Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN

PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Mencegah kekambuhan pada pasien gangguan jiwa dengan halusinasi

Sub Pokok Bahasan : Peran keluarga dalam mencegah kekambuhan pada pasien
gangguan jiwa dengan halusinasi

Sasaran : Keluarga pasien RSJ Mutiara Sukma

Hari / tanggal : Jumat , 16 Juli 2019

Tempat : Ruang Angsoka, RSJ Mutiara Sukma

A. Latar Belakang

Di Indonesia, Departemen Kesehatan RI (2003) mencatat bahwa 70% gangguan jiwa


terbesar adalah Skizofrenia. Menurut Arif (2009) mengungkapkan bahwa 99% pasien yang
dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien dengan diagnosis medis skizofrenia. Lebih dari
90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2011). Stuart & Laraia (2005)
menyatakan bahwa pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalamai
halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi
pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi
lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak
diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran.

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori persepsi.
Pasien yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan (Direja, 2011). Sensori dan persepsi yang dialami
pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata, tetapi dari diri pasien itu sendiri. Dapat
disimpulkan bahwa pengalaman sensori tersebut merupakan sensori persepsi palsu. Chaery
(2009) menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami
halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide),
membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan Untuk memperkecil dampak
yang ditimbulkan halusinasi, dibutuhkan penanganan yang tepat. Data di rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa pasien rawat inap yang menderita
halusinasi memiliki presentasi 78% dari jumlah pasien rawat inap seluruhnya di tahun tersebut.
Data lain menunjukkan bahwa jumlah penderita halusinasi pada bulan Januari 2012 yaitu: 128
orang, bulan Februari 2012: 90 orang, bulan Maret 2012: 132 orang, serta bulan April 2012:
140 orang, dengan 70% di antaranya memiliki diagnosis keperawatan halusinasi pendengaran.
Dengan banyaknya angka kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa dibutuhkan peran perawat
untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasinya.

Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit antara lain melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk
merawat pasien dengan halusinasi. Standar asuhan keperawatan mencakup penerapan strategi
pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan
terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan
jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Strategi pelaksanaan pada

pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik


halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi
muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Keliat dkk, 2010).

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Carolina (2008) menunjukkan bahwa
dengan penerapan asuhan keperawatan yang sesuai standar dapat membantu menurunkan tanda
dan gejala halusinasi sebesar 14%. Kemampuan kognitif pasien meningkat 47% serta
kemampuan psikomotor sebanyak 48%. Sulastri (2010) dalam penelitiannya terhadap 30
responden didapatkan bahwa penerapan asuhan keperawatan dapat mengontrol gejala

halusinasi pasien. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok intervensi
terjadi peningkatan nilai kemampuan mengontrol halusinasi, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil dari kedua penelitian tersebut sama-sama
menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi sebelum
dan setelah diterapkan strategi pelaksanaan halusinasi. Dampak halusinasi sangat
membahayakan yaitu berisiko menimbulkan perilaku kekerasan. Fakta lain menggambarkan
bahwa jumlah pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan terus meningkat.

Menilik dua alasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan riset tentang pengaruh
penerapan strategi pelaksanaan untuk membantu pasien mengontrol halusinasi dengar.
Diharapkan dengan adanya penerapan strategi pelaksanaan ini dapat membantu pasien
mengontrol halusinasi pendengarannya sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dapat
diminimalisir.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga yang berkunjung ke RSJ Mutiara Sukma
mampu memahami apa perannya dalam mencegah kekambuhan penderita gangguan jiwa
dengan halusinasi.

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan keluarga yang
berkunjung di RSJ Mutiara Sukma mampu :

- Menyebutkan pengertian halusinasi

- Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi

- Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi

- Menyebutkan tipe-tipe halusinasi

- Menyebutkan proses terjadinya halusinasi

C. GARIS BESAR MATERI

a. Pengertian halusinasi

b. Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi

c. Tanda dan gejala halusinasi

d. Tipe-tipe halusinasi
e. Proses terjadinya halusinasi

f. Cara mengatasi pasien halusinasi

D. PELAKSANAAN KEGIATAN

NO. KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU

1. Pembukaan dan -Menyampaikan -Menjawab salam 09.00-09.05 WIB


salam salam
-Mendengar
-menjelaskan
-Memberi respon
tujuan penyuluhan

2. Penyampaian -menyampaikan - mendengarkan 09.05-09.20 WIB


materi materi : dan

1. pengertian - memperhatikan
halusinasi

2. menyebutkan
pencetus
halusinasi

3. menyebutkan
tanda dan gejala
halusinasi

4. menyebutkan
tipe-tipe
halusinasi

5. proses
terjadinya
halusinasi

6. cara mengtasi
pasien dengan
halusinasi
-Tanya jawab

- Menyimpulkan
hasil materi yang
di diskusikan
Penutup dan -Menjawab
-Menyampaikan
salam
salam - Mendengarkan 09.20-09.30 WIB

- Menjawab
salam

E. METODE

1. Ceramah

2. Tanya jawab

F. MEDIA

1. Leaflet

G. SETTING TEMPAT

- Peserta duduk di kursi tunggu

- Penyaji di depannya

H. PENGORGANISASIAN

1. Moderator : Maesuro'

2. Penyaji : Eva Kharisma Aprilia

3. Fasilitator : Siti Afifah

Denys Purfi A.

4. Observer : Bella Martha Lena


Endi Vilanty A.

I. EVALUASI
1. Pre
- Keluarga pasien antusian dengan diadakannya penyuluhan kesehatan tentang
mencegah kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan halusinasi
- keluarga pasien kooperatif dalam acara penyuluhan

2. Post

- Keluarga pasien mampu memahami tentang :

1.Menyebutkan apa itu halusinasi

2. Menyebutkan faktor pencetus dari halusinasi

3. Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi

4. Menyebutkan apa saja tipe-tipe dari halusinasi

5. Bagaimana proses terjadinya halusinasi

6. Bagaimana cara mengatasi pasien dengan halusinasi


PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN

PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI

DI RUMAH

1. Pengertian

Halusinasi adalah terjadnya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya


rangsang yang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan
penderita sangat jelas, substansial, dan berasal dari luar ruang nyatanya.
Defines ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berhayal, ilusi, dan
pseudohalusinasi ( tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak
dalam keadaan terkendali ). Contoh dari fenomena ini adalah dimana
seseorang mengalami gangguan penglihatan , dimana ia merasa melihat suatu
objek , namun indera penglihatan orang lain tidak bisa menangkap objek yang
sama.

Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana


indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu
diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami
delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika. Halusinasi
dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi ini terbentuk,
yaitu

Halusinasi visual

Halusinasi auditori

Halusinasi olfaktori
Halusinasi gustatori

Halusinasi taktil

2. Pencetus halusinasi

- Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.

- Gangguan jiwa Skizofrenia

- Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu


seperti : ganja, morphin, kokain, dan ltd

- Mengkonsumsi alkohol berkadar di atas 35% : seperti vodka, gin di atas


batas kewajaran

- Trauma yang berlebihan.

3. Tanda dan gejala halusinasi

1) Berbicara, senyum, tertawa sendiri.

2) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu ataumencium,


merasasesuatau yang tidak nyata

3) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

4) Tidak dapatmembedakan hal yangnyatadantidaknyata.

5) Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.

6) Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.

7) Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.

8) Sikap curiga dan bermusuhan.

9) Menarik diri, menghindar dari orang lain.

10) Ketakutan
11) Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri, mandi, sikat gigi,
gantipakaian, berhias yang rapi.

12) Mudah tersinggung, jengkel, marah.

13) Menyalahkan diri sendiri, orang lain.

14) Muka merah kadang pucat.

15) Tekanan darahmeningkat.

