Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan masalah kesehatan


masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi protozoa yang
ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan oleh kucing ini
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat yang
mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang. Di Indonesia
faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi lingkungan dan banyaknya
sumber penularan (Sasmita dkk, 1988).
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang
menghasilkan daging bagi konsumsi manusia (Konishi dkk, 1987). Infeksi yang
disebabkan oleh T. gondii tersebar di seluruh dunia, pada hewan berdarah panas dan
mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai jenis
Felidae lainnya sebagai hospes definitif (WHO, 1979).
Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung asimtomatis,
meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit parasiter yang diutamakan
pemberantasannya oleh pemerintah, tetapi beberapa penelitian telah dilakukan di
beberapa tempat untuk mengetahui derajat distribusi dan prevalensinya. Indonesia
sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan parasit
tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa factor seperti sanitasi lingkungan dan
banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Felidae) (Adyatma, 1980 ;
Levine, 1990).

1
Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat (Aquired
toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak dalam kandungan (Congenital
toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi
penyakit ini.
Protozoa ini hidup dalam sel epitel usus muda hospes definitif, sedangkan ookistanya
dikeluarkan bersama tinjanya. Penularan parasit ini terjadi dengan tertelannya
ookista dan kista jaringan dalam daging mentah atau kurang matang serta transplasental
pada waktu janin dalam kandungan. Diagnosis infeksi protozoa ini dilakukan
dengan mendapatkan antibodi IgM dan IgG anti T. gondii dalam tes serologi (WHO,
1979 ; Zaman dan Keong, 1988).
Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam segala macam sel jaringan tubuh kecuali
sel darah merah. Tetapi pada umumnya parasit ini ditemukan dalam sel retikulo
endotelial dan sistem syaraf pusat (Remington dan Desmonts, 1983).
Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, dalam makalah ini penulis mencoba
menguraikan dan menginformasikan mengenai Epidemiologi Toxoplasma gondii.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Toksoplasmosis ?
2. Bagaimana morfologi Toksoplasmosis ?
3. Bagaimana siklus hidup Toksoplasmosis ?
4. Bagaimana cara penularan Toksoplasmosis ?
5. Apa saja manifestasi klinis Toksoplasmosis ?
6. Bagaimana pencegahan Toksoplasmosis ?
7. Bagaimana pengobatan Toksoplasmosis ?
8. Bagaimana diagnosa klinik Toksoplasmosis ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Toksoplasmosis ?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui seluruh informasi mengenai
Toksoplasmosisi pada umumnya seperti pengertian toksoplasmosis, morfologi,
siklus hidup, cara penularan, manifestasi klinis, pencegahan, pengobatan, diagnosa
klinik, dan asuhan keperawatan pada pasien toksoplasmosis.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan secara sistematis
sehubungan dengan masalah keperawatan terkait dengan toksoplasmosis sesuai
dengan SOP yang berlaku sehingga masalah dapat teratasi seluruhnya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Toksoplasmosis

Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,


merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia
(Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit
obligat intraseluler.

Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi sangat penting


karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan
abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau disebut
sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis dan
retardasi mental.

Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang


menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia.
Infeksi toxplasma gondii pada manusia dapat terjadi apabila mengkonsumsi
patogenini dalam bentuk kista (bradozoit) dalam daging yang telah terinfeksi dan
tak dimasak dengan baik, lewat kontak dengan sel-sel oosit dalam feses
kucing/binatang lain yang terinfeksi atau diperoleh secara kongenital lewat
transfer transplasental. Ookista dalam feses kucing dapat bertahan hingga
bertahun-tahun (Juanda,2006).

1.2 Morfologi Toksoplasmosis

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga


bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi
sporozoit) (Hiswani, 2005). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan

4
ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-
4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan
beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi (Sasmita,
2006). Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia
termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi
akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit juga dapat memasuki tiap sel yang berinti.
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk
dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa
bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira
3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di
otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di
dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Gandahusada, 2003).
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai
dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Pada
perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x
2 mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas
Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara
bergantian.

