Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoporosis meerupakan masalah global. Menurut International Osteoporosis


Foundation sekitar 200 juta orang menderita osteoporosis. Osteoporosis menjadi lebih umum
dengan pertambahan usia. Sekitar 15% dari orang kulit putih pada usia 50 tahunan dan 70%
dari mereka lebih dari usia 80 tahun yang terpengaruh. Osteoporosis lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria. Di negara maju, 2% sampai 8% laki-laki dan 9% sampai 38% dari
perempuan yang mengidap osteoporosis. Sekitar 22 juta perempuan dan 5,5 juta pria di Uni
Eropa mengidap osteoporosis pada tahun 2010. Di Amerika Serikat pada tahun 2010 sekitar
delapan juta perempuan dan satu sampai dua juta pria memiliki osteoporosis. Orang kulit
putih dan Asia berada pada risiko yang lebih besar.

Osteoporosis merupakan masalah kesehatan dan ekonomi yang serius dan masalah di
seluruh dunia. Banyak orang, baik pria maupun wanita, mengalami sakit, disabilitas, dan
penurunan kualitas hidup akibat osteoporosis.

Walaupun begitu, osteoporosis sering diabaikan dan disepelekan, sebagian besar


karena tidak munculnya gejala klinis sebelum terjadinya suatu fraktur. Survei Gallup yang
dilakukan oleh National Osteoporosis Foundation mengungkapkan bahwa 86% dari semua
wanita berusia 45-75 tahun tidak pernah membahas osteoporosis dengan dokter mereka, dan
lebih dari 80% tidak menyadari bahwa osteoporosis merupakan penyebab langsung fraktur
tulang panggul.

Perawatan medis termasuk kalsium, vitamin D, dan agen antiresorptif seperti


bifosfonat, raloxifene, kalsitonin, dan denosumab. Satu agen anabolik, teriparatid juga
tersedia. Perawatan bedah termasuk vertebroplasti dan kyphoplasty

Osteoporosis adalah penyakit yang dapat dicegah yang dapat mengakibatkan


konsekuensi fisik, psikososial, dan ekonomi yang berat. Identifikasi dan pencegahan dari
penyebab sekunder osteoporosis adalah tindakan lini pertama untuk mengurangi dampak dari
kondisi ini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOPOROSIS
A. Definisi

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang yang berakibat pada
rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis paling umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak
menyerang wanita yang telah menopause (Hortono, 2000).
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit
tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis disebut juga sebagai penyakit silent
epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur.
(Dalimartha, 2002).
Osteoporosis merupakan penyakit kronik, sistemik progresif, dengan etiologi
multifaktorial yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan deteriorasi mikro
arsitektural jaringan tulang yang menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang
Osteoporosis dapat terjadi akibat massa puncak tulang (peak bone mass) yang lebih
rendah, dan kehilangan massa tulang yang lebih hebat. Kehilangan massa tulang pada
wanita terjadi pada masa menopause dikarenakan jumlah hormon estrogen yang
berkurang.
Osteoporosis juga dapat terjadi akibat keadaan alkoholisme, anoreksia,
hipertiroidisme, penyakit ginjal, dan juga pengangkatan ovarium.
B. Tanda dan gejala
Osteoporosis umumnya tidak memiliki tanda klinis hingga terjadi suatu fraktur.
Akibat utama dari osteoporosis adalah peningkatan risiko fraktur, sehingga fraktur yang
terjadi pada pasien osteoporotic merupakan fraktur fragilitas, yang biasa terjadi pada
kolumna vertebralis, costae, pelvis, dan wrist.
Osteoporosis terjadi pada banyak orang yang memiliki sedikit atau tidak ada
faktor risiko untuk kondisi ini. Seringkali, pasien yang belum menderita patah tulang
tidak melaporkan gejala yang akan mengingatkan dokter untuk mencurigai diagnosis
osteoporosis; dengan demikian, penyakit ini adalah "silent thief" yang umumnya tidak
memiliki tanda klinis jelas sampai patah tulang terjadi.
Walaupun begitu terdapat faktor-faktor risiko yang dapat digunakan sebagai
screening populasi yang kemudian dapat dijadikan dasar untuk prevensi dan pengobatan
dini. Faktor-faktor risiko ini terbagi atas modifiable dan non-modifiable. Faktor non-
modifiable adalah sbb:
 Riwayat fraktur saat dewasa
 Riwayat fraktur kerabat dekat (keluarga inti)
 Ras kulit putih dan asia
 Usia lanjut
 Perempuan
 Penderita demensia
Sementara itu faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah:
 Merokok
 Berat badan rendah
 Kekurangan kalsium
 Alkoholisme
 Risiko jatuh
 Aktifitas fisik kurang
 Kesehatan buruk
2/3 fraktur yang terjadi pada vertebra tidak memberikan rasa nyeri, adapun fraktur
vertebra yang memberikan rasa nyeri biasanya ditemukan hal-hal sbb:
 Pasca jatuh, atau trauma minor pada pasien.
 Nyeri yang terlokalisasi di tingkat vertebra tertentu yang spesifik, biasanya
pada mid-thoracic, lower-thoracic atau upper-lumbar.
 Nyeri dijabarkan bervariasi, tajam, tumpul, mengganjal. Di perparah oleh
pergerakan dan bisa menjalar ke abdomen.
 Nyeri sering diikuti dengan spasme otot paravertebral, diperparah dengan
aktifitas dan diperingan oleh tidur telentang.
 Nyeri akut biasanya menghilang 4-6 minggu, pada pasien dengan fraktur
multiple atau kifosis parah, nyeri bisa menjadi kronik.
Pada pasien dengan fraktur kompresi vertebra dapat ditemukan:

 Point tenderness pada vertebra yang terlibat


 Terdapat Dowager’s hump (thoracic kyphosis with exaggerated cervical
lordosis)
 Lordosis lumbal yang berkurang
 Kehilangan tinggi badan 2-3 cm di setiap fraktur kompresi

Pada pasien dengan fraktur pelvis dapat ditemukan:

 Nyeri di groin, buttocks, anterior thigh, medial thigh, anterior knee pada saat
melakukan kegiatan angkat beban.
 Range of motion yang berkurang, dan nyeri pada tes FABER (flexion in
abduction and external rotation) untuk tulang panggul.
 Antalgic gait.

