Disusun Oleh :
Pembimbing :
Dr. Krispinus Duma, SKM, M.Kes,
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Laboratorium
Ilmu Kesehatan Masyarakat mengenai Kedokteran Keluarga di Puskesmas
Palaran Periode Agustus 2019. Saya menyadari bahwa keberhasilan penyusunan
tugas ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh paparan terhadap bahan kimia dan
biologis, serta bahaya fisik di tempat kerja. Meskipun angka kejadiannya tampak
lebih kecil dibandingkan dengan penyakit-penyakit utama penyabab cacat lainnya,
terdapat bukti bahwa penyakit ini mengenai cukup banyak orang. Khususnya di
negara-negara yang sedang giat mengembangkan industri. Pada banyak kasus,
penyakit akibat kerja ini bersifat berat dan mengakibatkan kecacatan. Akan tetapi
ada dua faktor yang membuat penyakit ini mudah dicegah. Pertama, bahan
penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol. Kedua, populasi
yang beresiko biasanya mudah didatangi dan diawasi secara teratur serta diobati.
Bahan obat formaldehyde adalah agen kimia, bagian dari lingkungan kerja,
di luar ruangan dan dalam ruangan. Petugas kesehatan adalah yang paling sering
terkena dampak paparan formaldehyde. Formaldehyde dikenal sebagai iritan
membran mukosa dan agen sensitisasi kulit primer yang berhubungan dengan
dermatitis kontak (alergi tipe IV), dan reaksi anafilaksis (alergi tipe I). Paparan
inhalasi pada formaldehyde diidentifikasi sebagai penyebab potensial asma.
Cukup banyak investigasi yang tersedia mengenai masalah kesehatan bagi setelah
paparan formaldehida.
Formaldehyde adalah penyebab umum alergi kontak. Formaldehyde atau
formaldehyde-releasers (agen yang melepaskan formaldehyde dalam kondisi
penggunaan) dapat ditemukan di banyak kosmetik, perlengkapan mandi, produk
rumah tangga seperti bahan pembersih dan pembersih dan dalam sejumlah besar
aplikasi industri termasuk perekat, cat, dan cairan pengerjaan logam. Kontak kulit
adalah rute paparan yang paling penting untuk sensitisasi. Formaldehyde telah
ditemukan banyak dalam ilmu kedokteran dan praktek.
Oleh karena itu, deteksi dini penyakit akibat kerja sangatlah penting.
Dengan demikian, tenaga kerja yang sakit dapat segera diobati sehingga
penyakitnya tidak berkembang dan dapat disembuhkan dengan segera. selain itu
juga dapat dilakukan pencegahan agar tenaga kerja yang lain dapat terlindung dari
penyakit tersebut.
Dengan adanya tugas ini, diharapkan dapat menjelaskan sebagian kecil
masalah yang dialami pekerja. Khususnya pekerja yang terkena pajanan
formaldehyde.
4
BAB 2
KASUS
Seorang perempuan yang bekerja pada sebuah pabrik obat datang kepada
seorang dokter, dia menjelaskan kepada dokter bahwa dia memiliki keluhan,
diantaranya tangan terasa gatal, kering, telapak tangam terasa tebal dan gatal
yang dirasakan semakin memberat.
Penyakit yang disebutkan dalam kasus ini adalah dermatitis kontak alergi
2.1 Definisi
Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikkan sebagai penyakit kulit yang
didapatkan dari pekerjaan akibat interaksi yang terjadi antara kulit dengan
substansi yang digunakan di lingkungan kerja, dimana pajanan di tempat kerja
merupaka faktor penyebab yang utama satu penyebab dari dermatitis kontak
akibat kerja yaitu bahan kimia yang kontak dengan kulit saat melakukan
pekerjaan. Bahan kimia untuk dapat meyebabkan dermatitis kontak akibat kerja,
pertama harus mengenai kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan
kemudian menimbulkan reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena.
Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai
ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus seingga disebut lapisan barrier.
Lapisan barrier menahan air dan mengandung air kurang dari 10% untuk dapat
berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier ada kelenjar minyak dan
akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang mudah ditembus
5
2.2 Etiologi
6
meningkatkan permeabilitas kulitterhadap bahan kimia akibat kerusakan
stratum korneum pada kulit.
2. Faktor Endogen
Faktor endogen yang turut berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis kontak
meliputi
a) Faktor genetik, telah diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi
radikal bebas, perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan
melindungi protein dari trauma panas, semuanya diatur oleh genetik. Dan
predisposisi terjadinya suatu reaksi pada tiap individu berbeda dan
mungkin spesifik untuk bahan kimia tertentu.
b) Jenis kelamin, mayoritas dari pasien yang ada merupakan pasien
perempuan, dibandingkan laki-laki, hal ini bukan karena perempuan
memiliki kulit yang lebih rentan, tetapi karena perempuan lebih sering
terpapar dengan bahan iritan dan pekerjaan yang lembab.
c) Usia, anak dengan usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap bahan
kimia, sedangkan pada orang yang lebih tua bentuk iritasi dengan gejala
kemerahansering tidak tampak pada kulit.
d) Ras, sebenarnya belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang mana
yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya dermatitis. Hasil studi
yang baru, menggunakan adanya eritema pada kulit sebagai parameter
menghasilkanorang berkulit hitam lebih resisten terhadap dermatitis,
akan tetapi hal ini bisajadi salah, karena eritema pada kulit hitam sulit
terlihat.
e) Lokasi kulit, ada perbedaan yang signifikan pada fungsi barier kulit pada
lokasi yang berbeda. Wajah, leher, skrotum, dan punggung tangan lebih
rentandermatitis.
f) Riwayat atopi, dengan adanya riwayat atopi, akan meningkatkan
kerentanan terjadinya dermatitis karena adanya penurunan ambang batas
terjadinya dermatitis, akibat kerusakan fungsi barier kulit dan
perlambatan proses penyembuhan.
Fase sensitisasi
Alergen atau hapten diaplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel
Langerhans. Antigen akan terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human
Leucocyte Antigen-DR (HLA- DR), dan kompleks yang diekspresikan pada
permukaan sel Langerhans. Sel Langerhans akan bergerak melalui jalur limfatik
ke kelenjar regional, dimana akan terdapat kompleks yang spesifik terhadap sel T
dengan CD4-positif. Kompleks antigen- HLA-DR ini berinteraksi dengan reseptor
7
T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel Langerhans juga akan mengeluarkan
Interleukin-1 (IL-1). Interaksi antigen dan IL-1 mengaktifkan sel T. Sel T
mensekresi IL-2 dan mengekspresikan reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini
menyebabkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel T spesifik yang beredar di
seluruh tubuh dan kembali ke kulit.
Tahap elisitasi
8
gejala kelelahan ekstrim, kehilangan memori jangka pendek, vertigo,
ketidakseimbangan, dan kurang konsentrasi).
Oleh karena itu, biasanya bersifat permanen. Banyak zat beracun dapat
mengubah aktivitas normal sistem saraf. Beberapa menghasilkan efek yang terjadi
hampir seketika dan berlangsung selama beberapa jam. Contohnya termasuk
minuman beralkohol atau asap dari sekaleng cat. Efek dari zat neurotoksik lainnya
mungkin muncul hanya setelah paparan berulang selama berminggu-minggu atau
bahkan bertahun-tahun. Misalnya : secara teratur menghembuskan asap pelarut di
tempat kerja atau makan makanan atau air minum yang terkontaminasi timbal.
Beberapa zat secara permanen dapat merusak sistem saraf setelah terpapar tunggal
- pestisida organofosfat dan senyawa logam tertentu seperti timbel trimetil.
Banyak zat neurotoksik dapat menyebabkan kematian saat diserap, dihirup, atau
tertelan dalam jumlah yang cukup besar. Zat neurotoksik memainkan peran kausal
yang signifikan dalam perkembangan beberapa kelainan neurologis dan psikiatri.
9
depresan yang lebih besar. Solven adalah irritan. Di dalam paru-paru, iritasi
menyebabkan cairan terkumpul. lrritasi kulit digambarkan sebagai hasil primer
dari larutnya lemak kulit dari kulit. Sel-sel keratin dari epidermis terlepas. Diikuti
hilangnya air dari lapisan lebih bawah. Kerusakan dinding sel juga merupakan
suatu faktor. Memerahnya kulit dan timbul tanda-tanda lain seperti inflamasi.
Kulit pada akhirnya sangat mudah terinfeksi oleh bakteri, menghasilkan ruam dan
bisul pemanah. Pemaparan kronik menyebabkan retak-retak dan mengelupasnya
kulit.
2.5 Diagnosis
2.6 Penatalaksanaan
10
dikenal. Pada kasus kecacunan akut, diagnosis klinis perlu segera dibuat. Ini
berarti mengelompokkan gejala-gejala yang diobservasi dan menghubungkan
dengan golongan xenobiotik yang memberi tanda-tanda keracunan tersebut. Hal
ini tentu membutuhkan pengetahuan luas tentang suatu toksis semua zat kimia.
Tindakan dini dapat dilakukan sebelum penyebab pasti dari kasus diketahui,
karena sebagian besar keracunan dapat diobati secara simtomatis menurut
kelompok kimianya.
Beberapa contoh tindakan yang perlu dilakukan pada kasus keracunan akut
adalah sebagai berikut:
Penurunan kesadaran :
Kejang :
Bila terdapat kejang maka penderita perlu diletakkan dalam sikap yang enak
dan semua pakaian dilepas. Menahan otot lengan dan tungkai tidak boleh terlalu
keras, dan di antara gigi perlu diletakkan benda yang tidak keras supaya lidah
tidak tergigit. Penderita keracunan dengan kejang harus diberi diazepam intravena
dengan segera, namun perlu dititrasi, karena bila berlebihan dapat
membahayakan. Penderita juga harus segera dirawat di rumah sakit.
11
insektisida organofosfat atau karbamat. Pemeriksaan laboratorium mungkin tidak
diperlukan.
Tindakan pada kasus keracunan bila tidak ada tenaga dokter di tempat adalah
sebagai berikut:
Sebelum penderita dibawa kerumah sakit, mungkin ada beberapa hal yang perlu
dilakukan bila terjadi keadaan sebagai berikut:
Bila zat kimia terkena kulit, cucilah segera (sebelum dibawa kerumah
sakit) dengan sabun dan air yang banyak. Begitu pula bila kena mata (air
saja). Jangan menggunakan zat pembersih lain selain air.
Bila penderita tidak benafas dan badan masih hangat, lakukan pernafasan
buatan sampai dapat bernafas sendiri, sambil dibawa ke rumah sakit
terdekat. Bila tanda tanda bahwa insektisida merupakan penyebab, tidak
dibenarkan meniup ke dalam mulut penderita.
12
Bila racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah memuntahkan penderita
bila sadar.Memuntahkan dapat dengan merogoh tenggorokan (jangan
sampai melukai)
Bila sadar, penderita dapat diberi norit yang digerus sebanyak 40 tablet,
diaduk dengan air secukupnya.
Semua keracunan harus dianggap berbahaya sampai terbukti bahwa
kasusnya tidak berbahaya.
Simpanlah muntahan dan urin (bila dapat ditampung) untuk diserahkan
kepada rumah sakit yang merawatnya.
Bila kejang, diperlakukan seperti dibahas di atas.
2.7 Pencegahan
13
DAFTAR PUSTAKA
Cahyana, G., Sukrisna, A., Mulyani, T. (2013). Hubungan Paparan Xylene dan
Methil Hippuric Acid pada Pekerja Informal Pengecatan Mobil di
Karasak, Bandung. Tehnik Lingkungan Universitas Kebangsaan.
14
Dick, F D. (2006). Solvent Neurotoxicity Occupational Environmental (1st ed).
London: Cambridg
15
16