1.3 Siklus Hidup Toksoplasmosis

Daur hidup Toxoplasma gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel dan siklus
ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif seperti kucing.
Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara seperti manusia, kambing
dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista yang keluar bersama tinja kucing
belum bersifat infektif. Setelah mengalami sporulasi, ookista akan berisi sporozoit dan
menjadi bentuk yang infektif. Manusia dan hospes perantara lainnya akan terinfeksi jika
tertelan bentuk ookista tersebut.
Di dalam ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit bebas.
Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran darah dan limfa
menuju berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan jantung. Sporozoit bebas akan

5
membentuk pseudokista setelah berada dalam sel organ-organ tersebut. Pseudokista
tersebut berisi endozoit atau yang lebih dikenal sebagai takizoit. Takizoit akan
membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian
terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan
pada infeksi menahun (infeksi laten).

Gambar 1.1 Siklus hidup Toxoplasma


gondii
Sumber: CDC,
2010

1.4 Cara Penularan Toksoplasmosis

Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Pada toksoplasmosis
kongenital, transmisi toksoplasma kepada janin terjadi melalui plasenta bila ibunya
mendapat infeksi primer waktu hamil. Pada toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi
bila makan daging mentah atau kurang matang ketika daging tersebut mengandung kista

6
atau trofozoit T. gondii. Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk
infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk
penyebaran T. gondii.
Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang
dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan hewan
terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi yang
lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah
potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti juru masak (Chahaya,
2003) . Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor
penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi T.
gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang yang bekerja dengan
binatang percobaan yang diinfeksi dengan T. gondii yang hidup. Infeksi dengan T.
gondii juga dapat terjadi waktu mengerjakan autopsi.

Gambar 2.1 Cara Penularan Toksoplasmosis

7
Sumber: American Family Physician (2003)

1.5 Manifestasi Klinis Toksoplasmosis

Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering
tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi
toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ
tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai
adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang
dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala
toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri
sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud
klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis),
biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala
awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka penglihatan sentralnya akan
terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun,
penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan
imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental,
nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS
seringkali mengakibatkan kematian. (Zrofikoh, 2008).
Toxoplasma dapat masuk ke dalam tubuh manusia dalam berbagai cara. Pertama,
secara tidak sengaja menelan tinja kucing yang di dalamnya terdapat telur toxoplasma.
Cara ini banyak tidak disadari, misalnya menyentuh mulut dengan tangan yang telah
berkontaminasi seperti sehabis berkebun, membersihkan tempat makan kucing atau
barang-barang lain yang sudah terkontaminasi. Kedua, parasit ini juga dapat masuk jika
mengkonsumsi daging hewan yang telah terkontaminasi dan tidak dimasak secara

8
matang. Bentuk kista dari parasit ini dapat masuk bersama daging hewan tadi. Ketiga,
masuk lewat air yang telah terkontaminasi. Dan yang jarang, jika Anda menerima
transparansi organ atau transfusi darah dari donor yang telah terkontaminasi. Jika dalam
keadaan sehat, umumnya penyakit ini tidak menimbulkan gejala apa-apa atau
menyerupai sakit influenza biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening regional
yang nyeri. Gejala yang berat mungkin terjadi seperti kerusakan otak dan mata yang
terutama terjadi pada penderita kekurangan daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS
atau penyakit keganasan (Dr. I Made Arya, 2009).

1.6 Pencegahan Toksoplasmosis

Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti :

1. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah dan sayuran
yang belum dicuci.
2. Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang menyiapkan makanan.
3. Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas dan
berbusa setelah kontak dengan daging mentah.
4. Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di pasteurisasi.
5. Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan kotoran
kucing seperti, lalat dan kecoak.
6. Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan Anda berkeliaran
di luar rumah yang memperbesar kemungkinan kontak dengan toxoplasma.
7. Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda membersihkan kucing
Anda termasuk memandikannya, mencuci kandang, tempat makannya.
8. Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah dimasak dengan baik.
9. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda.
10. Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus membersihkan kotoran kucing,
sebaiknya dihindari.

9
11. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah atau
kucing.
12. Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama jika terdapat luka pada
tangan Anda (Pandu, 2010).

1.7 Pengobatan Toksoplasmosis


a. Terapi Awal : diberikan selama 6 bulan
1) Pirimetamin : 200 mg (loading doses) dilanjutkan 50-75 mg setiap 6 jam
diberikan bersama Sulfadiazin 1000 mg (untuk < 60 Kg ) atau 1500 mg ( untuk >
60 Kg ) dan asama folinat 10-20 mg per hari.
2) Alternative
a) Pirimetamin + Asam Folinat + Klindamisin 600 mg (iv) atau per oral tiap 6
jam.
b) Trimetoprin + Sulfametoxazol (trimetoprin 5 mg/Kg BB dan
Sulfametoxazol 25 mg/Kb BB) iv atau per oral tiap 12 jam c). Pirimetamin +
Asam Folinat + salah satu obat dibawah ini :
- Dapson 100 mg per oral setiap 6 jam
- Klaritromisn 500 mg per oral setiap 12 jam
- Azitromisin 900-1200 mg per oral setiap 6 jam
- Atovaquon 1500 mg per olar setiap 12 jam deberiakan bersama makanan
atau suplemen nutrisi
c) Atovaquon + Sulfadiazin
d) Atovaquon saja bila ada intoleransi terhadap pirimetamin dan
sulfadiazine. Pemberian steroid bila ada edema.

10
b. Terapi Pemeliharaan (supretif, profilaksis sekundera) diberikan seumur hidup,
jika rekonstitusi imun tidak terjadi.
1) Pirimetamin 25-50 mg per oral setiap 6 jam + Asam Folinat 10-25 mg per oral
setiap 6 jam + Sulfadiazin 500-1000 mg per oral tiap 6 jam.
2) Alternatif
a) Klindamisin 300-450 mg tiap 6-8 jam + Pirimetamin + Asam Folinat
(per oral).
b) Atovaquon 750 mg tiap 6-12 jam + Pirimetamin 25 mg tiap 6 jam+ Asam
folinat 10 mg tiap 6 jam ( per oral).
3) Terapi supresif dapat dipertimbangakan untuk dihentikan jika : Terapi diberikan
sedikitnya selama 6 minggu :
a) Pasien tidak mempunyai gejala dan tanda klinis ensefalitis
toksoplasmik.

1.8 Diagnosa Klinik Toksoplasmosis

Diagnosis infeksi protozoa ini dilakukan dengan mendapatkan antibodi IgM dan IgG
anti T. gondii dalam tes serologi (Hiswani, 2005). Untuk memastikan diagnosis
toksoplasmosis kongenital pada neonatus perlu ditemukan zat anti IgM. Tetapi zat anti
IgM tidak selalu dapat ditemukan. Zat anti IgM cepat menghilang dari darah, walaupun
kadang-kadang dapat ditemukan selama beberapa bulan.
Bila tidak dapat ditemukan zat anti IgM, maka bayi yang tersangka menderita
toksoplasmosis kongenital harus di follow up. Zat anti IgG pada neonatus yang secara
pasif didapatkan dari ibunya melalui plasenta, berangsur-angsur berkurang dan
menghilang pada bayi yang tidak terinfeksi T. gondii. Pada bayi yang terinfeksi T.
gondii, zat anti IgG mulai dibentuk sendiri pada umur 4-6 bulan, dan pada waktu ini titer
zat anti IgG naik.
Untuk memastikan diagnosis toksoplasmosis akuista, tidak cukup bila hanya sekali
menemukan titer zat anti IgG T. gondii yang tinggi, karena titer zat anti T. gondii yang
ditemukan dengan tes-tes tersebut diatas dapat ditemukan bertahun-tahun dalam tubuh
seseorang. Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dibuat, bila titer meninggi pada
pemeriksaan kedua kali dengan jangka waktu 3 minggu atau lebih atau bila ada konversi

11
dari negatif ke positif. Diagnosis juga dapat dipastikan bila ditemukan zat anti IgM,
disamping adanya titer tes warna atau tes IFA yang tinggi.

12
BAB III

TINJAUAN KASUS

Ny.A datang ke RS b. dengan keluhan merasa lemah ,kepala terasa sakit dan
pusing , demam tinggi, mual dan muntah. Ny A juga mengatakan merasakan
kelemahan otot dan nyeri otot. Disamping itu Ny.A berkata memelihara 2 ekor
kucing dan suka bermain bersama kedua kucingnya.

1.9 ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Kebiasaan sehari-hari

1. Aktivitas/istirahat

a) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.

b) Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
terhadap aktifitas.

2. Sirkulasi

a) Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila
cedera

b) Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis,


perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler
memanjang.

3. Integritas ego

a) Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri,
dan depresi.

b) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,


kontak mata kurang.

4. Eliminasi

13
a) Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.

b) Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi pada
rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.

5. Makanan/cairan

a) Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.

b) Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit
jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa mulut

6. Hygiene

a) Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan yang


tidak rapi.

7. Neurosensorik

a) Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.

b) Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi,


kelemahan otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas.

8. Nyeri/kenyamanan

a) Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala,
nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.

b) Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan, penurunan


ROM, pincang.

9. Pernapasan

a) Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak
pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

10. Keamanan

a) Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.

b) Tanda : demam berulang

11. Seksualitas

a) Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan


kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.

14
12. Interaksi social

a) Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak


terorganisir

Pemeriksaan diagnostic

a) Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma, yaitu IgG, IgM
dan IgG affinity.

· IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi
toksoplasma.

· IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap
seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi.

· IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme
penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang hamil atau
akan hamil karena pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG
affinity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat
hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi
primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada trimester I.

· Bila IgG (-) dan IgM (+)

Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus diperiksa
kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah,
maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi toksoplasma.

· Bila IgG (-) dan IgM (-)

Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi.

Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter
mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan tindakan
pencegahan agar tidak terjadi infeksi.

· Bila IgG (+) dan IgM (+)

Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi
IgM nya masih terdeteksi. Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung

15
pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah
sebelum atau sesudah hamil.

· Bila IgG (+) dan IgM (-)

Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan,


berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki
kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.

b) Pemeriksaan cairan serebrospinal


Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi
protein.

c) Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)


Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.

d) CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.

e) Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.

16
Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai


dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil

c. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan


makanan dan cairan.

Intervensi keperawatan
Diagnosa kep Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Nyeri kronik Tujuan: 1.Selidiki 1. Nyeri insisi
berhubungan keluhan nyeri, bermakna pada pasca
dengan adanya Setelah dilakukan perhatikan lokasi, operasi awal
tindakan diperberat oleh
proses infeksi itensitas nyeridan
keperawatan selama gerakan
atau inflamasi skala
2 x 24 jam nyeri
dapat berkurang,
pasien dapat tenang
dan keadaan umum
cukup baik

Kriteria Hasil: 2. Anjurkan 2. Intervensi dini pada


kontrol nyeri
· Klien pasien untuk
memudahkan
mengungkapakan melaporkan nyeri pemulihan otot
nyeri yang segera saat mulai dengan menurunkan
dirasakan hilang tegangan otot
dan terkontrol

· Klien tidak
menyeringai
kesakitan

· TTV dalam
batasan normal

· Intensitas nyeri

17
berkurang (skala
nyeri berkurang 1-
3. Pantau 3. Respon autonomik
10)
tanda-tanda vital meliputi, perubahan
· Klien pada TD, nadi, RR,
yang berhubungan
menunjukkan rileks,
dengan penghilangan
istirahat tidur, nyeri
peningkatan
aktivitas dengan
cepat

4. Dengan sebab dan


4. Jelaskan akibat nyeri
sebab dan akibat diharapkan klien
nyeri pada klien berpartisipasi dalam
serta keluarganya perawatan untuk
mengurangi nyer0

5. Anjurkan 5. Mengurangi nyeri


istirahat selama yang diperberat oleh
fase akut gerakan

18
6. Anjurkan 6. Menurunkan
teknik distruksi tegangan otot,
dan relaksasi meningkatkan
relaksasi, dan
meningkatkan rasa
kontrol dan
kemampuan koping

7. Tingkatkan
tirah baring, 7. Menurunkan gerakan
bantulah yang dapat
meningkatkan nyeri
kebutuhan
perawatan diri

8. Memberikan
8. Berikan dukungan (fisik,
situasi emosional,
lingkungan yang meningkatkan rasa
kondusif kontrol, dan
kemampuan koping)

9.Berikan latihan 9. Dapat membantu


rentang gerak merelaksasikan
aktif/pasif secara ketegangan otot yang
meningkatkan
tepat dan masase
reduksi nyeri/rasa
otot daerah tidak nyaman
leher/bahu tersebut

19
10. Kolaborasi 10. Menghilangkan atau
dengan tim medis mengurangi keluhan
dalam pemberian nyeri klien
tindakan

