Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RSHS BANDUNG

Sari Pustaka
Subdivisi : Endokrinologi
Oleh : Maria Lisa
Pembimbing : dr.Novina Andriana, Sp.A(K), M.Kes
dr. Faisal, Sp.A, M.Kes
Tanggal : 9 Juli 2019

PATOFISIOLOGI AUTOIMUN PADA KELAINAN TIROID YANG DIDAPAT

PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid memiliki peranan penting karena merupakan penghasil hormon yang
berperan dalam metabolisme tubuh. Hormon ini juga berperan dalam perkembangan otak
dini serta pertumbuhan. Di sisi lain sel tiroid juga memiliki kecenderungan rentan
terhadap proses autoimun tubuh. Penyakit autoimun tiroid (AITD) sering terjadi pada
anak dan merupakan etiologi terbanyak dari kelainan tiroid yang didapat pada anak. Pada
populasi pediatrik penyakit ini lebih umum terjadi pada perempuan kelompok usia remaja
dan lebih jarang terjadi pada kelompok usia di bawah 1 tahun. Angka kejadian AIT
berkisar 1,4% pada anak berusia 1-16 tahun dan 16% pada anak berusia 16-19 tahun.1, 2
Bentuk tersering dari AITD yaitu tiroiditis limfositik kronis atau dikenal dengan
Hashimoto’s Thyroiditis (HT) dan Grave’s Disease (GD). Penyakit autoimun tiroid
memiliki manifestasi klinis yang beragam mencakup goiter eutiroid, hipotiroid atau
hipertiroid subklinis, hipotiroid atau hipertiroid klinis, hingga bergejala klinis berat
seperti Hashimoto Encephalopathy. Gejala yang biasanya ditemukan berupa goiter
(seperti pada HT dan GD), sebagian kecil tidak bermanifestasi dalam bentuk goiter
(misalnya pada tiroiditis atrofi atau dikenal dengan primary myxedema).1, 3
Beberapa studi mengemukakan bahwa AITD adalah penyakit multifaktorial yang
merupakan hasil interaksi dari faktor genetik, hormonal maupun lingkungan. Hal tersebut
mencetuskan respon imun yang tidak tepat terhadap kelenjar tiroid. Secara garis besar
Hashimoto’s Thyroiditis (HT) melibatkan respon autoimunitas selular, sementara
autoimunitas humoral lebih berperan dalam patogenesis GD.4

1
Sari pustaka ini bertujuan untuk membahas respon imunitas selular dan humoral pada
patogenesis AIT. Pemahaman mengenai mekanisme dan interaksi selular dalam kasus
AIT dapat membantu menjelaskan lebih lanjut mengenai patofisiologi penyakit ini.

FISIOLOGI BIOSINTESIS HORMON TIROID


Sintesis hormon tiroid dimulai dari pengikatan iodida oleh sel folikular tiroid melalui
natrium iodide symporter (NIS). Proses ini distimulasi oleh Thyroid Stimulating
Hormone (TSH). Proses sintesis tiroglobulin dan pengikatan iodida berlangsung setelah
TSH yang disekresi ke dalam sirkulasi darah berikatan dengan reseptor tirotropin pada
kelenjar tiroid. Iodida akan berdifusi ke dalam sitosol menuju ke membran apikal dan
oleh pendrin dibawa menuju ke lumen apikal. Iodida harus dioksidasi terlebih dahulu
dengan katalis enzim tiroid peroksidase (TPO) sehingga dapat bereaksi dengan tirosin.
Proses oksidasi iodida akan menghasilkan hidrogen peroksida (H202) dengan bantuan dari
dual oxidase 2 (DUOX2).5, 6
Pada sel apikal terjadi perlekatan iodium ke tirosin pada molekul tiroglobulin (Tg).
Perlekatan tersebut akan menghasilkan monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine
(DIT). Penggabungan antara satu MIT dengan satu DIT akan membentuk triiodotironin
(T3) sedangkan apabila terjadi penggabungan dua DIT akan menghasilkan tiroksin (T4).5,
6

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) akan menstimulasi terbentuknya pseudopodia


yang mengelilingi sebagian koloid sehingga terbentuk vesikel pinositik. Lisosom
kemudian akan bergabung dengan vesikel-vesikel tersebut dan mencerna molekul
tiroglobulin. Molekul T4 dan T3 yang terbebas kemudian disekresikan ke dalam darah
dengan berdifusi melewati bagian basal sel sel tiroid. MIT dan DIT yang terlepas akan
mengalami deiodinase dan iodium yang bebas akan kembali membentuk hormon baru.5,
6

2
Gambar 1. Biosintesis Hormon Tiroid dan Korelasi Terhadap Penyakit Tiroid6

IMUNOPATOGENESIS DARI PENYAKIT AUTOIMUN TIROID


Dua bentuk tersering dari AITD yaitu HT dan GD yang memiliki karakteristik adanya
autoantibodi tiroid di sistem sirkulasi dan infiltrasi sel limfosit pada kelenjar tiroid. Studi
terdahulu mengemukakan bahwa terjadinya HT terutama dimediasi oleh respon
autoimunitas selular sehingga terjadi kerusakan sel-sel kelenjar tiroid yang berakibat
kegagalan fungsi dari kelenjar tiroid. Sebaliknya imunitas humoral berperan dalam
patogenesis GD, dibuktikan dengan adanya autoantibodi terhadap reseptor tirotropin
(TRAb) di sirkulasi. Hal ini akan menstimulasi proliferasi dari sel sel folikular pada

3
kelenjar tiroid dengan manifestasi berupa goiter dan hipertiroid. Namun proses imunitas
humoral dan selular saling berhubungan dan berperan bersama membentuk mekanisme
kompleks terjadinya AITD. Patogenesis AITD melibatkan sel limfosit T sitotoksik , sel
limfosit T-helper, sel T regulator, sel limfosit B, dan antigen presenting cell (APC).4, 7

Maturitas dan Diferensiasi Sel T


Sel limfosit T berasal dari stem cell di hati fetus atau sumsum tulang yang berdiferensiasi
menjadi sel T matur setelah migrasi ke timus. Berdasarkan fungsinya, sel T terbagi atas
sel limfosit T sitotoksik dan sel limfosit T-helper. Sel limfosit T sitotoksik memiliki
protein permukaan yang disebut cluster of differentiation (CD) 8 dan sel ini berperan
sebagai sistem pertahanan tubuh melawan patogen intraselular. Sel limfosit T-helper
memiliki protein permukaan yang dikenal dengan CD4. Sel T-helper yang telah disintesis
dari kelenjar timus disebut sel T CD4 naif. Paparan terhadap antigen oleh Major
Histocompatibility Complex (MHC) II pada antigen presenting cell (APC) akan
mengaktivasi sel T CD4 naif.4, 7
Secara normal, aktivasi dan proliferasi sel T terhadap antigen tubuh akan dihambat
oleh regulator sistem imun. Pada beberapa individu, sel T yang autoreaktif terhadap
antigen tubuh lolos dari sistem regulator tersebut sehingga mencetuskan terjadinya proses
autoimun.7
Saat teraktivasi sel T CD4 naif akan berdiferensiasi menjadi 3 subtipe yaitu:
1. T-helper 1 (TH1) yang berperan dalam imunitas selular dan menyebabkan
kerusakan sel, Sitokin yang dihasilkan oleh TH1 yaitu tumor necrosis factor-β
(TNF- β), interferon gamma (IFN-γ), and interleukin (IL) 2.
2. T-helper 2 (TH2) yang berfungsi sebagai stimulator sel B untuk menghasilkan
antibodi (imunitas humoral). T-helper 2 menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-13.
3. T-helper 17 menghasilkan IL-17 yang berperan sebagai sistem imun melawan
agen infeksi dan regulator dari sistem autoimun.4
Diferensiasi dari sel T CD4 naif bergantung dari tipe antigen dan respon inflamasi
tubuh saat terpapar antigen pada antigen presenting cell (APC), yang kemungkinan besar
berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan.4

4
Gambar 2. Diferensiasi Sel T di Kelenjar Timus Saat Terpapar Antigen Tubuh

Gambar 3. Diferensiasi dari T-helper CD4 naif4

Kelainan Sel T Helper Pada AITD


T-helper 1 (TH1) dan T-helper 2 (TH2)
Pada HT, sel TH1 akan menghasilkan IFN-γ dan IL-2 yang akan mengaktivasi sel limfosit
sitotoksik dan makrofag yang berakibat kerusakan sel folikular tiroid. Produksi sitokin
terutama IL-1 oleh APC dan TH1 menyebabkan sel folikular tiroid mengekspresikan Fas
receptor dan Fas ligand yang meninduksi terjadinya apoptosis sel. Pada HT sel TH2 juga
memproduksi autoantibodi terhadap TPO dan Tg dan terjadi tiroiditis.4

