Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

I. Epidemiologi .................................................................... 2
II. Anatomi(3-5) ..................................................................... 2
III. Definisi .......................................................................... 4
IV. Etiologi .......................................................................... 4
V. Patofisiologi ..................................................................... 5
VI. Manifestasi Klinis .......................................................... 5
VII. Diagnosis dan Diagnosis Banding .................................. 6
VIII. Tatalaksana ................................................................... 8
IX. Prognosis .................................................................... 10
X. Daftar Pustaka ............................................................... 11
I. Epidemiologi

Bell’s palsy merupakan parese fasialis yang sering terjadi dengan angka insiden
kurang lebih 25 dari 100 000 penduduk setiap tahunnya(1). Di katakan bahwa 60-
75% dari kejadian parese fasialis unilateral merupakan akibat Bell’s palsy. Kejadian
ini akan meningkat di populasi penderita diabetes melitus (lebih beresiko 30%
daripada penderita non-diabetik) dan wanita hamil (3.3 kali lipat lebih mungkin
untuk terkena Bell’s palsy)(2).

II. Anatomi(3-5)

Nervus fasialis merupakan saraf kranial yang mempunyai 3 macam inti yaitu:
 Motorik
 Parasimpatik
 Sensorik
Dimana motorik merupakan inti yang dominan di antara ke-3 inti tersebut. Ketiga
inti terdapat di bagian bawah dari pons.

Inti motorik nervus fasialis bertanggung jawab untuk mempersarafi otot-otot wajah.
Otot-otot wajah yang di persarafi ini dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
 Otot-otot wajah bagian atas
 Otot-otot wajah bagian bawah
Bagian inti motorik yang mempersarafi otot-otot wajah bagian atas menerima
persarafan dari kedua sereberal hemisfer sedangkan inti motorik yang mempersarafi
otot-otot wajah bagian bawah menerima persarafan dari hemisfer kontralateral.

Inti parasimpatik terbagi menjadi dua:


 Salivatori superior
 Lakrimal
Kedua inti ini menerima persarafan dari hipotalamus melalui descending autonomic
pathway. Dengan tambahan, lakrimal juga menerima persarafan dari trigeminal
untuk reflek lakrimasi sekunder akibat iritasi pada kornea atau konjungtiva.
Untuk fungsi sensorik dari saraf VII, 2/3 anterior lidah mengirim signal melalui
axon perifer menuju inti sel di ganglion genukulata, menyeberangi median plane
menuju inti ventral posterior medial thalamus, melewati kapsula interna dan corona
radiata dan sampai ke area pengecapan di korteks.

Jaras N. VII

Nervus fasialis mempunya 2 akar persarafan:


 Motorik
 Sensorik

Jalur Persarafan N.VII:


1. Kedua akar ini keluar dari permukaan di antara pons dan medulla oblongata.
2. Lalu melewati fossa kranial posterior secara lateral.
3. Memasuki meatus akustik interna
4. Memasuki kanal fasialis
5. Melewati dinding samping telinga tengah
6. Melewati bagian tengah dari membran timpani
7. Membentuk ganglion genikulata
8. Lalu terbagi menjadi dua persarafan
a. Parasimpatik, melewati kanal vidian yang disebut sebagai greater
petrous superficial nerve
b. Motorik, foramen stylomastoid
9. Saraf motorik lalu terbagi menjadi lima cabang yang mempersarafi
m.fasialis, m. Stylomastoid, platysma dan badan posterior dari m.digastrik
Gambar 1. Inervasi saraf VII

III. Definisi
Bell’s palsy di definisikan sebagai parese fasialis peripher yang bersifat akut tanpa
penyebab yang di ketahui(6). Dapat juga di definisikan sebagai parese fasialis
unilateral atau bilateral yang terjadi secara cepat (<72 jam) tanpa di ketahui
penyebabnya (7).

IV. Etiologi

Penyebab dari Bell’s palsy sendiri sampai saat ini masih belum dapat diketahui
secara pasti . Namun beberapa penelitian menemukan bahwa Bell’s palsy
(6-7)

disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV)(4). Dikatakan juga bahwa ditemukan
reaktivasi vrius varicella zoster pada 1/3 kasus Bell’s palsy, sehingga disimpulkan
bahwa virus varicella zoster pun dapat menyebabkan Bells palsy(1). Meskipun
demikian, kombinasi efek terapi antivirus dan steroid yang tidak signifikan
membuktikan hal sebaliknya, sehingga sampai saat ini masih ada kontroversi antara
etiologi dan pengobatan.