Hipertermi Tujuan: 1. Monitor 1. Infeksi pada


berhubungan tanda-tanda umumnya
dengan Setelah dilakukan infeksi. menyebabkan
tindakan peningkatan suhu
peningkatan
keperawatan selama tubuh
metabolisme dan
penyakit, ditandai 1x24 jam suhu
tubuh dapat 2. Monitor 2. Deteksi resiko
dengan tanda-tanda vital peningkatan suhu
peningkatan suhu dipertahankan
tiap 2 jam. tubuh yang ekstrem,
tubuh, tubuh dalam batas normal. pola yang
menggigil. dihubungkan dengan
patogen tertentu,
menurun
dihubungkan dengan
Kriteria Hasil: resolusi infeksi.

· Suhu antara 36o-


37o c 3.Berikan suhu
· RR dan nadi lingkungan yang 3. Kehilangan panas
nyaman bagi tubuh melalui
dalam batas normal
pasien. Kenakan konveksi dan
evaporasi
· Membran mukosa pakaian tipis pada
lembab pasien.

· Kulit dingin dan


bebas dari keringat
yang berlebih.

· Pakaian dan
tempat tidur pasien 4. Dapat membantu
4. Kompres mengurangi demam,
kering hangat, hindari penggunaan air es
penggunaan atau alkohol dapat
alkohol menyebabkan
peningkatan suhu
secara actual
20
5. Berikan 5. Menggantikan cairan
cairan iv sesuai yang hilang lewat
order atau keringat.
anjurkan intake
cairan yang
adekuat.

6. Berikan 6. Aspirin bersiko


antipiretik, terjadi perdarahan
jangan berikan GI yang menetap.
aspirin.

7. Monitor 7. Febril dan enselopati


komplikasi bisa terjadi bila suhu
tubuh yang
neurologis akibat
meningkat.
demam.

Kekurangan Tujuan: 1.Kaji tanda- 1. Intervensi lebih dini


volume caiaran tanda dehidrasi.
berhubungan Setelah dilakukan
dengan tidak tindakan
adekuat masukan keperawatan selama
makanan dan 1x24 jam, asupan
cairan cairan adekuat 2.Pantau Tanda- 2. Sebagai indikator ke
tanda vital, status adekuatan sirkulasi
membran mukosa
dan turgor kulit

Kriteria hasil:

· Memiliki

21
keseimbangan
asupan dan haluaran
yang seimbang
dalam 24 jam. 3. Pantau 3. Pengurangan dalam
sirkulasi volume
· Tanda-tanda vita, tekanan darah cairan dapat
dalam batas normal atau denyut mengurangi tekanan
jantung
darah.
· Membran mukosa
lembab

· Nadi perifer
teraba

· Menampilkan
hidrasi yang baik
4. Palpasi 4. Denyut yang lemah
misalnya membran
dan mudah hilang
mukosa yang denyut perifer
dapat menyebabkan
lembab. hipovolemia.
· Memiliki asupan
cairan oral dan atau
intravena yang
adekuat.

5. Berikan
5. Mempertahankan
minum per oral
intake yang adekuat
sesuai toleransi.

6. Atur 6. Melakukan rehidrasi


pemberian cairan
infus sesuai
order.

22
7. Ukur semua 7. Mengatur keseimbangan
cairan output antara intake dan output
(muntah, urine,
diare). Ukur · Mengetahui status nutrisi
semua intake pasien
cairan. · Mengetahui keseimbangan
nutrisi pasien

23
BAB III
PENUTUP

1.10 Kesimpulan
 Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia
(Hiswani, 2005).
 Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi sangat penting karena
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan abortus
spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau disebut
sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis
dan retardasi mental.
 Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang menginfeksi
burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia.

1.11 Saran
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, untuk itu
kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://ciptosuriantika.files.wordpress.com/2014/01/parasit-toxoplasma-gondii.pdf

http://wisuda.unud.ac.id/pdf/1120025032-3-BAB%252011.pdf

http://simtakp.uui.ac.id/dockti/RISTI_YURISMA-kti.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23340/4/Chapter%252011.pdf

http://eprints.ac.id/39706/7/BAB%25201.pdf

http://kumpulan-askep3209.blogspot.co.id/2012/06/askep-hivaids-komplikasi-
toxoplasmosis.html?m=1

25

Anda mungkin juga menyukai