Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang (Ansari, 2011). Gangguan mobilisasi didefinisikan sebagai suatu kedaaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik (NANDA, 2016).
Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik
antara lain: lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran
lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat
perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien
pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter&Perry, 2009). Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008).

B. Tujuan Mobilisasi
Tujuan dari mobilisasi antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma.
3. Mempertahankan tingkat kesehatan.
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari.
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

C. Patofisiologi Mobilisasi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik.
Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik
dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Postur dan gerakan otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh
dan terdiri dari empat tipe tulang yaitu tulang panjang, pendek, pipih, dan ireguler
(tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel
darah merah.

D. Klasifikasi Mobilitas Fisik


1. Mobilitas penuh : kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian : kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer : kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversibel pada system muskuloskeletal, contohnya adalah dislokasi sendi dan
tulang.
b) Mobilitas permanen : kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf
yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya sistem saraf
motorik dan sensorik.

E. Macam Rentang Gerak dalam Mobilisasi


Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Berguna untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien menggerakkan kakinya
secara mandiri sambil berbaring.
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Usia dan tingkat perkembangan tubuh
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada setiap tingkat usia, hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia
2. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja dikantoran biasanya kurang melakukan aktivitas
dibandingkan dengan petani atau buruh.
3. Gaya hidup
Gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena gaya hidup
dapat berdampak pada perilaku dan kebiasaan sehari-hari seseorang.
4. Kesehatan fisik (proses penyakit dan cacat)
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena
dapat mempengaruhi sistem tubuh. Sebagai contoh orang yang menderita fraktur
femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian
bawah.
5. Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas dapat
menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.
6. Emosi
Rasa aman dan bahagia dapat mempengaruhi seseorang beraktivitas.
Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat, yang kemudian sering
dimanifestasikan dengan kurangnya aktivitas.
7. Kelemahan neuromuskuler dan skeletal
Adanya abnormal postur tubuh seperti skoliosis, lordosis dan kifosis dapat
berpengaruh terhadap pergerakan seseorang.
8. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas.

G. Patway
mobilisasi

kaku sendi, stroke, nyeri, kelemahan otot

gangguan mobilitas fisik

keterbatasan rentang gerak


deficit self care

H. Penatalaksanaan Mobilisasi
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
. misalnya : Posisi fowler (setengah duduk), Posisi litotomi, Posisi dorsal
recumbent, Posisi supinasi (terlentang), Posisi pronasi (tengkurap), Posisi
lateral (miring), Posisi sim, Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki).
2. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
3. Latihan isotonik dan isometric
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan
otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM)
secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan
dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
4. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.

I. Pengkajian
1. Aktivitas sehari-hari
a) Pola aktivitas sehari-hari
b) Jenis, frekuensi dan lamanya latihan fisik
2. Tingkat kelelahan
a) Aktivitas yang membuat lelah
b) Riwayat sesak napas
3. Gangguan pergerakan
a) Penyebab gangguan pergerakan
b) Tanda dan gejala
c) Efek dari gangguan pergerakan
4. Pemeriksaan fisik head to toe
5. Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kifosis, Lordosis, Cara berjalan)
6. Ekstremitas (kekuatan otot, gangguan sensorik, tonus otot, atropi, tremor, gerakan
tak terkendali, kemampuan jalan, kemampuan duduk, kemampuan berdiri, nyeri
sendi, kekakuan sendi)
7. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran, pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang, pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis, angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
8. Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
9. Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
10. Mengkaji cara berjalan
Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangka -
penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
11. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, dan
sebagainya.
12. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
13. Mengkaji fungsional klien.
a. Kategori tingkat kemampuan aktivitas.
b. Kemampuan Mobilitas
Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
Tingkat 3 orang lain
Tingkat 4 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
Tingkat 5 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

J. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neurologis, gangguan muskuloskeletal,
kaku sendi, penurunan kekuatan otot, nyeri, intoleransi aktivitas
2. Deficit self care (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) b/d gangguan
musculoskeletal, kelemahan, nyeri, ketidakmampuan merasakan bagian tubuh,
keletihan, hambatan mobilitas

K. Rencana Asuhan keperawatan


Diagnosa NOC NIC
Hambatan mobilitas Mobility Exercise Theraphy
fisik b/d gangguan Setelah dilakukan  Monitor lokasi dan
neurologis, gangguan tindakan keperawatan kecenderungan adanya
muskuloskeletal, selama 1x24 jam, nyeri dan
kaku sendi, diharapkan klien bisa ketidaknyamanan
penurunan kekuatan melakukan berbagai selama
otot, nyeri, intoleransi gerakan secara mandiri pergerakan/aktivitas
aktivitas dengan kriteria hasil:  Lindungi pasien dari
- Mampu melakukan trauma selama latihan
DS: rentang gerak  Bantu pasien untuk
Menyatakan - Gaya berjalan lebih menentukan jadwal
ketidaknyamanan bagus latihan yang teratur
secara verbal - Mampu menjaga dan terencana
keseimbangan saat  Dukung pasien untuk
DO: bergerak duduk ditempat tidur,
- Dispneu setelah - Mampu disamping tempat tidur
beraktivitas bergerak/berpindan sesuai dengan toleransi
- Gangguan sikap dengan mudah  Dukung pasien untuk
berjalan ambulasi, jika
- Kesulitan memungkinkan
membolak-balik  Ajarkan pasien dan
posisi keluarga cara
- Keterbatasan melakukan ROM aktif
rentang gerak dan ROM pasif
- Penurunan  Kolaborasikan dengan
kemampuan ahli terapi fisik dalam
melakukan mengembangkan dan
keterampilan menerapkan sebuah
motorik halus program latihan
dan kasar Terapi latihan: ambulasi
- Tremor akibat - monitor penggunaan
bergerak alat bantu jalan
- bantu pasien untuk
berpindah sesuai
kebutuhan
- dorong pasien untuk
melakukan
perpindahan seperti
duduk, miring kiri,
miring kanan
Defisit self care Perawatan diri: Bantuan perawatan diri
(mandi, berpakaian, Aktivitas sehari-hari  Monitor kemampuan
makan, eliminasi) b/d Setelah dilakukan pasien secara mandiri
gangguan tindakan keperawatan  Monitor kebutuhan
musculoskeletal, selama 1x24 jam, pasien terkait alat-lat
kelemahan, nyeri, masalah deficit self care kebersihan diri, alat
ketidakmampuan teratasi dengan kriteria bantu berpakaian,
merasakan bagian hasil: berdandan, eliminasi
tubuh, keletihan, - Mampu mandi dan makan
hambatan mobilitas secara mandiri  Berikan peralatan
- Mampu berpakaian kebersihan pribadi
DO: secara mandiri  Berikan bantuan
- Ketidakmampuan - Mampu makan sampai pasien mampu
mandi sendiri secara mandiri melakukan perawatan
(membasuh - Mampu toileting mandiri
tubuh, secara mandiri  Dorong pasien
mengakses kamar - Mampu menjaga melakukan aktivitas
mandi, kebersihan diri normal sehari-hari
mengeringkan sesuai kemampuan
tubuh)  Ciptakan rutinitas
- Ketidakmampuan aktivitas perawatan
berpakaian diri
sendiri
 Ajarkan keluarga
(mengenakan untuk mendukung
pakaian, kemandirian dengan
melepaskan membantu perawatan
pakaian) diri ketika pasien tidak
- Ketidakmampuan bisa melakukan
makan mandiri sendiri
(membuka
wadah,
memegang alat
makan, menelan,
mengambil
cangkir)
- Ketidakmampuan
eliminasi mandiri
(mencapai toilet,
menyiram toilet,
naik dan duduk
di toilet)
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika.
Bulechek, Gloria M; et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6.
Indonesia: Moco Media.

Kushariyadi. (2010). Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Moorhead, Sue; et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5.
Indonesia: Moco Media
Mubarak, Wahit Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan.
Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta: EGC
Potter, P.A dan Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 9. Jakarta: EGC.

Risnanto & Insani. (2014). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: CV Budi
Utama
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. (2014). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai