Anda di halaman 1dari 14

RENCANA PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA BAWA


LIMA TAHUN (BALITA) DI KABUPATEN PANGKEP
PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia menempati peringkat kelima di dunia untuk masalah

stunting. Stunting pada anak-anak di bawah usia lima tahun membutuhkan

perhatian khusus, karena efeknya yang menghambat perkembangan fisik

dan mental anak-anak. Deteksi dini stunting diperlukan untuk mengejar

pertumbuhan normal anak sesuai dengan prinsip Scaling Up Nutrition

(SUN). gerakan “Scaling Up Nutrition (SUN Movement)” merupakan gerakn

global di bawah koordinasi Sekretaris Jendral PBB. Gerakan ini merupakan

spon Negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan gizi di

sebagian besar Negara berkembang dan akibat lambat dan tidak

meratanya pencapaian sasaran Tujuan Pembangunan Milenium/MDGs.

SUN merupakan program yang difokuskan untuk mendeteksi gangguan

pertumbuhann dan perkembangan pada 1000 hari pertama kehidupan,


karena tindakan perbaikan gizi efektif dilakukan pada usia tersebut guna

mengejar pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

1. Masalah Stunting di Provinsi Sulawesi Selatan

Berdasarkan laporan nasional Riskesdas 2010 bahwa lebih dari

sepertiga anak balita Indonesia tergolong Stunting yakni sebesar 35,6%. Di

Sulawesi selatan (sulsel) prevalensi stunting justru lebih tinggi daripada

angka nasional yakni 38,9%, padahal tahun 2007 lalu hanya 29,1%. Berarti

telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi sebesar 9,8%. Ada

kecenderungan bahw sebesar 38,9% anak-anak di sulsel akan berpotensi

mengalami kemunduran kecerdasan dan produktivitas, tentu saja hal ini

harus diperhatikan ecara serius oleh pemerintah daerah sulsel karena

berkaitan dengan keberhasilan pembangnan di sulsel.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2015 data teringgi berada di Kabupaten Jeneponto 47,3%, Pangkep

44,3%, Maros 42,3%, Tanah Toraja 41,9%, Toraja Utara 40,3%, Enrekang

39,6%, Sinjai 38,1%, Wajo 37,8%, Takalar 37%, Makassar 36,7%,

Bulukumba 36,7%, Luwu 34,9%, Pinrang 34,7%, Bone 34,3%, Sidrap

33,3%, Selayar 33,2%, Barru 33%, Gowa 31,5%, Soppeng 30,4%.

Sedangkan data terendah berada di Kabupaten Luwu Timur 25%,

Bantaeng 24%, Palopo 23,7%, Pare-pare 19,6%, Luwu Utara 18,4%.

Rekomendasi dari berbagai hasil penelitian sebelumnya

menyimpulkan bahwa hambatan pertumbuhan anak dipengaruhi oleh


berbagai factor. Baker (2008) menambahkan bahwa factor yang dapat

mempengaruhi adalah factor lingkungan dan genetic serta interaksi

keduanya. Oleh karena itu itu untuk menyusun langkah nyata dalam

penanggulangan masalah gizi khusus pada kelompok baduta dan balita

diperlukan kajian tentang factor determinan dan dampak terjadinya

masalah gizi tersebut terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi determinan factor-faktor

yang berberpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak baduta dan

balita di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2015, Kabupaten Pangkep Merupakan

Kabupaten teringgi kedua yang mempunyai data stunting tinggi. Oleh

karena itu peneliti memilih lokasi penelitian di Kabupaten Pangkep.

B. Rumusan Masalah
Apa saja factor determina kejadian stunting
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi factor yang berhubungan dengan kejadian stunting

b. Mengidentifikasi factor determinan terhadap kejadian stunting

2. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian stunting
b. Untuk mengetahui hubungan imunisasi dengan kejadian stunting
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian
stunting
d. Untuk mengetahui hubungan social ekonomi dengan kejadian
stunting
e. Untuk mengidentifikasi faktor determinan penyebab terjadinya
stunting
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting (tubuh pendek bersadarkan usia) disebabkan terpenuhinya

kebutuhangizi untuk pertumbuhan selama jangka waktu yang panjang

antara konsepsi dan suai 24 bulan. Keadaan stunting menunjukkan

bahwa asupan gizi masih belum optimal tidak hanya untuk

pertumbuhan, tapi juga untuk fungsi-fungsi tubuh yang penting lainnya,

seperti perkembangan otak dan sistem kekebalan tubuh. Karena terjadi

krisis perkembangan fisik dan mental antara konsepsi dan 24 bulan

usia, pengembangan selama fase ini berpotensi memiliki resiko

morbodotas dan mortalitas dalam kehidupan individu, prestasi sekolah,

pendapatan, dan penghasilan, kekuatan fisik, dan resiko penyakit kronis

(Victora et al., 2008)


2. Factor Resiko Penyebab Stunting

a. Berat Lahir

Penyebab stunting berawal dari pertumbuhan janin yang tidak

memadai dan ibu yang kurang gizi, dan sekitar setengah dari kegagalan

pertumbuhan terjadi di dalam rahin, meskipun proporsi ini mungkin

bervariasi di seluruh Negara (Dewey & Huffman, 2009). Kegagalan

pertumbuhan anak terjadi dari konsepsi sampai 2 tahun dan dari tahun

ke tiga anak seterusnya tumbuh dengan cara yang rata-rata sama.

b. Pemberian ASI dan MP-ASI

WHO yang menyatakan pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan

risiko kejadian stunting, karena kandungan kalsium pada ASI

mempunyai bioavailabilitas yang tinggi sehingga dapat diserap dengan

optimal terutama dalam fungsi pembentukan tulang anak. Rekomendasi

dari The American Dietetic Association (ADA) dan The American

Academy of Pediatric (AAP) adalah agar ASI diberikan eksklusif kepada

bayi selama 6 bulan pertama kemudian dilanjutkan dengan diberikan

makanan pendamping ASI (MP-ASI) minimal hingga usia 12 bulan

(Trahns and McKean, 2004). Kualitas dan kuantitas MP-ASI yang baik

merupakan komponen penting dalam makanan balita karena

mengandung sumber zat gizi makro dan mikro yang berperan dalam

pertumbuhan linier (Sari et al., 2010).


c. Penyakit Infeksi

Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis, yang

menghambat pertumbuhan linier. Biasanya pertumbuhan goyah dimulai

pada sekitar usia enam bulan, sebagai transisi makanan anak yang

sering tidak memadai dalam jumlah dan kualitas, dan peningkatan

paparan dari lingkungan yang meningkat karena penyakit.

Terganggunya pertumbuhan bayi dan anak-anak karena kurang

memadainya asupan makanan dan terjadinya penyakit infeksi berulang,

yang mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan meningkatkan

kebutuhan metabolic (Caufield at al, 2006).

d. Tinggi Badan Orang Tua

Stunting pada masa balita akan berakibat buruk pada kehidupan

berikutnya yang sulit diperbaiki. Pertumbuhan fisik berhunungan

dengan genetic dan factor lingkungan. Factor genetic meliputi tinggi

badan orang tua dan jenis kelamin. Tinggi badan ayah dan ibu yang

pendek merupakan risiko terjadinya stutning.

e. Status Ekonomi

Status eonomi data dilihat antara lain dari pendidikan

pengetahuan kepemilikan dan pendapatan merupakan factor yang

paling menentukan kualitas dan kauntitas makanan antara pendapatan

dan gizi sangat erat kaitannya dalam pemenuhan makanan kebutuhan

hidup keluarga makin tinggi daya beli hidup maka amat banyak
makanan yang dikomsumsi dan semakin baik pula kualitas makanan

yang dikomsumsi disini terlihat jelas bahwa pendapatan rendah dan

mengalami perbaikan gizi dan menimbulkan kekurangan gizi biar dalam

safe 2012 pendapatan keluarga turut mempengaruhi gizi dampak

beruntung dari krisis moneter meningkatnya harga kebutuhan pokok

serta kemiskinan yang kian merajalela berimbas pada perubahan pola

komsumsi masyarakat dalam hal ini mgarah pada pengunungan

sehingga tidak berlebihan jika dikatakan kesehatan pangan masyarakat

anjlok.

f. Tingkat Pengetahuan dan Pendidikan Ibu

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadis etelah

orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu,

penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,, yaitu: indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.


BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Teori Penelitian

Stunting atau pendek adalah salah satu masalah gizi yang ada di

Indonesia dimana dampak stunting pada anak-anak adalah meningkatkan

angka kematian, rendahnya kemampuan kognitif dan kemampuan motoric.

Dengan rendahnya IQ atau intelejensia anak, maka dimasa sekolah anak

memiliki prestasi akademik yang rendah, dan bila dewasa peluang dalam

usaha mencari pekerjaan yang baik sangat kecil dalam memenangkan

persaingan dengan normal, sehingga hal ini akan membuat penghasilan

rendah dan akhirnya tidak mampu mmenuhi kebutuhan hidup dengan baik.

Masalah stunting menunjukkan ketidak cukupan gizi dalam waktu yang

sangat panjang (bersifat kronis) kekurangan protein dan zat gizi makro.

Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya stunting, factor

langsung yaitu asupan zat gizi dan penyakit infeksi yang diderita dan factor

tidak langsung yaitu: sanitasi lingkungan, pendidikan, pekerjaan,

pengetahuan yang melahirkan sikap dan perilaku gizi ibu. Genetic

(walaupun ini berubah melalui perbaikan gizi), pendapatan, pelayanan

kesehatan, dan kebijakan pemerintah dalam menangani masalah gizi.


Kerangka Teori

Factor Ibu

- Pengetahuan
rendah Konsekuensi
Politik dan - Persepsi gizi jangka pendek
negative
ekonomi
- Gizi buruk - Kesehatan
masa hamil - Perkemban
- Kemiskinan
- Ibu pendek Pola
- Ketahanan - Kehamilan gan
pangan Asuh
masa remaja kognitif,
rendah motorik,
Pelayanan dan bahasa
Kesehatan - Ekonomi
biaya
- Askes
ASI dan kesehatan
pelayanan
makanan
- Fasilitas
pelayanan - ASI dan ASI
- Kebijakan eksklusif
- Pelayanan tidak
posyandu memadai Stunting
- MP ASI tidak (pendek)
Pendidikan memadai
jumlah
- Akses maupun
- Pendidikan kualitasnya
rendah - Sumber air
minum Konsekuensi
- Kualitas
tercemar jangka panjang
pendidikan
rendah - Imunisasi
tidak lengkap - Kesehatan
Social dan reproduksi
budaya rendah
- Perkembanga
- Norma dan Lingkungan n performa
budaya Rumah kurang
- Status - Prestasi
- Sanitasi
perempuan Penyakit akademik
- Rumah buruk
rendah
Air, sanitasi dan - Kepadatan Infeksi
keluarga - Kapisitas
lingkungan kerja kurang
tinggi
- Pendidikan - Produktifitas
Ketersediaan pengasuhan kerja rendah
Pangan rendah

Dimodifikasi kerangka teori terjadinya stunting menurut Unice


B. Kerangka Konsep

Status Gizi

Imunisasi
KEJADIAN
STUNTING
Sosial Ekonomi

Pengetahuan Ibu

- Berat Lahir
- Pemberian ASI-MP ASI
- Penyakit Infeksi
- Tinggi Badan Orang
Tua
Ket :

: Variabel Independent

: Variabel Depenedent

: Variabel Perancu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan metode mix method yaitu suatu langkah
penelitian dengan menggabungkan dua bentuk pendekatan sekaligus yaitu
kuantitatif dan kualitatif dalam sebuah penelitian sehingga akan diperoleh
data yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan objektif. Pendekatan ini
melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan
kualitatif dan kuantitatif dipadukan dalam satu penelitian. Penelitian ini lebih
kompleks dari sekedar mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data
tetapi juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan secara kolektif sehingga
kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar daripada hanya
penelitian kauntitatif maupun kualitatif (Sugiyono, 2013).
B. Lokasi dan waktu penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Pangkep Prov. Suleawesi
Selatan.
2. Waktu penelitian
C. Populasi dan sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya sedangkan
sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013).
1. Populasi dan sampel untuk kuantitatif
Penentuan jumlah sampel dalam penelitian kuantitatif yaitu
menggunakan teknik non probability sampling yaitu teknik pengambilan
anggota sampel yang tidak memberikan kesempatan bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2016).
Adapun teknik non probability sampling yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu purposive sampling yang merupakan suatu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang
dikehendaki oleh peneliti (Nursalam,2013). Cara penetapan sampel
yaitu dengan menggunakan kriteria eksklusi dan inklusi.
2. Populasi dan sampel untuk kualitatif
Istilah populasi dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sumber data
pada situasi sosial (social situation) tertentu (Djam’an Satori, 2007).
Situasi sosial terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku (actors)
dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial
tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahu
“apa yang terjadi” didalamnya (Sugiyono, 2011).
Istilah sampel dalam penelitian kualitatif diganti dengan sebutan
partisipan atau informan. Sampel dalam penelitian kualitatif adalah
pilihan penelitian meliputi aspek apa, dari peristiwa apa, dan siapa yang
dijadikan fokus pada suatu saat dan situasi tertentu, karena itu dilakukan
secara terus menerus sepanjang penelitian. Umumnya mengambil
sampel lebih kecil dan lebih mengarah ke penelitian proses daripada
produk dan biasanya membatasi pada satu kasus. Jumlah sampel pada
penelitian ini relatif kecil hingga mencapai saturasi data (Moleang, 2010).
D. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif yaitu dengan
menggunakan data primer (data langsung dari responden) dan data
sekunder (data dari instansi tempat meneliti) sedangkan untuk penelitian
kualittatif yaitu dilakukan melalui wawancara langsung secara mendalam
(indept-interview). Metode wawancara mendalam adalah metode
pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan subyek
penelitian tentang permasalahan yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti oleh penulis (Moleang, 2010). Jenis wawancara yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur. Wawancara
semiterstruktur adalah wawancara yang dilakukan secara bebas yaitu
menentukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang
diwawancarai akan diminta pendapat dan ide-idenya serta dalam
wawancara ini pendengar secara teliti akan mencatat apa yang
dikemukakan oleh narasumber (Sugiyono,2013).
E. Teknik analisa data
Analisis data yang digunakan pada kuantitatif adalah analisis univariat
yaitu untuk menganalisis variabel-variabel yang ada secara deskriptif
dengan menghitung distribusi frekuensi (Sugiyono, 2013) untuk mengetahui
karakteristik responden dan presentasi stunting, status gizi, social ekonomi,
pengetahuan ibu dan lingkungan sedangkan analisis bivariat yaitu analisis
yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat yang menggunakan uji statistic chi-square dan odd ratio
dengan menghubungkan variabel terikat (kejadian stunting) dengan variabel
bebas (status gizi, imunisasi, pengetahuan ibu dan lingkungan) serta
menggunakan tehnik komputerisasi dengan tingkat signifikan (sig) 0,05
(Nasir, 2014).
Analisis data pada penelitian kualitatif yaitu menggunakan pendekatan
Colaizzi (1978) dikutip dalam Streubert & Carpenter (2011) yaitu terdiri dari
beberapa tahapan :
1. Setelah melakukan wawancara kepada informan, peneliti menyimak

narasi informan (dalam bentuk transkip atau catatan tertulis) dengan

menggunakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh informan guna

memperoleh makna secara keseluruhan.


2. Peneliti melihat kembali masing-masing narasi informan dan fokus pada

kalimat-kalimat dan frase-frase yang secara langsung menyinggung

fenomena tentang kejadian stunting.

3. Merumuskan makna.

4. Mengulangi proses untuk masing-masing wawacara atau catatan tertulis

kemudian dikelompokkan semua makna yang berbeda dalam bentuk

tema.

5. Menyediakan uraian analitis yang terperinci menyangkut perasaan dan

perspektif informan yang terdapat dalam tema.

6. Merumuskan uraian mendalam menyangkut keseluruhan fenomena

kejadian stunting

7. Melakukan member check dengan melihat kembali temuan-temuan

peneliti pada informan.

Anda mungkin juga menyukai