V. Patofisiologi

Bell’s palsy disebabkan oleh inflammasi dari nervus fasialis yang disebabkan
oleh infeksi maupun reaksi imun(1). Belum ada patofisiologi yang jelas mengenai
Bell’s palsy namun ada beberapa teori yang menjelaskan tentang hal ini. Salah satu
teori yang paling sering di gunakan adalah iskemia dan edema nervus fasialis akibat
kompresi di kanal, kompresi ini terlihat pada MRI scan. Lokasi kompresi yang
paling memungkinkan adalah kompresi di segmen labirin yang merupakan kanal
fasialis pertama. Kanal ini merupakan kanal tersempit sehingga sangat
memungkinkan untuk terjadinya sebuah inflamasi, demyelinisasi, iskemik ataupun
kompresi(2). Jika lesi terjadi proksimal dari ganglion genikulata maka parese
motorik di jumpai bersamaan dengan kelainan gustatori dan autonomik. Jika lesi
berada di antara ganglion genikulata dan origin dari korda timpani maka hal yang
sama dapat terjadi namun tanpa kelainan pada lakrimasi. Jika lesi terjadi pada
foramen stylomastoid maka hanya dapat menyebabkan parese fasialis saja
(2)
.Hiperaskusis ataupun kelainan pada pendengaran dapat terjadi jika terjadi sebuah
parese dari otot stapedius(4).

VI. Manifestasi Klinis

Penderita Bell’s palsy datang ke klinik dengan keluhan utama parese fasialis
(7)
dimana, parese ini terjadi dengan sangat cepat dan akut (<72 jam) . Umumnya,
setengah dari kasus Bell’s palsy mencapai puncak parese dalam waktu 48 jam.
Gejala yang dapat mengikuti parese fasialis ini sebagai berikut:(4)
 Hipesthesia pada satu atau lebih dari cabang nervus trigeminal
 Gangguan pada indra perasa
 Hiperaskusis atau gangguan pada pendengaran
Gambar 1. Penilaian parese nervus fasialis (House Brackmann Grading System)

VII. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosa Bell’s palsy hanya dapat di tegakan jika tidak ada penyebab lain yang
dapat di temukan(2, 8).Jika pasien datang dengan keluhan utama (KU) parese fasialis
maka ada 3 tahap pemeriksaan yang dapat menyingkirkan diagnosa banding lain
nya:(2)
 Anamnesa
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan penunjang

Dari anamnesis yang perlu di tanya adalah:


 Masa awitan dari parese (mendadak/pelan-pelan)
 Durasi dan kecepatan pemburukan
 Parese komplit dan tidak komplit
 Gejala lain nya seperti gangguan pendengaran, otorea, otalgia, vertigo,
vesikel, gejala CNS
 Riwayat trauma atau operasi pada daerah kepala (contoh: telinga atau
parotid)
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah:
 Pemeriksaan THT
 Nervus kranial
 Parotid dan leher
 Parese fasialis sentral atau perifer
 Parese fasialis komplit atau tidak komplit

Pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan adalah:


 Audiologi
Setiap pasien dengan parese fasialis di anjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
audiologi. Jika terdapat asimmetri pada pemeriksaan maka MRI scan dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan lesi pada cerebello pontine angle (CPA).
 EMG
Dilakukan untuk melihat prognosis dari parese komplit
 Radiologi
Di anjurkan pada pasien yang memiliki riwayat parese sebelumnya, gejala CNS,
suspek lesi CPA, penemuan otologi, riwayat trauma dan pada penderita dengan
kesembuhan terlambat. MRI pada Bell’s palsy mempunyai gambaran
pembengkakan dan enhancement pada nervus fasialis.
 Tes laboratorium
o Test diabetes melitus
o Lyme titer
o Pungsi lumbal jika suspek Guillain-Barre syndrome

Diagnosa banding dari parese fasialis:


 Idiopatik
o Bell’s palsy
o Melkerson-Rosenthal
 Tumor
o Acoustic neuroma
o CPA
o Tumor parotis
o Kolesteatoma
 Sistemik/metabolik
o Diabetes melitus (facial neuropathy)
o Kehamilan
o Sjorgen syndrome
o Sarcoidosis
o Gullaine Barre syndrome
o MS
 Trauma
o Trauma temporal
o Barotrauma
 Kongenital
o Distrofia myotonika
o Sindrom Mobius
o Cedera Kompresi
 Infeksi
o Diabetic otitis eksterna
o Lyme disease
o HIV
o Leprosy

VIII. Tatalaksana

Tatalaksana utama Bell’s palsy sampai saat ini masih kontroversial. Penanganan
yang sudah pasti sampai saat ini adalah upaya untuk melindungi mata. Secara
umum tatalaksana bell’s palsy adalah:
1. Melindungi mata
2. Steroid jika tidak ada kontraindikasi
Untuk melindungi mata upaya di bawah ini dapat di lakukan:(8)
1. Menggunakan tetes air mata setiap saat
2. Menggunakan perlindungan mata seperti kacamata untuk menghindari
irritasi akibat debu

Sedangkan upaya untuk Bell’s palsy tersendiri masih belum ada konsensus yang
mewajibkan penggunaan obat-obatan tertentu untuk penanganan Bell’s palsy.
Obat-obatan yang disebutkan dalam kontroversi ini adalah oral steroid dan
antiviral.(6-7)

