Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 23
Tahun 1992, Pasal 1). Departemen Kesehatan (DEPKES) memberikan perhatian
besar untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia dengan visi dan misi
Indonesia Sehat 2010.
Jumlah penduduk gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 30%
dari jumlah penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin bertambah dengan
kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Keadaan tersebut diperparah dengan beberapa kejadian yang menimpa Indonesia
seperti bencana alam, diantaranya tsunami di Aceh dan Pangandaran, Lumpur panas
sidoarjo, serta gempa di Yogyakarta. Selain itu adanya gejolak politik lokal
diberbagai daerah dan meningkatnya tingkat persaingan antar individu merupakan
salah satu pemicu terjadinya gangguan mental.
Penyebab gangguan jiwa yang diderita terjadi karena frustasi, napza
(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya), masalah keluarga, pekerjaan,
organik dan ekonomi. Namun jika dilihat dari persentase, penyebab tertinggi yaitu
karena frustasi serta meningkatkan harga diri rendah pada penderita tsb. Harga diri
rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah
dibandingkan orang lain yang berpikir tentang hal negatif diri sendiri sebagai
individu yang gagal, tidak mampu dan tidak berprestasi (Keliat, 2010). Fitria (2009)
juga menyebutkan, harga diri rendah merupakan kondisi seseorang dimana ia merasa
bahwa dirinya tidak diterima dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang
dirinya.
Harga diri rendah dapat dibagi menjadi dua yaitu, harga diri rendah situasional dan
harga diri rendah kronik. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana
individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian. Apabila dari harga diri rendah
situasional tidak ditangani segera, maka lama kelamaan dapat menjadi harga diri
rendah kronik. Semakin rendah harga diri seseorang akan lebih berisiko terkena
gangguan kepribadian.
Pada beberapa penelitian mengaitkan rendahnya harga diri dengan adanya
kecemasan sosial. Sebuah penelitian menyatakan jika orang yang memiliki harga diri
yang rendah akan memiliki perasaan takut gagal ketika terlibat dalam hubungan
sosial ( Fitria, 2013). Penelitian yang dilakukan Simbar, Ruindungan dan Solang
(2015) menyebutkan bahwa 26,7% anak memiliki harga diri rendah situasional pasca
mendapat perlakuan bullying yaitu menarik diri dari lingkungan sekitar untuk
2

memperoleh rasa aman. Jika ini terus berlanjut pada anak-anak maka akan muncul ide
bunuh diri hingga percobaan bunuh diri karena perasaan malu (Espelage, 2012).
Stigma penderita gangguan jiwa sat ini masih tinggi, tetapi masih sedikit yang
sadar untuk meminta bantuan psikiater. Akibatnya banyak penderita gangguan jiwa
yang sudah sembuh dan dipulangkan ke rumahnya, balik lagi ke rumah sakit. Para
pasien itu memilih untuk tinggal lagi di rumah sakit karena mendapatkan perlakuan
tidak menyenangkan di rumahnya. Keluarga mereka merasa malu karena ada anggota
keluarganya yang tidak waras. Akibatnya tidak sedikit yang memilih kabur.

1.2 Rumusan Masalah


Pada Makalah seminar ini yang kami, kami menyajiakan tentang “asuhan
keperawatan jiwa pada Ny. E dengan gangguan “Harga Diri Rendah” di ruang Melati
RSJ. Radjiman Wediyodiningrat Lawang”.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan konsep diri : harga
diri rendah
1.3.2. Tujuan Khusus
Mahasiswa Mampu untuk :
1) Melakukan pengkajian dengan tepat pada pasien dengan gangguan
Harga Diri Rendah
2) Menegakkan diagnosa yang tepat berdasarkan hasil pengkajian
3) Menyusun rencana tindakan sesuai degan rencana asuhan keperawatan
4) Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibuat
dalam rencana asuhan keperawatan
5) Melakukan evaluasi tindakan keperawatan dengan mengacu pada
tujuan rencana asuhan keperawatan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa bisa mengerti dan mengetahui tentang gangguan harga
diri rendah dan bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan harga diri rendah dan mahasiswa mampu membandingkan
anatara teori dengan praktik serta sebagai bentuk pengalaman dan Tri
Dharma Perguruan Tinggi

1.4.2. Bagi Perawat


3

Perawat bisa mengetahui lebih dalam lagi tentang Harga Diri Rendah dan
perawat dapat menerapkan teori-teori terbaru terbaru.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan


Bagi institusi Pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang gangguan
Harga Diri Rendah Kepada mahasiswa selanjutnya serta dapat menambah
pustaka keilmuan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

1.4.4 Bagi RSJ Radjiman dr. Radjiman Wediyodiningrat


Bagi Rumah Sakit akan menambah tori baru dalam bidang keperawatan
yang muncul dari para mahasiswa praktikan, serta sebagai sarana evaluasi
dari pelayanan yang telah diterapkan selama ini.
4

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1.1 PENGERTIAN
Harga diri (self esteem) adalah penilaian tentang individu dengan menganalisa
kesesuaian prilaku dengan ideal diri
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan-perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif,yang dapat diekspresikan secara langsung maupun
tidak langsung.individu yang mempunyai harga diri rendah cenderung untuk
menilainya negatif dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. (Stuart dan
sundeen,1991).
Gangguan harga diri adalah evaluasi diri yang negatif perasaan tentang diri,
kemampuan diri yang dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung.
(Townsend, Mary C, 1998)
Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko
mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau diri. (Carpenito,
Lynda Juall-Moyet, 2007)
Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri negatif
mengenai diri atau kemampuan diri. (Lynda Juall Carpenito-Moyet, 2007)
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan merasa
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.

2.1.2 RENTANG RESPON

(suliswati dkk,2005:91)
a. Aktuaisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
5

d. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek


identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.
2.1.3 FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor- faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi :
1. Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
a. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
b. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan
dan perkembangan atau penyakit)
c. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh
d. Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterpi, transplantasi
2. Faktor predisposisi gangguan harga diri
a. Penolakan dari orang lain
b. Kurang penghargaan
c. Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti,
terlalu dituntut dan tidak konsisten
d. Persaingan antar saudara
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang
f. Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
3. Faktor predisposisi gangguan peran
a. Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan
situasi dan keadaan sehat sakit
b. Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
c. Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang
harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran
yang sesuai
d. Peran yang terlalu banyak
4. Faktor predisposisi gangguan identitas diri
a. Ketidak percayaan orang tua pada anak
b. Tekanan dari teman sebaya
c. Perubahan dari struktur sosial
2.1.4 FAKTOR PRESIPITASI
Faktor pencetus terjadinya gangguan konsep diri bisa timbul dari sumber internal
maupun eksternal klien, yaitu :
6

a. Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian


yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi, ada tiga jenis transisi peran :
c. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan
penyesuaian diri.
d. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
e. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh : Kehilangan bagian tubuh.
Perubahan bentuk, ukuran, panampilan, dan fungsi tubuh. Perubahan fisik
berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Prosedur medis keperawatan.

2.1.5 POHON MASALAH


Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri:

Harga diri rendah

Gangguan citra tubuh

2.1.6 TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan harga diri rendah meliputi
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar matahari.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi bila saya
segera ke rumah sakit.
3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa menulis, tulisan saya
jelek, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan berhubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain dan lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Menciderai. Akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien ingin mengakhiri kehidupan.
7

SUMBER KOPING
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekpresif
d. Kesehatan dan kerawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal

2.1.7 MEKANISME KOPING


1. Jangka pendek
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis dentitas (
misal : konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif )
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara ( misal : ikut
serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok, atau geng )
c. Aktivitas sementara menguatkan perasan diri ( misal : olah raga yang
kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan poipularitas )
d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misal :
penyalahgunaan obat ).
2. Jangka panjang
a. Punutupan identitas ; adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
yang penting bagi individu tanpa memperlihatkan keinginan, aspirasi, dan
potensi diri individu tersebut.
b. Identitas negatif ; asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh
nilai dan harapan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego:
1. Penggunaan fantasi
2. Disosiasi
3. Isolasi
4. Projeksi
5. Pergeseran ( displasement )
6. Peretakan ( splitting )
7. Berbalik marah pada diri sendiri
8. Amuk
2.1.8 PERILAKU
1. Mengkritik diri sendiri
2. Penurunan produktivitas
8

3. Destruktif yang diarahkan pada orang lain


4. Gangguan dalam berhubungan
5. Rasa penting yang berlebihan
6. Perasaan tidak mampu
7. Rasa bersalah
8. Mudah tersinggung atau marah berlebihan
9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri
10. Ketegangan peran yang dirasakan
11. Pandangan hidup pesimis
12. Penolakan tewrhadap kemampuan personal
13. Destruktif terhadap diri sendiri
14. Pengurangan diri
15. Menarik diri secara social
16. Penyalahgunaan zat
17. Menarik diri dari realitas
18. Khawatir
( Stuart, Gail Wiscarz, 2007)
2.1.9 KONSEP PSIKOFARMAKA
1) Chlorpromazine ( CPZ ) : 3 x100 mg
a) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dam melakukan kegiatan rutin.
b) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya
sistem ekstra piramidal.
c) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan
CNS Depresi.
d) Efek samping
(1) Sedasi
(2) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
(3) Gangguan ekstra piramidal ( distonia akut, akatshia, sindrom
parkinsontremor, bradikinesia rigiditas ).
9

(4) Gangguan endokrin ( amenorhoe, ginekomasti ).


(5) Metabolik ( Jaundice )
(6) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka pan
2) Halloperidol ( HP ) : 3 x 5 mg
a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif,
skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping itu halloperidol juga
mempunyai daya anti emetik yaitu dengan menghambat sistem dopamine dan
hipotalamus. Pada pemberian oral halloperidol diserap kurang lebih 60–70%,
kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap 2-4
jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi berlangsung lambat,
sebagian besar diekskresikan bersama urine dan sebagian kecil melalui
empedu.
c) Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang
hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
d) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi
gangguan percernaan dan perubahan hematologik ringan, akatsia, dystosia,
takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi hati,
reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine,
hiperpireksia, gangguan akomodasi.
3) Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal berkaitan
dengan obat-obatan antipsikotik.
b) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua
neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat
asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan kelebihan
asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin disekat pada sinaps
untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
c) Kontra indikasi
10

Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma,


ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih,
anak di bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
d) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan
kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan,
amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik,
hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah,
distres epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis supuratif.
Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan
mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti depresi,
delusu, halusinasi, dan paranoid.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah


2.2.1 Pengkajian
adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data
yang dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual.
(Keliat, Budi Ana, 1998 : 3)
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama mahasiswa,
nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan
No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
2. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah
sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah ini.
3. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga
apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien
tentang pengalaman yang tidak menyenangkan.
4. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
11

5. Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh
b. Konsep diri
c. Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,
reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang
disukai.
d. Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap
status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan,
keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya.
e. Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat,
bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.
f. Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran
dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
g. Harga diri
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada
klien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak
sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai
harapan, penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan orang lain.
h. Hubungan sosial
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya
yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja
yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam
kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain.
i. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
j. Status mental
1. Penampilan
12

Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis
klien.
2. Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering
terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu
memulai pembicaraan.
3. Aktivitas motorik
a. Lesu, tegang, gelisah.
b. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
c. Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol
d. Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak
terkontrol klien
e. Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan
merentangkan jari-jari
f. Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
4. Alam perasaan
a. Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
b. Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas
c. Khawatir : objeknya belum jelas
5. Afek
a. Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
b. Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat
c. Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
d. Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
6. Interaksi selama wawancara
a. Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
b. Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara
dengan spontan
c. Mudah tersinggung
d. Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak
ramah
e. Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara
f. Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
g. Persepsi
13

Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak


pada saat klien berhalusinasi.
7. Proses pikir
a. Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan
b. Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan
c. Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat
dengan kalimat lainnya
d. Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang
lainnya.
e. Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian
dilanjutkan kembali
f. Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali
g. Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali

8. Isi fikir
a. Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya.
b. Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi tertentu.
c. Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang
sebenarnya tidak ada.
d. Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
e. Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan
yang bermakna yang terkait pada dirinya.
f. Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal
yang mustahil atau diluar kemampuannya.
g. Waham :
1. Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Somatik : keyakinan klien terhadap tubuhnya dan diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan keyakinan
3. Kebesaran : keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuannya
dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
4. Curiga : keyakinan klien bahwa ada seseorang yang berusaha merugikan,
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
5. Nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia / meninggal
yang dinyatakan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
6. Waham yang bizar
14

a. Sisi pikir : klien yakin ad aide pikiran orang lain yang disisipkan
didalam pikirannya, disampaikan secara berulang-ulang dan tidak
sesuai dengan kenyataan
b. Siar pikir : klien yakin ada orang lain yang mengetahui apa yang klien
pikirkan walaupun klien tidak pernah menceritakannya kepada orang,
disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai kenyataan
c. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari
luar, disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan.
6. Tingkat kesadaran
a. Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah pada
tujuan).
b. Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak sadar
c. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang,
anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan klien tapi
klien mengerti semua yang terjadi dilingkungannya
d. Orientasi : waktu, tempat dan orang
e. Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara
f. Memori
1. Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan.
2. Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian
dalam minggu terakhir.
3. Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru
saja terjadi.
4. Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
5. Tingkat konsentrasi
a. Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek
lainnya.
b. Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan
diulang karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak
dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan
atau pengurangan pada benda-benda yang nyata
d. Daya tilik diri
1. Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari
gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan
merasa tidak perlu minta pertolongan / klien menyangkal
15

keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang


penyakitnya
2. Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain
atau lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau
masalah sekarang
3. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan, observasi
kemampuan klien menyiapkan dan membersihkan alat makan.
b. Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan klien untuk Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), pergi menggunakan WC atau membersihkan WC.
c. Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh dan bau badan klien.
d. Berpakaian
Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan
pakaian, observasi penampilan dandanan klien.
e. Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam, persiapan
sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
f. Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara
pemberian.
g. Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien tentang bagaimana, kapan perawatan lanjut, siapa
saja sistem pendukung yang dimiliki.
h. Aktivitas di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam mengolah dan menyajikan makanan,
merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri, mengatur kebutuhan biaya
sehari-hari.
i. Aktivitas di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari-hari,
aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah.
j. Pola dan mekanisme koping
Data didapat melalui wawancara dengan klien atau keluarganya.
4. Aspek medis

Tulis diagnosa medis yang telah diterapkan oleh Dokter, tuliskan obat-obatan klien

saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lain.


16

5. Masalah Keperawatan

Dari pengkajian dapat disimpulkan masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah yaitu :

1. Isolasi sosial : menarik diri

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah situasional

3. Gangguan citra tubuh

6. Pohon masalah

Bagan 1

Pohon masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri :

Harga diri rendah

Gangguan citra tubuh

(Keliat, Budi Anna. 2002)

2.2.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan masalah keperawatan pasien yang

mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif serta stressor yang menunjang.

(Stuart & Sundeen, 1998 : 41)

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi

kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.

(Marilyn E. Doenges, 1999 : 8 ) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

diagnosa keperawatan adalah suatu cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko

tinggi mencakup respon adaptif maupun maladaptif serta stresor yang menunjang.
17

Diagnosa keperawatan yang mungkin untuk masalah gangguan konsep diri : harga

diri rendah adalah :

a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

1) Definisi

Suatu kondisi dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif

mengalami perasan negatif mengenai dirinya dalam berespon.

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

(1) Kekambuhan episodik dari penghargaan diri negatif dalam berespon

terhadap kejadian kehidupan pada seorang individu dengan evaluasi diri

positif sebelumnya.

(2) Pengungkapan perasaan negatif, mengenai diri ( ketidak berdayaan,

kegunaan)

b) Minor

(1) Pengungkapan diri yang negatif

(2) Ekpresi malu

(3) Evaluasi diri sebagai tidak mampu menangani situasi-situasi / kejadian

(4) Kesukaran mengambil keputusan Gelisah

(5) Pengabaian diri

(6) Isolasi sosial

(Carpenito. L.J, 1998 : 353 )

b. Isolasi sosial : menarik diri

1) Definisi

Harga diri rendah situasional : suatu keadaan dimana seseorang memiliki perasaan-

perasaan yang negatif tentang dirinya dalam berespon terhadap peristiwa (

kehilangan, perubahan ).

2) Batasan karakteristik

a) Mayor
18

Kejadian yang berulang atau berkala dari penilaian diri yang negatif dalam berespon

terhadap peristiwa yang pernah dilihat secara positif menyatakan perasaan negatif

tentang dirinya (putus asa, tidak berguna).

b) Minor

(1) Pernyataan negatif atas dirinya

(2) Mengekspresikan rasa malu, bersalah.

(3) Penilaian diri tidak mampu mengatasi peristiwa / situasi

(4) Kesulitan membuat keputusan

(5) Mengabaikan diri (tidak peduli pada diri sendiri)

(6) Mengisolasi diri

( Carpenito .L.J, 1998 : 853)

c. Gangguan citra tubuh

1) Definisi

Keadaan dimana individu mengalami atau beresiko untuk menglami gangguan

dalam cara penerapan citra diri seseorang.

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

Respon negatif verbal atau nonverbal terhadap perubahan aktual atau

dalam struktur dan / atau fungsi (misal malu, keadaan yang memalukan,

bersalah, reaksi mendadak)

b) Minor

(1) Tidak terlihat pada bagian tubuh

(2) Tidak menyentuh bgian tubuh

(3) Bersembunyi atau memanjakan bagian tubuhsecara berlebihan

(4) Perubahan dalam keterlibatan sosial

(5) Perasaan terhadap bagian tubuh, perasaan ketidak berdayaan,

keputusasaan, tidak ada kekuatan, kerentanan

(6) Larut dalam perubahan atau kehilangan

(7) Penolakan untuk membuktikan perubahan aktual

(8) Depersonalisasi bagian tubuh atau kehilangan


19

(9) Tingkah laku merusak diri (misal mutilasi, usahah bunuh diri, makan

berlebihan, kurang makan)

( Carpenito. L.J, 2001:348)

2.2.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Menurut Fitria (2012) setelah diagnosis ditegakkan, perawat melakukan

tindakan keperawatan bukan hanya pada pasien, tetapi juga keluarga. Tindakan

keperawatan klien Harga diri Rendah meliputi :

1. Tindakan Keperawatan

SP 1 Pasien

1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki pasien


2. Membantu pasien menilai kemapuan pasien yang masih dapat di
gunakan
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6. Mengajurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. SP 2

1. Mengevalusi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih kemapuan kedua
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

keluarga

SP1 keluarga

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien


2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami
pasien harga diri rendah yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah
SP2 Keluarga
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien harga diri rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien harga
diri rendah

SP3 Keluarga

1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk


minum obat (perencanaan pulang)
20

2. Menjelaskan tindakan tindak lanjut pasien setelah pulang

2.2.4 Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi pasien saat ini
(Kusumawati dan Hartono, 2010)

2.2.5 Evaluasi

Menurut kusumawati dan Hartono (2010), evaluasi keperawatan merupan


proses yang berkelajutan dan di lakukan terus menerus untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi dapat di bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Evaluasi proses (formatif) dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan


keperawatan.
2. Evaluasi hasil (sumatif) dilakukan dengan cara membandingkan respons pasien
dengan tujuan yang telah di tentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

S : respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.

P : perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

1. Rencana teruskan jika masalah berubah


2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap ada dan semua rencana tindakan
sudah dilakukan,tetapi hasil belum memuaskan.
3. Rencana dan diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan
adalah memelihara serta mempertahankan kondisi baru.
21

Anda mungkin juga menyukai