5
Pada GD sel TH1 akan memicu produksi dari Immunoglobulin (Ig) G1 yang
mendorong terbentuknya antibodi terhadap reseptor tirotropin (TrAb). Sel TH1 juga
menghasilkan IL-10 yang memicu aktivasi sel B untuk memproduksi autoantibodi. Selain
itu sel TH2 menghasikan Ig G4 yang lebih lanjut akan memproduksi antibodi terhadap
TPO dan Tg. Imunoglobulin G (IgG) 1 muncul sebagai respon imunitas awal sementara
IgG4 muncul pada proses imun lanjutan. Pengatur transkripsi dari sel TH1 yaitu Th1-
specific T box ( T-bet) sementara pengatur dari sel TH2 yaitu GATA binding protein 3
(GATA3). Pada HT ekspresi T-bet dan GATA3 meningkat jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Rasio T-bet dan GATA3 tidak berbeda signifikan antara kelompok HT
dengan kontrol menggambarkan bahwa sel TH1 dan TH2 berkontribusi seimbang dalam
terjadinya patogenesis HT. Sementara jika dibandingkan dengan kelompok kontrol,
respon GAT 3 menurun dan aktivasi T-bet meningkat pada penderita GD.4, 8

T-helper 17 (Th17)
Sel Th17 berperan untuk menghasilkan sitokin pro-inflamasi yaitu IL-17, IL-21 dan IL-
22. Sitokin ini dapat memicu sel epitel, fibroblast dan makrofag menghasilkan mediator
inflamasi lain seperti chemokines, Tumor Necrosis Factor (TNF-α), IL-1β, IL-6, IL-8,
Granulocyte-macrophage colony-stimulatingfactor (GM-CSF) and monocyte
chemotactic protein (MCP)-1. Diferensiasi TH-17 dari sel T CD4 naif dipengaruhi oleh
sitokin kombinasi transforming growth factor (TGF-β) dan IL-6 serta faktor transkripsi
lain yaitu transcription factors, signal transducer and activator of transcription (STAT)
3 dan RAR-related orphanreceptor gamma (RORγt).1, 4
Sel Th17 baru dapat menghasilkan sitokin proinflamasi setelah mengalami diferensiasi
lebih lanjut, yang disebut sebagai sel Th17 patogenik. Paparan sitokin IL-23 yang terus
menerus terhadap sel Th17 klasik akan menginduksi terbentuknya sel Th17 patogenik.
Serum glucocorticoid regulated kinase 1 (SGK1) merupakan pengatur sinyal
terbentuknya IL-23. Peningkatan SGK1 akan mendeaktivasi Forkhead box protein O1
(FoxO1) yang merupakan represor dari reseptor IL-23.4, 9
Beberapa molekul yang berfungsi sebagai regulator dari sel TH17 yaitu leptin dan
Glucocorticoid-Induced Tumor Necrosis Factor Receptor Ligand (GITRL) sebagai
inductor dan galectin sebagai supresor. Pada penderita AITD, terutama pada HT

6
didapatkan peningkatan jumlah sel TH17 dan produksi sitokin proinflamasi di sirkulasi
perifer. Terdapat juga peningkatan dari sitokin IL-6 dan IL-15.7, 9

T-Regulator (tReg)
Sel limfosit tReg dikenal juga sebagai supresor dari sel T-CD4. Bentuk mayoritas dari sel
tReg yaitu terdapat ekspresi dari faktor transkripsi forkhead box P3 ( FOXP3) dan
terdapat protein permukaan CD25. Fungsi dari sel tReg yaitu menekan aktivasi,
proliferasi dan sintesis sitokin dari sel limfosit T. Proses penekanan dibantu juga oleh
pengeluaran sitokin anti inflamasi seperti TGF- β, IL-10, dan IL-35. Bentuk lain yaitu
terdapat protein permukaan CD69. Sel tReg jenis ini mempunyai aktivitas supresi dengan
pelepasan sitokin IL-10 dan TGF- β.4, 7
Pada penderita AITD terdapat defek pada FOXP3. Berdasarkan beberapa studi
didapatkan peningkatan jumlah limfosit tReg pada penderita AITD, namun sel yang
dihasilkan disfungsional sehingga tidak mampu menekan proses imunologis dan
inflamasi. Selain itu didapatkan juga penurunan CD69 pada sirkulasi perifer dan jaringan
tiroid pada penderita AITD. Disregulasi dan ketidakseimbangan antara tReg dan sel TH17
juga diduga berperan dalam patogenesis penyakit AITD.1, 7, 9

Gambar 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sel T-helper 17


(Th-17) dan sel T-regulator (Treg)9

7
Gambar 5. Struktur dari sel T-Regulatory (T-reg)4

Sel Limfosit B ( Sel B)


Sel B berperan dalam imunitas humoral. Pada GD sel B merupakan sumber yang
mengaktivasi terbentuknya autoantibodi terhadap reseptor tirotropin atau Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) pada sel folikular kelenjar tiroid. Stimulasi kronik akan
meningkatkan sekresi dari hormon tiroid. Peran sel B pada HT tidak signifikan seperti
halnya pada GD, namun sel B dapat memicu produksi antibodi terhadap antigen tubuh
seperti Tg dan TPO.4
Sel B juga memiliki reseptor pada membran permukaan sel yang disebut dengan B-
cell receptor (BCR). Sel B dapat bertindak sebagai APC. Sel B berperan juga dalam
regulator sistem imun yang dikenal dengan subset sel B regulator (Breg). Sel B dapat
menghasilkan IL-10 aktivasi dari sel TH1.4

PENYEBAB AUTOIMUNITAS PADA KELENJAR TIROID


Faktor genetik merupakan faktor risiko mayoritas terjadinya AITD (sekitar 80%), dengan
sisa 20% berasal dari faktor lingkungan. Sel tiroid dapat memproduksi growth factor
seperti insulin like growth factor-1 (IGF-1), insulin like growth factor-2 (IGF-2) dan
epidermal growth factor (EGF) yang menstimulasi terjadi angiogenesis sistemik. Sel
folikular tiroid juga mampu menghasilkan beberapa sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-

8
6, IL-8, IL-12, IL-13, dan IL-15. Selain itu tiroid juga memiliki protein permukaan yaitu
CD44, berfungsi sebagai reseptor hyaluronan yang memediasi terjadinya adhesi, rolling
dan aktivasi dari sel limfosit. Sel tiroid mampu mengekspresikan intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) and lymphocyte function-associated antigen-3 (LFA-3), yang
semakin meningkat saat terpapar sitokin IFN-γ, TNF dan IL-1.1, 2

Faktor genetik yang berperan dalam AITD


Terdapat setidaknya 6 gen yang berperan dalam proses AITD yaitu human leucocyte
antigen-DR (HLA-DR), CD40, cytotoxic t-lymphocyte-associated antigen 4 (CTLA-4),
protein tyrosine phosphatase, non-receptor type 22 (PTPN 22) serta gen yang
berhubungan dengan Tg dan reseptor tirotropin.1
Molekul HLA-2 diekspresikan oleh sel tirosit pada pasien dengan HT. Peran dari HLA-2 yaitu
mempresentasikan antigen ke sel limfosit. Sel tirosit akan mengekspresikan molekul HLA-2 saat
terstimulasi oleh IFN-γ atau infeksi virus. Gen CTLA-4 berperan mencegah terjadinya aktivitas
limfosit T. Protein permukaan CD-40 merupakan stimulator aktivasi sel B dan diduga
berhubungan dengan GD. Protein tyrosine phosphatase, non-receptor type 22 (PTPN-22)
berfungsi sebagai inhibitor dari sinyal sel-T. Studi terbaru mengemukakan bahwa
disregulasi dari gen pengatur sel Th17 dan sel Treg juga berperan dalam terjadinya
AITD.1, 2

Faktor lingkungan yang berperan dalam AITD


1. Infeksi
Terdapat hubungan antara AITD dengan beberapa infeksi virus seperti hepatitis
C dan infeksi parvovirus B19. Terdapat ekspresi dari positive regulatory domain
zinc finger protein 1 (PRDM1) dengan parvovirus B19 dan berhubungan dengan
terjadinya tiroiditis limfositis kronik. PDRM berfungsi sebagai regulator dari
diferensiasi sel limfosit. Faktor pencetus infeksi aktivasi dari toll-like receptor
(TLR) oleh komponen dari virus. Aktivasi dari TLR meningkatkan presentasi
antigen ke sel imun, produksi IFN-γ, mempengaruhi jumlah dan keseimbangan
dari sel Th1/Th2 balance, dan memodulasi fungsi dari sel Treg.1

9
2. Kadar iodine
Jumlah iodine yang berlebih dapat bersifat sebagai antigen. Iodine dapat
meningkatkan fungsi dari sel limfosit B dan meningkatkan presentasi antigen
terhadap sel tiroid.1, 2
3. Obesitas
Pada anak dengan obesitas terdapat peningkatan kadar leptin yang dapat
meningkatkan respons imunitas seluler. Selain itu juga terdapat peningkatan kadar
IFN-γ yang dapat mempengaruhi proses imunitas.1
4. Defisiensi vitamin D
Pada beberapa studi didapatkan bahwa kadar vitamin D pada kelompok penderita
AITD lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Vitamin D dapat
mempengaruhi ekspresi dari FoxP3 sehingga mempengaruhi regulasi yang
dilakukan oleh sel Treg.1, 10
5. Pubertas
Pada pubertas terdapat peningkatan kadar estrogen. Terdapat dua jenis reseptor
pada target organ yaitu reseptor α dan reseptor β, termasuk pada organ kelenjar
tiroid. Estrogen yang berperan yaitu dalam bentuk molekul 17- β estradiol (E2).
Molekul E2 meningkatkan ekspresi gen dari tiroglobulin sehingga meningkatkan
respon antigenik dan memicu respon autoimunitas. Hormon estrogen juga mampu
meningkatkan thyroxine binding globulin yaitu protein yang membantu
membawa sirkulasi ke target organ. Selain itu estrogen juga meningkatkan
stimulasi dari reseptor TSH.2, 11

PENYAKIT AUTOIMUN TIROID TERBANYAK PADA ANAK


1.Hashimoto Tiroiditis (HT)
Penyebab tersering hipotiroid yang terdapat di dunia adalah akibat kurangnya asupan
iodium, tetapi HT merupakan penyebab tersering hipotiroid yang didapat pada daerah
dengan asupan iodium yang adekuat. Hashimoto merupakan penyakit autoimun dimana
sistem imun dari individu membuat pertahanan atau antibodi yang menyerang jaringan
tubuh sendiri sehingga mengganggu produksi dan fungsi hormon tiroid. Frekuensi HT

10
0,3 % pada anak, dan 9,6 % pada remaja. HT jarang terjadi pada anak dibawah usia 3
tahun. HT paling umum pada remaja dan terutama pada perempuan dengan perbandingan
4 - 8 kali lebih sering terkena dibandingkan lelaki.,8,9 HT tidak dipengaruhi oleh ras.
Faktor genetik, defek imunitas, dan faktor lingkungan saling berinteraksi dalam
patogenesis HT.12, 13
Patogenesis dari HT amat kompleks, melibatkan adanya gangguan pada genetik
serta gangguan pada lingkungan yang membawa perkembangan penyakit. Minimal ada
enam gen yang berhubungan dengan AITD yaitu : HLA-DR, CD40, CTLA-4, PTPN22,
thyroglobulin (Tg), and thyroid stimulating hormone (TSH) receptor. Gen berisiko 80%
terhadap terjadinya penyakit ini, dan dikombinasi dengan faktor lingkungan yang
memainkan peranan penting pada awal dan kelanjutan penyakit. Studi level autoantibodi
immunoglobulin (Ig)-G4 pada pasien remaja yang berpenyakit tiroid memiliki peranan
dalam patogenesis penyakit ini.8
Secara histologis, HT ditandai oleh infiltrasi limposit pada kelenjar tiroid. HT disebut
kronik limfositik tiroiditis atau autoimun tiroiditis karena limfosit membentuk antibodi
dan berinfiltrasi menyerang kelenjar tiroid, merusak sel folikular tiroid dan
mempengaruhi aktivitas kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid. Ditemukan
banyak leukosit jenis limfosit yang terakumulasi pada kelenjar tiroid yang membentuk
inflamasi kronik kelenjar tiroid. Inflamasi ini merusak kelenjar tiroid, menyebabkan
penurunan fungsi kelenjar tiroid dan menyebabkan keadaan hipotiroid.13, 14
Patogenesis HT terlibat dalam 3 fase yaitu pada fase awal, APC, terutama sel dendrit
dan makrofag , menginfiltrasi kelenjar tiroid. Infiltrasi diinduksi oleh faktor lingkungan
(iodine, toksin, agen infeksi), yang menyebabkan kerusakan sel dan eksposure dari
thyrocytes specific proteins. Protein ini sebagai antigenic peptides yang setelah diproses
terdapat pada permukaan sel (APC). Thyroid APC pindah ke kelenjar getah bening
dimana terjadi interaksi antara APC cells, activated T cells (CD4), and B cells, yang
menuju kepada induksi dari berbagai autoantibodi melawan thyroid-specific antigens
(TSA). Selanjutnya sel B, sel T CD8 , dan makrofag menginfiltrasi tiroid. Pada fase ini
terjadi klonal ekspansi dari limposit dan pembentukan jaringan limpoid pada kelenjar
tiroid. Pada fase akhir , autoreactive T cells, B cells, dan antibodies menyebabkan
destruksi masif pada sel tiroid, akibat produksi antibodies melawan berbagai TSA,

11
seperti thyroglobulin (TG) dan peroxidase tiroid (TPO), tetapi juga TSH receptor.
Penemuan terakhir ditemukan juga antibodi terhadap sodium/iodine symporter (NIS)
dan pendrin. Mekanisme utama yang dianggap bertanggung jawab menyebabkan
hipotiroid adalah perusakan langsung sel tiroid oleh sel T CD8 dan antibodi antitiroid.
Beberapa kepustakaan membagi tiroiditis limfositik kronik menjadi dua bentuk klinis
yaitu tiroiditis Hashimoto dengan struma dan tiroiditis atrofik tanpa disertai struma.
13, 14

Gambar 6. Proses autoimun pada Hashimoto Thyroiditis (HT)

2.Penyakit Graves
Penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering pada anak, dijumpai
10% sampai 15 % dari keseluruhan gangguan tiroid pada anak usia di bawah 18 tahun.
Insidens penyakit Graves meningkat sejalan dengan meningkatnya usia, dan paling sering
dijumpai pada usia 10 sampai 15 tahun serta lebih sering pada perempuan dibanding laki-
laki dengan rasio 4 : 1 sampai 7: 1. Penyakit Graves’ dikelompokkan ke dalam penyakit
autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin
Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TrAb dengan kadar bervariasi. Pada penyakit
Graves’, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam
kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi

12
terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH
didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid,
dikenal dengan TSH-R antibodi. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting
dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit
Graves.15
Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu
tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan TSH reseptor (TSH-R). Sel-sel tiroid
mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh
pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasi-kan antigen
pada limfosit T. Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-
B8 dan HLA-DR3 pada ras kulit putih, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan
HLA-B17 pada orang kulit hitam.15, 16
Thyroid stimulating antibodies (TrAb) berinteraksi dengan reseptor TSH sehingga
mengaktivasi fungsi adenil siklase dan fungsi reseptor fosfolipase A2. Stimulasi ini akan
mengakibatkan stimulasi dari kelenjar tiroid dan peningkatan aktivitas dari kelenjar
tiroid. Secara fungsional identik dengan efek yang dihasilkan oleh TSH sendiri. Hal ini
akan menyebabkan keadaan hipertiroid pada pasien GD.17
Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid autoimun
seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang
ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh
sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi oleh Yersinia Enterocolitica, yang
menyebabkan enterkolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan autoantigen
kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia Enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang
dengan TrAb pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit
Graves. Asupan iodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin
yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya
penyakit tiroid autoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode akut
penyakit Graves’, namun sampai saat ini belum ada hipotesis dugaan yang memperkuat
tersebut. Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan

13
tiroglobulin atau TrAb pada fibroblas, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin
yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita,
sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam
jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi
glikosaminoglikans.14, 16

Pemeriksaan autoantibodi pada penyakit AITD


Untuk mendiagnosa kepastian penyakit Grave sebaiknya menggunakan pemeriksaan
laboratorium TrAb dan anti TPO meningkat pada tahap awal penyakit, sehingga dapat
terdeteksi dengan baik jika stadium awal. Pemeriksaan dengan TSH assay, agak sulit jika
konsentrasi TSH rendah.18
Pemeriksaan autoantibodi TRab. Jika hasil negatif pasti bukan Grave. Pemeriksaan
dengan TRAb assays generasi kedua didapatkan sensitivitas Trab 97,1% dan spesifisitas
97,4%, dengan generasi ketiga didapat sensitivitas Trab 98,3% dan spesifisitas 99,2%.
TRAb-positive pada Grave adalah 1367 sampai 3420 kali lebih besar dibanding TRAb-
orang yang negative Graves.18

KESIMPULAN
Patofisiologi AITD sangat kompleks dan melibatkan faktor genetik serta lingkungan.
Dengan mengetahui patofisiologi sistem imun pada AITD diharapkan dapat membuka
peluang tatalaksana bagi penderita AITD. Pencegahan terhadap faktor risiko dari
lingkungan diharapkan dapat menjadi pencegahan terjadinya AITD.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Pasala P, Francis GL. Autoimmune thyroid diseases in children. Expert Review of


Endocrinology & Metabolism. 2017:1-35.
2. Saranac S. Zivanovic BB, H. Stamenkovic, M. Novak, B. Kamenov Why Is the Thyroid So
Prone to Autoimmune Disease? . HORMONE RESEARCH IN PÆDIATRICS2011;75:157-65.
3. Brown RS. Autoimmune Thyroiditis in Childhood. J Clin Res Pediatr En docrinol
2013;5(1):45-9.
4. Marta Rydzewska MJ, Izabela Elżbieta Pasierowska, Karlina Stożek, Artur Bossowski.
Role of the T and B lymphocytes in pathogenesis of autoimmune thyroid diseases Thyroid
Research. 2018;11(2):1-11.
5. Asri Purwanti RS, Jose RL Batubara. Tiroid dan Gangguannya. In: Jose RL Bstubara BT,
Aman Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2018. p. 250-5.
6. Patrick Hanley KL, Andrew J.Bauer. Thyroid Disorders in Children and Adolescents: A
Review. Journal of The American Medical Association Pediatrics. 2016;170(10):1009-19.
7. Ana Maria Ramos-Leví MM. Pathogenesis of thyroid autoimmune disease: the role of
cellular mechanisms. Endocrinol Nutr. 2016;63(8):421-9.
8. Vahid Safdari EA, Maryam Nemati, Abdollah Jafarzadeh. Imbalances in T Cell-Related
Transcription Factors Among Patients with Hashimoto’s Thyroiditis. Sultan Qaboos University
Med J. 2017;17(2):174-80.
9. Shiying Shaoa XY, Liya Shen. Autoimmune thyroid diseases and Th17/Treg lymphocytes
Life Sciences. 2018;192:160-5.
10. K. A. Metwalley HSF, T. Sherief, A. Hussein Vitamin D status in children and adolescents
with autoimmune thyroiditis. J Endocrinol Invest 2015:1-5.
11. Santin AP FT. Role of estogen in thyroid function and growth regulation. Journal of
Thyroid Research. 2011:1-7.
12. Endokrinologi UKK. Diagnosa dan Tatalaksana Tiroiditis Hashimoto: IDAI; 2017.
13. Liliana R Santos PF, Rita Cardoso, Paula Soares. Hashimoto’s Thyroiditis in Adolescents.
Thyroid Disorders. 2015;85-88.
14. Pateda V RE. Hipotiroid didapat. In: Jose RL Batubara BT PA, editor. Buku Ajar
Endokrinologi Anak: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2018. p. 278-80.
15. Deliana M HH, Batubara JR. Hipertiroid. In: Jose RL Batubara PA, editor. Buku Ajar
Endokrinologi Anak. Jakarta2018.
16. Shipra Bansal VU, Ninad Desai, Sheila Perez. Pediatric Graves’ Disease. International
Journal of Endocrinology and Metabolic Disorders. 2015;1:1-6.
17. DeGroot LJ. Endocrinology book 2015.
18. Tozzoli R BM, Giavarina D, Bizzaro N. TSH receptor autoantibody immunoassay in
patients with Graves' disease: improvement of diagnostic accuracy over different generations of
methods. Systematic review and meta-analysis. Autoimmun Rev. Autoimmun Rev.
2012;12(2):107-13.

15

Anda mungkin juga menyukai