Seperti yang telah disebutkan di atas, Bell’s palsy di curigai bahwa disebabkan oleh
herpes simplex virus (HSV) sehingga di ajukan penggunaan antivirus. Sedangkan
steroid di gunakan untuk mengurangi efek inflamasi dari infeksi itu tersendiri. Pada
tahun 2001, American Academy of Neurology (AAN) melakukan studi banding
mengenai tatalaksana pada Bell’s palsy, dan hasil nya adalah:
 Pengunaan steroid oral mungkin efektif untuk mendukung perbaikan saraf
wajah pada tatalaksana awal (Level B)
 Pengunaan antiviral (acyclovir) sebagai tatalaksana awal seharusnya efektif
untuk mendukung perbaikan saraf wajah pada tatalaksana awal (level C)
 Kurang nya studi mengenai dekompresi saraf fasialis untuk di gunakan
sebagai tatalaksana Bell’s palsy (Level U)

Pada 2012, AAN melakukan studi ulang untuk guideline penggunaan steroid dan
antiviral pada Bell’s palsy. Dalam studi ini di katakan bahwa beberapa penelitian
membuktikan bahwa penggunaan steroid membantu proses kesembuhan secara
signifikan dari penderita Bell’s palsy. Sedangkan penggunaan antiviral oral tidak
membantu proses kesembuhan ini secara signifikan. Konklusi dari studi ini adalah,
 Penggunaan steroid pada pasien yang menderita Bell’s palsy akut, harus di
rekomendasikan untuk meningkatkan probabilitas perbaikan dari saraf
fasialis. (Level A)
 Pengunaan antiviral pada pasien yang menderita Bell’s palsy akut mungkin
di rekomendasikan untuk meningkatkan probabilitas perbaikan dari saraf
fasialis namun, pasien harus di edukasi bahwa belum ada studi yang
mendukung penggunaan antiviral pada Bell’s palsy, meskipun ada
perbaikan sekalipun, perbaikan nya relatif kecil. (Level C)

Pemberian steroid sebagai berikut, dan harus di berikan <5 hari dari awitan:
1. Prednisone 60-80 mg PO 1x1 untuk 4-5 hari
2. Taper off selama 7-10 hari (50 mg PO 1x1 selama 10 hari dapat di berikan)(9)

IX. Prognosis
Prognosis dari Bell’s palsy biasanya baik,(4, 9)
 60% pasien pulih total tanpa pengobatan
 10% pasien mengalami parese permanent atau waktu pemulihan yang
sangat lama
 70% pasien pulih total dalam waktu satu sampai dua bulan
 Jika pengecapan pulih dalam waktu satu minggu itu merupakan tanda yang
baik
 Pemulihan dari beberapa fungsi motorik pada wajah pun merupakan tanda
yang baik
 Faktor usia lanjut, gejala penyerta seperti hiperaskusis atau nyeri berat
biasanya mempunyai prognosis buruk
 EMG dapat digunakan untuk membedakan antara gangguan konduksi
sementara atau akibat patologis dari saraf, jika terdapat denervation setelah
10 hari maka pemulihan dari parese fasialis bisa mencapai 2 tahun dan
biasanya tidak sembuh total
 Rekurensi dari Bell’s palsy mencapai 8% dari total kasus
X. Daftar Pustaka
1. Kasper F, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 19 ed. United States: McGraw-Hill Education; 2015.
2. Danette C Taylor M, DO, FACN, et al. Bell Palsy: WebMD; 2015 [updated Jun 23,
2015; cited 2016 10 May]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview.
3. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck, and Neuroanatomy. 15 ed.
Friedrich P JW, editor. Germany2011.
4. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Chapter 47. Diseases of the Cranial Nerves.
Adams and Victor's Principles of Neurology, 10e. New York, NY: The McGraw-Hill
Companies; 2014.
5. Waxman SG. Chapter 8. Cranial Nerves and Pathways. Clinical Neuroanatomy,
27e. New York, NY: The McGraw-Hill Companies; 2013.
6. Gary S. Gronseth M, Remia Paduga M. Evidence-based guideline update: Steroids
and antivirals for Bell palsy. Report of the Guideline Development Subcommittee of the
American Academy of Neurology. 2012(2012;79:1-5):5.
7. Reginald Baugh M, et al. Clinical Practice: Guideline Summary: Bell's Palsy. The
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation (AAO-HNSF).
2013.
8. Naidoo SK. VII NERVE PALSY - EVALUATION AND MANAGEMENT. Continuing
Medical Education. 2004;22.
9. Aminoff MJ, Kerchner GA. Nervous System Disorders. In: Papadakis MA, McPhee
SJ, Rabow MW, editors. Current Medical Diagnosis &amp; Treatment 2016. New York, NY:
McGraw-Hill Education; 2016.

Anda mungkin juga menyukai