Pada pasien dengan fraktur Colles dapat ditemukan:

 Nyeri saat pergerakan pergelangan tangan


 Dinner fork (bayonet) deformity.

Gbr.1 Dowager’s hump

Gbr 2. Bayonet deformity

Pada pasien dengan fraktur pubis dan sacrum dapat ditemukan:

 Nyeri jelas pada pergerakan


 Tenderness pada palpasi dan/atau perkusi
 Nyeri saat dilakukan tes untuk menilai sendi sacroiliaca (tes FABER,
Gaenslen, atau Squish).
C. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi dan
lokalisasi di tulang, secara umum osteoporosis dibagi menjadi generalisata dan
lokalisata. Kedua kategori ini kemudian dijabarkan lebih jauh menjadi osteoporosis
primer dan sekunder

1. Osteoporosis primer
Pasien disebut menderita osteoporosis primer apabila kausa sekunder tidak
dapat ditegakkan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah Juvenile osteoporosis
dan idiopathic osteoporosis. Osteoporosis idiopatik dapat dibagi lagi menjadi tipe
1 dan tipe 2.

Gbr. 3 Tipe osteoporosis primer

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder ditegakkan apabila dapat ditemukan adanya penyakit yang


mendasari osteoporosis ataupun adanya penyebab lain seperti defisiesnsi hormon dan
pengaruh obat-obatan. 1/3 dari wanita menopause dan banyak wanita pre-menopause dan
laki-laki, memiliki penyakit yang mendasari kehilangan tulang. Diantara yang paling penting
adalah renal hypercalciuria yang dapat diobati dengan diuretika thiazide.
D. Faktor risiko
Faktor risiko dapat dibagi menjadi dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable):

1. Non modifiable
a. Usia
Faktor risiko terpenting untuk osteoporosis baik pada pria dan wanita
adalah usia yang lanjut; defisiensi estrogen pasca menopause atau ooforektomi
berkorelasi dengan penurunan dalam kepadatan mineral tulang, sedangkan pada
laki-laki, penurunan kadar testosteron memiliki efek yang sebanding (tapi kurang
jelas).
b. Ras
Walaupun osteoporosis terjadi pada di semua kelompok etnis, keturunan
Eropa atau Asia memiliki predisposisi lebih tinggi untuk menderita osteoporosis.
c. Hereditas (riwayat fraktur pada keluarga)
Orang-orang yang memiliki riwayat fraktur dalam keluarga dan/ atau
osteoporosis memiliki risiko lebih untuk menderita osteoporosis. Heritabilitas
fraktur serta kepadatan mineral tulang yang rendah, memiliki nilai yang relatif
tinggi, mulai dari 25 hingga 80%.
d. Konsumsi alkohol
Terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa sejumlah kecil alkohol
mungkin menguntungkan (kepadatan tulang meningkat dengan meningkatnya
asupan alkohol), tetapi minum terlalu banyak alkohol secara berkepanjangan
(asupan alkohol lebih dari tiga unit / hari) mungkin meningkatkan risiko patah
tulang, meskipun adanya efek menguntungkan pada kepadatan tulang.
e. Defisiensi vitamin D
Kadar vitamin D rendah pada darah sering terjadi pada usia lanjut.
Kekurangan vitamin D dalam tahap ringan berhubungan dengan peningkatan
hormon paratiroid (PTH). PTH meningkatkan resorpsi tulang, yang menyebabkan
hilangnya massa tulang.
f. Merokok
Merokok telah diusulkan dapat menghambat aktivitas osteoblas, dan
merupakan faktor risiko independen untuk osteoporosis. Merokok juga
menghasilkan peningkatan pemecahan estrogen eksogen, penurunan berat badan
dan menopause dini, yang semuanya berkontribusi untuk menurunkan kepadatan
mineral tulang.
g. Malnutrisi dan diet
Nutrisi memiliki peran penting dan kompleks dalam pemeliharaan tulang
yang baik. Faktor risiko yang diidentifikasi termasuk kalsium dalam makanan
yang rendah dan fosfor, magnesium, seng, boron, besi, fluoride, tembaga, vitamin
A, K, E dan C (dan D di mana paparan kulit terhadap sinar matahari memberikan
pasokan vitamin D yang tidak memadai).

h. Inaktifitas fisik
Remodeling tulang terjadi sebagai respons terhadap stres fisik, sehingga
aktivitas fisik dapat menyebabkan kehilangan tulang yang signifikan. Latihan
bantalan berat dapat meningkatkan tulang puncak massa dicapai pada masa
remaja, dan korelasi yang sangat signifikan antara kekuatan tulang dan kekuatan
otot telah ditemukan. Insiden osteoporosis lebih rendah pada orang yang
kelebihan berat badan.

