersirat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya
QS. Al-Anfal ayat 27: “hai orang-orang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-
amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangakan kamu mengetahui.

Korupsi dalam syariat Islam diatur dalam fiqh jinayah. Jinayah adalah sebuah
tindakan atau perbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh
manusia serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan
manusia. Langkah pencegahan yaitu melalui jalur pendidikan, dengan cara
internalisasi nilai-nilai pendidikan anti korupsi terhadap peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa. Langkah represif yaitu dengan memfungsikan secara optimal para
penegak hukum yang tegas oleh para aparat penegak hukum.

Pendidikan Islam, mencoba menampilkan model pendidikan anti korupsi


dalam Pendidikan Agama Islam (PAI), maksudnya program pendidikan anti korupsi
yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada disekolah
dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan
pendekatan kontekstual pada pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model
pendidikan anti korupsi integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama Islam.

o Dalam Pendidikan Anti Korupsi, guru berperan dalam:

a. Mengenalkan fenomena korupsi, esensi, alasan, dan konsekuensinya

b. Mempromosikan sikap intoleransi terhadap korupsi.

c. Mendemontrasikan cara memerangi korupsi (sesuai koridor anak).

d. Memberi kontribusi pada kurikulum standar dengan:

1) Penanaman nilai-nilai

2) Penguatan kapasitas siswa (seperti: berpikir kritis,


tanggungjawab, penyelesaian konflik, memanage dirinya
sendiri, dalam berkehidupan sosial disekolah-masyarakat-
lingkungan, dll) dengan menghayati dan melaksanakan
tugas ini, Indonesia akan menjadi negara besar dan bersih,

6
serta makmur dibawah pimpinan murid-murid yang telah
di didik sedemikian rupa).

Terdapat dua opsi dalam upaya penerapan kebijakan anti korupsi:

Menjadikan persoalan korupsi menjadi satu mata pelajaran yang didalamnya bisa
dibahas antara lain: sejarah korupsi di Indonesia dan dunia dari masa ke masa; proses
pemberantasan korupsi di Indonesia dan negara-negara lain; dan akibat-akibat korupsi
pada nilai-nilai kebangsaan, agama, dan kemanusiaan. Pembahasan mengenai kejahatan
korupsi disisipkan sebagai suplemen pada materi-materi pelajaran tertentu yang dianggap
mendukung pembahasan tersebut, seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, dan
Agama.

Pada proses pembelajaran, diperlukan prinsip modeling. Model ini bisa siapapun,
apakah itu orang tua, guru, maupun orang-orang yang dikaguminya. Sikap-sikap yang
seharusnya ditanamkan adalah nilai-nilai anti korupsi seperti jujur dan bertanggung
jawab, Seperti mengajak siswa membayar zakat, sedekah, infak dan lain sebagainya.
Cara tersebut akan melatih mereka menjadi manusia yang tidak materialistik dan
hedonistik, yang membuat hidupnya hanya ingin menumpuk harta, termasuk dengan cara
yang tidak halal.Nilai-nilai ajaran Islam juga perlu ditekankan dan dikontekstualisasikan
secara lebih dan ekstra. Misalnya saja dengan mensosialisasikan hadist-hadist anti korupsi
seperti hadist tentang menjaga amanah.

II.5 Hubungan Antara Penanaman dan Implementasi Nilai-nilai Keislaman terhadap


Perilaku anti Korupsi

Nilai-nilai Keislaman yang telah ditanamkan dan diimplementasikan dalam kehidupan


sehari-hari oleh masing-masing individu dengan mudah disimpulkan bahwa akan
menjauhkan kita dari berbagai perilaku yang tidak terpuji dan dapat merugikan diri
sendiri maupun banyak orang, termasuk korupsi.

• Secara khusus, implementasi nilai-nilai keislaman yang terkait dengan perilaku anti
korupsi ada tiga, yaitu:

• Nilai Kejujuran

Indikator seseorang yang telah memenuhi nilai kejujuran adalah:

7
➢ Kesesuaian antara ucapan/perbuatan dengan hati, tidak berdista baik dalam
perkataan dan perbuatan.

➢ Tidak menyebarkan fitnah dan tidak melemparkan kesalahan kepada orang


lain

Seseorang yang telah tertanam kejujuran dalam hatinya akan selalu tidak
berlaku curang dalam menghadapi berbagai persoalan dalam hidupnya,
meskipun di depannya tersedia peluang dan keuntungan yang besar hasil jika
ia tidak berlaku jujur.

• Nilai Tanggung Jawab

Pribadi yang amanah adalah buah dari keimanannya. Hal ini terjadi karena
dalam dirinya tertanam kepercayaan bahwa Allah Swt. akan selalu mengawasi
apapun yang diperbuatnya.

Seseorang yang dianggap memenuhi nilai tanggung jawab telah memenuhi


indikator berikut:

➢ Tidak menyalahgunakan tanggung jawab

➢ Melaksanakan amanah yang diembannya

➢ Menepati janji

➢ Mengelola harta/barang orang lain

➢ Bersaksi sesuai kebenaran

➢ Bertanggung jawab terhadap perbuatan dan perkataan

• Nilai Kesederhanaan

Pola hidup berlebih-lebihan erat kaitannya dengan perilaku korupsi dan juga
merupakan salah satu faktornya. Salah satu nilai antisipatif dalam
membendung sikap korupsi adalah menerapkan polah hidup sederhana

Indikator seseorang yang telah memenuhi nilai kesederhanaan ini antara lain:

➢ Tidak hidup bermewah-mewahan

➢ Tidak sombong

8
➢ Bersyukur

➢ Tidak pelit

➢ Tidak boros terhadap harta

II.6 Sikap sebagai mahasiswa beriman dalam menyikapi korupsi

Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai moral manusia, yang tujuan
pensyariaatannya untuk perbaikan akhlak manusia sangat melarang keras prilaku-
prilaku yang bertentangan dengan ajarannya, diantaranya perbuatan korupsi. Korupsi
merupakan tindakan yang merugikan, meresahkan dan merusak keseimbangan
masyarakat.

Secara dasar, mahasiswa memiliki semangat yang berkobar yang mendasari


perbuatan untuk melakukan perubahan-perubahan atas keadaan yang dianggapnya
tidak adil.Sebagai mahasiswa beriman, semangat dalam pemusnahan benih benih
tindakan harus dilakukan karena tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang
lain.

9
Bab III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dalam menghadapi permasalahan korupsi di negeri ini terdapat satu solusi pemecah
masalahnya, sekaligus termasuk ke dalam langkah preventif untuk mengurangi atau bahkan
jika memungkinkan, menghilangkan kasus korupsi di negeri ini. Langkah tersebut adalah
penanaman nilai-nilai kejujuran, cinta tanah air, dan lain sebagainya, yang itu semua telah
tercakup dalam bahasan-bahasan agama Islam. Islam sebagai agama yang sempurna dan
diridhoi oleh Allah Swt. adalah agama yang juga mengatur tentang bagaimana seorang
manusia dalam berkegiatan politik yang bersih dan bebas dari kecurangan. Kecurangan-
kecurangan yang dimaksud tentu saja akan merugikan diri pelaku sendiri, apalagi orang lain.
Tentu saja Islam sangat menentang hal tersebut

Tidak ada kata-kata terlambat bagi seseorang untuk memperbaiki diri, entah itu
seorang politikus yang telah tersangkut kasus korupsi maupun yang belum, reinternalisasi
atau penanaman kembali nilai-nilai keislaman tentu saja merupakan langkah penting yang
harus dilakukan dalam menghadapi permasalahan korupsi di negara ini. Jika seseorang telah
tertanam di dalam hatinya akan keimanannya kepada Allah Swt. dan nilai-nilai Keislaman
padanya telah mengalir dalam kehidupan sehari-harinya maka niscaya, orang tersebut akan
terhindar dari perilaku-perilaku yang menyimpang, salah satunya adalah korupsi.

III.2 Saran

Dalam penanaman nilai-nilai keislaman pada masyarakat diperlukan tindak andil


dalam berbagai lapisan masyarakat, khususnya anggota-anggota masyarakat Islam, mulai
dari keluarga, sekolah, masyarakat, hingga institusi pemerintahan. Jika hal ini telah
terwujud, maka proses penanaman nilai-nilai keislaman pada setiap individu, terlebih lagi
untuk generasi muda akan dapat berjalan dengan lancar dan akan meminimalisir bahkan
menghilangkan permasalahan korupsi di Indonesia.

10
Daftar Pustaka

Fauziyah, F. (2015). Nilai-Nilai Antikorupsi Dalam Al-Quran: Keujuran, Tanggung Jawab


dan Kesederhanaan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Risbiyantoro, M. (2005). Peranan Mahasiswa dalam Memerangi Korupsi. Modul Sosialisasi


Anti Korupsi BPKP.

Bahri, S. 2015. Korupsi dalam Kajian Hukum Islam. Kanun Jurnal Ilmu Hukum. Vol 17. No
67. Pp: 603-614.

Wardaningtias, A. T. (2017). Penilaian Agama Islam terhadap Korupsi. Tersedia di:

https://www.kompasiana.com/baligh/58b37aca107f613217cf0d56/penilaian-agama-
islam-terhadap-korupsi. (Diakses pada: 8 Mei 2019)

Hafidah, N. (2017). Pendidikan Anti Korupsi dalam Ajaran Islam. Tersedia di:

https://www.kompasiana.com/nurhafidah871/58b38bfd397b61b904d14eed/pendidika
n-anti-korupsi-dalam-ajaran-islam. (Diakses pada: 8 Mei 2019)

Frimayanti, A. I. (2017). Pendidikan Anti Korupsi dalam Pendidikan Agama Islam. Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam. Vol 8. No 1. Pp: 83-98

Ramdhani, D. (2015). Penanaman Nilai-Nilai Keislaman dalam Pendidikan Agama di KMI


Pondok Pesantren Darusy Syahadah Simo Boyolalu Tahun Pelajaran 2015/2016.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

11

Anda mungkin juga menyukai