16) Napas terengah – engah nadi cepat, banyak keringat.

4. Tipe-tipe halusinasi

Halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yitu sebagai berikut (Maramis,


2004):

a. Halusinasi penglihatan (visual, optik) adalah perasaan melihat


sesuatu objek tetapi pada kenyataannya tidak ada.

b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) adalah perasaan


mendengar suara-suara,berupa suara manusia, hewan atau mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik.

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik) adalah perasaan mencium sesuatu


bau atau aroma tetapi tidak ada.

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik) adalah kondisi merasakan sesuatu


rasa tetapi tidak ada dalam mulutnya, seperti rasa logam.

e. Halusinasi peraba (taktil) adalah kondisi merasa diraba, disentuh,


ditiup, disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya.

f. Halusinasi kinestetik adalah kondisi merasa badannya bergerak dalam


sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak.

5. Proses terjadinya halusinasi

Fase-fase halusinasi menurut Farida, Yudi, hal 106 meliputi :


a. Fase Pertama

Disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk

dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami stress, cemas,

perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat

diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku klien : menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang

cepat, diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika sedang asyik

dengan halusinasinya.

b. Fase Kedua

Disebut juga fase condemming atau ansietas berat. Pengalaman sensori yang

menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin

mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang diekspresikan.

Fase ini bersifat psikotik ringan.

Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat

ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.8

Rentang perhatin menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan

kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.

c. Fase Ketiga

Adalah fase controlling. Klien mengalami ansietas berat dan pengalaman

sensorik menjadi berkuasa. Klien berhenti menghentikan perlawanan kesepian

jika sensori halusinasi berhenti. Fase ini bersifat psikotik.

Perilaku klien : kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih

diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya


beberapa detik atau menit.

d. Fase Keempat

Disebut juga fase Conquering. Klien mengalami panik dan umumnya menjadi

melebur dalam halusinasi. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien

mengikuti perintah halusinasi. Karakteristik : halusinasi berubah menjadi

mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang kontrol.

Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku

kekerasan, menarik diri.Cara mengatasi pasien dengan halusinasi

6. Cara mengatasi halusinasi

- Bila penderita sedang dalam keadaan relatif baik, ajak bicara/ diskusi
dan tanyakan hal hal apa yang bisa membuatnya lebih nyaman dan
mengurangi dampak dari halusinasi tersebut. Misalnya: tanyakan kapan
atau pada kondisi seperti apa halusinasi tersebut muncul, kapan halusinasi
itu jarang atau tidak muncul, dll.

- Berikan rasa nyaman dan perlindungan

- Kurangi rangsangan yang bisa mencetuskan halusinasi (suara TV atau


radio yang terlalu keras, teriakan-teriakan, gaduh, banyak orang/ tamu, dll.

- Identifikasi hal hal yang menjadi pemicu stress. Misalnya: banyak


orang/ kerumunan orang di toko atau mall, beradu mulut, dimarahi, dll.

- Ciptakan hal hal atau kegiatan yang bisa mengalihkannya dari


halusinasi, seperti: melakukan kegiatan yang menyenangkan hatinya
(bermusik, berkebun, menggambar, dll), melakukan pekerjaan rumah yang
ringan, diajak ngobrol, mendengarkan radio atau melihat TV, dll.

- Latihan teknik relaksasi

- Minum obat sesuai perintah dokter


DAFTAR PUSTAKA

1. Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K, R. & Lestari, W. 2009. Asuhan


Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Penerbit: Trans Media,Jakarta.

2. Maramis, W, F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University


Press. Surabaya.

3. Nasution, Saidah, S. 2003. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi. http://usupress.usu.ac.id.
4. StuartStuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperwatan Jiwa, Edisi 3. EGC:
Jakarta.
5. Townsend, C, Mary. 2002. Psychiatric Mental Health Nursing Consepts of
Care,ed.4. Davis Company. Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai