Anda di halaman 1dari 22

TEORI PEMBELAJARAN GAGNE

Oleh :
Kelompok 3
1. Ervin Guswanto (140210101005)
2. Rizqi Dwi Sefrida (140210101020)
3. Velina Firstiane (140210101099)
4. Ma’rifatul Ulum (140210101103)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
Semester Genap 2014/2015
KATA PENGANTAR
Kami ucapakan puji syukur atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa yang mana
dengan kemudahan dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori
Pembelajaran Gagne“.
Adapun makalah ini kami susun guna memenuhi persyaratan nilai tugas dalam mata
kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar Matematika karena telah memberikan tugas sehingga menambah pengetahuan kami
serta membentuk kebersamaan dan sinergi dalam kelompok kami ini, dan secara khusus kami
juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang senantiasa memberikan
semangat dan dukungan serta doa yang selalu mengiringi kami.
Kami selaku penyusun sadar akan ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam makalah ini
dalam hal sistem penyusunan. Oleh sebab itu, kami sangat berharap atas kritik dan saran yang
membangun guna mengembangkan pengetahuan kita bersama dan penunjang lebih baik lagi untuk
makalah selanjutnya.

Jember, 8 September 2015


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4


1.1. Latar Belakang ............................................................................ Error! Bookmark not defined.
1.2. Manfaat ....................................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.3. Rumusan Masalah ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4. Tujuan ......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II Kajian Teori ..................................................................................................................................... 6
DESKRIPSI TEORI.................................................................................................................................. 6
RAGAM BELAJAR ................................................................................................................................. 7
MODEL SEMBILAN PERISTIWA PEMBELAJARAN ...................................................................... 11
OBJEK-OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA.......................................................................... 14
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Saran ................................................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 22
BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pendidik yang pertama dan yang paling utama dalam lingkungan keluarga adalah orang
tua, yang mana mereka selalu berupaya maksimal memberikan yang terbaik terhadap
perkembangan anak. Orang tua mengajarkan banyak hal sehingga anak-anak dapat tumbuh
mengikuti norma-norma kehidupan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, norma susila
serta kaidah-kaidah hukum. Belajar merupakan pembahasan menarik yang menjadi pusat perhatian
para ahli psikologi pendidikan untuk mengungkap rahasia dibalik belajar tersebut. Kaitannya
dengan hal itu, beberapa ahli psikologi dari berbagai aliran mendefinisikan istilah belajar, seperti
Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan
informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru (Margaret G.Bel.117-129).
Definisi tersebut tidak serta merta diterima secara universal, beberapa ahli psikologi juga
memiliki definisi tersendiri mengenai proses belajar. Terlepas dari perbedaan pendefinisian istilah
belajar, hal menarik yang penting untuk diketahui adalah teori belajar dari beberapa tokoh (ahli)
yang menjadi sumber untuk pengembangan belajar maupun pembelajaran di dunia pendidikan.
Pembelajaran merupakan kegiatan interaktif dan timbal balik antara pendidik dan peserta
didik (katakan sebagai siswa). Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan maka seorang
pendidik (katakan sebagai guru) seharusnya menyiapkan berbagai kebutuhan sebelum mengajar
termasuk kebutuhan setelah mengajar. Merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran merupakan kegiatan wajib yang dilakukan guru sehingga perlu untuk mempelajari
teori-teori belajar walaupun implikasinya tidak semudah teorinya. Dengan demikian guru dapat
berkreasi dan berinovasi pada kelasnya dengan teori yang mendasari proses pembelajaran tersebut.
Terdapat banyak teori belajar yang mendasari proses pembelajaran. Beberapa diantaranya
yaitu teori Ausubel, teori Gagne dan teori Bandura. Teori belajar Ausubel secara umum
memaparkan bahwa pembelajaran harus bermakna yang terbagi dalam dua dimensi yaitu
penyampaian informasi dan penemuan. Teori belajar Gagne yang menyatakan bahwa belajar
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi, serta
teori belajar Bandura dapat dikatakan sebagai social learning (belajar sosial) anak belajar dari
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain sehingga lingkungan adalah faktor penting yang
mempengaruhi perilaku, meskipun proses kognitif juga tidak kalah pentingnya manusia memiliki
kemampuan untuk mengendalikan polanya sendiri.

1.2. MANFAAT
Bagi guru : dapat membantu mempermudah guru dalam penyampaian materinya melalui
metode Gagne.

Bagi siswa : dapat mempermudah siswa untuk memahami materi yang disampaikan oleh
guru

1.3. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaiman teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne?
2. Bagaimana aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran matematika?

1.4. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne.
2. Untuk mengetahui dan memahami aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran
matematika.
BAB II KAJIAN TEORI

Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan, ia telah banyak


memperkenalkan berbagai pandangan tentang pembelajaran. Salah satunya adalah teori
pembelajaran yang didasarkan pada pemrosesan informasi. Dalam penelitiaannya ia banyak
menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya. Di dalam
teorinya Gagne juga mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam
matematika.

DESKRIPSI TEORI
Belajar menurut Gagne mencakup tiga unsur yaitu siswa yang belajar, situasi stimulus, dan
respons sebagai akibat dari stimulus. Menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal
melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku.
Jadi, tingkah laku itu merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Artinya, banyak keterampilan
yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Kapasitas itu diperoleh dari (1) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang
dilakukan siswa .

Belajar menurut Gagne adalah suatu proses di mana suatu organisasi (siswa) berubah
perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Berdasarkan definisi ini, diketahui bahwa belajar
merupakan suatu proses yang akan memerlukan waktu untuk melihat perubahannya. Perubahan
yang dimaksudkan di sini adalah perubahan perilaku dari kurang baik menjadi lebih baik.
Seorang siswa dikatakan telah belajar jika telah terdapat perubahan dalam perilakunya.
Dalam hal ini terdapat beberapa macam hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne , yaitu
informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik.
Dalam proses pembelajaran, terutama di sekolah, melibatkan siswa dan guru. Siswa
merupakan subjek yang akan belajar, sedangkan guru bertindak sebagai pemandu siswa dalam
proses belajarnya. Oleh karena itu, sangat perlu dipersiapkan suatu rancangan pembelajaran yang
akan menjadikan siswa belajar seperti yang seharusnya.
RAGAM BELAJAR
Seorang siswa dikatakan telah belajar jika telah terdapat perubahan dalam perilakunya. Dalam
hal ini terdapat beberapa macam hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne (Driscoll, 2005),
yaitu

a. Informasi verbal

Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara


lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal diperoleh secara lisan, membaca
buku dan sebagainya. Informasi ini dapat diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama
generalisasi. Contoh, siswa dapat menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga
siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya.

b. Keterampilan intelektual

Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat memperbedakan,


menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut
diperoleh melalui belajar. Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan
dalam 8 tipe belajar yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar
rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar pembentukan
aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut kesukarannya dari yang
paling sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan
masalah.

 Belajar Isyarat

Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul sebagai
akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon emosional pada
individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, sikap guru yang sangat menyenangkan siswa,
dan membuat siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi pelajaran yang
diajarkan oleh guru tersebut. Contoh yang lain, misal pada suatu kelas yang diberikan
pelajaran geometri, seorang anak

yang tak dapat mengerjakan soal geometri tersebut dicemoohkan oleh guru. Karena cemoohan
guru tersebut anaktidak dapat menyenangi pelajaran matematika.
 Belajar stimulus respon

Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan pada
belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan
secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari
luarsehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.
Misalnya siswa menirukan guru menyebutkan persegi setelah gurunya menyebutkan persegi;
siswa mengumpulkan benda persegi setelah disuruh oleh gurunya.

 Belajar rangkaian gerak

Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau
lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat dengan
stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. Sebagai contoh,
misalnya seorang anak akan menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang jari-
jarinya diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut anak tadi melakukan beberapa langkah
terurut yang saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian stimulus
respon, dengan langkah-langkah sebagai berikut : anak memegang sebuah jangka, meletakkan
salah satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi pusat lingkaran
tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi, setelah itu meletakkan ujung jangka lainnya
sesuai dengan panjang jari-jari, lalu memutar jangka tersebut.

 Belajar rangkaian verbal

Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka pada
belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian verbal adalah
perbuatan lisanterurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon
dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian
yang sama. Contoh, ketika mengamati suatu benda terjadilah hubungan stimulus respon yang
kedua, yang memungkinkan anak tersebut menamai benda yang diamati tersebut. Contoh
dalam matematika, seorang anak mengamati sebuah segi empat tegak yang keempat sisi-
sisinya sama panjang, maka nama segi tersebut adalah persegi.
 Belajar membedakan

Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon sehingga


bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya,
anak membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu
objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat
dua macam belajar Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar 3 - 5 memperbedakan yaitu
memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak. Contoh memperbedakan tunggal.
“siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai lingkungan tertutup sederhana yang terbentuk dari
gabungan tiga buah ruas garis”. Contoh memperbedakan jamak, siswa dapat menyebutkan
perbedaan dari dua jenis segitiga berdasarkan besar sudutdan sisi-sisinya. Berdasarkan besar
sudut yang paling besar adalah sudut siku-siku dan sisi terpanjang adalah sisi miringnya,
sementara pada segitiga sama sisi besar sudut-sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi-
sisinya.

 Belajar Pembentukan Konsep

Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari bendabenda
konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu. Misalnya untuk memahami
konsep persegipanjang anak mengamati daun pintu rumah (yang bentuknya persegi panjang),
papan tulis, bingkai foto (yang bentuknya persegipanjang) dan sebagainya. Untuk hal-hal
tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar memperbedakan. Belajar
memperbedakan

menginginkan anak dapat membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang


berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep menginginkan agar anak dapat
mengklasifikasikan objek-objek ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki karakteristik
sama.

 Belajar Pembentukan Aturan


Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan merupakan
pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Contoh
aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-
sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan anak untuk dapat
menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh, terdapat sebuah segitiga dengan sisi
sikusikunya berturut-turut mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm. Guru meminta anak untuk
menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi miringnya, anak
memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi “pada suatu segitiga siku-siku berlaku
kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya”. Dengan menggunakan
aturan di atas diperoleh 32 + 42= 25 = 52, jadi panjang sisi miring yang ditanyakan adalah 5
cm.

 Belajar memecahkan masalah (problem solving)

Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih
kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar memecahkan
masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian
masalah. Contoh belajar memecahkan masalah, mencari selisih kuadrat dua bilangan yang
sudah diketahui jumlah dan selisihnya, yaitu: a + b = 10, a – b = 4, a2 + b2 =……… .Siswa
diharapkan menggunakan aturan bahwa a2 + b2 = (a+b)( a-b) , sehingga tanpa mencari a dan
b, siswa dapat menemukan a2 + b2 = 10 x 4 = 40 .

c. Strategi kognitif

Kapalilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta


mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis.
Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan perhatian, belajar,
mengingat, dan berfikiranak terarah. Contoh tingkah laku akibat kapabilitas strategi kognitif,
adalah menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah matematika.
d. Sikap

Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus
atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang diberikan oleh seseorang
terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula negatif, hal ini tergantung kepada
penilaian terhadap objek yang dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau tidak.
Contoh, seseorang memasuki toko buku yang didalamnya tersedia berbagai macam jenis
buku, bilaorang tersebut memiliki sikap positif terhadap matematika, tentunya sikap terhadap
matematika yang dimiliki mempengaruhi orang tersebut dalam memilih buku matematika
atau buku yang lain selain buku matematika..

e. Keterampilan motorik.
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita dapat
melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otototot, serta anggota
badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam mendemonstrasikan alat-alat
peraga matematika merupakan salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. Contoh lain
yang lebih sederhana misalnya kemampuan menggunakan penggaris, jangka, sampai
kemampuan menggunakan alat-alat tadi untuk membagi samapanjang suatu garis lurus.

MODEL SEMBILAN PERISTIWA PEMBELAJARAN


Ada 9 kejadian belajar yang didasarkan pada pendapat Gagne (Driscoll, 2005), yaitu:

1. Memelihara perhatian (Gaining Attention)


Kejadian belajar pertama adalah mendapatkan perhatian. Hal ini dimaksudkan agar siswa
siap melaksanakan pembelajaran yang akan disajikan. Selain itu juga untuk membangkitkan minat
siswa terhadap apa yang akan dipelajari.
Contoh: Menampilkan melalui proyektor gambar bermacam-macam bangun datar yang diberi
label pada masing-masing gambar. Di antaranya terdapat beberapa segi tiga siku-siku dalam
berbagai ukuran, warna, dan posisi.
2. Menjelaskan kepada siswa tujuan pembelajaran (Informingthelearner of theobjective)
Kejadian berikutnya adalah menjelaskan kepada siswa apa tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Hal ini dimaksudkan agar siswa memahami apa saja keterampilan yang harus mereka
kuasai setelah mengikuti kegiatan belajar.
Contoh: Menjelaskan kepada siswa bahwa mereka akan belajar mengidentifikasi segi tiga siku-
siku.

3. Merangsang ingatan tentang pelajaran sebelumnya (Stimulatingrecall of priorlearning)


Selanjutnya adalah merangsang ingatan mengenai pelajaran sebelumnya yang terkait
dengan stimulus yang akan diberikan. Hal ini dapat berupa konsep, aturan, atau keterampilan.
Andriyani (2008) menambahkan, dengan pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa dalam
memori kerjanya, diharapkan siswa siap untuk membuat hubungan antara pengetahuan lamanya
dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
Contoh: Meninjau kembali definisi segi tiga dan pengertian sudut siku-siku.

4. Menyajikan stimulus (Presentingthecontent)


Kejadian belajar selanjutnya adalah menyajikan stimulus. Isi stimulus yang disajikan harus
spesifik sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.
Contoh: Memberikan definisi segi tiga siku-siku.

5. Menyediakan bimbingan belajar (Providing “learningguidance”)


Bimbingan belajar diberikan untuk menjadikan stimulus sebermakna mungkin. Dengan
demikian diharapkan siswa dapat lebih mudah mencapai tujuan belajar.
Contoh: Meminta siswa memilih salah satu gambar berlabel sebagai contoh segi tiga siku-siku
dalam proyeksi yang telah disajikan.
6. Menampilkan kinerja (Eliciting performance)
Meminta siswa menunjukkan kemampuan yang telah dipelajari. Dapat dilakukan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk latihan.Contoh: Meminta siswa menunjukkan
hasil pilihan mereka.

7. Memberikan umpan balik (Providing feedback)


Memberikan umpan balik terhadap apa yang telah ditunjukkan siswa. Hal ini bertujuan
untuk memperkuat pelajaran yang baru diperoleh. Umpan balik yang diberikan berupa informasi
tentang tingkat kebenaran atau ketidaktepatan kinerja.
Contoh: Menginformasikan kepada siswa apakah gambar yang dipilih sudah tepat atau belum
tepat. Diiringi dengan tambahan penjelasan mengenai hal-hal yang masih belum tepat.

8. Menilai kinerja (Assesingperformance)


Setelah penampilan kinerja dan pemberian umpan balik, selanjutnya adalah menilai
kinerja. Bertujuan untuk memverifikasi bahwa pembelajaran telah terjadi setelah pemberian
umpan balik. Hal ini dilakukan setelah pemberian stimulus tambahan.
Contoh: Meminta siswa untuk memilih kembali gambar yang lain. Kemudian memberikan
penilaian terhadap hasil kerjanya.

9. Meningkatkan retensi dan transfer (Enhacingretentionand transfer)


Kejadian selanjutnya adalah meningkatkan retensi dan transfer. Hal ini mengacu pada
memindahkan kemampuan belajar ke ingatan jangka panjang dan memindahkannya ke dalam
situasi baru di luar lingkungan belajar. Dapat dilakukan dengan cara mengulas kegiatan belajar
yang telah berlangsung dan memberikan contoh penerapan dalam kehidupan nyata.
Contoh: Menyimpulkan kejadian belajar yang telah berlangsung dan memberikan contoh kejadian
nyata yang berkaitan dengan bentuk segi tiga siku-siku.

Kejadian-kejadian belajar tersebut harus dilakukan sebara berurutan dan dalam tiap
kejadiannya perlu didukung oleh peristiwa belajar tertentu agar menghasilkan aktivitas yang
maksimal diri siswa. Hal ini sangat penting karena selalu ada dalam setiap tindakan belajar dan
digunakan secara berlainan pada tingkatan hasil belajar yang berbeda (Andriyani, 2008).

OBJEK-OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Menurut Ruseffendi (2006),terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa dalam belajar
matematika, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tidak langsung di antaranya
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain),
bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana seharusnya belajar. Sedangkan objek
langsung adalah fakta, keterampilan, konsep dan aturan (principle).
1. Fakta, contohnya lambang bilangan, sudut, garis, simbol, dan notasi.
2. Keterampilan, adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya membagi
ruas garis menjadi dua ruas sama panjang, menjumlahkan pecahan, dan membagi bilangan dengan
cara singkat.
3. Konsep, merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda (objek)
ke dalam contoh dan bukan contoh. Misalnya, dengan menggunakan konsep garis lurus
memungkinkan kita memisahkan objek-objek apakah termasuk garis lurus atau bukan.
4. Aturan (principle), ialah objek yang paling abstrak, dapat berupa sifat, dalil, dan teori. Contohnya
aturan “dua segi tiga sama dan sebangun jika dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen”.
Dalam mempelajari objek-objek belajar, menurut Gagne (Bell, 1978) ada beberapa fase utama
yang dilalui seseorang, yaitu:

1. Fase pengenalan (apprehendingphase)


Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami
stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. ini berarti bahwa
belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa
bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang dia terima pada situasi belajar.
2. Fase perolehan (acqusitionphase)
Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang
diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk
asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
3. Fase penyimpanan (storagephase)
Fase storage adalah fase penyimpanan informasi. Dalam hal ini ada informasi yang disimpan
dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang. Pengulangan informasi dalam memori
jangka pendek dapat memindahkannya ke memori jangka panjang.
4. Fase pemanggilan (retrievalphase).
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada
dalam memori.
BAB III PEMBAHASAN

Robert Gagne (1977; Gagne & Driscoll, 1988) adalah seorang ahli psikologi pendidikan
yang telah memperkenalkan berbagai pandangan tentang belajar, salah satunya tentang teori
pembelajaran yang didasarkan pada model pemrosesan informasi. Dalam memahami belajar
Gagne tidak memperhatikan apakah proses belajar terjadi melalui proses penemuan (discovery)
atau proses penerimaan (reception) sebagaimana yang dikenalkan oleh Brunner dan Ausubel,
menurutnya yang terpenting adalah kualitas, penetapan (daya simpan) dan kegunaan belajar.

Menurut Gagne, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang
dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Jadi tingkah laku itu merupakan hasil
dari efek kumulatif belajar. Artinya banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan
kemudahan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit. Contohnya keterampilan belajar “
menjumlahkan “ (tambahan) akan berguna bagi siswa untuk belajar “ perkalian”. Siswa tidak perlu
belajar menjumlah lagi ketika belajar mengalikan. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks,
yang menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan yang disebut kapasitas. Kapasitas
itu diperoleh dari stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan siswa.
Berdasarkan pandangannya itu, gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa
belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi
beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru
(Margaret G. Bell, 117-129).

Kapasitas orang untuk belajar memungkinkan diperolehnya berbagai pola tingkah laku
yang hampir mirip. Berdasarkan pandangannya tentang belajar ini gagne menemukan bahwa ada
lima ragam belajar yang terjadi pada manusia, yaitu informasi verbal, keterampilan intelek,
keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.

Robert gagne banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji
penerapan teorinya. Di dalam teorinya Gagne juga mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-
objek yang dipelajari di dalam matematika.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.
objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,
ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak
langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan
adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari
dengan cara menghafal, latihan, dan permainan.
Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau
memperoleh suatu hasil tertentu. Contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan yang
cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah
memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan
cepat dan tepat. Keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan
tepat.
Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu
objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide
abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. Siswa dikatakan telah
mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh. Untuk sampai
ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang
termasuk contoh dan yang bukan contoh.
Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip
merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya,
teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat
dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-
siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengingat
aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada
pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.
Gagne juga memperkenalkan mengenai sembilan tahap pengolahan (proses ) kognitif yang
terjadi dalam belajar yang kemudian disebut “ fase-fase belajar”. Fase-fase belajar ini kemudian
digolongkan kedalam 1) fase persiapan untuk belajar, 2) fase perolehan dan perbuatan, 3) alih
belajar. Kesembilan tahapan (fase belajar) ini harus dilakukan secara berurutan dan setiap tahap
belajar perlu di dukung oleh suatu peristiwa pembelajaran tertentu agar pada setiap fase belajar
menghasilkan aktivitas (proses belajar) yang maksimal dalam diri siswa. Berdasarkan konsep
sembilan kondisi intruksional Gagne maka kita bisa menyusun rancangan kegiatan belajar
mengajar sebagai berikut:
1. Memperoleh Perhatian
Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan
cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan
melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan. Contoh : mengajak
siswa berkenalan dengan bilangan dan mengetahui lambang bilangan dengan cara memulai
komunikasi dengan siswa. Guru menunjukkan alat peraga berupa gambar-gambar lambang
bilangan serta media-media yang menarik agar siswa memfokuskan diri untuk memulai
pelajaran.

2. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran


Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan
pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang
dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai
tujuan pembelajaran.
Contoh: guru memberikan informasi menarik bahwa pembelajaran kali ini kita akan belajar
mengenai operasi bilangan. Guru juga mengucapkan bahwa setelah pelajaran ini siswa dapat
berhitung, sehingga besok bisa menghitung jumlah barang yang ia (siswa) miliki baik dari
pemberian barang oleh orang lain ataupun barang yang sebelumnya sudah ia miliki.

3. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari


Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan
cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
Contoh: guru menanyakan tentang nama bilangan yang guru tunjukkan. Dalam hal ini guru
sudah menyiapkan media berupa gambar lambang bilangan.
4. Menyajikan stimulus
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi pembelajaran
secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran
yang sedang berlangsung.
Contoh: guru membagi siswa kedalam 4 kelompok. Dalam pembagian kelompok ini guru juga
mengajak siswa untuk menghitung berapa jumlah teman dalam satu kelomponya. Pada tiap-
tiap kelompok, guru membagikan masing-masing 10 permen. Dalam hal ini tentu siswa sudah
bertanya-tanya, keadaan ini semakin dirangsang oleh guru dengan mengatakan bahwa
kegiatan kali ini adalah lomba menghitung. Aturan mainnya tiap anggota kelompok
bekerjasama menjawab pertanyaan guru mengenai penjumlahan dan pengurangan yang guru
lakukan menggunakan media benda. Apabila kelompok tersebut salah maka kelompok
tersebut wajib mensodaqohkan satu buah permennya kepada kelompok lain.

5. Memberikan bimbingan kepada siswa


Seyogyanya guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga siswa dapat
terarah dalam pembelajarannya.
Contoh: dalam proses penghitungan/pemberian soal yang diberikan oleh guru, siswa satu
kelompok diminta untuk menghitungnya sembari guru menunjukkan jumlah bilangan
tersebut.

6. Memancing Kinerja
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan
apa yang telah dipelajari itu.
Contoh: guru memancing kinerja berupa mengajak berhitung siswa satu kelas tentang hasil
penghitungan yang dilakukan oleh kelompok lain.

7. Memberikan balikan
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil
belajarnya benar atau tidak.
Contoh: guru menanyakan kepada siswa sudah benar atau belum. Hal ini juga semakin
memantapkan hasil penghitungan yang dilakukan oleh siswa.

8. Menilai hasil belajar


Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui
apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
Contoh: meminta siswa menulis hasil penjumlahan yang dilakukan dalam permainan tadi
menggunakan lambang bilangan yang benar.

9. Mengusahakan transfer
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam
situasi-situasi lain.
Contohnya: ajak siswa memecahkan masalah yang diceritakan oleh guru sebelum pelajaran
selesai
BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dalam proses pembelajaran terutama di sekolah seringkali melibatkan siswa dan guru.
Siswa merupakan subjek yang akan belajar, sedangkan guru bertindak sebagai pemandu siswa
dalam proses belajar. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan suatu rancangan pembelajaran yang
dapat mempermudah siswa memahami materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Rancangan
pembelajaran tersebut menurut Gagne dapat berupa sembilan peristiwa pembelajaran. Dalam
melakukan rancangan pembelajaran, Gagne menggunakan objek-objek matematika sebagai
mediumnya. Setelah menerapkan rancangan pembelajaran, diharapkan memperoleh hasil dari
rancangan pembelajaran tersebut yang berupa ragam hasil belajar.

4.2 SARAN
Mahasiswa maupun guru hendaknya mampu memahami aplikasi teori pembelajaran
Gagne, salah satunya berupa Sembilan peristiwa pembelajaran sehingga dapat mempermudah
dalam menyampaikan materi yang diajarkan pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Winataputra, S. Udin, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai