Kebijaksanaan Moneter FIX
Kebijaksanaan Moneter FIX
KEBIJAKSANAAN MONETER
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat tugas dalam mata kuliah Perekonomian
Indonesia
Disusun Oleh :
NAMA NIM
1. Ida Bagus Sedana Adityatama (1707512041)
2. Made Prayogi Sentana (1707512097)
3. As Dara Bibi (1707512095)
4. I Made Pranata Kusuma (1707512102)
5. Joseph Januardo Tunabenany M.C. (1707512122)
PEMBAHASAN
1
3. Politik Diskonto
Politik Diskonto sendiri merupakan penetapan kerangka kebijakan moneter
melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga) oleh Bank Indonesia,
yang ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
setiap bulan.
2
Menurut berbagai pendapat mengenai pengertian bank yang telah dijelaskan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga/perusahaan yang
aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang
lain dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian melemparkan
kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkah meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2006:9), “fungsi utama bank
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary”. Secara
lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development,
dan agent of services.
a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal
menghimpun dana maupun penyaluran dana.
b. Agent of Development
Kegiatan bank berupa menyalurkan dana sangat diperlukan bagi lancarnya
kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan
distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Mengingat bahwa
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya
penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini
tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of service
Selain melakukan penghimpunan dan penyaluran dana bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan lain kepada masyarakat. Jasa yang
ditawarkan ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat
secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa penitipan uang,
penitipan barang-barang berharga, pemberian jaminan bank, dan
penyelesaian tagihan.
3
2.3 Mencegah Capital Flight ( Prayogi Sentana )
Capital flight adalah pelarian modal flight of capital yaitu perpindahan uang
dalam jumlah besar dari suatu negara ke negara lain untuk mencari untung yang
lebih besar atau untuk menghindari rugi atau kerugian akibat memburuknya
ekonomi atau politik di negara asal.
4
2.4 Devaluasi ( Sedana Adityatama )
a. Pengertian Devaluasi
Devaluasi adalah suatu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menurunkan nilai mata uang lokal suatu negara terhadap nilai mata uang asing.
Secara singkat, devaluasi adalah keadaan dimana mata uang lokal memiliki
kurs atau harga yang semakin murah secara internasional. Keadaan devaluasi ini
sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara, terutama pada kegiatan
perdagangan internasional.
b. Tujuan Devaluasi
Jika permintaan tersebut semakin tinggi, maka kurs beli dollar akan naik dan
nilai rupiah semakin turun yang juga berdampak pada terjadinya inflasi. Oleh sebab
itu, kebijakan devaluasi dikeluarkan oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk
penanggulangan untuk menstabilkan perekonomian suatu negara.
5
Kegiatan impor yang tinggi (bahan pokok, elektronik, dan kebutuhan
lainnya)
Kegiatan ekspor hanya pada bahan pangan dan biota laut
Tingginya tingkat pengangguran di suatu negara
Di sisi lain, penggunaan barang lokal akan semakin meningkat yang nantinya dapat
mempengaruhi pendapatan perkapita suatu negara.
Jika nilai mata uang lokal rendah di dunia internasional, harga barang lokal juga
akan dirasa murah oleh warga asing. Hal ini akan mendorong permintaan barang
oleh masyarakat luar negeri sehingga volume ekpor dapat bertambah. Peningkatan
ekspor dapat meningkatkan jumlah peredaran mata uang asing seperti dollar dalam
suatu negara sehingga dapat memperbaiki posisi BOP (balance of payment) dan
BOT (balance of trade).
6
3. Barang Lokal semakin Bersaing
Kondisi devaluasi dapat menjadi salah satu batu loncatan pengusaha lokal untuk
bersaing di pasar internasional. Barang lokal yang ditawarkan kepada masyarakat
luar negeri akan semakin beragam.
Bahkan harga barang lokal yang dianggap murah di luar negeri mengubah pola pikir
masyarakat asing sehingga mereka lebih memilih barang impor yang murah
daripada barang lokal mereka yang cenderung lebih mahal. Selain itu, keadaan
tersebut juga akan menyebabkan pengusaha lokal di luar negeri menurunkan
harganya.
4. Meningkatnya Devisa
2.5 Kebijaksanaan Moneter Orde Lama dan Orde Baru ( Joseph Januardo )
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh:
a) Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu
mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan
7
mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan
sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya
jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b) Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c) Kas negara kosong.
d) Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
8
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
9
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi
belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
B. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial,
politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-
kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
10
Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun
bidang-bidang lain.
11
d) Kebijakan Kredit Ketat
Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar
didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character, Capability, Collateral, Capital,
dan Condition of Economy. Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang
yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa diambil pada saat
ekonomi sedang mengalami gejala inflasi.
e) Kebijakan Dorongan Moral
Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai
pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan
pelaku moneter lainnya. Isi pengumuman, pidato, dan edaran dapat berupa
ajakan atau larangan untuk menahan pinjaman tabungan atau pun
melepaskan pinjaman.
Studi Kasus :
Pada Agustus 1997, mata uang rupiah mulai bergerak di luar pakem normal. Rupiah
tidak saja bergeliat negatif, tapi lebih dari itu. Rupiah bergerak sempoyongan.
Kemudian September 1997, Bursa Efek Jakarta (saat ini Bursa Efek Indonesia)
bersujud di titik terendahnya. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus
menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk membayar utang.
Padahal beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Juni 1997, nilai tukar rupiah terhadap
dolar masih sangat adem, hanya Rp 2.380 per dolar. Mendadak pada Januari 1998,
dolar menguat menyentuh level Rp 11.000. Kemudian pada Juli 1998, rupiah terus
merosot , US$1 setara dengan Rp 14.150. Pada 31 Desember 1998, rupiah menguat
perlahan, tapi hanya mampu meningkat hingga Rp 8.000 untuk US$1.
Pada Juni 1997, banyak yang berpendapat bahwa Indonesia masih jauh dari krisis.
Karena beberapa pandangan ketika itu menyatakan bahwa Indonesia berbeda
12
dengan Thailand. Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus neraca
perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa cukup besar, lebih dari
US$20 miliar, dan sektor perbankan masih baik-baik saja. Walaupun sebenarnya di
tahun-tahun sebelumnya, cukup banyak perusahaan Indonesia yang meminjam
dalam bentuk dolar. Karena sebelum 1997 memang tercatat bahwa rupiah menguat
atas dolar Amerika. Jadi, pinjaman dalam bentuk dolar dianggap jauh lebih murah.
Faktor yang mempercepat efek bola salju krisis moneter adalah rontoknya
kepercayaan pasar dan masyarakat, ditambah kondisi kesehatan Presiden Soeharto
saat memasuki tahun 1998 yang kian memburuk sehingga melahirnya
ketidakpastian terkait suksesi kepemimpinan nasional. Yang tak kalah penting
adalah sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Kondisi tersebut
berkelindan dengan besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi
perdagangan internasional yang kurang menguntungkan, dan bencana alam La Nina
yang membawa kekeringan terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Tercatat, dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 miliar dolar
AS, sekitar 72,5 miliar dolar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka
pendek, di mana sekitar 20 miliar dolar AS akan jatuh tempo pada 1998. Sementara
pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 miliar dolar AS. Terpuruknya
kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850/dolar
AS pada 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dolar AS pada 22
Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut
diambangkan 14 Agustus 1997.
13
menjadi sampah.
Tak sampai di situ, kemudian ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga
konglomerat bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di
pasar modal mendadak berstatus insolvent alias bangkrut. Sektor konstruksi,
manufaktur, dan perbankan adalah sektor yang terpukul cukup parah. Sehingga
risiko lanjutannya adalah lahirnya gelombang besar pemutusan hubungan kerja
(PHK). Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir
1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.
Akibat PHK dan melesatnya harga-harga barang, jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan juga meningkat. Ketika itu, angkanya tercatat mencapai sekitar 50
persen dari total penduduk. Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155
dolar/kapita pada 1996 dan 1.088 dolar/kapita pada 1997 menciut menjadi 610
dollar/kapita pada 1998. Dua dari tiga penduduk Indonesia, sebagaimana dicatat
oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), berada dalam kondisi yang sangat
miskin pada 1999 jika ekonomi tak segera diperbaiki.
Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan, perekonomian yang masih mencatat
pertumbuhan positif 3,4 persen pada kuartal ketiga 1997 berubah menjadi nol
persen kuartal terakhir 1997. Angkanya terus menciut tajam menjadi kontraksi
sebesar 7,9 persen pada kuartal I/1998, kontraksi 16,5 persen kuartal II/1998, dan
terus terkontraksi 17,9 persen kuartal III/1998. Demikian pula laju inflasi hingga
Agustus 1998 sudah mencapai 54,54 persen, dengan angka inflasi Februari
mencapai 12,67 persen.
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah
krisis, ternyata sama terpuruknya alias tak mampu memanfaatkan momentum
depresiasi rupiah. Karena dunia bisnis sudah tercekik akibat beban utang,
ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan
persaingan ketat di pasar global. Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas
14
anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan periode sama 1997, sementara ekspor
nonmigas hanya tumbuh 5,36 persen
15
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Capital flight adalah pelarian modal flight of capital yaitu perpindahan uang
dalam jumlah besar dari suatu negara ke negara lain untuk mencari untung yang
lebih besar atau untuk menghindari rugi atau kerugian akibat memburuknya
ekonomi atau politik di negara asal.
Secara singkat, devaluasi adalah keadaan dimana mata uang lokal memiliki
kurs atau harga yang semakin murah secara internasional. Keadaan devaluasi ini
sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara, terutama pada kegiatan
perdagangan internasional.
16
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
Sumber :
http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/pelarian_modal.aspx
Sumber :
https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-devaluasi
Sumber :
https://www.academia.edu/28760359/Pengaruh_Dinamika_Sistem_Perekonomian
_dan_Kebijakan_Moneter_yang_Berlaku_di_Indonesia_sejak_Orde_Lama_hingg
a_Orde_Reformasi_terhadap_Pertumbuhan_Ekonomi_Nasional
Sumber :
https://news.detik.com/kolom/d-4032343/memori-krisis-moneter-19971998
Sumber :
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-tujuan-dan-instrumen-kebijakan-
moneter/
17