2. Modifiable
 Konsumsi alkohol
 Defisiensi vitamin D akibat inaktifitas
 Malnutrisi
 Merokok
3. Faktor risiko dari penyakit
Banyak penyakit yang diasosiasikan dengan osteoporosis, untuk beberapa
penyakit, mekanisme yang mempengaruhi metabolism tulang diketahui dengan
jelas sedangkan untuk penyakit lainnya belum jelas.
 Imobilisasi (use it or lose it), biasa terjadi pada orang dengan fraktur yang
kemudian di imobilisasi menyebabkan osteoporosis sekitar daerah fraktur.
Dapat juga terjadi pada astronot atau pasien tirah baring dalam waktu lama.
 Hipogonadisme. Penyakit yang menyebabkan penyakit ini termasuk, sindrom
Turner, sindrom Klinefelter, sindrom Kallmann, anorexia nervosa,
andropause, hypothalamic amenorrhea, hyperprolactinemia. Pada perempuan,
efek hipogonadisme diperantarai oleh estrogen, pada laki-laki oleh androgen.
 Penyakit endokrin seperti sindroma Cushing, hyperthroidisme,
hypothyroidism, hyperparathyroidism, diabetes mellitus tipe 1 & 2.
 Malnutrisi/malabsorbsi. Penyakit yang menyebabkan hal ini termasuk celiac
disease, Crohn’s disease, colitis ulcerative, cystic fibrosis, malabsorbsi vitamin
D, intoleransi laktosa, biliary chirrosis.
 Penyakit rematologis seperti rheumatoid arthritis, ankylosing spondilitis, SLE,
 Renal osteodistrofi
 Penyakit congenital seperti osteogenesis imperfecta, sindrom Marfan
4. Faktor risiko dari obat-obatan

Beberapa obat diasosiasikan dengan osteoporosis khususnya steroid dan


anti-konvulsan beberapa obat lain juga diasosiasikan dengan osteoporosis seperti
PPI dan antikoagulan

 Steroid, dapat menyebabkan steroid induced osteoporosis yang memiliki


gejala mirip sindroma Cushing. Kandidat utama steroid penyebab osteoporosis
adalah prednisone, terutama jika diminum secara kronik atau lebih dari 3
bulan.
 Anti epileptik seperti barbiturat dan phenytoin dapat mempercepat metabolism
vitamin D.
E. Patofisiologi
Untuk dapat memahami patofisiologi osteoporosis, patut dipahami bagaimana
terjadinya pembentukan tulang dan remodeling tulang terlebih dahulu

Pembentukan tulang dan remodeling pada keadaan normal

Mekanisme dasar terjadinya osteoporosis merupakan ketidakseimbangan antara


resorpsi tulang dan pembentukan tulang, akibat tingkat resorpsi tulang yang terlalu cepat,
tingkat pembentukan tulang yang lambat dan massa puncak tulang yang inadekuat akibat
pertumbuhan yang terhambat. Ketiga faktor ini berkontribusi terhadap pertumbuhan
jaringan tulang yang rapuh

Tulang terus menerus di remodeling selama hidup, akibat terjadinya mikro-


trauma, Remodelling ini terjadi ditempat-tempat tertentu di tubuh, dan berjalan secara
teratur. Resorpsi tulang selalu diikuti dengan pembentukan tulang, proses ini dinamakan
coupling. Proses ini terjadi pada bone multicellular unit (BMU) (Frost & Thomas).
Osteoklas, dibantu oleh faktor transkripsi PU.1 berfungsi untuk mendegradasi matriks
tulang, sementara osteoblas berfungsi untuk membentuk matriks tulang. Kepadatan
tulang yang rendah dapat terjadi akibat osteoklas mendegradasi tulang lebih cepat dari
pembentukan tulang oleh osteoblas.

Osteoklas & osteoblas


Osteoklas merupakan sel tulang yang berasal dari sel mesenkim dan bertanggung
jawab atas resorpsi tulang sementara osteoblas merupakan sel tulang yang berasal dari
sel hematopoietik berfungsi sebagai pembentuk tulang. Kedua sel ini bergantung satu
sama lain dalam proses remodelling tulang. Osteoblas tidak hanya men-sekeresi dan
memineralisasi osteoid, tetapi juga mengendalikan aktifitas resorpsi yang dilakukan oleh
osteoklas.

Pada osteoporosis, proses coupling yang terjadi antara osteoblas dan osteoklas
tidak dapat menjadi penyeimbang terhadap mikrotrauma yang terus-menerus terjadi.
Osteoklas dapat meresorpsi tulang dalam waku mingguan, sementara osteoblas
membutuhkan waktu bulanan untuk membentuk ttulang baru. Akibatnya, jika proses
remodelling meningkat maka hasil yang terjadi adalah kehilangan matriks tulang seiring
waktu.

Aktifasi osteoklas diperantarai oleh berbagai sinyal molekular, diantaranya


adalah molekul RANKL (receptor activator for nuclear factor κB ligand) yang paling
diketahui. RANKL diproduksi oleh osteoblas dan sel T yang teraktifasi di sumsum tlang
dan berfungsi untuk menstimulasi RANK (receptor activator for nuclear factor κB) yang
diekspresikan oleh osteoklas dan prekursornya untuk memacu proses diferensiasi
osteoklas, mengakibatkan peningkatan resorpsi tulang. Molekul lain bernama
osteoprotegerin atau OPG mengikat RANKL sebelum RANKL mengikat RANK
sehingga mencegah diferensiasi osteoklas yang kemudian menurunkan laju resorpsi
tulang.

Massa puncak tulang

Massa tulang memuncak pada dekade ketiga dalam hidup dan perlahan-lahan
menurun. Kegagalan tubuh untuk mencapai massa puncak tulang yang tinggi dalam
rentang waktu ini, akibat malnutrisi dsb. merupakan faktor yang berkontribusi terhadap
osteoporosis. Walaupun begitu, pada dasarnya faktor genetika lah yang menentukan
massa puncak tulang.

Penuaan dan peran gonadal


Penuaan dan peran organ reproduktif adalah 2 faktor yang paling penting dalam
perkembangan osteoporosis. Kekurangan hormon gonadal, terutama estrogen dapat
meningkatkan ekspresi RANKL dan penurunan sekresi OPG oleh osteoblas. Peningkatan
RANKL menyebabkan peningkatan preosteoklas dan juga meningkatkan aktifitas,
ketahanan dan usia osteoklas matur.

Pada tahap ketiadaan estrogen, sel T memicu peningkatan, diferensiasi dan


ketahanan osteoklas melalui IL-1, IL-2 dan TNF-alpha. Sel-T juga memicu apoptosis
prematur osteoblas dan menghambat diferensiasi osteoblas melalui IL-7.

Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah osteoblas secara progresif, dan


proporsional terhadap tuntutan kebutuhan tubuh. Kebutuhan ini ditentukan oleh frekuensi
pembntukan unit multiseluler yang baru dan siklus remodelling yang terjadi.

Defisiensi kalsium

Kalsium, vitamin D, dan PTH bantuan mempertahankan homeostasis tulang. Diet


kalsium tidak memadai atau gangguan penyerapan usus kalsium akibat penuaan atau
penyakit dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder. PTH disekresi dalam
menanggapi kadar kalsium serum yang rendah. Hal ini meningkatkan resorpsi kalsium
dari tulang, menurunkan ekskresi kalsium ginjal, dan meningkatkan produksi 1,25-
dihydroxyvitamin D (1,25 [OH] 2 D) di ginjal.

Defisiensi vitamin D

Dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder akibat absorbsi vit. D


intestinal yang berkurang.

F. Diagnosis

Diagnosis osteoporosis dapat dilakukan dengan menggunakan radiografi


konvensional dan dengan mengukur kepadatan mineral tulang (BMD). Metode yang
digunakan untuk mengukur BMD adalah dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). Selain
deteksi normal BMD, diagnosis osteoporosis memerlukan penyelidikan penyebab yang
mendasar yang berpotensi untuk dimodifikasi; hal ini dapat dilakukan dengan tes darah dan
tergantung pada kemungkinan masalah yang mendasari.

Dual X-Ray absorptiometry/bone densitometry (DXA)

DXA dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis osteoporosis. Diagnosis


osteoporosis ditegakkan ketika kepadatan mineral tulang kurang dari atau sama
dengan 2,5 standar deviasi di bawah wanita dewasa muda yang sehat. Hal ini dartikan
sebagai T-score. WHO telah membentuk pedoman diagnostik berikut:

Keterangan T-score
Normal T > -1
Osteopenia -2,5 < T < -1
Osteoporosis T < -2,5 tanpa riwayat fraktur osteoporosis
Osteoporosis Berat T < -2,5 dengan riwayat fraktur osteoporosis

BMD harus pada posteroanterior (PA) tulang belakang dan panggul pada
semua pasien yang menjalani DXA. BMD lengan hanya diukur dalam situasi berikut:

 Pinggul dan / atau tulang belakang tidak bisa diukur atau ditafsirkan
 Hiperparatiroidisme
 Pasien sangat gemuk (di atas batas berat untuk tabel DXA)

X-Ray konvensional

Radiografi konvensional berguna, baik dengan sendirinya atau disuplementasi


dengan CT-scan atau MRI, untuk mendeteksi komplikasi osteopenia (penurunan
massa tulang; preosteoporosis), seperti patah tulang; untuk diagnosis diferensial dari
osteopenia; atau untuk pemeriksaan tindak lanjut dalam keadaan klinis tertentu,
seperti kalsifikasi jaringan lunak, hiperparatiroidisme sekunder, atau osteomalacia
pada osteodistrofi ginjal. Namun, radiografi konvensional relatif tidak sensitif
terhadap deteksi dini dan membutuhkan sejumlah besar kehilangan massa tulang
(sekitar 30%) agar jelas pada gambar X-ray. Plain radiografi tidak seakurat tes BMD.
Karena osteoporosis terutama mempengaruhi tulang trabekular daripada tulang
kortikal, radiografi tidak mengungkapkan perubahan osteoporosis sampai mereka
mempengaruhi tulang kortikal. Tulang kortikal tidak terpengaruh oleh osteoporosis
sampai lebih dari 30% dari tulang telah hilang. Sekitar 30-80% dari mineral tulang
harus hilang sebelum lusensi radiografi menjadi jelas.

Radiografi polos konvensional dianjurkan untuk menilai integritas tulang


secara keseluruhan. Secara khusus, dalam pemeriksaan osteoporosis, radiografi polos
dapat diindikasikan jika patah tulang sudah dicurigai atau jika pasien telah kehilangan
lebih dari 1,5 inci tinggi badan atau sekitar 4 cm.

Gambaran radiografi konvensional utama pada osteoporosis adalah penipisan


korteks dan peningkatan radiolusensi. Fraktur vertebra yang merupakan salah satu
komplikasi tersering osteoporosis dapat terbantu dalam diagnosis dan follow-up nya
dengan radiografi konvensional.

Biomarker tulang

Penanda biokimia dari turnover tulang mencerminkan aktifitas pembentukan


tulang atau resorpsi tulang. Penanda tersebut (baik pada pembentukan dan resorpsi)
mungkin meningkat dalam keadaan dimana aktifitas bne turnover tinggi (misalnya,
awal menopause, osteoporosis) dan mungkin berguna pada beberapa pasien untuk
memantau respon awal terhadap terapi.

Diantara biomarker yang dapat digunakan untuk membantu penegakan


diagnosis osteoporosis adalah sbb:

Biomarker serum

 Cathepsin K
Enzim ini mampu melakukan katabolisme terhadap elastin, kolagen (tipe 1),
dan gelatin sehingga memungkinkannya untuk memecah tulang dan kartilago.
Fragmen yang dihasilkan oleh pemecahan tulang dan kartilago oleh enzim ini
dapat dideteksi dengan antibodi khusus.
 Bone-specific alkaline phosphatase (BSAP)
BSAP dapat sedikit meningkat pada pasien dengan patah tulang. Selain itu,
pasien dengan hiperparatiroidisme, penyakit Paget, atau osteomalacia dapat
memiliki kenaikan BSAP.
 Osteocalcin (OC)
Osteocalcin diproduksi oleh osteoblas, dan digunakan sebagai penanda untuk
proses pembentukan tulang. Penelitian membuktikan bahwa tingkat serum-
osteocalcin yang lebih tinggi relatif baik berkorelasi dengan peningkatan
kepadatan mineral tulang (BMD) selama pengobatan dengan obat
pembentukan tulang anabolik untuk osteoporosis, seperti Teriparatide. Dalam
banyak penelitian, osteocalcin digunakan sebagai biomarker awal pada
efektivitas obat yang diberikan pada pembentukan tulang. Misalnya, pada
penelitian yang bertujuan untuk mempelajari efektivitaslaktoferin pada
pembentukan tulang, digunakannya osteocalcin sebagai ukuran aktivitas
osteoblas.
 Carboxy terminal propeptide of type I collagen (PICP)
 Amino terminal propeptide of type I collagen (PinP)

Biomarker urin

 Hydroxyproline
 Pyridinoline (PYD)
 Deoxypyridinoline (Dpd)
 N-telopeptide of collagen cross-links (NTx)
 C-telopeptide of collagen cross-links (CTx)
G. Tatalaksana
Menurut pedoman praktek klinis oleh American College of Physicians, karena
kecacatan, morbiditas, mortalitas, dan biaya yang berhubungan dengan pengobatan patah
tulang karena osteoporosis signifikan, maka pengobatan ditujukan untuk pencegahan
patah tulang. Tindakan pencegahan termasuk modifikasi faktor gaya hidup umum,
seperti meningkatkan latihan beban dan latihan penguatan otot, dan memastikan kalsium
dan vitamin D asupan optimal sebagai tambahan.

Gaya hidup

Latihan beban ringan atau latihan ringan yang memperkuat otot dapat
memperkuat tulang pada penderita osteoporosis. Latihan aerobik, latihan beban ringan
menunjukkan peningkatan BMD pada wanita post-menopause.
Latihan dampak rendah aerobik, seperti berjalan dan bersepeda, umumnya
direkomendasikan. Selama kegiatan ini, memastikan bahwa pasien mempertahankan
keselarasan tulang belakang

Untuk osteoporosis latihan yang tepat meliputi weight bearing excercise 3-5 sesi
per minggu seperti berjalan atau jogging, dengan masing-masing sesi berlangsung 45-60
menit. Pasien harus diinstruksikan dalam program latihan dirumah tersebut untuk
menggabungkan elemen yang diperlukan untuk meningkatkan postur dan kebugaran fisik
secara keseluruhan.
Asupan vitamin D dan kalsium yang penting pada orang dari segala usia,
terutama di masa kanak-kanak karena pertumbuhan tulang sedang berlangsung cepat,
dan sangat penting dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Vitamin D diakui
sebagai elemen kunci dalam kesehatan tulang secara keseluruhan, pada penyerapan
kalsium, keseimbangan dan kinerja otot. Pasien yang mengonsumsi vitamin D dan
kalsium dalam jumlah yang tidak memadai harus menerima suplementasi oral.
Sumber makanan untuk kalsium yang baik termasuk produk susu, sarden,
kacang-kacangan, biji bunga matahari, tahu, sayuran seperti lobak hijau, dan jus jeruk.
Sumber makanan yang baik untuk vitamin D termasuk telur, hati, mentega, lemak ikan,
susu dan jus jeruk.
Tujuan dari rekomendasi saat asupan kalsium harian adalah untuk memastikan
bahwa individu mempertahankan keseimbangan kalsium yang memadai. Rekomendasi
saat ini dari American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) untuk asupan
kalsium harian adalah sebagai berikut:

 Umur 0-6 bulan: 200 mg / hari


 Umur 6-12 bulan: 260 mg / hari
 Umur 1-3 tahun: 700 mg / hari
 Umur 4-8 tahun: 1000 mg / hari
 Umur 9-18 tahun: 1300 mg / hari
 Umur 19-50 tahun: 1000 mg / hari
 Usia 50 tahun dan lebih tua: 1200 mg / hari
 Wanita hamil dan menyusui usia 18 tahun / lebih muda: 1300 mg / hari
 Wanita hamil dan menyusui usia 19 tahun / lebih muda: 1000 mg / hari

Upaya Rehabilitasi Medik osteoporosis


1. Latihan/exercise
Latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan menambah massa
tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang lebih besar dari pada
resorbsi tulang.
a. Berdiri tegak
Untuk memperkuat otot dan memperbaiki postur dan keseimbangan. Sikap
berdiri yang benar adalah fondasi postur duduk dan berjalan seimbang. Untuk
melatih postur tubuh yang baik: Berdiri dengan kepala, bahu dan bokong di
dinding, dengan tumit dua sampai tiga inci dari dinding. Tarik dagu dan
kencangkan perut dan bokong. Tekan punggung ke dinding, sisakan sedikit ruang
di belakang lekuk punggung bawah.

b. Walking posture
Berjalan menguatkan kaki dan jantung serta meningkatkan
keseimbangan. Untuk mempertahankan postur berjalan yang tepat:
i. Pegang kepala tinggi-tinggi.
ii. Jaga punggung dan leher sejajar mungkin.
iii. Perlahan kencangkan otot perut . Biarkan bahu dan lengan bergerak
dengan bebas dan alami.
c. Wall arch
Untuk meregangkan bahu, betis , punggung dan perut :
i. Berdiri menghadap dinding, lengan di sisi tubuh, kaki enam inci
terpisah dan enam inci dari dinding.
ii. Sambil menghirup, kencangkan otot perut Anda dan peregangan
kedua lengan hingga menyentuh dinding (1).
iii. Buang napas dan turunkan kedua lengan ke posisi awal.
iv. Saat menghirup, angkat dengan lengan kanan untuk menyentuh
dinding dan berbaring dengan lengan kiri (2).
v. Buang napas dan turunkan lengan kanan ke posisi awal.
vi. Beralihlah lengan. Saat menghirup, angkat dengan lengan kiri
untuk menyentuh dinding dan berbaring dengan lengan kanan (3).

d. Chin tuck
Untuk meregangkan leher, serta berlatih posisi kepala dan bahu dengan
benar:
i. Sambil duduk, lihat lurus ke depan.
ii. Tarik dagu ke arah leher, tapi teruslah menatap lurus ke depan;
Jangan biarkan kepala membungkuk ke depan.
iii. Dorong tangan ke bawah di paha untuk membantu meluruskan
punggung.
iv. Tahan posisi ini selama beberapa detik. Ulangi latihan ini lima kali.

e. Shoulder blade squeze


Untuk meregangkan dada dan menguatkan otot punggung bagian atas:
Dengan kaki rata di lantai, duduk sedikit ke depan di kursi yang kokoh,
jaga punggung dan leher lurus.
Lihatlah lurus ke depan dan tekuk lengan di siku (1).
Perlahan pindahkan siku dan tulang belikat punggung sejauh yang bisa dan
tetap nyaman (2).
Pegang posisi selama lima detik sambil bernapas normal. Kembalikan
lengan ke posisi awal. Ulangi latihan ini lima sampai 10 kali, tergantung
kemampuan.

f. Pelvic tilt
Untuk memperkuat otot punggung dan perut bagian bawah Anda:
Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan telapak kaki rata di atas
lantai (1). Pertahankan kurva normal di punggung Anda; jangan
melengkungkan punggungmu. Kencangkan otot perut Anda.

Miringkan panggul ke atas sedikit tanpa mengangkat pinggul Anda untuk


meratakan punggung menghadap lantai (2). Hindari menggunakan otot
kaki dan pantat.

Tahan posisi selama lima detik saat bernapas normal, lalu rileks. Ulangi
latihan ini sebanyak 10 kali.

g. Back and shoulder strecth

Untuk meregangkan punggung atas dan bahu:

Berbaring di lantai. Tekuk lutut, kencangkan otot perut dan rentangkan


lengan di atas kepala (1).

Jaga agar kedua tangan lurus, jauhkan mereka dan turunkan mereka
sampai mereka sejajar dengan bahu (2 dan 3).

Pegang posisi selama beberapa detik sambil bernapas normal. Kemudian


kembalikan lengan ke posisi awal. Ulangi latihan ini lima sampai 10 kali,
tergantung kemampuan.
h. Chest stretch
Untuk meratakan punggung atas dan meregangkan dada :

Dengan kaki rata di lantai, duduklah di kursi dengan kedua tangan Anda
beristirahat dengan nyaman di belakang leher (1).

Tarik napas sambil dengan perlahan gerakkan siku ke belakang (2).

Pegang posisi selama beberapa detik, bernapas normal, sebelum kembali


ke posisi semula. Ulangi lima sampai 10 kali, tergantung kemampuan.

i. Sitting knee extention

j. Upper back lift


k. Shoulder strengthening

Farmakologik
National Osteoporotic Foundation (NOF) merekomendasikan bahwa terapi
farmakologis hanya dilakukan untuk wanita menopause dan pria berusia 50 tahun atau
lebih yang memiliki keadaan berikut:

 Fraktur panggul atau vertebra


 T-score -2.5 atau kurang pada leher femoralis atau vertebra setelah evaluasi
yang tepat untuk menyingkirkan penyebab sekunder
 Massa tulang yang rendah (T-score -1.0 antara -2.5 dan di leher femoralis atau
tulang belakang) dan probabilitas 10-tahun patah tulang pinggul sebesar 3%
atau lebih, atau probabilitas 10-tahun patah tulang osteoporosis 20 % atau
lebih.

American College of Physicians merekomendasikan obat-obat berikut, yang


dikonsumsi dengan memperhatikan adekuasi intake kalsium dan vitamin D:[10]

 Bifosfonat
 Raloxifene
 Kalsitonin
 Denosumab
 Teriparatide (rekombinan hormon paratiroid manusia)
Bifosfonat

Bifosfonat adalah kelas obat yang dapat mencegah hilangnya massa tulang,
digunakan untuk mengobati osteoporosis dan penyakit serupa. Bifosfonat adalah obat
yang paling sering diresepkan untuk mengobati osteoporosis.

Bifosfonat terbagi menjadi 2 kategori yaitu nitrogenous dan non-nitrogenous.


Bifosfonat bekerja dengan cara menghancurkan osteoklas.

Bifosfonat non-nitrogendimetabolisme dalam sel menjadi senyawa yang


menggantikan pirofosfat bagian terminal dari ATP, membentuk molekul non-
fungsional yang bersaing dengan adenosine triphosphate (ATP) dalam metabolisme
energi sel. Akibatnya, osteoklas mengalami apoptosis, yang menyebabkan penurunan
secara keseluruhan dalam resorpsi tulang. Contoh obat dari bifosfonat non-nitrogenus
adalah etidronat, clodronate, dan tiludronate.

Bifosfonat nitrogenus bekerja dengan cara mengikat dan menghalangi enzim


sintase farnesyl difosfat (FPPS) di jalur HMG-CoA reduktase (juga dikenal sebagai
jalur mevalonat). Gangguan FPPS mencegah pembentukan dua metabolit yaitu
farnesol dan geranylgeraniol yang penting untuk menghubungkan beberapa protein
kecil ke membran sel. Fenomena ini dikenal sebagai prenilasi. Prenilasi atas protein
spesifik bernama Ras, Rho, dan Rac, mendasari mekanisme kerja bifosfonat
nitrogenous yang mempengaruhi sitoskeleton dari osteoklas menyebabkan kerapuhan
ketahanan sel osteoklas, dan juga proses pembentukan osteoklas. Contoh obat dari
golongan ini adalah Olpadronate, Neridronate Pamidronate, Alendronate,
Risedronate, dan Zoledronate.

Raloxifene

Raloxifene merupakan selective estrogen receptor modulator (SERM).


Raloxifene memiliki sifat estrogenik pada tulang dan anti-estrogenik pada rahim dan
payudara. Raloxifene digunakan dalam pencegahan osteoporosis pada wanita
pascamenopause dan untuk mengurangi risiko kanker payudara invasif pada wanita
postmenopause dengan osteoporosis dan pada wanita menopause yang berisiko tinggi
untuk kanker payudara. Baik untuk pengobatan atau pencegahan osteoporosis,
suplementasi kalsium dan / atau vitamin D harus ditambahkan pada diet jika asupan
harian tidak memadai.
Kalsitonin

Kalsitonin meruakan hormon yang diproduksi oleh sel paraffolikular dari


kelenjar tiroid. Dalam bentuk obat, sumber kalsitonin diambil dari kelenjar
ultimobrankial ikan Salmon. Kalsitonin dapat digunakan untuk perawatan terhadap
osteoporosis, Paget’s disease of the bone, dan juga phantom limb pain.

Kalsitonin berperan dalam kalsium metabolisme kalsium dan metabolisme


fosfor. Secara garis besar, kalsitonin merupakan antagonis PTH. Secara spesifik,
kalsitonin menurunkan kalsium darah dengan mekanisme:

 Menghambat penyerapan kalsium oleh usus


 Menghambat aktivitas osteoklas pada tulang
 Merangsang aktivitas osteoblastik pada tulang.
 Menghambat reabsorpsi kalsium pada sel tubulus ginjal yang memungkinkan
untuk diekskresikan dalam urin

Denosumab

Denosumab merupakan antibodi monoklonal untuk perawatan osteoporosis.

Denosumab menghambat pematangan osteoklas dengan mengikat dan


menghambat RANKL. Hal ini meniru mekanisme osteoprotegerin yang merupaka
inhibitor RANKL endogen, yang konsentrasi dan afinitasnya menurun pada pasien
yang menderita osteoporosis. Hal Ini melindungi tulang dari degradasi, dan membantu
untuk melawan perkembangan osteoporosis.

Teriparatide

Teriparatide merupakan bentuk rekombinan dari PTH. Teriparatide efektif


sebagai agen anabolik tulang dan juga dapat digunakan untuk mempercepat
penyembuhan fraktur.

Teriparatide (Forteo) merupakan satu-satunya agen anabolik yang tersedia


untuk pengobatan osteoporosis. Hal ini diindikasikan untuk pengobatan wanita
dengan osteoporosis postmenopause yang berisiko tinggi fraktur, yang telah toleran
terapi osteoporosis sebelumnya, atau pengobatan osteoporosis telah gagal untuk
meningkatkan massa tulang. Hal ini ditunjukkan pada pria dengan osteoporosis
idiopatik atau hipogonadisme yang berisiko tinggi fraktur, yang telah toleran terapi
osteoporosis sebelumnya, atau di antaranya terapi osteoporosis telah gagal.
Teriparatide juga disetujui untuk pengobatan pasien dengan glucocorticoid-induced
osteoporosis. Sebelum pengobatan dengan teriparatide, kadar kalsium serum, PTH,
dan vit. D perlu dipantau.

Teriparatide tidak dapat diberikan selama lebih dari 2 tahun. Terapi ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalsemia yang sudah ada sebelumnya,
gangguan ginjal berat, kehamilan, ibu menyusui, riwayat metastasis tulang atau
keganasan tulang, dan pasien yang berada pada risiko dasar meningkat untuk
osteosarcoma termasuk mereka dengan penyakit Paget, peningkatan alkali fosfatase,
anak-anak dan orang dewasa muda dengan epifisis terbuka atau riwayat radioterapi
sebelumnya.

Prognosis

Prognosis untuk osteoporosis baik jika kehilangan tulang terdeteksi di tahap


awal dan intervensi yang tepat dilakukan. Pasien dapat meningkatkan BMD dan
mengurangi risiko patah tulang dengan obat anti-osteoporosis yang tepat. Selain itu,
pasien dapat mengurangi risiko jatuh dengan berpartisipasi dalam rehabilitasi dan juga
modifikasi lingkungan. Memburuknya keadaan dapat dicegah dengan memberikan
manajemen nyeri yang tepat dan, jika diindikasikan, perangkat orthotic.

