Anda di halaman 1dari 9

TUGAS AKHIR KOMUNIKASI BISNIS

“KECEMASAN BERKOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM TES WAWANCARA KERJA”

Pengampu : I Gusti Ngurah Jaya Agung Widagda K, S.E., M.M.

Oleh:

GUSTI AYU INTAN PUSPITA DEWI

1707532088

24

PROGRAM STUDI AKUNTANSI NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi adalah kebutuhan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hakikat
komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia (Efendy, 2003). Ada banyak pengertian yang
dapat menggambarkan mengenai komunikasi. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses
penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan
berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan; yang dilakukan seseorang kepada orang lain
secara tatap muka maupun tidak langsung, melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan,
ataupun perilaku

Tahap seleksi wawancara merupakan tahapan yang harus dilewati pencari kerja sebelum
mendapatkan pekerjaan, hal ini sangat penting karena interviewer akan menilai dan mengambil segala
informasi yang dibutuhkan tentang calon karyawan secara langsung. Tahap wawancara tidak akan
melihat seberapa bagus IPK dan pengetahuan calon karyawan, tetapi lebih memperhatikan kesiapan
calon karyawan dalam hal menjual kekuatan diri dan meyakinkan para interviewer. Tujuan wawancara
kerja adalah untuk menilai sisi psikologis, perilaku, kepemimpinan, komitmen, kejujuran, tanggung
jawab, dan segudang nilai kebaikan yang masuk dalam penilaian perusahaan (Dirgantoro dan Pratono,
2012).

Fase ini merupakan tahapan yang menentukan.Bagi beberapa orang, wawancara kerja mungkin
adalah momok yang menakutkan. Kecemasan atau ketakutan yang muncul sebelum atau pada saat
wawancara itu memang wajar. Apalagi jika seseorang belum memiliki pengalaman kerja atau baru pertama
kali melamar pekerjaan. Sebenarnya orang yang berulang kali melamar pekerjaan pun bisa mengalami
hal yang sama. Mungkin perbedaannya adalah ia bisa mengelola emosi sehingga pengendalian dirinya
lebih terjaga. Hal itu dikarenakan ia sudah terlatih menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan
pewawancara. Pengendalian diri dan pengelolaan emosi memang sangat penting dalam mengikuti
wawancara kerja. Oleh karena itu, masalah utama yang selalu dihadapi oleh sebagian besar calon
karyawan atau pegawai dalam wawancara kerja adalah kepercayaan diri.
Kecemasan dan ketidakpastian yang dialami calon karyawan berpengaruh terhadap interaksi
komunikasi antarpribadi calon karyawan dan pewawancara. Dalam bukunya The Interpersonal
Communication Book (2001:80), Devito mengungkapkan bahwa kecemasan berkomunikasi merujuk
pada rasa malu, keengganan berkomunikasi, ketakutan berbicara didepan umum, dan sikap pendiam
dalam interaksi komunikasi. Kecemasan yang semakin meningkat dapat menghambat komunikasi
antarpribadi antara pewawancara dan calon karyawan, pewawancara dapat saja mengurangi poin kita
atau malah mereka salah paham dikarenakan sikap dan ucapan kita yang semakin kaku atau
mengawur.
Berdasarkan latar belakang di atas , penulis tertarik untuk membahas mengenai kecemasan dalam
sudut pandang ilmu komunikasi bisnis mengenai wawancara kerja. Sehingga penulis mengambil judul
menenai “Kecemasan berkomunikasi antar pribadi dalam tes wawancara kerja”
1.2 TUJUAN PENULISAN
a. Mengetahui konsep dasar kecemasan dan wawancara jerja
b. Mengetahui pengaruh kecemasan antar pribadi dalam tes wawancara kerja
1.3 METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan dalam makalah ini adalah studi pustaka dengan mengumpulkan informasi
yang terkait dengan penulisan makalah ini. Makalah ini merupakan makalah konseptual dengan
pembahasan sepenuhnya diambuil dari kajian pustaka seperti, buku, jurnal, internet,dan sumber lain
yang relevan .
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 PENGENTIAN KECEMASAN DAN WAWANCARA KERJA


Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Fungsinya
adalah untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat
jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman tidak diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan
kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang
tidak realistis yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego.
Wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau
pendapatnya mengenai suatu hal. Menurut Bungin (2007), wawancara merupakan salah satu metode
pengumpulan data penelitian dimana dalam pelaksanaannya terjadi proses percakapan untuk mengonstruksi
mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan dengan
dua pihak yakni pewawancara (interviewer) dengan orang yang diwawancarai (interview).
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi apabila peneliti ingin mengetahui
hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Ruhyat dalam Sugiyono, 2013). Wawancara adalah salah satu
tahap yang harus dilalui oleh pelamar ketika memutuskan untuk bekerja di suatu perusahaan. Dari beberapa
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan metode pengumpulan data dalam
melakukan suatu penelitian yang dalam pelaksanaannya terjadi proses percakapan antara pewawancara
atau interviewer (yang mengajukan pertanyaan) dengan orang yang diwawancarai/interviewee dengan
tujuan untuk memperoleh data dan informasi secara mendalam dari responden.

II.2 KECEMASAN BERKOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM TES WAWANCARA KERJA

Kecemasan merupakan hal yang dapat terjadi pada siapa saja namun ada kalanya kecemasan
tersebut berlebihan, kecemasan ini berpengaruh terhadap kualitas interaksi antarpribadi. Kecemasan
yang terjadi seringkali berawal dari gambaran-gambaran yang berasal dari diri pribadi. Kecemasan
berkomunikasi yang tinggi merupakan kecenderungan untuk mengalami kecemasan dalam
waktu yang relatif lama dan dalam berbagai situasi yang berbeda. Dalam hal ini seseorang menderita
karena merasa sangat cemas ketika ia harus berkomunikasi sehingga ia ingin bahkan akan
menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Namun dalam bebrapa kasus mengurangi tingkat
kecemasan mereka dengan cara melakukan komunikasi. bersama orang lain, mendengarkan musik
dan mencoba menenangkan diri sendiri. Kebanyakan dari mereka merasakan adanya ketidakpastian
akan bagaimana kondisi wawancara nanti.

Pikiran berpengaruh pada rasa khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-
besarkan ancaman, memandang diri tidak berdaya atau perasaan sensitif.Motivasi berpengaruh pada
ingin menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri.Perilaku berpengaruh pada rasa
gelisah, gugup, waspada berlebihan.Gerakan biologis berpengaruh pada gerakan spontan meningkan,
berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Pada tahap komunikasi antarpribadi saat wawancara berlangsung, maka hal ini selalu berkaitan
dengan diri. Jika kita ingin melakukan komunikasi antarpribadi, maka kita harus bersedia membuka diri
dan mengungkapkan informasi mengenai diri kita. Berbicara mengenai diri selalu terkait dengan konsep
diri, kesadaran dan harga diri. Informan yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki kesadaran
diri yang tinggi.
Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi
masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap
orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh
masyarakat, mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian
yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya
Selain karena konsep diri, perilaku seseorang dalam wawancara juga bergantung pada persepsi
mereka terhadap pewawancara atau terhadap tes wawancara itu sendiri. Jika seseorang memiliki
persepsi yang kurang bagus, maka orang tersebut akan menjaga jarak dan tidak terlalu membuka diri
terhadap informasi. Yang dibutuhkan pewawancara. Pada kenyataannya persepsi individu seseorang
seringkali tidak cermat. Bila seseorang menanggapi perilaku pewawancara secara tidak cermat maka
komunikasi antarpribadi dapat berlangsung tidak efektif. Dan bila kedua pihak menanggapi perilaku satu
sama lain dengan tidak cermat, maka dapat terjadi salah paham.
Bila dikaitakan dengan tingkat kecemasan dalam tes wawancara maka ciri yang berlangsung
adalah:
1) Pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian tinggi, komunikasi antarpribadi yang berlangsung
umumnya berlawanan dengan ciri komunikasi efektif. Saat terjadi kecemasan dan ketidakpastian
yang tinggi, keterbukaan bagi peserta wawancara sangat rendah, Pada tahap wawancara
peserta wawancara akan menyesuaikan diri dengan karakter pewawancara. Apabila mereka
menganggap informasi yang akan diberikan memberi kesan negatif, maka mereka akan
mengarang informasi yang berkesan positif.
2) Pada tingkat kecemasan sedang, komunikasi antarpribadi yang berlangsung umumnya biasa
saja, tidak ada kesan khusus yang diperoleh, karena pada umumnya mereka menganggap hal
ini adalah hal yang wajar dan memang ssudah seharusnya.
3) Pada tingkat kecemasan rendah, komunikasi yang berlangsung umumnya efektif dimana peserta
wawancara merasa tes wawancara lebih kepada suatu obrolan, keduanya cepat merasa akrab
dan suasanya yang ditimbulkan juga tidak kaku. Komunkikasi efektif akan menurunkan
kecemasan peserta wawancara. Informan introvert yang merasakan kecemasan tinggi
cenderung akan menghindari komunikasi saat pra-wawancara.
Pada informan yang ekstrovert yang merasakan kecemasan tinggi maka dia akan mencoba
mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai tes wawancara dan karakter pewawancaranya.
Informan yang mengalami kecemasan umumnya mengalami detak jantung yang semakin cepat,
berkeringat, wajah memerah karena malu, pucat karena merasa tak berdaya, gemetar, ingin buang air
kecil pada saat pra-wawancara maupun saat wawancara berlangsung. Selain itu informan yang
mengalami kecemasan juga melakukan persiapan yang berlebihan seperti memeriksa barangnya
berulang ulang, meminta dukungan, mencari informasi, makan, juga merasa bingung dalam bertindak.
Hal ini merupakan parameter kecemasan yang diungkapkan Petterson dan Ritts:
1) Aspek fisik seperti denyut jantung atau wajah yang memerah karena malu
2) Aspek tingkah laku seperti penghindaran dan perlindungan diri
3) Aspek kognitif seperti terlalu fokus pada diri sendiri serta timbulnya pemikiran negatif

Sebagian besar teori-teori komunikasi antarpribadi membahasa tentang proses dan tahap
interaksi seperti teori pengurangan ketidakpastian dalam berkomunikasi dan memiliki tiga tahapan
perkembangan seperti tahap masukan, tahap personal dan tahap keluaran. Merujuk pada teori tersebut
peneliti membagi tahapan kecemasan menjadi tapah pra-wawancara, tahap perkenalan, tahap inti
wawancara. Pada setiap tahapan, kecemasan yang dimiliki tiap informan berbeda-beda, dalam tiap
tahapan informan dapat mengalami peningkatan maupun penurunan kecemasan. Komunikasi
antarpribadi dapat mempengaruhi kecemasan informan, hal ini diperkuat dengan banyaknya informan
yang mengatakan kalau kecemasannya akan menurun seiring adanya peningkatan komunikasi saat
wawancara.
Saat tahap pra-wawancara informan akan membawa persepsi dan prediksinya mengenai proses
komunikasi yang akan berlangsung. Pada tahap Perkenalan mereka akan berusaha mengurangi rasa
kecemasannya melalui komunikasi verbal, non-verbal, pengamatan dan cara berperilaku. Semakin
tinggi komunikasi verbal dan non-verbal pada tahap ini makadapat mengurangi kecemasan informan.
Ketidakpastian yang tinggi pada tahap masukan (pra-wawancara) akan mendorong peningkatan
komunikasi verbal diantara orang yang tidak saling mengenal. Peningkatan komunikasi verbal pada
akhirnya akan mengurangi tingkat ketidakpastian, dan manakala ketidakpastian terus menurun maka
jumlah komunikasi verbal meningkat. Pada tahap awal interaksi, ketika ungkapan non-verbal meningkat
maka tingkat ketidakpastian menurun. Kepastian yang lebih besar akan mendorong peningkatan
komunikasi non-verbal satu sama lainnya. Misalnya kontak mata atau tindakan berjabat tangan.
Ketidakpastian yang tinggi dalam suatu hubungan menyebabkan turunnya tingkat keintiman isi
komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat keintiman yang tinggi. Tingkat
keintiman yang tinggi ditandai dengan keterbukaan para pihak untuk mengungkapkan informasi
mengenai dirinya.Ketidakpastian tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi mengenai
perilaku orang lain.
Tingkat ketidakpastian tinggi menghasilkan tingkat resiprositas tinggi. Tingkat ketidakpastian
rendah menghasilkan tingkat resiprositas rendah. Kedua pernyataan menunjukkan hubungan posotif.
Dua orang yang baru pertama kali terlibat dalam percakapan akan cenderung meniru satu sama lainnya.
Adapun yang dimaksud resiprositas adalah jika salah satu pihak hanya menediakan sedikit informasi
mengenai dirinya, maka pihak lainnya akan melakukan hal serupa.Kesamaan akan mengurangi
ketidakpastian sedangkan perbedaan akan meningkatkan ketidakpastian. Misalnya dua orang yang
tidak saling kenal tetapi sama-sama kuliah di universitas yang sama. Namun keduanya mungkin memiliki
perbedaan bahwa keduanya berasal dari fakultas yang berbeda dan memiliki jenis kelamin yang
berbeda. Perbedaan tersebut memberikan kontribusi terhadap tingkat ketidakpastian.Ketidakpastian
yang meningkat akan mengurangi perasaan menyukai sebaliknya penurunan ketidakpastian
menghasilkan peningkaan rasa suka.
Faktor-faktor penyebab kecemasan yaitu kurang mempersiapkan diri, harapan yang terlalu
tinggi, cemas karena akan dinilai, pengalaman buruk di masa lampau yang menjadi ketakutan tersendiri,
pembicara di hadapkan dengan situasi baru, merasa mempunyai saingan yang lebih unggul, merasa
memiliki tekanan dari pewawancara, memiliki pemikiran akan mengalami situasi bahaya.
Faktor yang cenderung berpotensi menjadi penyebab kecemasan dan ketidakpastian dalam
penelitian ini terbagi atas faktor internal dan faktor internal. Faktor internal adalah kecemasan yang
berasal dari dalam diri atau pemikiran negatif dari informan itu sendiri. Faktor eksternal adalah yang
berasal dari orang lain atau situasi lingkungan seperti merasa minder dengan orang lain atau situasi
pewawancara yang jutek.

Dari faktor penyebab kecemasan ini, kecemasan yang dominan dialami oleh seseorang
disebabkan oleh degree of evaluation, degree of unpredictability, Prior succes and failures. Bila dilihat
dari aksioma Berger, kecemasan dan ketidakpastian seseorang dominan terjadi karena ketidakpastian
yang tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi mengenai perilaku pewawancara, juga
tingkat ketidakpasstian yang tinggi menghasilkan derajat resiprositas tinggi.
Perwujudan kecemasan yaitu:Demam panggung, jantung berdebar lebih keras ,lupa akan apa
yang dibicarakan, terkadang memutar-mutar pembicaraan, telapak tangan dan kaki dingin dan
berkeringat, nafas terengah-engah, hampir seluruh otot tegang, suhu terasa panas, tangan dan kaki
gemetar, suara bergetar, berbicara cepat tetapi tidak jelas, tidak dapat mendengar dengan baik atau
tidak berkonsentrasi, merasa ingin buang air kecil, gelisah
Faktor-faktor mengatasi kecemasan yaitu:Berfikir positif, memiliki motivasi yang kuat, belajar dari
pengalaman, berinteraksi, mendengarkan musik, persiapan yang cukup, meminta dukungan dari orang
terdekat, percaya diri, yakin dengan kemampuan diri bertindak sesuai etika, mengikuti peraturan, sopan,
tersenyum tulus, percaya kalau tes wawancara gagal bukan berarti akhir dari segalanya dengan hasil
faktor penyebab kecemasan terbagi dua, faktor internal dari karakter dan bayangan negatif dari orang
itu sendiri dan eksternal dari faktor lingkungan , serta pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian tinggi,
komunikasi antarpribadi yang berlangsung umumnya berlawanan dengan ciri komunikasi efektif , yaitu
saat terjadi kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi keterbukaan yang terjadi rendah
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu.sedangkan
Wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau
pendapatnya mengenai suatu hal.
2. Kecemasan komunikasi antar pribadi dalam wawancara kerja selalu berkaitan dengan diri. Jika kita
ingin melakukan komunikasi antarpribadi, maka kita harus bersedia membuka diri dan mengungkapkan
informasi mengenai diri kita. Berbicara mengenai diri selalu terkait dengan konsep diri, kesadaran dan
harga diri. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki kesadaran diri yang tinggi.
Faktor-faktor penyebab kecemasan yaitu bisa dari factor internal dan factor eksternal seperti kurang
mempersiapkan diri, harapan yang terlalu tinggi, cemas karena akan dinilai, pengalaman buruk di masa
lampau yang menjadi ketakutan tersendiri, pembicara di hadapkan dengan situasi baru, merasa
mempunyai saingan yang lebih unggul, merasa memiliki tekanan dari pewawancara, memiliki
pemikiran akan mengalami situasi bahaya.

3.2 SARAN

Adapun saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengurangi kecemasan dalam wawancara kerja dengan cara berfikir positif, memiliki motivasi
yang kuat, belajar dari pengalaman, berinteraksi, mendengarkan musik, persiapan yang cukup,
meminta dukungan dari orang terdekat, percaya diri, yakin dengan kemampuan diri bertindak sesuai
etika, mengikuti peraturan, sopan, tersenyum tulus, percaya kalau tes wawancara gagal bukan berarti
akhir dari segalanya dengan hasil faktor penyebab kecemasan terbagi dua, faktor internal dari karakter
dan bayangan negatif dari orang itu sendiri dan eksternal dari faktor lingkungan , serta pada tingkat
kecemasan dan ketidakpastian tinggi, komunikasi antarpribadi yang berlangsung umumnya
berlawanan dengan ciri komunikasi efektif , yaitu saat terjadi kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi
keterbukaan yang terjadi rendah
2. Bagi penulis lain yang ingin melanjutkan penulisan semacam ini perlu dikembangkan dalam kajian
yang dilakukan karena kajian ini hanya bersifat konseptual.
Daftar Pustaka

Dewi, Sutrisna (2007), Komunikasi Bisnis Edisi 1. Jakarta : CV. Andi Offset

Effendy, Onong Uchjana,2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Dirgantoro, Franz & S.I Pratono, 2012. 99.9% Pasti Lolos Tes Wawancara Kerja. Jakarta: Tangga
Pustaka Devito, Joseph.A, 2001. The Interpersonal Communication Book, Ninth Edition. NYC:
Longman.

Anda mungkin juga menyukai