Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar


1.1 Definisi
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mataqqin & Kumala,
2011).
Gastroenteritas akut ialah diare yang terjadi seecara mendadak pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat (Noerasid, Suratmaadja & Asnil 1998, dalam
Sodikin, 2011).
Gastroenteritis akut yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus
muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbnulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz & Linda,2009).
Dari beberapa pengertian diatas jadi dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis
akut adalah suatu peradangan pada mukosa lambung yang ditandai dengan
muntah-muntah yang berakibat dengan kehilangan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan biasanya terjadi pada bayi dan
anak.

1.2 Etiologi
Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor,
yaitu:
1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :
a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan
sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus, dan
lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora,
maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan
gluktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi
mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka pada bayi dam balita diare
intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus. Penyababnya karena pada bayi
pembentukan enzim lipase yang berfungsi memecah laktosa belum sempurna,
sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase akan berfungsi optimal saat
berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia bayi 1-2 bulan dan
tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu malabsorbsi lemak dan
protein.
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat
merangsang peningkatan peristaltic usus.
1.3 Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu :
(Sunato,2009)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25%
sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5
sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu
atau lebih. (sunato,2009).

1.4 Patofisologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan
akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan
asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah
masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau
toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen
ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin
dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis
akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare
adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia),
gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan
sirkulasi darah.(Sudoyo Aru,2009).

1.5 Gejala Klinis


Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Secara umun :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau tidak
adanya pengeluaran urine.

Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala
dehidrasi tampak. Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok,
ubun-ubun dan mata cekung, minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah,
sangat haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing
sedikit dan minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis
sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi
lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat, pernafasan cepat dan dalam,
turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak mau minum.
Atau yang dikatakan dehidrasi bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.
1.6 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma,suhu
tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan
menurun,anuskemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.(Hudack&Gallo,2007).

1.7 Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik


1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan
Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation).

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif,
terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
1.8 Terapi/Tindakan Penanganan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta
dapat diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk
mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan
intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih
untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan
menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi,
separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air
bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk
mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi
ginjal normal.
2. Terapi Non Farmakalogi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
b. Pemberian Makanan.
c. Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan yang
mudah dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi dapat
diberikan susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif
secara imunologi dengan adanya antibodi dari zat-zat lain yang
dikandungnya.
d. Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
e. Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.

1.9 Komplikasi
Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (kliegman,2010)
1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis
2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik.
1. Indentitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
e. Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan tumbuh kembang
5. Pemeriksaan penunjang

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan kehilangan
natrium dan klorida
5. Anoreksia berhubungan dengan metabolism oleh bakteri.(Nanda,2011)
2.3 Intervensi
Dx .
No Tujuan/Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Defisit volume NOC : NIC :
cairan 1. Fluid balance Fluid Monitoring
berhubungan 2. Hydration 1. Pertahankan catatan
dengan output 3. Nutritional Status : intake dan output yang
cairan yang Food and Fluid Intake akurat
berlebihan. kriteria hasil: 2. Monitor status hidrasi (
1. Mempertahankan urine kelembaban membran
output sesuai dengan mukosa, nadi adekuat,
usia dan BB, BJ urine tekanan darah ortostatik
normal, ), jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, 3. Monitor hasil lab yang
suhu tubuh dalam batas sesuai dengan retensi
normal cairan (BUN , Hmt ,
3. Tidak ada tanda tanda osmolalitas urin,
dehidrasi, Elastisitas albumin, total protein )
turgor kulit baik, 4. Monitor vital sign
membran mukosa setiap 15menit – 1 jam
lembab, tidak ada rasa 5. Kolaborasi pemberian
haus yang berlebihan cairan IV
4. Orientasi terhadap 6. Monitor status nutrisi
waktu dan tempat baik. 7. Berikan cairan ora
5. Jumlah dan irama 8. Berikan penggantian
pernapasan dalam batas nasogatrik sesuai output
normal (50 – 100cc/jam)
6. Elektrolit, Hb, Hmt 9. Dorong keluarga untuk
dalam batas normal membantu pasien
7. pH urin dalam batas makan
normal 10. Kolaborasi dokter jika
8. Intake oral dan tanda cairan berlebih
intravena adekuat muncul meburuk
11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk
tranfusi
13. Pasang kateter jika
perlu
14. Monitor intake dan
urin output setiap 8 jam

2 Gangguan NOC : NIC :


kebutuhan 1. Nutritional status: Nutrition Management
nutrisi kurang Adequacy of nutrient. 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan 2. Nutritional Status : food makanan
tubuh and Fluid Intake. 2. Kolaborasi dengan ahli
berhubungan 3. Weight Control gizi untuk menentukan
dengan mual Kreteria hasil : jumlah kalori dan
dan muntah 1. Mual, muntah nutrisi yang dibutuhkan
berkurang/tidak ada pasien
2. Nafsu makan 3. Yakinkan diet yang
meningkat dimakan mengandung
3. Diet dihabiskan tinggi serat untuk
4. Turgor kulit elastis mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
6. Monitor lingkungan
selama makan
7. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi
selama makan
16. Anjurkan banyak
minum
17. Pertahankan terapi IV
line
3 Gangguan rasa NOC : NIC :
nyaman nyeri 1. Pain Level Pain Management
berhubungan 2. pain control 1. Lakukan pengkajian
dengan 3. comfort level nyeri secara
distensi komprehensif termasuk
abdomen. Kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol durasi, frekuensi,
nyeri (tahu penyebab kualitas dan faktor
nyeri, mampu presipitasi
menggunakan tehnik 2. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan) 3. Bantu pasien dan
2. Melaporkan bahwa keluarga untuk mencari
nyeri berkurang dengan dan menemukan
menggunakan dukungan
manajemen nyeri 4. Kontrol lingkungan
2. Mampu mengenali yang dapat
nyeri (skala, intensitas, mempengaruhi nyeri
frekuensi dan tanda seperti suhu ruangan,
nyeri) pencahayaan dan
3. Menyatakan rasa kebisingan
nyaman setelah nyeri 5. Kurangi faktor
berkurang presipitasi nyeri
4. Tanda vital dalam 6. Kaji tipe dan sumber
rentang normal nyeri untuk menentukan
5. Tidak mengalami intervensi
gangguan tidur 7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Daftar Pustaka

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.

Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.

Hudak & Gallo, 2007. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai