Anda di halaman 1dari 18

PAPER

KEBIJAKSANAAN MONETER
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat tugas dalam mata kuliah Perekonomian
Indonesia

Disusun Oleh :

NAMA NIM
1. Ida Bagus Sedana Adityatama (1707512041)
2. Made Prayogi Sentana (1707512097)
3. As Dara Bibi (1707512095)
4. I Made Pranata Kusuma (1707512102)
5. Joseph Januardo Tunabenany M.C. (1707512122)

Dosen Pengempu: Anak Agung Ketut Ayuningsasi, SE., M.Si

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2019
BAB I

PEMBAHASAN

2.1 Pilihan Kebijaksanaan Moneter ( Pranata Kusuma )

A. Pengertian Kebijaksanaan Moneter

Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter adalah setiap kebijaksanaan


yang diambil oleh pemerintah atau oleh Bank Indonesia atau bersama-sama di
dalam bidang keuangan atau bidang moneter dengan harapan memperngaruhi
sektor riil, khususnya menunjang pembangunan ekonomi. Kebijaksanaan di sektor
moneter itu sendiri mungkin berupa mengendalikan jumlah uang yang beredar
(likuiditas perekonomian), atau menjaga stabilitas nilai rupiah, menstabilkan
tingkat bunga, melaksanakan kebijaksanaan untuk mengurangi atau menghapus
pencucian uang (Money Laundering), laju pertumbuhan pendapatan nasional,
stabilitas kurs valuta asing, dan sebagainya, dimana Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter tersebut berdasarkan
undang-undang.

B. Alat Kebijaksanaan Moneter

1. Operasi Pasar Terbuka (OPT)


Pada instrumen Operasi Pasar Terbuka Bank Indonesia bertindak sebagai
pembeli atau penjual di pasar surat berharga atau di pasar devisa.
2. Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mempengaruhi likuiditas di
pasar adalah melalui penetapan cadangan wajib minimum dalam bentuk
giro sehingga dikenal juga dengan nama Giro Wajib Minimum (GWM),
yang tidak lain dari pada simpanan minimum yang harus dipelihara oleh
bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia.

1
3. Politik Diskonto
Politik Diskonto sendiri merupakan penetapan kerangka kebijakan moneter
melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga) oleh Bank Indonesia,
yang ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
setiap bulan.

4. Pengaturan Kredit atau Pembiayaan


Tujuan dari pengaturan kredit adalah untuk tindakan berhati-hati (prudent
banking), menghindari penyalahgunaan kredit dengan tujuan akhir
meminimumkan kredit macet.

2.2 Kelembagaan / Perbankan ( Pranata Kusuma )

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan


bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangkah meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut Dictionary of Banking an Services by Jerry Rosenbeg bahwa :


Bank adalah lembaga yang menerima simpanan giro, deposito, dan membayar atas
dokumen yang tertarik pada satu orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat
berharga, memberikan pinjaman dan menanamkan dananya dalam surat berharga.

Menurut Kasmir, SE, MM (2008:25), secara sederhana bank dapat diartikan


sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa-jasa bank lainnya.

Menurut Lukman Dendawijaya (2005:14), mengemukakan “ Bank adalah


suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan
(financial intermediaries), yang menyelurkan dana dari pihak yang kelebihan dana
(surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit
unit) pada waktu yang ditentukan.”

2
Menurut berbagai pendapat mengenai pengertian bank yang telah dijelaskan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga/perusahaan yang
aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang
lain dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian melemparkan
kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkah meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.

Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2006:9), “fungsi utama bank
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary”. Secara
lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development,
dan agent of services.

a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal
menghimpun dana maupun penyaluran dana.
b. Agent of Development
Kegiatan bank berupa menyalurkan dana sangat diperlukan bagi lancarnya
kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan
distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Mengingat bahwa
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya
penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini
tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of service
Selain melakukan penghimpunan dan penyaluran dana bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan lain kepada masyarakat. Jasa yang
ditawarkan ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat
secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa penitipan uang,
penitipan barang-barang berharga, pemberian jaminan bank, dan
penyelesaian tagihan.

3
2.3 Mencegah Capital Flight ( Prayogi Sentana )

Capital flight adalah pelarian modal flight of capital yaitu perpindahan uang
dalam jumlah besar dari suatu negara ke negara lain untuk mencari untung yang
lebih besar atau untuk menghindari rugi atau kerugian akibat memburuknya
ekonomi atau politik di negara asal.

Meski arus modal masuk (capital inflow) tengah deras-derasnya ke


Indonesia, namun pemerintah juga mewaspadai terjadinya pembalikan arus modal
ke luar negeri (capital flight). Pemerintah pun memikirkan berbagai langkah
termasuk wacana mempersiapkan anggaran untuk menjaga stabilisasi keuangan
dalam negeri (Bond Stabilitation Fund). Tujuannya, agar krisis ekonomi yang
pernah melanda Indonesia tidak terjadi lagi pada kondisi ekonomi terburuk
sekalipun. Untuk itu ada tiga pilar yang tengah disiapkan pemerintah untuk
mencegah terjadinya capital flight yakni:

1. Pilar pertamanya, pemerintah akan terus berkordinasi dengan Bank


Indonesia (BI) tentang bagaimana cara memanfaatkan arus modal
yang masuk agar bisa terkendali.
2. Pilar kedua, dilakukan upaya untuk menjaga agar capital inflow
tidak masuk dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Menurut
Hartadi, SBI bukan instrumen yang baik untuk investasi.
3. Sedangkan pilar ketiga adalah bond stabilitation fund. Yaitu dana ini
bisa dikumpulkan bersama Perbankan untuk mencegah terjadinya
sesuatu yang tidak diinginkan pada ekonomi dalam negeri.
Sejauh ini, Pemerintah Indonesia sudah cukup baik dalam mengelola dana
yang masuk. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
cenderung membaik dan terus menerus meningkat setiap tahunnya. Yang penting
adalah bagaimana menjaga sisi demand dan supply bisa seimbang. Karena jika
demand tinggi dan supply rendah, maka bisa terjadi inflasi.

4
2.4 Devaluasi ( Sedana Adityatama )
a. Pengertian Devaluasi

Devaluasi adalah suatu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menurunkan nilai mata uang lokal suatu negara terhadap nilai mata uang asing.
Secara singkat, devaluasi adalah keadaan dimana mata uang lokal memiliki
kurs atau harga yang semakin murah secara internasional. Keadaan devaluasi ini
sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara, terutama pada kegiatan
perdagangan internasional.

b. Tujuan Devaluasi

 Untuk meningkatkan ekspor dan menekan jumlah impor. Hal ini


diharapkan akan memperbaiki Balance of Payment.
 Untuk meningkatkan pemakaian produksi dalam negeri. Ini bisa dicapai
bila barang impor harganya lebih mahal dari barang lokal.
 Tercapainya kesetimbangan Balance of Payment, sehingga kurs mata
uang asing menjadi relatif stabil.

c. Faktor Penyebab Devaluasi


Devaluasi sendiri sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dimana kegiatan
impor menjadi faktor utama penyebabnya. Volume impor yang tinggi terhadap
barang-barang dari luar negeri, terutama apabila tidak diimbangi dengan kegiatan
ekspor yang cukup akan mengakibatkan semakin meningkatnya permintaan
konversi nilai mata uang lokal menjadi mata uang asing, dari rupiah ke dollar
misalnya.

Jika permintaan tersebut semakin tinggi, maka kurs beli dollar akan naik dan
nilai rupiah semakin turun yang juga berdampak pada terjadinya inflasi. Oleh sebab
itu, kebijakan devaluasi dikeluarkan oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk
penanggulangan untuk menstabilkan perekonomian suatu negara.

Secara ringkas berikut ini adalah penyebab devaluasi mata uang:

5
 Kegiatan impor yang tinggi (bahan pokok, elektronik, dan kebutuhan
lainnya)
 Kegiatan ekspor hanya pada bahan pangan dan biota laut
 Tingginya tingkat pengangguran di suatu negara

d. Dampak Devaluasi Terhadap Ekspor Impor

Adapun dampak devaluasi terhadap bisnis ekspor maupun impor yaitu:

1. Berkurangnya Volume Impor

Devaluasi menyebabkan harga barang luar negeri semakin mahal sehingga


masyarakat akan semakin kesulitan dan terbebani untuk membelinya. Hal tersebut
secara bertahap akan mengubah pola pikir masyarakat untuk membeli barang dalam
negeri sehingga volume impor semakin berkurang.

Di sisi lain, penggunaan barang lokal akan semakin meningkat yang nantinya dapat
mempengaruhi pendapatan perkapita suatu negara.

2. Bertambahnya Volume Ekspor

Jika nilai mata uang lokal rendah di dunia internasional, harga barang lokal juga
akan dirasa murah oleh warga asing. Hal ini akan mendorong permintaan barang
oleh masyarakat luar negeri sehingga volume ekpor dapat bertambah. Peningkatan
ekspor dapat meningkatkan jumlah peredaran mata uang asing seperti dollar dalam
suatu negara sehingga dapat memperbaiki posisi BOP (balance of payment) dan
BOT (balance of trade).

6
3. Barang Lokal semakin Bersaing

Kondisi devaluasi dapat menjadi salah satu batu loncatan pengusaha lokal untuk
bersaing di pasar internasional. Barang lokal yang ditawarkan kepada masyarakat
luar negeri akan semakin beragam.

Bahkan harga barang lokal yang dianggap murah di luar negeri mengubah pola pikir
masyarakat asing sehingga mereka lebih memilih barang impor yang murah
daripada barang lokal mereka yang cenderung lebih mahal. Selain itu, keadaan
tersebut juga akan menyebabkan pengusaha lokal di luar negeri menurunkan
harganya.

4. Meningkatnya Devisa

Ketidakseimbangan kegiatan ekspor-impor dimana volume ekspor lebih tinggi


dibandingkan volume impor akan memberi keuntungan dalam perdagangan
internasional sehingga cadangan devisa meningkat.

Cadangan devisa tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan maupun


mendirikan suatu perusahaan yang dapat mennyediakan lapangan kerja untuk
mengurangi pengangguran.

2.5 Kebijaksanaan Moneter Orde Lama dan Orde Baru ( Joseph Januardo )

1) Kebijakan Moneter di Masa Orde Lama

Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh:

a) Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu
mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan

7
mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan
sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya
jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b) Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c) Kas negara kosong.
d) Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara


lain :

 Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir.


Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
 Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan
kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade
Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
 Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi
yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
 Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
 Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
 Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan .
A. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

8
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret


1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi
serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai
Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha
cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program
ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.
e) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda

9
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi
belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
B. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial,
politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-
kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang


sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-
1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai
Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk
menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
d) Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah
karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada
masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah,
dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-
negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan
menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa

10
Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun
bidang-bidang lain.

2) Kebijakan Moneter di Masa Orde Baru


1. Devaluasi rupiah terhadap USD sebesar 31% dari USD1 = Rp. 970 menjadi
USD1 = Rp. 1.270
2. Tidak menaikkan suku bunga instrumen moneter untuk mendorong kegiatan
ekonomi dan pengerahan dana serta memperbaiki posisi neraca
pembayaran.

2.6 Krisis Moneter dan Cara Mengatasinya ( As Dara Bibi )

a) Kebijakan Operasi Pasar Terbuka


Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral
untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini
dilakukan dengan cara menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau
membeli surat berharga di pasar modal.
b) Kebijakan Diskonto
Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang
beredar dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral
memperhitungkan jumlah uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala
inflasi), bank sentral mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku
bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang keinginan orang
untuk menabung.
c) Kebijakan Cadangan Kas
Bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan
cadangan kas (cash ratio). Bank umum, menerima uang dari nasabah dalam
bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, dan jenis tabungan
lainnya. Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan nasabah dan
tidak boleh dipinjamkan.

11
d) Kebijakan Kredit Ketat
Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar
didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character, Capability, Collateral, Capital,
dan Condition of Economy. Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang
yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa diambil pada saat
ekonomi sedang mengalami gejala inflasi.
e) Kebijakan Dorongan Moral
Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai
pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan
pelaku moneter lainnya. Isi pengumuman, pidato, dan edaran dapat berupa
ajakan atau larangan untuk menahan pinjaman tabungan atau pun
melepaskan pinjaman.

Studi Kasus :

“Memori Krisis Moneter 1997/1998”

Pada Agustus 1997, mata uang rupiah mulai bergerak di luar pakem normal. Rupiah
tidak saja bergeliat negatif, tapi lebih dari itu. Rupiah bergerak sempoyongan.
Kemudian September 1997, Bursa Efek Jakarta (saat ini Bursa Efek Indonesia)
bersujud di titik terendahnya. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus
menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk membayar utang.

Padahal beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Juni 1997, nilai tukar rupiah terhadap
dolar masih sangat adem, hanya Rp 2.380 per dolar. Mendadak pada Januari 1998,
dolar menguat menyentuh level Rp 11.000. Kemudian pada Juli 1998, rupiah terus
merosot , US$1 setara dengan Rp 14.150. Pada 31 Desember 1998, rupiah menguat
perlahan, tapi hanya mampu meningkat hingga Rp 8.000 untuk US$1.

Pada Juni 1997, banyak yang berpendapat bahwa Indonesia masih jauh dari krisis.
Karena beberapa pandangan ketika itu menyatakan bahwa Indonesia berbeda

12
dengan Thailand. Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus neraca
perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa cukup besar, lebih dari
US$20 miliar, dan sektor perbankan masih baik-baik saja. Walaupun sebenarnya di
tahun-tahun sebelumnya, cukup banyak perusahaan Indonesia yang meminjam
dalam bentuk dolar. Karena sebelum 1997 memang tercatat bahwa rupiah menguat
atas dolar Amerika. Jadi, pinjaman dalam bentuk dolar dianggap jauh lebih murah.

Faktor yang mempercepat efek bola salju krisis moneter adalah rontoknya
kepercayaan pasar dan masyarakat, ditambah kondisi kesehatan Presiden Soeharto
saat memasuki tahun 1998 yang kian memburuk sehingga melahirnya
ketidakpastian terkait suksesi kepemimpinan nasional. Yang tak kalah penting
adalah sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Kondisi tersebut
berkelindan dengan besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi
perdagangan internasional yang kurang menguntungkan, dan bencana alam La Nina
yang membawa kekeringan terburuk dalam 50 tahun terakhir.

Tercatat, dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 miliar dolar
AS, sekitar 72,5 miliar dolar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka
pendek, di mana sekitar 20 miliar dolar AS akan jatuh tempo pada 1998. Sementara
pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 miliar dolar AS. Terpuruknya
kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850/dolar
AS pada 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dolar AS pada 22
Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut
diambangkan 14 Agustus 1997.

Risikonya, rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dolar


untuk membayar utang, juga sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN
1998/1999 yang diumumkan 6 Januari 1998. RAPBN dinilai tak realistis. Krisis
yang menandakan kerapuhan fundamental ekonomi tersebut dengan cepat
merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar
uang dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional mendadak terlilit kesulitan
besar. Peringkat internasional bank-bank besar tersebut memburuk, tak terkecuali
surat utang pemerintah, peringkatnya ikut lengser ke level di bawah "junk" atau

13
menjadi sampah.

Tak sampai di situ, kemudian ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga
konglomerat bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di
pasar modal mendadak berstatus insolvent alias bangkrut. Sektor konstruksi,
manufaktur, dan perbankan adalah sektor yang terpukul cukup parah. Sehingga
risiko lanjutannya adalah lahirnya gelombang besar pemutusan hubungan kerja
(PHK). Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir
1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.

Akibat PHK dan melesatnya harga-harga barang, jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan juga meningkat. Ketika itu, angkanya tercatat mencapai sekitar 50
persen dari total penduduk. Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155
dolar/kapita pada 1996 dan 1.088 dolar/kapita pada 1997 menciut menjadi 610
dollar/kapita pada 1998. Dua dari tiga penduduk Indonesia, sebagaimana dicatat
oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), berada dalam kondisi yang sangat
miskin pada 1999 jika ekonomi tak segera diperbaiki.

Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan, perekonomian yang masih mencatat
pertumbuhan positif 3,4 persen pada kuartal ketiga 1997 berubah menjadi nol
persen kuartal terakhir 1997. Angkanya terus menciut tajam menjadi kontraksi
sebesar 7,9 persen pada kuartal I/1998, kontraksi 16,5 persen kuartal II/1998, dan
terus terkontraksi 17,9 persen kuartal III/1998. Demikian pula laju inflasi hingga
Agustus 1998 sudah mencapai 54,54 persen, dengan angka inflasi Februari
mencapai 12,67 persen.

Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah
krisis, ternyata sama terpuruknya alias tak mampu memanfaatkan momentum
depresiasi rupiah. Karena dunia bisnis sudah tercekik akibat beban utang,
ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan
persaingan ketat di pasar global. Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas

14
anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan periode sama 1997, sementara ekspor
nonmigas hanya tumbuh 5,36 persen

15
BAB II

PENUTUP

Kesimpulan

Kebijaksanaan moneter adalah setiap kebijaksanaan yang diambil oleh


pemerintah atau oleh Bank Indonesia atau bersama-sama di dalam bidang keuangan
atau bidang moneter dengan harapan memperngaruhi sektor riil, khususnya
menunjang pembangunan ekonomi.

Menurut berbagai pendapat mengenai pengertian bank yang telah dijelaskan


di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga/perusahaan yang
aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang
lain dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian melemparkan
kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkah meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.

Capital flight adalah pelarian modal flight of capital yaitu perpindahan uang
dalam jumlah besar dari suatu negara ke negara lain untuk mencari untung yang
lebih besar atau untuk menghindari rugi atau kerugian akibat memburuknya
ekonomi atau politik di negara asal.

Secara singkat, devaluasi adalah keadaan dimana mata uang lokal memiliki
kurs atau harga yang semakin murah secara internasional. Keadaan devaluasi ini
sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara, terutama pada kegiatan
perdagangan internasional.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sumber :

Nehen, Ketut. 2016. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press

Sumber :

http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/pelarian_modal.aspx

Sumber :

https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-devaluasi

Sumber :

https://www.academia.edu/28760359/Pengaruh_Dinamika_Sistem_Perekonomian
_dan_Kebijakan_Moneter_yang_Berlaku_di_Indonesia_sejak_Orde_Lama_hingg
a_Orde_Reformasi_terhadap_Pertumbuhan_Ekonomi_Nasional

Sumber :

https://news.detik.com/kolom/d-4032343/memori-krisis-moneter-19971998

Sumber :
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-tujuan-dan-instrumen-kebijakan-
moneter/

17

Anda mungkin juga menyukai