Meskipun pasien osteoporosis memiliki tingkat kematian meningkat karena


komplikasinya yaitu patah tulang, tetapi dengan sendirinya osteoporosis jarang
mematikan. Terlepas dari risiko kematian dan komplikasi lainnya, fraktur
osteoporosis berhubungan dengan kualitas kesehatan yang berhubungan berkurang
quality of life.
BAB III

PENUTUP

Osteoporosis telah menjadi masalah global yang sulit diatasi. Kesulitan ini terjadi
akibat sifatnya yang laten menyebabkan osteoporosis tidak terdiagnosis sehingga terjadi suatu
fraktur. Fraktur yang merupakan komplikasi osteoporosislah yang menyebabkan peningkatan
mortalitas dan penurunan kualitas hidup secara signifikan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kewaspadaan dari pihak masyarakat umum
dan para pekerja kesehatan. Masyarakat umum harus lebih sadar dengan kesehatan mereka
dan mawas diri kepada tubuh mereka sendiri dalam upaya mengatasi masalah kesehatan
mereka sedini mungkin. Sementara pekerja kesehatan dan pemerintah harus melakukan
upaya aktif pula untuk melakukan screening pada populasi berisiko dengan tujuan yang sama,
yaitu mengatasi masalah sedini mungkin dan menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. [Guideline] Institue for Clinical System Improvement. Health Care Guideline.


Available at:
http://web.archive.org/web/20070718014056/http://www.icsi.org/osteoporosis/diagno
sis_and_treatment_of_osteoporosis__3.html
2. Petty SJ, TJ O'Brien, Wark JD. Anti-epileptic medication and bone health.Osteoporos
Int. 2007 February; 18 (2): 129-42. Epub 2006 November 8.
3. Sinnesael M, Claessens F, Boonen S, Vanderschueren D. Novel insights in the
regulation and mechanism of action of androgens on bone. Curr Opin Endocrinol
Diabetes Obese. 2013 Jun; 20 (3): 240-4.
4. Sennesael M, Boonen S, Claessens F, Gielen E, Vanderschuren D. Testosterone and
the male skeleton: a dual mode of action. A Osteoporos. 2011; 2011: 240 328.
5. Melton LJ 3rd. Epidemiology worldwide. Endocrinol Metab Clin North Am. 2003
March; 32 (1): 1-13, v.
6. Raisz LG. Pathogenesis of osteoporosis: concepts, conflicts, and prospects. J Clin
Invest. 2005 Dec. 115(12):3318-25.
7. Mora S, Gilsanz V. Establishment of peak bone mass. Endocrinol Metab Clin North
Am. 2003 Mar. 32(1):39-63.
8. Body JJ, Bergmann P, Boonen S, Boutsen Y, Bruyere O, Devogelaer JP, et al. Non-
pharmacological management of osteoporosis: a consensus of the Belgian Bone Club.
Osteoporos Int. 2011 November; 22 (11): 2769-88.
9. [Guidelines] National Osteoporosis Foundation. Clinician's Guide to Prevention and
Treatment of Osteoporosis: 2014 Issue, Version 1. Available at
http://nof.org/files/nof/public/content/file/2791/upload/919.pdf. Accessed: February
23, 2015.
10. Mulder JE, Kolatkar NS, LeBoff MS. Drug insight: Existing and emerging therapies
for osteoporosis. Nat Clin Pract Endocrinol Metab. Dec. 2006 2 (12): 670-80.

11. KE Poole, Compston JE. Osteoporosis and its management.BMJ. 2006 Dec 16; 333
(7581): 1251-6.

12. Ilich JZ, Kerstetter JR. Nutrition in bone health revisited: a story beyond calcium. J
Am Coll Nutr. 2000 Nov-Dec; 19 (6): 715-37.
13. Tucker KL, Morita K, Qiao N, Hannan MT, Cupples LA, Kiel DP. Colas, but not
other carbonated beverages, are associated with low bone mineral density in older
women: The Framingham Osteoporosis Study. Am J Clin Nutr. 2006 Oct; 84 (4): 936-42.

14. The American Academy of Pediatrics Committee on School Health. Soft drinks in
schools. Pediatrics. 2004 January; 113 (1 Pt 1): 152-4.

15. Shapses SA, Riedt CS. Bone, body weight, and weight reduction: what are the
concerns? J Nutr. 2006 June; 136 (6): 1453-6.

16. Resnick D, Kransdorf M. Osteoporosis. Bone and Joint Imaging. Third Edition. 2005.
551.

17. Yasuda Y, J Kaleta, Brömme D. The role of cathepsins in osteoporosis and arthritis:
rationale for the design of new therapeutics. Adv Drug deliv Rev. 2005 May 25; 57 (7):
973-93. Epub 2005 Apr 15th.

18. Bharadwaj S, Naidu AG, Betageri GV, Prasada Rao NV, US Naidu. Milk
ribonuclease-enriched lactoferrin induces positive effects on bone turnover markers in
postmenopausal women. Osteoporos Int. 2009 September; 20 (9): 1603-11. doi: 10.1007 /
s00198-009-0839-8. Epub 2009 Jan 27.

19. Watts NB, Bilezikian JP, Camacho PM, Greenspan SL, Harris ST, Hodgson SF, et al.
American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical Practice
for the diagnosis and treatment of postmenopausal osteoporosis. Endocr Pract. 2010 Nov-
Dec. 16 Suppl 3:1-37.

20. National Osteoporosis Society. Osteoporosis Available at:


https://www.nos.org.uk/page.aspx?pid=1400

21. van beek E, Löwik C, van der Pluijm G, Papadopoulos IS. The role of
geranylgeranylation in bone resorption and its suppression by bisphosphonates in the fetal
bone explants in vitro: A clue to the mechanism of action of nitrogen-containing
bisphosphonates. J Bone Miner Res. 1999 May; 14 (5): 722-9.

22. Food and Drug Administration. Available at:


http://www.fda.gov/bbs/topics/NEWS/2007/NEW01698.html
23. Rhoades, Rodney (2009).Medical Physiology: Principles for Clinical Medicine.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

24. Quattrocchi E, Kourlas H. Teriparatide: a review. Clin Ther. 2004 Jun. 26(6):841-54.

Anda mungkin juga menyukai